Tate no Yuusha Jilid 2 Bab 19 (Indonesia)

From Baka-Tsuki
Revision as of 10:42, 1 August 2017 by Ddn Master Lich (talk | contribs) (→‎Bagian 3)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Bab 44 : Perisai Amarah[edit]

Bagian 1[edit]

"HUAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAH!!!!!!"


Teriakanku menyaingi kerasnya suara auman naga itu, dan kutangkis hantaman lengan bayangan tersebut dengan perisaiku. Aku tidak bisa merasa sakit ataupun yang lainnya.

"HRA!?" 

Mulut bayangan hitam itu menunjukkan ekspresi terherannya, dan kembali mencemoohku.


"MATI KAU!”


Aku tangkap bayangan hitam itu, lalu membantingnya. Bayangan itu terhempas sembari mengaum karena terkejut.

"HRAOOOOO!" 

Meski begitu, bayangan itu segera terbangun, dan berlari untuk menyerangku. ...... Apa perisai ini bisa digunakan untuk menyerang musuhku itu?

Sepertinya tidak bisa.

Bayangan hitam itu menyerangku dengan lengan dan ekornya, dan terus menghajarku hingga aku dibuat berlutut.


“Seranganmu sama sekali tidak berguna!”


Serangan bayangan hitam itu tidak melukaiku sedikitpun.


“Haha...... Kau ini bodoh atau apa, hah?”


Walau aku sendiri belum tentu bisa mengalahkan makhluk itu.

Setelah berpikir begitu, suatu api hitam tiba-tiba muncul di lenganku, dan membakar lengan beserta ekor bayangan hitam tersebut.

"HRAOO!?" 

Terkejut karena tiba-tiba terbakar begitu, bayangan itu pun rubuh.


“Hm...... Apa bentuk perisai ini mempunyai kemampuan serangan balasan?”


Bayangan itu terlihat ketakutan, dan terus menjaga jarak dariku.


“Apa sekarang kau ingin minta ampun padaku? Kalau begitu, sudah terlambat!”


Perlahan kurapalkan sebuah skill.


"Iron Maiden!"


Walau begitu, keterampilan itu tidak muncul, dan sebuah Skill Tree tampil di dalam penglihatanku.

Shield Prison -> Change Shield (Serangan) -> Iron Maiden

Apa ini rangkaian syarat untuk menggunakan keterampilan bertarung [Iron Maiden]? Menyusahkan saja.

Sepertinya untuk memicu serangan balasan ini, aku harus memancing bayangan itu agar menyerangku.


“Tunggulah...... Akan kubunuh kau bagaimanapun caranya......”


Bayangan itu kembali mengayunkan lengannya padaku, sembari ketakutan karena amarah dan keinginan membunuhku. Aku angkat perisaiku untuk menahan hantaman lengan itu, dan api hitam dari perisaiku kembali membakarnya.

Api itu menghanguskan daging dan melelehkan tulang makhluk tersebut. Panas api ini masih belum cukup...... Aku ingin menghapus keberadaan makhluk ini selamanya.

"-----------OT!" 

Aku mengerti... Semakin aku merasa marah, bentuk Perisai Amarah ini akan menjadi semakin kuat.

Itu mudah. Yang harus kulakukan adalah, mengingat kembali apa yang kurasakan terhadap para bajingan itu.

Mine... Sphere...... Atau si jalang itu bernama Malty? Aku semakin murka setiap kuingat nama si jalang itu.

Selanjutnya si Raja Sampah, Motoyasu, Ren, dan Itsuki. Aku terus mengingat kembali satu per satu, hal yang mereka lakukan padaku.

Kebencian...... Aku ingin membunuh mereka semua......

Amarahku mulai terserap ke dalam perisai merah ini, dan mengubah warnanya menjadi hitam.


“Kali ini...... Akan kubunuh...... Semuanya......”


Kucengkeram lengan bayangan itu, untuk melenyapkan wujudnya dengan kobaran api kemarahan ini. Api itu menyelimuti seluruh bayangan tersebut dan hampir menelannya tanpa sisa, hingga seseorang menyentuh tanganku.


Deg Deg...


Ini...... Apa ini kelembutan yang sama dengan yang kurasakan di waktu itu?


“Meskipun seluruh dunia ini akan menyalahkan Tuan Naofumi, aku tidak akan melakukan hal itu... Walau harus berulang kali pun, aku akan terus menentang tuduhan mereka semua.”


……Eh?


Pandanganku yang terhalangi oleh kegelapan, sekarang mulai sedikit bergetar. Sesuatu di dalam diriku...

Sebuah suara mencoba memperingatkanku, kalau aku menyerah terhadap gejolak kemurkaan ini... Aku akan kehilangan sesuatu yang paling berharga bagiku. Aku ingin menolaknya, tapi......


“Kumohon, percayalah padaku. Aku yakin Tuan Naofumi tidak pernah sekalipun melakukan kejahatan. Kau adalah Pahlawan Perisai terhormat yang telah menyelamatkan hidupku, memberiku obat yang berharga, dan mengajariku cara bertarung dan bertahan hidup. Aku adalah pedang milikmu, dan aku akan terus mendampingimu, sesulit apapun rintangan yang akan kita hadapi.”


Kemudian suara seseorang berbisik padaku.


Jangan biarkan dirimu ditelan oleh hasrat untuk membunuh.
Masih ada hal yang harus kau lindungi.
---Apa kau melupakan tujuan dari kemarahanmu tadi?---


Aku tidak melupakannya, tapi aku ingin membalas seseorang, yang dengan tulus telah mempercayaiku.


---Apa kau menentangku?---


Jangan pernah kau mencoba mengaturku. Akan kubuat keputusanku sendiri!


---...... Aku akan selalu bersemayam di sini, untuk menunggu celah jiwamu yang lain......---


Suara kegelapan itu menghilang, dan pandanganku menjadi jelas kembali.


“ *Uhuk! Uhuk!* ”


Saat kusadari itu, Raphtalia terus menggenggam tanganku, sembari mencoba menahan batuknya.


“K-Kau tidak apa-apa?”


Raphtalia telah terkena luka bakar yang parah. Padahal tidak ada musuh yang memiliki serangan api di sini. Tunggu... Mungkinkah...

Ah...... Kemampuan Khusus dari bentuk Perisai Amarah, Kutukan yang Membakar Diri.


“Raphtalia!”

“ *Uhuk*- ”


Raphtalia pun tersenyum, dan roboh tak sadarkan diri.

Bagian 2[edit]

Karena aku... Raphtalia sampai menderita seperti ini.


“Aku adalah Pahlawan Perisai yang memerintah inti dari kekuatan. Aku telah membaca dan memahami satu hukum alam. Aku panggil kekuatan alam demi memulihkan rekanku...! Fast Heal!

Aku adalah Pahlawan Perisai yang memerintah inti dari kekuatan. Aku telah membaca dan memahami satu hukum alam. Aku panggil kekuatan alam demi memulihkan rekanku...! Fast Heal!

Aku adalah Pahlawan Perisai yang memerintah inti dari kekuatan. Aku telah membaca dan memahami satu hukum alam. Aku panggil kekuatan alam demi memulihkan rekanku...! Fast Heal!”


Hingga energi sihirku habis, tanpa henti aku terus mencoba memulihkannya.

Raphtalia... Hanya Raphtalia satu-satunya orang yang mempercayaiku!

Terdapat banyak luka bakar di badannya. Menggunakan sihir pemulihan pemula saja, takkan cukup untuk menyembuhkan luka ini. Aku harus segera berlari ke gerobakku, dan memberi Raphtalia “Balsem Penyembuhan”.

"HRAOOOOO!" 

Aku berbalik, dan melihat naga zombie yang sedang mengaum itu. Makhluk itu menghadap ke arah kami dan mendengus, sembari menyerang kami dengan lengan lainnya yang belum terbakar.


“Enyahlah dari hadapanku!”


Aku hadang serangan naga zombie itu dengan mengangkat lenganku. Cahaya hitam langsung bersinar pada perisaiku, dan mengaktifkan Kutukan yang Membakar Diri.


“Hentikan!”


Api yang membakar perisaiku segera menghilang, seakan mematuhi perintahku. Jika kutukan itu aktif sekarang, api yang dikeluarkannya akan membakar Raphtalia juga. Aku tidak sanggup membiarkan hal itu terjadi lagi padanya. Meski begitu, napas beracun makhluk tersebut, sangat buruk bagi kesehatan Raphtalia.

Dan seakan mematuhi apa yang kupikirkan, perisaiku membakar serangan napas beracun yang menyerang kami saja. Tapi dengan kekuatan yang seperti ini, takkan cukup untuk menghancurkan musuh tersebut. Apa yang harus kulakukan?

Bentuk perisai ini terus mengalirkan kemurkaan dan hasrat untuk membunuh ke dalam diriku, aku terus mencoba untuk menahannya, agar tidak dikuasai rasa amarah yang bergejolak lagi. Aku harus segera kembali ke gerobak kami, dan merawat Raphtalia.

Alasanku yang tersisa sekarang, adalah untuk terus melindungi Raphtalia.

"HRA!?" 

Ketika berada di antara posisi menyerang dan bertahan, naga zombie itu mulai menggaruk dadanya dengan kesakitan.


“A-apa yang terjadi......”


Apa yang sebenarnya terjadi? Apa Kutukan yang Membakar Diri, bisa membakar hingga ke dalam tubuh makhluk itu?

"HRAOOOOOOOO!!!" 

Akhirnya naga itu berhenti bergerak, dan kembali ke wujud bangkainya.

Sekarang bukan waktunya untuk menyelidiki kejadian ini. Kelihatannya tidak ada lagi lalat beracun yang beterbangan di dekat naga itu. Semua lalat itu mungkin kabur karena amukan naga zombie tadi.

Sembari menggendong Raphtalia, aku kembali ke gerobak kami, dan mengoleskan Balsem Penyembuhan dan tanaman obat untuk luka bakar pada badannya. Lalu kuberikan penawar racun pada Raphtalia.


“Ah...... Tuan Naofumi.”


Setelah irama napasnya menjadi tenang, Raphtalia membuka matanya, dan tersenyum padaku.


“Apa kau baik-baik saja!?”

“Iya...... Terima kasih sudah mengobatiku, Tuan Naofumi......”


Namun tetap saja, luka bakar di badannya sangat parah. Walaupun sebagian lukanya bisa disembuhkan dengan obat yang kubawa...... Tapi karena luka ini disebabkan oleh sihir hitam, tetap meninggalkan bekas luka berwarna hitam di badannya. Meski Raphtalia kelihatannya sudah baikan, tetap saja dia belum pulih sepenuhnya.


“A-Aku baik-baik saja... Cepat... naga itu...”

“Naga zombie itu sudah tidak bergerak lagi.”

“Bukan...... cepat buang bangkainya.”

“...... Baiklah.”


Raphtalia menatap tajam ke arah bangkai naga itu.


“Apa takkan jadi masalah, kalau kita membiarkan bangkainya di sini?”

“Jika naga itu bangun lagi, kita takkan mampu menghadapinya.”

“Aku mengerti...... Baiklah.”

Bagian 3[edit]

Aku pun turun dari gerobak, dan berjalan mendekati bangkai naga itu. Bangkai naganya harus dibongkar agar perisaiku bisa menyerap semuanya. Dan Filo...... meski sekarang dia sudah mati, setidaknya aku harus membuatkan pemakaman yang layak untuknya.

Saat menghampiri bangkai itu, aku melihat organ dalamnya mulai menggeliat. Apa lagi yang akan terjadi sekarang? Dengan keadaan seperti ini, akan sulit bagiku untuk bertarung.

Perisai Amarah......

Itu adalah bentuk perisai berbahaya yang bisa mengikis pikiranku, tapi bisa memberiku pertahanan fisik dan serangan balasan yang kuat. Keadaanku masih belum pulih setelah menggunakan bentuk perisai itu, jadi aku merubahnya menjadi bentuk Perisai Ular Chimera. Aku harus bersiap jika sesuatu terjadi.

Lalu aku hampiri bangkai itu.

Geliat organ itu telah berhenti, apa sesuatu sedang memakan organ naga itu? Dada naga tersebut dirobek, dan sesuatu muncul dari dalamnya!


“Puhaa~!”


Seekor burung yang tidak asing, keluar dari bangkai naga itu, dan berjalan dengan cairan menjijikan yang membuat badannya basah kuyup.


“Fiuh...... Akhirnya Filo bisa keluar.”

“Filo? Kau selamat? Apa kau terluka?”

“Iya. Tapi Filo tidak terluka sedikitpun.”

“Kalau begitu...... Kenapa ada darah yang meleleh saat kau dimakan tadi?”

“Darah? Barusan Filo memuntahkan semua yang Filo makan di dalam naga itu.”


Apa tadi Filo memakan buah merah yang kupikir mirip tomat......? Apa itu alasan kenapa ada cairan mirip darah, yang menetes dari mulut naga tadi?

Sebelum bertarung, dia memang sudah makan sampai perutnya membuncit.


“Jangan menakutiku begitu! Aku pikir kau sudah mati!”

“Serangan seperti itu tidak membuat Filo geli, apalagi terasa sakit.”


Apa makhluk ini seekor burung, atau seekor monster? Tidak, dia ini memang seekor monster.

Jujur saja...... aku terkejut saat tahu Filo baik-baik saja.


“Apa Tuan mengkhawatirkan Filo?”

“Aku tidak tahu.”

“Yeey Tuan sampai malu-malu begitu~”

“Apa kali ini harus aku, yang membuatmu benar-benar mati?”

“Tidaak~”


Ugh...... Dia masih hidup, syukurlah. Walau aku merasa marah melihat dia menyeringai padaku begitu. Lihat saja, akan kubalas kau.


“Jadi, apa yang kau lakukan tadi?”

“Oh iya. Ada sebuah kristal besar dalam perut naga itu, yang bersinar berwarna keunguan. Jadi Filo memecahkannya sampai naga itu berhenti bergerak.”

“Hmm......”


Apa maksudnya itu? Apa kristal besar yang Filo maksud, adalah inti dari naga tersebut? Dan Filo muncul dari... dalam jantungnya? Tapi, hal seperti itu......

Apa karena makhluk itu seekor naga...? Apa sihir yang mengendap di dalam badannya, terkumpul di jantungnya, dan membentuk sebuah kristal? Mungkin saja begitu.


“Jadi...... Kristal-nya?”

"Geffuuuuu!"


Yah. Filo memakannya...... Kuhajar juga rekanku yang satu ini......


“Filo sisakan sedikit untuk oleh-oleh Tuan~”


Setelah mengatakan itu, Filo memberiku sebuah potongan kristal berwarna ungu. ...... Apa yang harus kuperbuat dengan benda ini? Pertama, aku akan memberikan separuh potongan ini untuk diserap perisaiku.

Seperti perkiraanku, beberapa Skill Tree telah terbuka, dan level-nya masih belum cukup.


“Karena Raphtalia masih sakit, Filo harus membantuku membongkar bangkai naga itu.”

“Baik~!”


Yang benar saja...... Burung ini sungguh membuatku terkejut. Lalu aku berpikir sembari memperhatikan Filo.

Pada saat itu, kalau saja aku tidak membiarkan rasa amarah mengendalikanku. Demi membalas kematian Filo, setelah kurubah bentuk perisaiku, aku telah sepenuhnya tenggelam oleh rasa dendam. Kalau saja Raphtalia tidak menghentikanku, mungkin aku juga akan membakar Filo yang ternyata masih hidup.

Amarah...... Bentuk perisai yang terkutuk. Apa bentuk perisai itu mencoba mengambil alih kesadaran seorang Pahlawan?

Yang kutahu, perisai itu memberiku hasrat tak terkendali untuk membunuh. ...... Dan pada saat itu, hanya keinginan membunuhlah yang ada dalam pikiranku.


“Selamat makan!”

“Hei Filo, jangan makan daging itu! Dagingnya sudah busuk!”

“Justru daging yang hampir busuk rasanya paling lezat, Tuan~!”

“Ini bukan lagi hampir busuk, tapi sudah benar-benar membusuk!”


Dan tanpa ditunda lagi, bangkai naga itu pun kami “buang”, walau daging dan tulang naganya tidak bisa kupakai, untuk menaikkan satu pun level Skill Tree pada perisaiku.

Karena kulit dan tulang naganya terlihat berguna, aku putuskan untuk mengangkut semuanya ke dalam gerobak kami.

Referensi :[edit]