Tate no Yuusha Jilid 3 Bab 4 (Indonesia)

From Baka-Tsuki
Revision as of 15:22, 7 August 2017 by Ddn Master Lich (talk | contribs) (→‎Bagian 2)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Bab 54 : Selamat Tinggal[edit]

Bagian 1[edit]

Bersama para sukarelawan dan penduduk desa, kami kembali ke tempat matinya bos monster untuk memeriksa ketiga Pahlawan yang pingsan. Menyusahkan saja...

Yah, aku harus ke sana untuk menyerap bahan-bahan yang tersisa dari gelombang tadi, karena hanya Assault Shadow Goblin dan Shadow Lizardman yang tidak bisa diserap. Tidak... Mungkin kalau aku kumpulkan beberapa ‘bangkai bayangan’ dan memadatkannya, aku bisa menyerapnya.

Perisai Bayangan 
Bonus Pemakaian : Pertahanan terhadap elemen Kegelapan (Sedikit)

Tidak kusebutkan beberapa bentuk perisai lainnya yang terbuka, karena bonus pemakaiannya hanya memberikan tambahan atribut status.[1]

Monster Soul Eater, ikan hantu yang telah ketiga Pahlawan itu kalahkan, kelihatannya cukup menarik juga.


“Aan~”

“Jangan dimakan.”


Karena Filo hampir memakan kepala ikan itu, aku menyuruhnya untuk berhenti.

Dan tentang kenapa burung ini bisa mengamuk seperti tadi, aku masih tidak tahu alasannya. Dugaanku adalah, kejadian itu terpicu oleh Inti Naga, yang dimakan rekan cerobohku ini.


“Tapi...”


Saat aku akan mengambilnya, kepala Soul Eater itu menembus tanganku, dan jatuh ke tanah. Cukup mengejutkan juga. Tapi, tadi Filo bisa mengangkatnya...


“Kenapa kau bisa mengangkatnya?”

“Filo memakai sihir angin di tangan Filo~”

“Hah...”


Bahkan aku tidak bisa menyentuhnya dengan tangan kosong, ini sungguh ikan yang aneh.

Aku menyuruh para prajurit muda mengangkut ketiga Pahlawan yang lain ke sini. Sepertinya banyak juga senjata istimewa yang dimiliki rekan mereka. Karena salah satu dari mereka memiliki senjata dengan atribut sederhana namun berguna, aku akan meminjamnya. Menurut Filo, item itu juga dibubuhi sihir tertentu.

Perisaiku kubiarkan menyerap sebagian kepala ikan hantu itu.

Perisai Pemakan Roh
Bonus Pemakaian : Keterampilan bertarung [Second Shield], Pertahanan terhadap elemen Roh (Menengah), Pertahanan terhadap serangan Pikiran (Menengah), Peningkatan SP
Kemampuan Khusus : Penelan Jiwa, Pemulihan SP (Sedikit)

Meski kepala monster itu telah dibongkar, tampilan nama Soul Eater-nya tidak menghilang, tapi itu tidak jadi masalah. Setelah aku menyerap bagian badan yang lain, setelahnya tidak ada lagi bentuk perisai yang terbuka.

Walau begitu, aku penasaran dengan kegunaan keterampilan Second Shield. Tentang “Pertahanan terhadap elemen Roh”... Mungkin bonus pemakaian itu, akan mengurangi damage yang kuterima dari monster tipe hantu seperti ini.

Keterampilan “Penelan Jiwa” membuatku sedikit merinding. Mungkin dengan jurus ini, aku bisa menelan roh; dan itu terkesan agak menjijikan.

Kemudian bentuk perisaiku berubah dengan perlahan. Karena terpasang pada perisaiku, nampaknya bentuk perisai ini mengikuti wujud kepala Soul Eater. Poin pertahanannya lebih besar daripada bentuk Perisai Ular Chimera.

Sepertinya keterampilan bertarung Penelan Jiwa, menjadi kemampuan khusus bentuk perisai ini saja.

Jadi, aku pun mencoba merentangkan tanganku.

Saat kulakukan itu, aku masih tidak bisa menyentuh bagian daging Soul Eater, walau sekarang sensasi saat menyentuhnya terasa berbeda.

Bagus.

Aku tidak menginginkan kemampuan untuk memakan jiwa, apalagi kalau harus melakukannya berulang kali. Mungkin ini digunakan untuk serangan balasan, yang pengaruhnya bisa menghisap SP musuh.

Baiklah, sekarang apa kegunaan dari keterampilan Second Shield? Akan langsung kucoba.


“Second Shield!”


Tiba-tiba sebuah ikon muncul dan bertuliskan:


Air Strike Shield -> Second Shield 


"Air Strike Shield!"


Setelah kuserukan jurus itu, perisai Air Strike Shield segera muncul.


"Second Shield!"


Kemudian perisai kedua pun muncul.

Aku mengerti. Saat durasi jurus-nya masih berlaku, kelihatannya aku bisa memanggil perisai tambahan di atas Air Strike Shield. Second Shield bisa digunakan untuk berbagai keadaan, tapi bisa saja keterampilan ini mempunyai kelebihan yang berbeda.

Aku pun memunguti bagian badan Soul Eater yang tersisa.


“Aku ingin menyerap semuanya, tapi ketiga orang menjengkelkan itu pasti takkan berhenti mengomeliku...”


Mungkin nantinya mereka akan mengataiku yang macam-macam.

Cukup mengkhawatirkan, karena sekarang aku tahu adanya makhluk yang lebih kuat daripada para Pahlawan, padahal mereka adalah petarung terkuat di dunia ini. Jika mereka bertiga selemah ini, bahkan kalau aku telah menjadi kuat sekalipun, tetap saja aku akan kesulitan melawan makhluk yang serupa.

Ugh... Haruskah aku kabur saja?


“Tuan~, apa sisa ikan ini boleh Filo makan?”


Burung ini... Kalau sudah meneteskan liur, pasti dia akan terus berisik di manapun kami berada.


“Yah, mau bagaimana lagi...”


Aku potong bagian tulang belakang hingga ekor monster itu, lalu memberikannya pada Filo... yang langsung menghabiskannya dengan sekali telan.


“Tekstur-nya mirip Slime~”

“Tunggu dulu, burung. Di mana kita pernah bertemu dengan Slime?”

“Uhmm... Itu~”


Setelah menyimpulkan dari semua penjelasan Filo, jelas aku langsung marah. Karena kelakuannya itu, aku tidak bisa menyerap Slime tersebut.


“Baiklah, kita akan membantu para penduduk membangun kembali desa mereka.”

“Baik!”


Tanpa ragu, para prajurit muda itu mematuhi perintahku. Sepertinya, aku tidak perlu meragukan mereka lagi.



Pasukan ksatria akhirnya tiba di desa, setelah berlalunya satu malam sejak pertempuran panjang itu.


“Bajingan! Siapa yang memberimu izin untuk membawa anggota prajuritku!”

“Ini bukan kesalahan Tuan Pahlawan! Kami lah yang ingin membantunya, dan meminta agar dia juga menolong kami.”

“Apa? Dengan sikap dan keberpihakan kalian pada perisai bajingan ini, kalian menganggap diri kalian ksatria dari Melromarc?”

“Komandan... perdebatan seperti ini cukup memalukan, kalau anda tidak terima dengan keputusan kami, anda bisa sekalian memecat kami, ‘kan?”


Para prajurit muda terlihat membelaku dengan mengatakan pendapat pribadi mereka. Berdasarkan cerita yang kudengar, saat pejabat eselon tinggi tahu para prajurit muda ini ingin membantu seorang Pahlawan, pihak ksatria telah mengadakan rapat untuk membahas hal tersebut.


“Menurutku, kalau para prajurit ini tidak datang ke sini, kerusakan di desa bisa bertambah parah.”


Para penduduk desa yang mendengar pendapatku juga ikut mengangguk.


“Setelah mereka dikalahkan oleh musuh tangguh dari Gelombang Bencana, ketiga Pahlawan dan semua rekan mereka telah dibawa ke bangunan itu.”


Padahal inisiatif itu dilakukan para warga desa, tanpa adanya perintah dari pihak ksatria. Berkat penggunaan obat yang sesuai, dalam beberapa hari mereka bisa pulih sepenuhnya. Karena pengaruh pemulihan yang cepat, hari ini mereka telah sadarkan diri.

Bagian 2[edit]

“Cepat segera bawa ketiga Tuan Pahlawan, dan semua rekan mereka ke Lembaga Perawatan di ibukota!”

“Hei... Luka mereka itu masih bisa ditangani. Harusnya kita dahulukan perawatan para penduduk desa yang terluka parah.”

“Ketiga Pahlawan ini adalah prioritas tertinggi kami, demi keselamatan negeri ini dan dunia ini.”


Sungguh jawaban yang angkuh...

Yah. sepertinya mereka tidak terima, karena aku lebih memilih mendahulukan perawatan untuk para warga desa.


“Terserah. Kalau itu maumu, pergilah. Aku sibuk.”

“Tunggu, Perisai.”


Saat aku akan pergi, pimpinan pasukan ksatria itu memanggilku. Aku berbalik ke arahnya, dan menanyakan alasan dia menghentikanku.


“Masalah apa lagi sekarang...”

“Kau harus memberikan laporan pertempuran, karena itu datanglah ke istana.”

“Tidak, terima kasih. Tempat itu memuakkan.”

“Aku bilang segera melapor ke istana!”


Memangnya kau yang memiliki kewenangan di sini? Meski bagiku tidak ada gunanya, mereka tetap memaksaku untuk melapor ke istana.

Para prajurit muda ini menundukkan kepala, tapi aku abaikan mereka dan kembali merawat warga desa yang terluka.


“Tuan Pahlawan Perisai, aku mohon... Pergilah...”


...Karena prajurit muda ini telah mematuhi arahanku dan bertindak sesuai kewajibannya, aku tidak tega menolak permintaannya begitu saja. Walau sebenarnya, aku bisa sekalian mengambil kereta besi pesananku dari Paman pemilik toko senjata.


“Haah...”


Sambil menggaruk kepala, aku pun menoleh ke belakang.


“Baiklah, aku akan pergi. Tapi hanya kali ini saja aku menemui raja itu.”

“Terima kasih banyak!”


Aku juga mengangguk pada prajurit muda yang berterima kasih padaku itu.

Dengan begitu, kami bertiga langsung pergi ke ibukota.



Di hari berikutnya, kami tiba di ibukota, dan langsung memasuki ruangan istana.


“Rekan ‘perisai’ harus menunggu di ruangan yang lain.”

“Kenapa hanya aku yang boleh masuk ke ruangan istana?”


Kenapa orang ini bersikap keras kepala lagi?


“Hei, bisakah aku pergi sekarang?”

“Tolong jangan pergi dulu. Ada beberapa hal yang harus kau dengarkan.”


Aku pun dibawa ke ruangan aula tamu kerajaan, dan raja sampah itu menyambutku dengan ekspresi kecutnya.


“Lebih baik aku membicarakannya sebelum tiba di sini.”

“Diam! Sekarang kau sedang menghadap sang Raja!”


Kejadian bagaimana ketiga Pahlawan itu dikalahkan dan terluka oleh musuh, aku jelaskan semuanya pada sang raja. Sepertinya, salah satu sukarelawan dalam pertempuran sebelumnya, setuju dengan yang kukatakan, karena tidak sengaja dia juga melihat kejadian sebenarnya.

Meski begitu, kalau raja sampah ini menuduhkan sesuatu lagi padaku, aku tinggal kabur saja dari sini. Dengan adanya Raphtalia dan Filo, mereka takkan bisa menangkapku dengan mudah.

Sepertinya raja sampah itu telah lebih dulu mendengar kabar tentang gelombang. Dia telihat kesal.


“Walau ini patut disesalkan... Berkat si perisai, gelombang kali ini bisa dikalahkan. Meski aku masih tidak mempercayainya.”

“Apa begitu caramu berterima kasih pada seseorang?”

“Lancang sekali!... Yah, kali ini akan kuampuni kau. Aku hanya ingin menanyakan satu hal, walau aku yakin kau pasti berbohong saat menjelaskan kejadiannya tadi.”

“... Maumu apa sebenarnya?”


Raja sampah itu agak menjengkelkan, karena menganggap semua yang kukatakan hanyalah kebohongan belaka.


“Perisai, bagaimana bisa kau melampaui ketiga Pahlawan lain dan ‘mencuri’ kekuatan mereka? Kau kuberi hak untuk menjelaskannya, walau aku takkan mempercayaimu. Sekarang bicaralah, walau aku tahu kau pasti akan berbohong.”


... Jadi begitu. Raja sampah ini khawatir, kalau ketiga Pahlawan kebanggaannya lebih lemah daripada diriku.

Hah. Aku merasa sangat muak, hingga terlalu malas untuk membantahnya.

Yang benar saja, Glass telah mengalahkan ketiga Pahlawan itu. Meski telah mengeroyok Glass, mereka tetap saja kalah. Apa kemenanganku kemarin dikarenakan pihak musuh telah kelelahan? Atau sebenarnya, ketiga Pahlawan itu terlalu lemah, hingga Glass tidak sedikitpun merasa kelelahan. Saat ada waktu luang, aku harus memeriksa tempat kemunculan gelombang itu. Tapi, bicara tentang apa yang akan kulakukan di sini...

Oh, benar juga. Aku pun tersenyum lebar, dan memberi isyarat jempol tangan ke bawah pada raja sampah itu.


“Bersujudlah padaku kalau kau ingin tahu jawabannya.”

“Apa?”


Yang terlihat di wajah raja sampah itu hanyalah ekspresi kebingungannya. Ooh sungguh ekspresi yang menarik, andai saja aku bisa memotretnya.


“Apa kau tidak dengar? Sepertinya pendengaran si sampah ini sangat buruk. Aku bilang ‘kalau kau ingin tahu jawabannya, tempelkan kepalamu ke tanah, sekarang’.”

“Ka-ka-kau-...”

“Kenapa? Bicaramu terdengar seperti monyet yang mengikik. Oh, aku mengerti... raja sampah di negeri ini memang lebih rendah daripada monyet, lebih baik aku bicara dengan monyet yang lebih berotak saja.”


Wajah si raja sampah itu langsung merah padam, dan dia memelototiku, seolah dia sedang menatap pembunuh kedua orangtuanya.

Ah... Sangat melegakan.


“Kau bajingan----------------------!”


Teriakan raja sampah itu menggema ke seluruh istana. Musuh berada di depan dan di belakangku. Tapi aku tidak mau dikalahkan begitu saja oleh mereka.

Dengan begitu, aku pun pergi dari hadapan si raja sampah.

Referensi :[edit]

  1. Dari Web Novel-nya sendiri memang tidak disebutkan rinciannya.