Tate no Yuusha Jilid 3 Bab 5 (Indonesia)
Bab 55 : Perpisahan
Bagian 1
“Hukum penggal orang ini, SEKARAAAAAAAAAAANG!!!”
Sikap yang tidak mengherankan bagi si sampah. Sepertinya, jawabanku telah mengusik harga diri raja sampah ini.
“Whoa, sepertinya kalian pikir Guillotine[1] kalian bisa mempan padaku.”
*TRANG!!*
Para ksatria si sampah menghunuskan pedang mereka, dan mengepungku.
“Apa kalian lupa? Pada serangan gelombang kemarin, aku lah yang telah mengalahkan musuh penakluk ketiga Pahlawan itu.”
Aku menjawab sembari mempersiapkan perisaiku. Dan untuk para ksatria itu, tidak ada seorangpun dari mereka yang berani bergerak.
Sungguh sikap yang “mengagumkan”, yang sekarang mereka tunjukkan kepada seorang Pahlawan. Mereka tahu apa yang terjadi saat Gelombang Bencana tiba, karena itu mereka tidak jadi menyerangku.
Walau sebagian dari pernyataan itu hanyalah gertakanku saja.
“Apa yang kalian lakukan? Cepat bunuh bajingan tak tahu diri ini!”
“Hei...”
Aku pelototi raja sampah itu, dan mengulangi gertakanku.
“Kau masih tidak mengerti? Aku yang sekarang bisa memasuki istana, lalu membunuhmu, dan pergi dari sini dengan mudah...”
“Grr...”
Kelihatannya si sampah ini menyadari serapuh apa posisi-nya sekarang. Karena itu, akan kugunakan ancaman pada si sampah ini semaksimal mungkin.
“Kalau kau mau meminta Pahlawan lain membunuhku, apa kau yakin mereka mampu melakukannya?”
"Grrrrr... "
Karena frustrasi, Si sampah itu menggemeretakkan giginya.
“Beraninya kau berkata begitu...”
“Dan kalau kau berani melukai kedua rekanku...? Akan kubunuh kau.”
Aku akan memanfaatkan kesempatan ini.
Karena kurangnya bukti, aku masih belum tahu, apa keterampilan bertarung Iron Maiden bisa membunuh si sampah ini. Tapi, aku yakin jurus itu bisa membunuhnya, apalagi kalau kutambahkan serangan api dari Kutukan yang Membakar Diri...
Saat sadar akan nasibnya sekarang, wajah si sampah itu menjadi pucat.
“Jangan persulit aku, sampah. Aku akan ikut bertarung melawan Gelombang Bencana, tapi setelah gelombang berakhir, jangan menggangguku lagi.”
Inilah satu-satunya ancaman yang kugunakan, karena aku tidak akan memakai rencana andalanku semudah itu. Akan kugunakan rencana itu di saat-saat paling genting.
Bahkan jika kubunuh dia di sini, masalahnya takkan terselesaikan. Pewaris si sampah ini akan muncul, dan mengumumkan diriku sebagai buronan negeri. Dan jika aku melawan salah satu Pahlawan, aku tidak yakin bisa memenangkan pertarungannya.
Di samping itu, kalau ketiga Pahlawan menyerangku bersamaan, aku akan kalah.
"Sampai jumpa."
Aku pun kembali meninggalkan ruangan aula tamu istana.
“Tidak bisa dimaafkan! AKU TAKKAN PERNAH MENGAMPUNIMU, PERISAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAI !!!”
“HARUSNYA AKU YANG BILANG BEGITUUUUUUUUUUUUUUU !!!”
Aku menunjuk ke arah si sampah itu, sebelum meninggalkan istana.
Setelah meninggalkan ruang aula istana, aku berpapasan dengan seorang wanita berpenampilan bangsawan. Dia mengenakan gaun yang terlihat mahal, dan menutupi mulutnya dengan kipas lipat yang dipegangnya. Sebagian besar wajahnya tertutupi kipas, hingga sulit untuk menebak berapa usianya... Mungkin sekitar akhir-akhir 20 tahun?
Rambutnya berwarna ungu... Sungguh warna yang tidak biasa...
“Terima kasih telah ikut serta, degozaru.”
Apa tadi itu bisikannya saat kami berpapasan?
Gozaru?
Hampir saja aku berbalik ke arah wanita itu...
Hm?
Seorang gadis kecil setinggi Raphtalia dulu, dan wujud manusianya Filo, berjalan di belakang mengikuti wanita itu. Warna rambutnya kebiruan, warna rambutnya juga tidak biasa.
Dia juga berpakaian bagus, apa gadis kecil itu puteri wanita yang tadi? Tapi, mereka berdua tidak mempunyai banyak kemiripan... Sosoknya menyamai Filo dalam wujud manusianya, apa gadis kecil itu juga seekor burung?
Hm...
Aku tidak bisa mengingat seperti apa sosok wajahnya. Oh, terserahlah... orang itu pasti memuakkan juga. Mengingat hal seperti itu, hanya akan membuang-buang waktuku saja.
Jadi... Pada saat itu, tidak sengaja kami berpapasan begitu saja. Dan aku tidak tahu, bahwa gadis kecil itu akan memegang peran penting dalam kekacauan yang akan datang.
Ngomong-ngomong, Raphtalia dan Filo masih menunggu di ruangan lain. Dan aku kagum saat mereka menyangka aku akan membuat masalah di istana, hingga mereka telah bersiap untuk kabur bersamaku. Kami pun segera pergi dari istana.
Pada keesokan harinya, aku tiba di toko senjata untuk memeriksa kereta pesananku.
“Oh, ternyata kau, nak. Kereta yang kau pesan sudah siap.”
“Cepat sekali selesainya. Tapi Paman, bisakah kau membuat banyak benda lainnya dengan bahan logam?”
“Ada beberapa kenalan yang ikut membantuku, jadi aku tidak membuatkan semuanya.”
Apa pembagian kerja seperti itu, memang biasa dilakukan para pengolah logam?
“Yah, dia pasti akan melakukan apapun selama kau punya uang.”
“Nak, jangan kecewa begitu hanya karena tahu aku tidak bisa melakukan semuanya. Aku ini tidak serba-bisa sepertimu.”
“Aku pun bukan orang yang sempurna...”
Sebenarnya apa yang Paman pikirkan tentangku?
Bagian 2
“Yah, keretanya ada di belakang toko.”
“Ah, baiklah. Ayo kita lihat keretanya. Ngomong-ngomong, Raphtalia-”
Sebelum aku selesai bicara, Raphtalia menggenggam tanganku.
“Ada apa?”
“Pedang ini masih bisa dipakai. Untuk saat ini, lebih baik kita berhemat.”
“Yah... Kalau Raphtalia sudah berkata begitu...”
Meski sebenarnya sekarang Filo yang menjadi penyerang utama kami. Raphtalia dan aku tidak perlu ikut bertindak, kecuali keadaannya memang mendesak.
Mungkin terkesan tidak menghargai, tapi siapa tahu ada senjata yang lebih baik, yang dijual selain di toko senjata Paman.
Kami pun pergi ke halaman belakang toko senjata untuk melihat kereta besinya. Atap keretanya berbahan logam, dan keseluruhan keretanya terlihat seperti hiasan Natal yang besar, yang pernah kedua orangtuaku belikan untukku.
"Wow~......"
Tatapan mata Filo begitu berbinar-binar. Dia langsung mendekati bagian depan kereta, dan menggenggam pegangannya.
“Filo akan menarik kereta ini, ‘kan!?”
“Yah.”
“Yeey~!”
Karena saking senangnya, Filo melompat-lompat sambil mengepakkan kedua sayapnya dengan gembira, seolah sewaktu-waktu dia bisa langsung berlari secepat kilat.
“Sekarang kita pindahkan dulu barang bawaan kalian.”
“Baik.”
“Baik~!”
Kami pun memindahkan barang bawaan di dalam kereta, yang kami gunakan sejak berakhirnya gelombang kedua, ke dalam kereta yang baru.
Butuh waktu agak lama untuk memindahkan bahan-bahan mentah, barang dagangan, dan semua peralatan kami.
“Bagaimana, nak?”
Saat ada waktu luang, Paman pemilik toko menemui kami. Dan aku menjawab dengan mengacungkan jempol padanya.
“Yah, kereta ini sebagus yang kuharapkan.”
“Begitu ya... Tapi keretanya kelihatan sangat berat, apa nona kecil itu tidak akan kesulitan nantinya...?”
“Iya!”
“Rekanku ini bahkan pernah menjelajahi negeri, sambil menarik kereta yang disambung 3 gerobak sekaligus.”
“Luar biasa.”
“Tapi, ini lebih ringan dari yang Filo kira, Filo jadi sedikit kecewa.”
“Berhentilah bersikap sombong begitu.”
Lagipula apa sifat dasar dari seekor Filolial? Kenapa mereka merasa hebat, saat mereka menarik kereta?
“Hahaha, kalau begitu, berjuanglah. Jadi... Mulai sekarang, apa yang akan kau lakukan?”
“Apa yang akan kulakukan?”
“Aku dengar tadi kemarin keributan di istana.”
Paman pemilik toko senjata berkata begitu dengan khawatir.
“Kabarnya menyebar dengan cepat.”
“Adanya rumor memang membuat suasana kota jadi ramai.”
“Oh, baiklah. Aku telah memperingati si sampah itu, agar dia menyadari posisi-nya sekarang..”
“... Dan tinggal menghitung waktu sampai kau terkena tuduhan palsu lagi.”
“Aku juga telah memperkirakan itu. Kalau bisa, aku tidak ingin mengkhawatirkan itu.”
“Sebelumnya aku sudah menanyakan ini padamu... Apa kau akan pergi ke Silt Welt, atau Schildfrieden[2] untuk meningkatkan class kalian?”
Spontan beberapa hal terlintas di pikiranku, seperti setelah aku mengancam si sampah itu, aku juga harus mendapatkan izin penggunaan ruangan Jam Pasir Naga. Tapi, jika ritual peningkatan class-nya dikendalikan oleh si sampah itu, aku juga mengkhawatirkan nasib Raphtalia dan Filo. Lebih baik aku tidak membebani pikiranku dengan hal seperti itu.
Pilihan terbaik saat ini, adalah mendapatkan izin bebas untuk meningkatkan class, di salah satu dari kedua negeri tersebut.
“Yah, dugaanku suatu hari nanti, kau akan diusir dari negeri ini.”
“Apa?”
Kelihatannya Paman bergumam sendiri sembari menganggukkan kepalanya. Sebenarnya apa yang dia maksud?
“Aku sarankan agar kau pergi ke Schildfrieden. Silt Welt sekarang sedang dilanda kekacauan.”
“Begitu kah?”
“Yah, ras manusia di sana, diperlakukan seperti Demi-human di negeri ini.”
Bagian 3
Pantas saja... Akan sulit bagiku sebagai manusia, untuk masuk ke negeri itu.
“Tapi...”
“Terima kasih untuk bantuannya. Aku akan pergi ke Schildfrieden.”
Kami telah selesai memindahkan semua barang bawaan, ke dalam kereta yang baru.
“Baiklah, aku harap kau bisa mengunjungi banyak toko lainnya.”
“Terima kasih. Oh, benar juga... Apa Paman menjual senjata yang mempunyai elemen roh, atau bisa melukai monster tipe hantu?”
“Begitu ya, jadi sekarang kau harus bersiap menghadapi musuh dengan tipe seperti itu.”
“Untuk tambahan bahannya, aku bisa buatkan bahan yang sederhana.”
“Aku sudah tidak bisa mengimbangi permintaanmu lagi. Kalau bisa, untuk sementara ini, kau jangan kunjungi tokoku dulu. Akan kuberitahu padamu, di mana kau bisa mendapatkan bahan-bahannya.”
“Aku mengerti. Terima kasih untuk bantuannya. Baiklah, ayo kita pergi.”
“Baik~”
“Sampai jumpa, Paman.”
“Sampai nanti.”
*Trek trek trek*
Kemudian Filo mulai menarik kereta barunya.
Tujuan kami sekarang adalah meningkatkan class. Sepertinya jarak menuju salah satu negeri itu cukup jauh. Tapi dengan kecepatan lari Filo, dalam waktu dua minggu kami bisa tiba di sana.
“Itu dia!”
Aku mendengar suara yang melengking di luar kereta.
Sebelum meninggalkan ibukota, ada sesuatu yang menghalangi kereta besi kami.
“Akhirnya ketemu juga kau!”
“...Apa?”
Setelah membuat Filo berhenti, seorang gadis kecil menatap kereta kami dan menunjuk ke arahku. Di belakang gadis kecil itu, ada beberapa orang memakai perlengkapan yang mirip dengan ksatria.
Sepertinya tidak lama ini mereka selalu membuntuti kami.
“Kau sudah melakukan hal buruk pada Ayahanda!”
“Hmm?”
Apa? Gadis berambut biru yang tidak kukenal ini semakin mendekat.
“Kau ini kenapa?”
“Jangan pura-pura bodoh! Aku tahu kau takkan bisa sembunyi lagi! Kau adalah kriminal yang terkenal itu! Si Pahlawan Perisai yang jahat!”
Bocah kampret ini berisik sekali. Apa dia ini anggota keluarga bangsawan? Aku jadi ingat, sebelumnya aku memang pernah menjual perhiasan biasa pada seorang bangsawan.
Dan itu bukan hanya sekali atau dua kali. Aku tidak ingat, sudah berapa kali aku menjual perhiasan pada bangsawan.
“Aku mengerti, berarti ayahmu saja yang tidak paham dengan kualitas daganganku. Dan karena aku lebih pintar darinya.”
“Apa kau bilang!?”
Tapi, Pahlawan Perisai = Orang yang jahat... Perbandingan itu tidak terasa mengenakkan.
Oh, terserah... sudah terlambat kalau mau meratapinya sekarang.
“Bilang pada ayahmu. Lain kali asahlah rasa estetika-nya, agar bisa menilai daganganku lebih baik lagi.”
“Huuh, huuh... Aku takkan pernah mengakuinya, Ibunda pasti telah salah, aku yakin Pahlawan Perisai itu orang yang tidak baik! Akan kuhukum kau!”
Beberapa ksatria pengawal mulai maju, sesuai perintah gadis kecil itu.
“Hm... Filo, bisakah kau ladeni mereka?”
“Apa~?”
“Lakukan saja.”
“Baik~.”
“Ah...”
Filo menatap bocah sialan itu, dan mereka berdua kelihatannya tenggelam dalam lamunan mereka masing-masing.
“Apa kau ini Burung Suci?”
“Eh~?”
Filo memiringkan kepalanya, dan bocah sialan itu juga sama-sama kebingungan.
“Kita pergi sekarang!”
“Baik~”
Filo pun mengangguk, dan kereta kami langsung melesat meninggalkan kota.
“AH! Tunggu---------------! Jangan lariiiiiiiiiiiiiiiiiiii!!!”
Suara bocah sialan itu, semakin menghilang dari kejauhan.
Seperti yang kukira, ibukota ini tempat yang memuakkan. Selain untuk urusan membeli sesuatu, lebih baik aku menjauh dari tempat ini.
Referensi :
- ↑ Guillotine adalah perangkat yang terkenal di negara Perancis, untuk memenggal pelaku kejahatan yang divonis hukuman mati. Perangkatnya terdiri dari bingkai kayu yang tinggi, di mana di dalamnya dipasang pisau besar berbentuk diagonal yang bisa ditarik, lalu dijatuhkan dari atas. Di bingkai bawahnya, dibuat alat pancung untuk mengunci leher terdakwa, dan dipasang dibawah pisau diagonal tersebut. Saat dilepaskan, pisaunya akan jatuh dengan cepat, memenggal terdakwa, dan kepala korban akan jatuh ke dalam keranjang yang telah disiapkan di bawah alat pancung. (dikutip dari Wikipedia)
- ↑ Schildfrieden dari bahasa Jerman berarti “Perisai Kedamaian”, penerjemah baru tahu nama negeri ini, yang sebelumnya disebut Shirudo Furiden.