Tate no Yuusha Jilid 3 Bab 7 (Indonesia)

From Baka-Tsuki
Revision as of 14:01, 16 August 2017 by Ddn Master Lich (talk | contribs) (→‎Bagian 3)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Bab 57 : Gereja Tiga Pahlawan[edit]

Bagian 1[edit]

“Baiklah, kita akan tinggalkan anak ini, dan meneruskan perjalanan ke negeri lain.”


Setelah tahu bahawa bocah sialan ini adalah Melty, yaitu Puteri Kedua dari negeri Melromarc, aku segera mengambil keputusan itu.


“Kumohon tunggu dulu. Apa kau akan meninggalkan anak kecil, yang menjadi sasaran pembunuhan begitu saja?”

“Dia ini puterinya si sampah. Lagipula... Pilihan manapun yang kuambil, tetap saja aku yang akan dituduh sebagai penjahatnya.”

“Tapi menurutku, keadaan yang terjadi sekarang terasa aneh.”


Hm, perkataan Raphtalia masuk akal juga.

Puteri Kedua yang hampir terbunuh itu kembali gemetar, sembari Filo terus menenangkannya. Kalau dia memang Puteri Kedua, harusnya tidak ada alasan bagi para ksatria negeri ini untuk membunuhnya.

Apa ini sebatas bagian dari rencana konspirasi yang besar, atau akibat pertikaian antar kubu di dalam negeri? Kenapa mereka menginginkan kematian Puteri Kedua?

Aku benar-benar tidak memahami keadaan internal negeri ini.


“Mel. Kenapa ada orang yang ingin membunuhmu?”

“... Aku tidak tahu. Aku datang ke sini hanya untuk memprotes, karena Pahlawan Perisai telah menyakiti hati Ayahanda.”

“Kau pergi ke sini sendirian?”

“Tidak. Para ksatria kerajaan itu tetap memaksa ingin ikut denganku.”


Sepertinya Puteri Kedua ini dianggap sebagai puteri boneka. Meski aku menanyainya lebih jauh, tetap saja aku takkan mendapatkan informasi apapun.


“Filo pasti akan menolongmu~!”

“Hei, jangan asal membuat janji tanpa izin dariku!”

“Tuan~. Filo ingin membantu Mel.”

“Tidak.”

“Filo ingin membantuya! Filo ingin membantunya! Filo ingin membantunyaaa!!”

“Aargh, menjengkelkan sekali!”


Sial, perasaanku tidak enak. Apa yang akan terjadi nanti?

Ksatria yang memperhatikan kami mulai tertawa.


“Akhirnya kau sadar diri juga, iblis.”

“Diam. Urusanku sudah selesai denganmu.”

“Kau takkan bisa kabur. Aku akan menunggu di sini, hingga misi kami selesai.”

“...Apa maksudmu?”

“Tujuan kami adalah membunuh Puteri Kedua, dan menuduhmu sebagai pembunuhnya. Tapi meski misi yang pertama tidak terpenuhi, itu tidak jadi masalah. Mulai sekarang, menyerahkan kepalamu akan dihadiahi imbalan yang tinggi.”


Si sampah itu, tidak kusangka dia akan berbuat sampai sejauh ini. Bahkan dia sanggup mengorbankan puterinya hanya untuk membunuhku!?


“Meski kau lari ke luar negeri, para Assassin kerajaan akan terus memburumu!”

“Tunggu, kenapa kalian harus membunuh Puteri Kedua di depanku?”


Kalau ingin membuat tuduhan palsu, yang kalian perlukan hanyalah kesaksian dari si jalang saja. Bahkan kalau Puteri Kedua mati di tempat yang berbeda denganku, mereka bisa langsung menuduhku sebagai pembunuhnya. Kenapa mereka tidak melakukan itu?

Tiba-tiba, aku teringat pada bola kristal yang dipegang ksatria lain. Karena dia yang duluan melarikan diri, dia bisa lolos dari kejaran kami. Sepertinya bola kristal itu berfungsi untuk mengambil foto.


“Iblis Perisai, Kabar tentang kau yang ikut serta dalam pembunuhan Puteri Melty, telah menyebar ke semua negeri. Kau takkan bisa meminta perlindungan di negeri manapun.”


Tidak mengherankan juga. Karena prajurit negeri ini takkan bisa melewati batas antar negeri untuk mengejarku. Kalau aku bisa kabur ke negeri lain, maka fakta itu akan membuktikan bahwa negeri ini begitu lemah, hingga tidak mampu menangkap seorang penjahat. Dan untuk negeri lainnya, mereka akan membantu Pahlawan Perisai, bahkan mencoba membujukku agar menjadi kawan bagi pihak mereka.

Namun, sekarang rencana itu mustahil dilakukan, karena sebuah bola kristal telah menyimpan gambaran saat Pahlawan Perisai membunuh Puteri Kedua. Itu saja sudah menjadi bukti yang kuat. Saat mereka tunjukkan “foto” itu pada negeri lain, aku takkan bisa meminta perlindungan di sana.

Wow... Sungguh mengesankan, melihat betapa rincinya mereka merencanakan semua ini. Dengan begini, hanya ada 3 pilihan bagiku.


Pilihan 1 : Aku tinggalkan Puteri Kedua ini.

Para ksatria si sampah akan berhasil membunuh Puteri Kedua. Dengan tujuan yang terpenuhi itu, mereka bisa dengan mudah menuduhku sebagai pembunuhnya, dan aku akan terus dianggap sebagai seorang buronan. Jika berita itu tersebar ke negeri lain, akan semakin lama diriku dicap sebagai seorang buronan.

Keadaan yang paling berbahaya, adalah saat datangnya Gelombang Bencana. Hampir bisa dipastikan aku akan tertangkap, saat itu juga.


Pilihan 2 : Aku bawa Puteri Kedua ini, mengantarnya pada si sampah, dan menjelaskan kejadian yang sebenarnya.

Puteri Kedua akan tetap hidup, tapi yang kita hadapi ini adalah si sampah. Tuduhan penculikan Puteri Kedua olehku, takkan dihilangkan begitu saja.

Dengan kata lain, aku bisa saja menyelamatkan Puteri Kedua, tapi aku tetap akan dianggap bersalah.


Pilihan 3 : Akan kami bunuh si sampah dengan kejam.

Kejahatan itu akan terwujud, hingga menyebabkan ketiga Pahlawan, pihak Gereja, dan pasukan ksatria dalam jumlah besar terus memburuku. Peluang keberhasilannya terlalu kecil.


“Pilihan manapun yang kupilih, tetap saja aku takkan terbukti tidak bersalah! Raja sampah itu! Dia sampai tega membunuh puterinya demi menghabisiku!”


Sangat memuakkan.


“Hahaha! Riwayat Iblis Perisai sudah tamat. Kau akan dihancurkan oleh Gereja Tiga Pahlawan!”

“Diam kau!”


Aku membentak ksatria itu agar diam, dan menyuruh Filo menghajarnya.

Aku bisa saja membunuh para ksatria ini, tapi sebagian dari mereka berhasil melarikan diri. Meski kulakukan itu... Jika kasus-ku untuk sementara tidak ditindak-lanjuti, para ksatria ini nantinya akan menuntutku, karena telah membunuh rekan mereka.


“Tetap saja... Gereja Tiga Pahlawan...”


Gereja Tiga Pahlawan.

Tiga... Pahlawan... dan Gereja.

Kalau dipikir lagi, bukankah semua itu saling berhubungan? Lambangnya gerejanya terdiri dari Senjata Suci yang dimiliki ketiga Pahlawan. Bukannya ini semakin terasa aneh?

Menurut legenda, Senjata Suci terdiri dari 4 senjata, yaitu Pedang, Tombak, Busur, dan Perisai.

Tapi para ksatria memandangku sebagai sesosok iblis, dan pihak Gereja Tiga Pahlawan pun mengambil sikap bermusuhan padaku.

... Apa yang kualami selama ini, disebabkan oleh alasan itu?

Bagian 2[edit]

Semenjak kedatanganku ke dunia ini, tida ada satupun petualang yang mau menjadi rekanku. Umumnya, para petualang yang disediakan pihak kerajaan, adalah mereka yang mendapat kepercayaan dari negara.

Sepertinya agama yang disebut Gereja Tiga Pahlawan itu memiliki pengaruh besar di ibukota. Karena pihak Gereja Tiga Pahlawan menyebutku sebagai iblis perisai, maka harus berlaku juga anggapan bahwa aku lah seorang yang paling jahat di negeri ini.

Kalau begitu, siapa juga yang mau menjadi rekan si iblis perisai? Apa para petualang tidak tahu kejadian sebenarnya? Atau pihak gereja memang mengatur semuanya, agar aku dipandang tidak lebih dari makhluk yang jahat?

... Sepertinya memang begitu. Di negeri ini, jika kau berani menyebut Pahlawan Perisai, kau akan dipandang jijik oleh semua orang. Kebanyakan dari prajurit ksatria adalah pengikut Gereja Tiga Pahlawan yang bebal, tidak terkecuali pihak keluarga kerajaan.

Saat kupikirkan lagi dengan berbekal dugaan ini, aku sampai dibuat terkesan dengan tindakan pemerkosaan yang dituduhkan padaku. Karena dari segi keagamaan aku sudah diperlakukan sebagai musuh, dengan sengaja mereka mengabaikan semua bantahanku, dan aku dicap sebagai terdakwa tanpa bukti apapun.

Jika aku melakukan hal yang buruk, para penduduk kota tinggal berucap “Wajar saja dia melakukan itu, dia ‘kan si iblis perisai”. Sikap memusuhi suster resepsionis yang ada di ruangan Jam Pasir Naga, telah membuktikannya.

Sepertinya, aku bisa memahami pola pikir si raja sampah itu. Jika dia ingin mempertahankan wibawanya sebagai raja, dia tidak bisa menyamakan perlakuan pada iblis perisai, dengan perlakuan pada ketiga Pahlawan lainnya.

Saat ini, ketenaran Pahlawan Perisai di dalam negeri telah menjadi lebih baik. Itu terjadi sejak aku menjelajah ke berbagai tempat, menyamar sebagai Pendeta Mistik, dan membantu banyak orang. Bahkan sebagai Pahlawan Perisai, sekarang sudah tidak terasa sikap memusuhi yang ditunjukkan penduduk negeri, kecuali oleh penduduk ibukota saja.

Masalahnya adalah, kabar ini mempengaruhi martabat pihak gereja.

Aku sangat yakin, mereka pasti menambahkan kejahatan yang kulakukan, dengan pernyataan bahwa aku telah mengancam pihak Gereja Tiga Pahlawan. Karena itukah mereka memanfaatkan Puteri Kedua, yang menjadi tokoh berpengaruh dalam rencana mereka? Tapi, itu semua tetaplah dugaan pribadiku saja.

Apapun langkah yang kuambil, tetap saja mustahil untuk melenyapkan semua tuduhan palsu, yang telah dan akan diarahkan padaku.


“A-Ayahanda takkan pernah melakukan itu!”


Puteri Kedua mengatakan itu dengan keras, lalu meneruskan ucapannya.


“Mungkin...”

“Katakan sampai selesai.”

“Ibunda pernah mengatakan, kalau Ayahanda adalah seorang yang hebat dalam ilmu pertempuran, tapi... Akhir-akhir ini, Ayahanda menjadi seorang yang tidak berpikiran panjang.”

“Ibumu, ya...”


Berbicara tentang ibu Puteri Kedua, aku masih belum bertemu dengan istri si sampah itu.

Ahli dalam pertempuran, huh... Berarti musuhku itu bukan orang sembarangan. Dan sejauh ini, memang tidak ada hal baik yang menimpaku.


“Ibunda selalu menang, saat Ayahanda dan Ibunda memainkan permainan yang mengandalkan kecerdasan.”

“Maksudmu, ibumu lebih pintar dari ayahmu?”


Saat aku bicara dengan si sampah, aku pikir dia itu hanya seorang yang bodoh. Kalau benar begitu, entah secerdik apa ibunya ini...


“Ayahanda sangat bangga padaku, tidak mungkin Ayahanda melakukan hal seperti ini.”

“Lalu, kenapa kau bisa hampir dibunuh seperti tadi?”

“Uh... Waaaa!!”


Puteri Kedua kelihatannya mulai menangis.


“Tuan sungguh kejam~”

“Filo benar. Tuan Naofumi sangat tega, hingga membuat seorang anak kecil menangis.”


“Umurnya itu tidak beda jauh dengan kalian berdua.”


Apa Raphtalia lupa kalau dua bulan lalu, tingginya badannya juga sama dengan Puteri Kedua? Atau karena dia terbiasa memerankan sosok ‘kakak perempuan’ untuk Filo?

Yah, yang jelas si raja sampah itu tidak terlihat seperti orang yang baik. Tapi... sepertinya dia juga bukan orang yang jahat. Dari yang kulihat, si sampah itu begitu menyayangi keluarganya.

Dan ada juga kemungkinan, kalau keadaan ini telah dimanfaatkan oleh para fanatik, yang mati-matian membuat anggapan agar aku terlihat seperti sesosok iblis. Di samping itu, apa persatuan dalam pihak kerajaan memang sudah terpecah?

Mungkin ini terasa sedikit dipaksakan, tapi apa mungkin saat ini ada dua kubu, yaitu : kubu pertama yang mendukung Puteri Jalang, dan kubu kedua yang mendukung Puteri Kedua?


“Apa mungkin kakakmu ikut terlibat dengan kejadian ini?”


Biasanya sejak awal, pewaris tahta akan menyingkirkan pewaris tahta lainnya. Dan itu adalah rencana yang biasanya diramu oleh si jalang itu.


“Bukankah dia akan berpikiran seperti ‘Aku adalah ratu selanjutnya. Aku harus menghalangi adik perempuanku, dari merebut tahta yang akan menjadi milikku’ ?”

“Kalau Kakanda... mungkin dia akan melakukan hal seperti ini.”

“Yah, aku juga takkan mengabaikan adanya kemungkinan tersebut.”

“Sejak dulu, Ibunda selalu mengatakan padaku, agar tidak mengikuti kebiasaan Kakanda yang sering menjebak orang lain, demi mendapatkan semua yang dia inginkan.”


Apa ini benar-benar rencana si jalang itu? Maksudku, bahkan keluarganya sendiri begitu waspada padanya.


“Ibunda bilang, Ayahanda masih belum mengerti dengan perbuatan Kakanda.”

“Kau sudah sering menyebutkan tentang ibumu, sebenarnya ibumu itu siapa?”

“Ibunda adalah Ratu di negeri ini. Selama ini, beliau bertanggungjawab untuk urusan diplomasi dengan negeri lain. Selama ini aku selalu ikut dengan Ibunda.”

“Jadi, apa itu ada hubungannya dengan kami?”

“Sewaktu-waktu, Ibunda akan kembali ke negeri untuk mengunjungi Ayahanda.”

“Uh... Mungkin untuk urusan diplomasi-nya...”


 “Karena aku tidak menginginkan terjadinya peperangan, setiap hari aku selalu berusaha sekeras mungkin. Dan sekarang Gelombang Bencana telah mengancam keselamatan dunia. Sebagai seorang Ratu, sudah menjadi tugasku untuk melindungi negeriku.”

Bagian 3[edit]

Dari yang kudengar, kelihatannya pengaruh sang ratu lebih tinggi daripada si sampah. Dia tidak mungkin akan menemuiku, walau wanita itu bisa saja mendatangiku untuk membela si sampah.

Hmm?

Kalau diingat lagi, bukannya setelah pergi dari hadapan si sampah, aku pernah berpapasan dengan seorang wanita?


“Dua hari yang lalu, bukannya kau sedang bersama ibumu? Seorang wanita yang berambut ungu itu, benar?”

“Dia adalah ‘pemeran pengganti’[1] Ibunda.”

“Pemeran pengganti, huh... Kenapa saat itu aku tidak berpikir ke sana?”


Rambut ungunya yang menawan, meninggalkan kesan yang kuat di benakku.


“Ya. Dia menyamar menjadi Ibunda, dan cara bicaranya juga lucu.”

“Wow.”


Sebenarnya aku tidak mempermasalahkan hal itu.


“Ibunda lebih hebat daripada Ayahanda.”


Puteri Kedua mengatakan sesuatu, yang bagiku diluar kebiasaannya.


“... Kau bilang apa tadi?”

“Ibunda lebih hebat daripada Ayahanda.”

“Apa?”


“Tuan Naofumi... Di negeri Melromarc, sang ratu memiliki kekuasaan tertinggi. Keluarga kerajaan di negeri ini mengikuti garis keturunan wanita.”


Raphtalia menambahkan seakan itu adalah suatu hal yang lumrah.

Kalau begitu, berarti...? Si sampah itu cuma sebatas “menantu”!


“Ahahahahaha!”

“Tuan Naofumi, kenapa kau tertawa?”

“Ini sangat lucu, jadi si sampah itu cuma ‘menantu’, yang dipungut menjadi anggota keluarga kerajaan? Ahahahahaha!”


“Kelihatannya Tuan sedang gembira ya~”


“Jangan menghina Ayahanda!”


“Apa kau yakin akan membelanya? Dia sudah menelantarkanmu begini.”

“Ayahanda tidak mungkin menelantarkanku! Uwaaaah!!”

*Buk buk buk buk!*

Oh, si Puteri Kedua mulai menangis sembari memukuliku.

Sungguh suasana yang melegakan, melihat orang menjengkelkan lainnya menangis seperti ini.


“Kau tidak berperasaan, sampai tega tertawa di atas tangisan seorang anak kecil!”

“Yaah aku tahu itu.”


Seperti yang kukira, tidak lama Raphtalia kembali memarahiku.


“Jadi, apa ada cara agar kita bisa menghilangkan kecurigaan mereka, dan menyelamatkan Puteri Kedua...?”


Lagipula, kenapa juga aku harus membela anggota keluarga si sampah dan si jalang ini? Walau begitu, tetap saja aku tidak bisa membunuhnya. Meski dalam tubuhnya mengalir darah si sampah, aku tidak mau mengotori tanganku untuk membunuhnya.

Ugh...

Meski begitu, aku memang prihatin dengan keadaan yang dia alami sekarang. Dikhianati oleh kerabat sedarah yang telah dia percaya selama ini, Puteri Kedua pasti telah merasakan keputus-asaan yang mendalam.

Baiklah. Pasti ada cara lain.


“Kau tahu di mana keberadaan ibumu sekarang?”


Inilah cara yang pertama.

Jika si sampah memang tidak ada gunanya, aku akan menemui sang ratu dan mencoba berbicara dengannya. Karena sang ratu lebih berpengaruh daripada si sampah, masalah kami ini harusnya sudah bisa diselesaikan.

Dalam rencana ini, keselamatan Puteri Kedua menjadi syarat yang harus terpenuhi. Nasib kami akan sangat bergantung pada selamat atau tidaknya Puteri Kedua.

Dan dari pembicaraan kami tadi, ibunya ini seorang yang cukup cerdik. Walau aku masih ragu, saat membandingkan dengan betapa bodohnya si sampah sekarang.


“... Aku tidak tahu.”


Puteri Kedua menggelengkan kepalanya.


“Begitu, ya.”


Dengan keadaan yang sekarang, tidak ada gunanya kabur tanpa arah ke negeri lain begini.

Aku pun mengingat kembali pembicaraanku dengan Paman pemilik toko senjata. Kalau tidak salah, negeri Demi-human, Silt Welt, adalah negeri yang mendominasi ras manusia. Pengaruh negeri Melromarc harusnya cukup lemah di sana, ‘kan?

Kemungkinan sang ratu akan mengetahui tujuan kami cukup tinggi, dan saat kami membawa Puteri Kedua meninggalkan wilayah Melromarc, dia akan datang untuk mengajukan perundingan dengan kami.

Tentu saja akan sangat berbahaya bagi kami berdua sebagai manusia, tapi dalam rombongan kami juga ada Raphtalia yaitu seekor Demi-human. Dan sepertinya, lebih baik kami menyamarkan penampilan kami.


“Baiklah... Untuk saat ini, kita akan kabur ke Silt Welt. Mungkin di sana kita bisa menangani situasi ini.”

“Silt Welt adalah negeri para Demi-human... Aku mengerti, sepertinya rencana itu akan berhasil.”


Nampaknya Raphtalia paham dengan maksudku.


“Aku serahkan urusan perundingan memasuki negeri Demi-human padamu, Raphtalia.”

“Baik!”

“Baiklah Puteri Kedua... Mau tidak mau, kau harus ikut dengan kami. Tenang saja, tentu aku akan melindungimu. Kalau kau tidak mau mati, ikutlah denganku.”


“...baik.”


Dengan enggan, Puteri Kedua pun bergabung dengan rombongan kami.

Aku tidak membenci anak-anak, selama mereka bisa memahami perkataanku. Tapi untuk kasus ini, sepertinya lebih baik memberitahu kejadian sebenarnya pada Puteri Kedua, bahwa sikap raja sampah dan puteri jalang, tidak lebih baik dari sampah di dunia ini.

Karena takdir telah mengikat nasib kami dan Puteri Kedua, jika salah satu dari kami mati, maka itu menjadi akhir bagi kami semua. Puteri

Kedua juga masih anak-anak. Jika kita mengajarkannya hal yang benar sedari awal, mungkin dia bisa mengerti.


“Kalau begitu, mulai sekarang kita akan selalu bersama, Mel.”

“Ya... Mohon bantuannya ya, Filo.”


Suasana hati Filo sedang bagus, karena dia bisa melakukan perjalanan bersama teman barunya ini.

Puteri Kedua adalah kunci yang akan mengantarkan kami pada kemenangan. Jika kami kehilangan dirinya, riwayat kami pun akan ikut tamat.

Di hutan, aku sembunyikan para ksatria yang sekarang telah pingsan, dan dengan tetap waspada, kami merubah tujuan perjalanan kami ke Silt Welt.

Referensi :[edit]

  1. Pemeran pengganti (untuk kepentingan politik) adalah aktor yang bertindak menggantikan seseorang (baik untuk alasan keamanan, untuk mengalihkan perhatian pihak lawan, menjadikan aktor-nya penanggung resiko saat melakukan suatu tindakan, dll). (dikutip dari Wiktionary)