Tate no Yuusha Jilid 3 Bab 9 (Indonesia)

From Baka-Tsuki
Revision as of 10:24, 17 August 2017 by Ddn Master Lich (talk | contribs) (Created page with "==Bab 59 : Rahasia Filo== ===Bagian 1=== Saat kami duduk-duduk, hanya suara percikan dari api unggun yang bisa terdengar. Sejauh ini belum ada musuh yang kami temui, tapi ka...")
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Bab 59 : Rahasia Filo[edit]

Bagian 1[edit]

Saat kami duduk-duduk, hanya suara percikan dari api unggun yang bisa terdengar. Sejauh ini belum ada musuh yang kami temui, tapi kami tetap tidak boleh lengah. Karena sedang dalam penyamaran, kalau dari pandangan sekilas, akan terasa sulit bagi orang lain menebak aku ini si Pahlawan Perisai.

Sebenarnya, itulah yang kuharapkan.


“Ahahahahahaha Filo...!”

“Ahahahahahaha~!”


Tanpa mengkhawatirkan apapun, Puteri Kedua dan Filo berlarian memutari dataran yang landai. Hal yang menyenangkan dalam hidup adalah makanan, tidur, dan teman dekat. Aku mengerti dengan yang mereka berdua rasakan, karena aku sudah beberapa kali ikut acara yang diadakan pihak sekolah, dan ikut dalam perjalanan wisata ke pondok musim panas di dekat pantai. Setelah masuk universitas, aku juga ikut menginap di rumah temanku.

Tapi... Melihat mereka berdua bisa seakrab ini...

Mungkin karena sejak lahir, Filo tidak [nya teman seusia dan seukurannya untuk diajak mengobrol, jadi itu cukup bisa dipahami. Tidak, yang kurasakan ini sama seperti perasaan seorang pemilik hewan peliharaan.

Sikap Puteri Kedua juga sedikit mengejutkan.

Kupikir seseorang sepertinya, tidak akan akrab dengan binatang dan makhluk semacamnya. Puteri Kedua juga bisa menyesuaikan diri, dengan perjalanan yang ternyata lebih lama dari perkiraan, tanpa keluhan yang berarti.


“Jangan terlalu berisik! Nanti kita bisa ketahuan.”

“Baik~”

“Baik.”


Setelah menjawab begitu, mereka berdua kembali bermain. Yang benar saja... sejak mendapatkan seorang teman, Filo jadi sangat berisik.


“Mel, Filo akan menunjukkan benda berharga Filo padamu.”

“Yey!”


Setelah berkata begitu, Filo membuka sebuah tas di dalam gerobak, dan menunjukkan isinya pada Puteri Kedua. Aku penasaran ada benda apa saja di dalamnya, dan aku jadi sedikit khawatir.

Benda berharga milik burung itu... Apa dia memunguti benda-benda yang telah kubuang sepanjang perjalanan?


“Tuan mau melihatnya juga~?”

“Ah, yah.”


Aku hampiri Filo, dan melihat isi tasnya.

Oh, di dalam tas itu ada sebilah pedang yang patah. Juga ada permata sisa yang kubuang, karena gagal dibuat menjadi perhiasan. Lalu sebuah botol yang kosong, beberapa kelereng...


“Benda ini berkilauan dan terlihat indah.”

“Iya, benda itu terlihat indah...”


Sepertinya Puteri Kedua sedang berpura-pura menyetujui pendapat Filo. Yah, lagipula semua benda itu hanya sampah.

Apa ini karena semua burung menyukai benda yang berkilauan? Sebelumnya aku pernah mendengar hal yang serupa, bahwa pernah terjadi kegemparan karena seekor gagak yang mencuri narang-barang berharga. Mungkin berbagai benda yang Filo simpan, ada hubungannya juga dengan cerita tadi.

Hmm?


“Apa ini?”


Karena ada sesuatu yang aneh tercampur di antara benda-benda itu, aku pun mengambilnya.

Sebuah... bola bulu yang besar, dan berwarna cokelat? Bentuknya seperti bola, tapi sangat empuk. Benda ini agak bau.

Perasaanku tidak enak.


“Benda itu... keluar dari mulut Filo.”


Benda ini keluar dari... mulut burung. Apa ini sejenis bola rambut yang dikeluarkan seekor kucing? Dalam istilah yang dipakai manusia, benda ini disebut muntahan.

Bola bulu burung = Muntahan.

Ddengan kata lain... benda keras seperti tulang atau apapun yang Filo makan, tercampur hingga menjadi... benda ini.


“Selesai!”


Apa ini? Aku baru sadar masih memegangi bola bulu itu, aku langsung melemparnya jauh-jauh.

*Tuing tuing tuing*

“Aah, benda berharga Filo!”

“Itu bukan benda berharga! Itu cuma sampah! Kalau aku melihat benda seperti itu lagi dalam tasmu, akan kubuang semuanya!”


“Huuh...”

“Huuh...”


Filo dan Puteri Kedua sama-sama mengeluh padaku.


“Hei, Puteri Kedua.”

“Hm?

“Saat Filo berubah ke wujud manusianya, kau tidak terlihat terkejut.”

“Iya, karena kemarin aku sudah melihat perubahan Filo.”

“Begitu ya.”


Jadi dia sudah tahu tentang kemampuan berubah wujud Filo. Yah, baguslah.

Makan malam hari ini adalah daging monster panggang yang ditusuk, dari monster yang kami temui sepanjang perjalanan.


“Tuan ini hebat dalam membuat masakan~!”

“Kenapa panggangan ini rasanya sangat enak? Padahal ini hanya daging tusuk saja!”


Puteri Kedua memakan apapun yang kumasak tanpa berkedip. Sepertinya aku terlalu khawatir dia takkan mau memakan makanan seperti ini. Aku kira Puteri Kedua butuh waktu hingga mau memakannya.

Perkiraanku ternyata salah, sepertinya Sang Ratu telah membesarkan Puteri Kedua dengan baik.


“Kalau bersama Tuan Naofumi, tiap hari kita bisa makan seperti ini.”

“Yey~!”


“Jadi begitu yang kalian pikirkan, baguslah.”


Baiklah, aku pun mulai terbiasa tidur di luar. Apa sekalian aku pelajari buku sihir tingkat pemula, dan mencoba menguasai sihir baru?



Setelah beberapa menit berlalu, Puteri Kedua dan Filo menjadi lebih tenang. Mungkin mereka berdua kelelahan, kemudian tertidur. Raphtalia juga akan tidur sebentar.

Aku tidak bisa tidur nyenyak kalau Filo atau Puteri Kedua yang mengawasi api unggunnya, dan aku harus tetap siaga dari terjadinya serangan malam.


“Hmm...”


Meski masih tingkat pemula, ada berbagai jenis sihir yang tercatat pada buku ini.

Ada sihir Fast Guard dan Fast Heal yang bisa dirapalkan dari kejauhan. Meski aku belum membaca keseluruhan bukunya, beberapa sihir tingkat pemula telah selesai kupelajari.

Sekarang aku bisa memakai sihir, yang meningkatkan kecepatan dan kemampuan menyerang. Aku ingin mempelajari sihir yang tingkatannya lebih tinggi, tapi kendalanya kembali pada kesulitan penerjemahan konsep dan tatabahasa tulisannya.

Seiring terbakarnya kayu pada api unggun, waktu pun terus bergulir.

Bagian 2[edit]

Saat sedang meramu obat, aku tidak bisa menenangkan pikiranku. Pembelajaranku akan peramuan racun masih belum berkembang banyak, setidaknya sekarang aku bisa membedakan berbagai tanaman beracun, dan memahami beberapa resep-nya. Aku tidak punya waktu untuk mencari bahan-bahan peramuan.


“N...”


Raphtalia terbangun dan masih setengah-sadar.


“Oh? Apa aku sudah membuatmu terbangun?”

“Tidak... Apa kau mau kugantikan mengawasi apinya?”

“Yah, kalau kau mau.”

“Baik.”


Karena Raphtalia mau menggantikanku, aku pun mencoba untuk berbaring.


“Umm... Tuan Naofumi?”

“Ada apa?”

“Filo dan Puteri Melty...”


Dengan jarinya yang gemetar, Raphtalia menunjuk ke arah Filo dalam wujud Ratu Filolial-nya.

Pakaian Puteri Kedua telah terlepas, dan berserakan di dekat Filo yang tertidur, dengan posisi duduknya yang bergerak ke depan dan belakang.


“Ummmm~”


Dilihat dari “barang bukti” yang berserakan... Puteri Kedua ada di mana?

Dia tidak ada di belakang Filo, bahkan sepatunya juga ikut tertinggal... Lalu dia sendiri ada di mana sekarang?


“Tidak mungkin...”


Walau Filo itu sangat rakus, tapi tidak mungkin...


“Tuan Naofumi... Aku tidak ingin mempercayainya, tapi gertakanmu kalau Filo akan memakan manusia, sepertinya bukan omong kosong saja...”

“Tidak tidak tidak! Tidak mungkin!”

“Tapi... Filo...”

“Ugh...”


Mungkinkah? Apa Filo menganggap seorang teman = rekan yang bisa dimakan?

Apa itu alasannya, sampai dia memaksa ingin menolong Puteri Kedua?


“Raphtalia, semoga kita bisa bertahan hidup sebagai buronan yang sebenarnya.”

“Iya. Kejahatan kita sudah tidak terbantahkan lagi...”


Yang benar saja, burung gendut ini telah melakukan hal yang paling kejam.


“Funya?”


Filo pun terbangun sambil memiringkan kepalanya.


“Kakak Raphtalia? Tuan? Apa yang terjadi~?”

“Filo, di mana Puteri Melty sekarang?”

“Melty? Melty sedang tidur di dalam bulu-bulu Filo.”


“Apa? Jadi Puteri Kedua tidak berada dalam perutmu?”


Ini adalah kasus yang harus dipastikan kebenarannya.


“Melty. Bangun~...”


Filo menegangkan bulu-bulu di punggungnya.


“N...?”


Sungguh pemandangan yang langka, Puteri Kedua terlihat muncul dari punggung Filo.


“Apa!?”


Bagaimana bisa ada cukup ruang, hingga seseorang bisa masuk ke dalam bulu-bulu Filo? Tapi tempat kemunculan Puteri Kedua tetap saja terlihat aneh.


“Filo, bagaimana caramu melakukannya?”


“Tuan, apa kau membangunkanku untuk mencari Mel? Dia ada di sini.”


“Punggung Filo begitu hangat...”

“Kenapa kau melepas pakaianmu?”

“Karena aku merasa gerah.”


Ah... Tentang itu, dia ada benarnya juga.


“Kenapa kau bisa masuk ke dalam bulu-bulu Filo?”

“Bulu-bulu Filo terasa lembut dan empuk, tapi sebenarnya cukup tebal. Kau mau mencoba menyentuhnya?”

“Ah, yah.”


Apa yang terjadi di dalam badan Filo?


Karena sang puteri menyuruhku menyentuh Filo, aku pun merentangkan tanganku. Sang puteri menggenggam tanganku, dan menekankannya ke bulu-bulu Filo.


“Uwaah... Ternyata bisa sedalam ini.”


Aku bisa memasukkan seluruh lenganku ke dalam bulu-bulu Filo.

Seperti yang kukira, suhu tubuhnya cukup panas. Kalau sang puteri merapatkan tubuhnya ke bulu-bulu Filo, aku takkan bisa melihatnya. Badan Filo hanya akan terlihat agak membesar.


“Kenapa badan burung ini sangat aneh...”

“Iya, kan...”

“Apa kita harus memastikan, dengan mencabuti semua bulu-bulunya? Mungkin aku bisa mendapat keuntungan dari menjual bulu-bulu ini.”


“Tidak~”

“Jangan sakiti Filo!”


Hmm... Sepertinya hari ini aku telah sedikit mempelajari anatomi aneh burung ini.

Referensi :[edit]