Tate no Yuusha Jilid 3 Bab 14 (Indonesia)
Bab 64 : Nama[edit]
Bagian 1[edit]
Kami merubah arah perjalanan kami menuju barat daya.
Karena kami sudah agak lama menaiki Filo dalam perjalanan, badanku mulai terasa keram.
“Apa ada gerobak yang bisa kita curi?”
Selama dianggap sebagai buronan, sekalian saja aku mencuri sungguhan. Lagipula hanya sebuah gerobak ini...
“Tidaak~!”
Filo kelihatannya tidak setuju dengan usulanku.
“Filo tidak mau menarik gerobak hasil curian~!!”
Apa sikapnya ini dipengaruhi rasa keadilan, yang dimiliki monster Filolial?
“Kita kesampingkan dulu tentang pencurian itu, tapi memang terasa tidak nyaman kalau terus-terusan mengendarai Filo.”
“Bukankah Puteri Kedua juga merasa begitu?”
“Umm...”
Puteri Kedua menatapku dengan kesal, dan tidak menjawab pertanyaanku. Sebenarnya kesalahan apa yang sudah kuperbuat padanya?
“Walaupun agak berbahaya, mungkin kita bisa meminta Raphtalia membelikan sebuah gerobak di suatu desa...”
Akan terasa lebih baik bila ada kendaraan lain yang bisa kami naiki. Haruskah aku meminta Shadow menyediakan gerobak untuk kami?
“Whoa, sepertinya matahari akan terbenam. Apa lebih baik kita istirahat dulu?”
Tepat saat kami akan beristirahat...
“Gua!?”
Filolial A telah muncul! Filolial B telah muncul! Filolial C telah muncul!
Ketiga Filolial itu memandangi Filo, dan menaikkan nada kicauan mereka.
Mereka terlihat mirip...
Ah, mungkin mereka ini Filolial yang sebelumnya langsung kabur saat berpapasan dengan kami. Entah kenapa, ketiga Filolial ini terlihat seolah sudah bertekad menyelesaikan misi mereka, namun lagi-lagi mereka langsung kabur.
“Apa-apaan itu?”
“Waah, kesempatan langka bisa bertemu dengan Filolial, jenis Filo Alia dan Firiru di alam liar...”
Kelihatannya, dengan kagum Puteri Kedua sedang memperhatikan ketiga Filolial yang melarikan diri.
“Aku semakin penasaran tentang ini... Puteri Kedua, kau ini menyukai Filolial, ya?”
“Iya! Ah...”
Setelah mengangguk, Puteri Kedua menatapku dengan kesal. Memangnya apa yang salah dari pertanyaaanku?
*Krubuuk...*
Perut Filo mulai berbunyi.
“Filo lapar~”
“Jangan sampai kau memakan sesama Filolial sepertimu.”
“Filo, kau ini sangat gembul.”
Puteri Kedua menyentilkan jarinya pada kening Filo.
“Ehehe~”
Baguslah kalau mereka semakin akrab, tapi perilaku mereka berdua terlihat sedikit menjijikan. Seperti pasangan kekasih yang bodoh saja...
Setelah membuat api unggun, aku pun mulai memasak.
“Hei, Puteri Kedua. Makanlah.”
Aku memberikan makan malam untuknya, tapi dia menolak makanannya dengan wajah yang cemberut.
Sekarang aku salah bicara apalagi?
“Mel tidak menyukai makanannya~?”
“Aku suka, tapi...”
Ketika Filo bertanya begitu, Puteri Kedua mulai mengambil makan malamnya.
“Ada apa?”
“Bukan apa-apa.”
Walau Raphtalia mencoba bertanya juga, kelihatannya Puteri Kedua kesulitan untuk menjelaskan alasannya. Apa yang sebenarnya dia pikirkan?
“Mel, kau kenapa~?”
“Um...”
Filo kembali bertanya, tapi hanya ekspresi kebingungan yang terlihat pada wajah Puteri Kedua.
“Asal kau tahu saja, aku tidak memiliki kemampuan untuk mencuci otak.”
“Bukan itu masalahnya!”
Setelah memekik begitu, Puteri Kedua memalingkan mukanya dariku, dan kembali cemberut.
Dia pun bersikap seperti biasa. Dengan gembira Puteri Kedua mengobrol dengan Raphtalia, dan Filo yang sudah berubah ke wujud manusianya.Tapi entah kenapa, dia menunjukkan ekspresi tidak senangnya hanya padaku, atau rasanya dia terus mengabaikanku. Aku sama sekali tidak mengerti.
Setelah menyantap makan malam kami, aku mendengar pekikan aneh dari kejauhan.
“Itu pasti pekikan Filolial!”
Puteri Kedua mencoba mendengarkannya dengan lebih seksama.
“Puteri Kedua benar-benar menyukai Filolial, huh?”
“Iya!”
“Kenapa kau sangat menyukai makhluk itu?”
Saat Puteri Kedua sadar aku bertanya padanya, dia kembali menunjukkan tatapan tidak mengenakkan padaku.
“Gua!...”
Pekikan Filolial lain pun kembali terdengar.
“Karena... monster Filolial adalah Burung Suci yang legendaris...”
“Legendaris?”
“Ya. Banyak orang percaya bahwa Filolial adalah rekan para Pahlawan, yang di masa lalu telah menyelamatkan banyak orang dari para monster.”
“Begitu kah?”
“Ya, di masa lalu saat munculnya Gelombang Bencana, para Pahlawan mengendarai Filolial dalam pertarungan mereka.”
Bagian 2[edit]
“Jadi, di masa lalu juga pernah muncul Gelombang Bencana?”
Karena si sampah yang pernah mengatakan itu, aku tidak mempercayainya. Meski begitu, konon memang ada sebuah ramalan tentang kedatangan Gelombang Bencana.
Aku ingin tahu rincian ramalannya seperti apa. Glass juga pernah mengatakan, jika kedatangan gelombang dianggap sebagai bencana biasa, maka umat manusia telah melakukan suatu kesalahan besar.
Meski aku belum yakin bisa mendapatkan jawaban tentang hal itu, mungkin aku bisa memperoleh petunjuk dari penjelasan Puteri Kedua.
“Saat bepergian bersama Ibunda, beliau pernah menceritakan kisah tentang Filolial padaku.”
“Menarik... Kisah seperti apa itu?”
“Seperti yang sudah kukatakan, Filolial dikendarai oleh para Pahlawan, dan menjadi pendukung bahkan pelindung para Pahlawan.”
“Berarti legenda itu sama dengan yang selama ini Filo lakukan.”
Raphtalia menjawab sembari memandang ke arah Filo.
Tentu saja, Filo adalah kunci utama untuk kekuatan penyerang kami. Kedua kakinya begitu kuat dan cepat. Tanpa Filo, mencari uang dengan berdagang keliling akan menjadi sangat sulit. Belum lagi pelarian diri kami dari kejaran pihak istana, bisa dilakukan berkat dirinya juga.
“Ya. Legenda itu juga menjelaskan tentang adanya Ratu Filolial.”
“Benarkah?”
“Umm... Ratu Filolial juga dikendarai oleh seorang Pahlawan, dan Ratu Filolial tersebut ikut membantu dalam pertempuran melawan gelombang. Menurut legenda, Ratu Filolial yang telah ikut menahan serangan gelombang di masa lampau, masih hidup dan mengawasi dunia hingga hari ini.”
Berarti aku telah menggunakan sosok legenda itu sebagai tunggangan dan penarik gerobak? Dan kisah ini juga telah menjawab, kenapa Filo bisa dijuluki sebagai Burung Suci...
“Kau tahu? Aku harap, suatu hari nanti aku bisa bertemu dengan Ratu Filolial...”
Sambil mengatakan itu, Puteri Kedua memeluk Filo dengan penuh perasaan.
“Ratu Filolial juga bisa berubah menjadi berbagai wujud.”
“Yah, mungkin Filo adalah Ratu Filolial yang kau sebut tadi. Kau juga ‘kan tahu, dia bisa berubah menjadi beberapa wujud lain.”
“Itu benar! Dan karena aku sudah berteman dengan Filo, harapanku telah terkabul.”
Oi, Puteri Kedua... Jadi itu alasan kenapa kau ingin berteman dengan Filo?
“Ratu, huh...”
Tidak sengaja aku mulai memikirkan tentang ibu dari Puteri Kedua.
Aku tidak tahu sang ratu itu orangnya seperti apa. Kalau bisa, aku ingin berbicara dan memintanya menjelaskan apa yang sekarang sedang terjadi. Apalagi dia juga adalah orangtua si jalang...
Setengahnya karena perkiraan pribadi, setengahnya lagi karena tidak ada pilihan lain. Menurut penjelasan dari si “degozaru”... Harus kuakui, kelihatannya sang ratu adalah seorang yang baik.
Hmm?
Tadi aku merasakan suatu keganjilan. Aku pun memandangi Filo dengan Puteri Kedua bergantian.
“Ahh, jadi begitu ya...”
“Ada apa?”
“Yah. Menurut legenda, jika Ratu Filolial masih hidup hingga sekarang, bukankah Filo lebih cocok disebut Puteri Filolial?”
“Eh, jadi maksudmu Filo bukan Ratu Filolial?”
“Entahlah. Dan sampai sekarang, kita tidak bisa membuktikan kalau Ratu Filolial yang dulu masih ada, benar kan?”
Seolah telah memahami sesuatu, Puteri Kedua pun menggelengkan kepalanya dengan kecewa.
“Jadi kau ingin bilang, kalau mimpiku bertemu dengan Ratu Filolial masih belum terwujud...?”
“Apa aku telah salah bicara?”
“Tidak. Hanya saja, aku ingin bisa menemui Ratu Filolial.”
“Apa yang akan kau lakukan setelah menemuinya?”
“Aku ingin berteman dengannya!”
“Baiklah baiklah. Saat waktunya tiba, aku akan membantumu, Puteri Kedua. Setelah dunia ini kembali damai, kau bisa mencari Ratu Filolial bersama Filo.”
“Bagaimana dengan Tuan~?”
“Aku akan kembali ke duniaku.”
Saat dunia ini sudah kembali damai, tidak ada alasan bagiku terus tinggal di dunia ini. Jika ada kesempatan, aku takkan ragu untuk segera kembali ke duniaku.
Walau kalimat yang terakhir itu, tidak kukatakan pada mereka bertiga.
“Tidak~! Filo ingin ikut dengan Tuan!”
“Tidak mungkin, penduduk dunia ini tidak mungkin bisa ikut.”
“Filo ingin ikut! Filo ingin ikuuut!!”
“Kau juga harus membiasakan diri, Filo. Karena nanti, Puteri Kedua lah yang akan menjadi Tuan barumu.”
“Tidak~!”
Ya ampun, kenapa jadi berisik begini?
“Benarkah... Jika dunia ini menjadi damai, Tuan Naofumi akan pergi?”
“Yah, memangnya kenapa?”
“Tidak, tidak apa-apa...”
Raphtalia bergumam, sembari memandangi api unggun dengan tatapan yang kosong.
“---Jangan panggil aku begitu!!!”
“Hm? Puteri Kedua, kau ini kenapa?”
Dengan badan yang gemetar, kelihatannya Puteri Kedua ingin mengatakan sesuatu.
Bagian 3[edit]
“Maksudmu itu apa?”
“Berhenti memanggilku dengan sebutan Puteri Kedua!”
Puteri Kedua menatapku dengan berlinang air mata.
“Kenapa kau tiba-tiba memarahiku?”
“Namaku bukan Puteri Kedua! Namaku Melty!”
“Apa? Bukannya tidak ada yang aneh dengan panggilan itu?”
“Kenapa Tuan Pahlawan Perisai tidak pernah menyebutkan namaku!?”
Mungkin ini adalah ledakan dari tekanan batin, yang Puteri Kedua tahan selama perjalanan kami.
Saat Raphtalia dan Filo tesentak setelah mendengar teriakannya, aku masih menatap Puteri Kedua dengan kebingungan.
“Berapa kali harus kubilang! Namaku ‘Melty’! Tapi tetap saja, Tuan Pahlawan Peisai terus memanggilku Puteri Kedua, Puteri Kedua! Itu bukan namaku, itu hanya posisi-ku di negeri ini!”
“Apa? Apa kau ingin kupanggil dengan langsung menyebut namamu?”
“Bukan itu maksudku! Kenapa Tuan Pahlawan Perisai seolah menganggapku seperti orang luar!?”
“Menganggapmu orang luar? Yah, lagipula awalnya kau memang bukan anggota party-ku.”
“Tapi kita semua telah berteman, dan berbagi suka dan duka yang sama! Jangan panggil aku dengan posisi-ku begitu!”
“Hmm... Tapi bukannya kau juga memanggilku Pahlawan Perisai?”
Aku juga bisa menuduhkan hal yang sama pada Puteri Kedua. Namaku juga bukan Pahlawan Perisai.
“Kalau begitu, mulai sekarang aku akan memanggilmu Naofumi. Jadi, Naofumi juga harus menyebutkan namaku!”
“Haah...”
“Hei! Cepat panggil namaku! Naofumi!”
Dia bahkan memanggil nama depanku, tanpa menambahkan honorifik. Kalau aku tidak menurutinya, dia akan terus mengomel dan semakin berisik. Karena aku khawatir dengan kemungkinan adanya serangan malam saat kami berkemah di luar, aku tidak ingin membuat banyak keributan.
Tapi... Puteri Kedua bahkan memanggil Raphtalia dengan tambahan honorifik. Aku juga ingat, si jalang sendiri memanggilku dengan awalan “Tuan”. Si jalang itu memanggilku “Tuan Pahlawan”, tapi...
Yah, mungkin bukan ide buruk juga menuruti kemauan Puteri Kedua.
“Baiklah. Melty... Aku harus memanggilmu begitu?”
“Sebaiknya kau ingat namaku baik-baik!”
“Iya iya.”
Apa selama ini dia tidak suka saat kupanggil Puteri Kedua?
Sungguh anak yang menyusahkan, atau dia bertingkah begini karena dia masih seorang gadis kecil?
“Filo sampai kaget~”
Yah. Filo memang berisik, tapi emosi-nya tidak meledak-ledak seperti Melty. Apa sikap berisiknya ini berbeda dengan anak-anak kebanyakan?
Walau untuk Filo aku masih memakluminya, karena umurnya jauh lebih muda dari Melty.
“Jadi, Puteri Melty memang merasakan ‘hal yang sama’...”
Raphtalia... Bagaimana kau bisa seyakin itu? Di samping itu, sebenarnya apa yang sedang kau bicarakan?
Rasanya namaku telah disebut-sebut tanpa sepengetahuanku.
“Karena kau telah membantuku, cepat ulurkan tanganmu.”
Karena dia memaksa, aku pun menerima ‘tawaran’nya untuk berjabat tangan.
Gaya bertarungnya bisa diandalkan, tapi tidak seperti Filo, Melty bisa ikut mendukungku yang menggunakan perisai. Dia juga bisa membantu dalam urusan berdagang, dan harusnya cukup mudah baginya untuk menyamarkan penampilannya.
“Apa kau sedang memujiku?”
“Memangnya yang kulakukan ini salah?”
“Ya ampun...”
Kenapa sekarang malah Raphtalia yang terlihat gelisah?
Rasanya ada hal menjengkelkan yang sedang terjadi.
“Baiklah, mungkin kita harus tidur lebih awal untuk persiapan besok...?”
“Aku mengerti.”
“Baik~!”
“Iya.”