Hakomari (Indonesia):Jilid 1 Ke-2601 kali
2601st time
"Aku Aya Otonashi."
Murid pindahan itu hanya mengucapkan hal tersebut.
?
"Oh my God! Ini luar biasa!"
Haruaki Usui, temanku yang biasa duduk di sebelahku mengatakan hal
tersebut dengan suara yang agak keras. Meski kelas masih berlangsung, dia
menepuk punggungku dengan penuh semangat,
Haruaki? elo tahu nggak sih kalau itu sakit sekali. Dan juga pandangan
memalukan dari murid-murid yang lain...
Pandangan Haruaki sudah kembali ke arah si murid pindahan, Aya Otonashi.
"Pandangan kami bertemu! Ini sungguh hebat!"
"Yah, wajar saja, saat dia melihat sekeliling, bisa saja pandangannya
ketemu sama elo."
"Hoshii, ini TAKDIR!"
Tunggu, apa? Takdir?
"Akh, lagipula, dia itu terlalu cantik! Dia pasti dianggap sebagai karya
seni jika dia berada di pasaran perdagangan seluruh dunia... dan kemudian
dia akan diakui sebagai harta negara. Oh, shit, sudah terlambat, hati gue
sudah terebut sama dia... Gue bakal nembak tuh cewek!"
Cepat sekali!!
Bel pun berbunyi. Setelah kami berdiri dan memberi salam kepada guru,
Haruaki langsung pergi ke arah Otonashi-san.
"Aya Otonashi-san! Aku jatuh cinta pada pandangan pertama denganmu. Aku
suka padamu!"
Uwaa, dia benar-benar melakukannya...
Aku tidak dapat mendengar jawaban Otonashi-san. Tapi wajah Haruaki sudah
memperlihatkannya, dengan kata lain dia gagal. Ah... tidak . Mestinya
tidak usah melihat ke wajahnya. Itu sudah pasti.
Haruaki kembali ke depan mejaku,
"Mustahil, gue... ditolak?"
Dia pikir dia akan berhasil?... Apa kata dunia!? Kalau benar-benar
berhasil, ceritanya jadi Beauty and the Beast kali? Menakutkan karena dia
terlihat super serius kayak begitu...
"Itu wajar kan? Kalau elo tiba-tiba nembak dia kayak gitu, justru malah
mengganggu dia!"
"Hm, betul juga. Oke, gue bakal nembak dia lagi! Tapi kali ini nggak
bakal secara tiba-tiba! Yeah, perasaan gue ini pasti dapat tersampaikan
ke dia suatu saat nanti!"
Di satu sisi, aku pikir cara berpikirnya yang positif membuatku iri.
Tapi disisi lainnya lebih baik aku tidak memikirkannya.
"Apa kalian bersenang-senang? Buat gue, tadi itu pertunjukan yang lumayan
bagus. Ngomong-ngomong, para gadis memandang kalian dengan tatapan
menghina, lho."
Daiya bergabung ke percakapan kami dengan kalimat itu.
"Eh!? Bukannya cuma Haruaki saja?"
"Oh, tidak, elo juga. Gua kira, para gadis menganggap elo sejenis
dengannya."
"Oh, sejenis dengan gue? Itu adalah kehormatan bagi saya! Bukan begitu,
Hoshii?"
A-apapun selain itu...
"Selain itu, Daiyan, bahkan elo pun sebenarnya ingin melakukan sesuatu
buat menarik perhatiannya, kan?"
Haruaki menyenggol Daiya dengan sikutnya. Alasan kenapa dia tidak takut
melakukan hal itu mungkin karena mereka adalah teman sejak kecil. Atau
mungkin, hanya karena dia tidak memikirkan akibatnya.
Daiya menghela napas dan langsung menjawab,
"Tidak sama sekali."
"Mustahil, Daiyan! Lalu, siapa yang bisa menggerakkan hati elo!?"
"Nggak ada hubungannya kalaupun jantung gue berdetak lebih cepat karena
penampilan Otonsahi-san. Gue mungkin mengakui kecantikannya tapi gue
tetap nggak bakal melakukan apapun untuk menarik perhatiannya."
"Hah?"
"Haruaki, elo nggak mengerti sama sekali, ya kan? Ya, tentu saja perasaan
ini nggak akan dimengerti oleh monyet seperti elo yang hidup hanya dengan
mengandalkan nalurinya dan menembak setiap gadis yang memiliki wajah
cantik."
"Apa!? Lagipula, apa hubungannya antara naluri dengan penampilan!?"
"Karena penampilan seseorang berpengaruh terhadap keberhasilannya, hal
itu naluriah untuk merasa tertarik kepada orang yang memiliki wajah yang
bagus."
"Oh..","Oh.." Haruaki dan aku mengehela napas secara bersamaan karena
kagum pada saat yang bersamaan. Daiya memperlihatkan wajah takjub karena
terkejut bahwa kami belum mengetahui hal semacam itu.
"Gue tahu, Daiyan! Elo bilang kalau kecantikannya diluar jangkauan yang
bahkan elo sendiri nggak bisa melakukan apapun untuk menarik
perhatiannya, ya kan?! Sungguh, kekalahan yang tak terhindarkan! Benar
kan? Seperti seekor rubah yang membuat dirinya berpikir kalau 'anggur itu
busuk' ketika sebuah anggur tidak terjangkau olehnya. Ini disebut
rasionalisasi. Kalau begitu, nggak keren! Elo sama sekali nggak keren,
Daiyan!""
"Seberapa banyak perkataan gue yang elo dengar, hah?...yah, sebagian dari
pernyataan elo memang tidak jelek, tapi untuk sebagian lainnya, kubunuh
kau."
"Oho, jadi elo benar-benar nggak bisa melakukan apapun untuk menangkap
hatinya,"
Akhirnya Daiya memukul Haruaki tepat di wajahnya yang sedang terlihat
senang. Uwaa, apa yang sebenarnya dia tahan selama ini sehingga dia memukul
Haruaki seperti itu...
"Ini tidak seperti 'Gue nggak bisa melakukan apapun untuk menarik
perhatiannya' tapi lebih seperti 'Dia nggak melakukan apapun untuk
menarik perhatian gue'."
"Sombong sekali...hey, Hoshii, bukannya orang ini terlalu sombong cuma
karena penampilannya?"
Haruaki berkata seperti itu tanpa ada sedikitpun rasa menyesal.
"Dia tidak melakukan apapun untuk menarik perhatian gue bukan karena gue
diluar jangkauannya! Mungkin saja hal itu terjadi, tapi itu tidak berlaku
padanya."
"Uwaa, beraninya dia berkata hal yang aneh!"
"Dia tidak menganggap gue diluar jangkauannya. Bukan, bahkan dia tidak
membuat klasifikasi seperti itu. Sejak awal, dia memang tidak tertarik
pada kita. Dia bahkan tidak memandang kita sama sekali. Seperti
menganggap serangga sebagai seekor serangga. Dia menganggap seseorang
sebagai seseorang. Hanya itu. Dia tidak peduli akan perbedaan seperti
antara wajah tampanku dengan wajah jelek Haruaki. Seperti kita tidak
membedakan jenis kelamin kecoak. Bagaimana elo bisa menarik perhatian
gadis seperti itu?"
Bahkan Haruaki pun terdiam karena pernyataan tentang Otonashi-san yang
dikatakan oleh Daiya.
"...Daiya."
Akupun mulai bicara
"Elo terlihat sangat tertarik kepada Otonashi-san."
Daiya tidak dapat berkata apapun. Ah, itu adalah reaksi yang sangat
langka. Salahkah aku? Dia pasti benar-benar memperhatikan Otonashi-san
sampai dia bisa melakukan analisis seperti itu.
"Cih, Gue nggak tertarik!"
"Hee, muka elo memerah."
"Hey, Kazu, jika elo terus berkata seperti itu, bakal gue tambah daftar
trauma elo."
Daiya terlihat agak marah... Sepertinya dia sadar kalau dia tidak akan
bisa akrab dengan Otonashi-san.
"Meski dengan intuisi super bodoh kalian yang seperti serangga, kalian
akan segera sadar dengan keabnormalannya."
Kata-kata tadi terdengar sedikit dibuat-buat,
atau juga benar.
Kau tahu? Perkataanya tepat sekali.
?
Segera setelah perkenalan, Otonashi-san tiba-tiba mengangkat tangannya.
Tanpa menunggu izin dari Hokubo-sensei, dia berdiri dan mulai berbicara.
"Aku ingin kalian semua melakukan sesuatu sekarang."
Tidak peduli dengan seisi kelas yang kebingungan, dia meneruskan
kalimatnya,
"Ini hanya memerlukan waktu 5 menit. Tentu kalian dapat melakukannya
bukan?"
Meskipun tidak ada yang menjawab, dia maju ke depan kelas dan meminta
agar Hokubo-sensei keluar dari kelas, seperti dia sudah biasa melakukan
hal itu dan berdiri di depan kelas. Meski hal yang dilakukan dia itu
tidak wajar, ini terasa seperti sesuatu yang sudah biasa bagiku. Melihat
reaksi yang lainnya, sepertinya mereka berpikir sama.
Ruang kelas menjadi sunyi.
Berdiri di depan kelas, Otonashi-san membuka mulutnya sambil memandang
lurus ke depan,
"Aku ingin kalian menuliskan sesuatu untukku."
Otonashi-san membagikan sesuatu kepada murid yang berada di barisan
depan. Murid yang menerimanya mengambil selembar dan menyerahkan sisanya
ke murid di belakang seperti membagikan soal ulangan. Yang kudapat cuma
kertas sepanjang 10 sentimeter.
"Jika sudah selesai, kembalikan kertasnya padaku."
"Apa maksudnya dengan << melakukan sesuatu>> itu?"
Ketika Kokone bertanya seperti mewakili kelas, Otonashi-san menjawab
dengan entengnya,
"Namaku."
Ruang kelas yang tadinya sunyi menjadi berisik. Wajar saja, akupun tidak
mengerti. Namanya? Semuanya sudah pasti tahu, karena tadi pagi dia
memperkenalkan diri sebagai 'Aya Otonashi'.
"Sungguh bodoh!"
Orang yang bisa mengatakan hal tersebut disaat seperti ini cuma satu,
Daiya Oomine.
Seketika itu juga teman-teman sekelasku menahan napas mereka. Karena
mereka tahu bahwa bermusuhan dengan Daiya adalah hal yang luar biasa
buruk.
"Nama elo Aya Otonashi, kan? Kenapa elo ingin kita semua menuliskannya? Apa
sampai segitunya elo mau agar kami semua dapat mengingat nama elo
secepatnya!?"
Otonashi-san tetap santai meskipun diprotes seperti itu.
"Gue bakal tulis <<Aya Otonashi>>. Gue sudah memberitahu elo, jadi, gue
nggak usah menulisnya lagi, kan?"
"Ya, aku tidak peduli."
Daiya tidak mengira kalau dia akan diberi jawaban sesingkat itu dan dia
pun pergi tanpa mengatakan apapun.
"Cih!"
Daiya merobek kertas itu sekeras mungkin dan langsung meninggalkan kelas.
"Ada apa? Kenapa kalian tidak segera menulis?"
Tidak ada yang mulai menulis. Tentu saja, kami terkejut terhadap sikap
Otonashi. Dia membuat Daiya terdiam. Sebagai teman sekelas Daiya, kami
tahu seberapa luar biasanya kejadian barusan tadi.
Tidak ada yang dapat melakukan apapun selama beberapa waktu. Tapi,
setelah seseorang terdengar mulai menulis sesuatu, semuanya pun
mengikutinya.
Mungkin tidak ada satupun yang tahu maksud Otonashi-san, tapi pada
akhirnya hanya satu hal yang dapat kami tulis.
Nama <<Aya Otonashi>>.
Orang pertama yang menyerahkan adalah Haruaki. Melihat hal itu, beberapa
murid yang lain mengikutinya. Ekspresi Otonashi-san tidak berubah ketika
dia menerima kertas dari Haruaki.
Itu mungkin...jawaban yang salah.
"Haruaki."
Aku memanggil Haruaki setelah dia berbicara kepada Mogi-san.
"Ada apa, Hoshii?"
"Apa yang elo tulis?"
"Ha? Gue cuma bisa tulis <<Aya Otonashi>> kan? Meskipun gue hampir lupa
menulis huruf terakhir."
Entah kenapa Haruaki berkata seperti itu dengan wajah muram.
"...Yah, gue pikir juga cuma itu..."
"Jangan berpikir yang macam-macam, tulis sajalah!"
"Tapi apa elo benar-benar berpikir dia melakukan semua itu untuk membuat
kita menulis nama ini ?"
Kalau itu tujuannya, aku tidak dapat memikirkan alasan kenapa dia
melakukan ini.
Haruaki dengan cepat menjawab pertanyaanku,
"Tentu saja tidak."
"Eh? Bukannya elo menulis <<Aya Otonashi>> kan?"
"Ya...dengar. Daiya itu terlalu pintar sampai perbuatannya tadi itu tidak
lucu kan? Perilaku buruknya memang tidak lucu."
Karena Haruaki tiba-tiba mengganti pembicaraan, aku menjadi bingung.
"Daiya bilang kalau dia hanya akan menulis <<Aya Otonashi>> bukan? Jadi
dia tidak akan memikirkan nama lain untuk ditulis selain nama itu. Tentu
gue juga berpikiran sama. Apa yang ingin gue katakan adalah, 'elo nggak
bisa menuliskan apapun jika kita tidak dapat memikirkan apapun'."
"Jika kau tidak bisa memikirkan sesuatu... kau tidak akan menulisnya..."
"Tepat! Dengan kata lain, semua ini tidak ditujukan untuk kita!"
Aku merasa kalau perkataan Haruaki tepat mengenai sasaran. Dia mungkin
benar tentang ini.
Dengan kata lain, Otonashi-san tidak peduli kepada sebagian besar teman
sekelasnya dan melakukan hal ini hanya untuk orang yang bisa memikirkan
sesuatu untuk ditulis selain pemikiran satu kelas, <<Aya Otonashi>>.
Ya, aku mengerti mengapa barusan Haruaki murung. Maksudku, dia memang
jatuh cinta pada pandangan pertama pada Otonashi-san. Memang dia terlihat
bercanda, tapi aku belum pernah melihatnya menyatakan cinta pada orang
lain. Yah, dengan kata lain, sebenarnya dia itu serius.
Otonashi-san tidak peduli pada keberadaan Haruaki dan yang
lainnya...Seperti yang dikatakan Daiya.
"Haruaki, gue terkejut dengan semua kata-kata loe tadi."
"Bagian 'Gue terkejut'nya nggak perlu elo tambahkan!"
Ketika aku menyembunyikan perasaan malu dengan mengatakan sesuatu yang
tidak sopan itu dengan tersenyum, Haruaki bereaksi dengan tersenyum
pahit.
"Sampai nanti deh, gue bisa dibunuh senior gue kalau nggak segera pergi
sekarang. Gue nggak bercanda!"
"Oh, silahkan saja."
Anggota klub baseball yang biasa-biasa saja itu terlihat agak menuntut.
Aku melihat kearah kertasku yang masih kosong. Aku ingin menuliskan <<Aya
Otonashi>> tapi pada akhirnya aku tidak bisa menulisnya.
Aku melihat kearah Otonashi-san, ekspresinya tidak berubah sedikitpun
ketika melihat kertas-kertas yang sudah dikembalikan kepadanya.
Menurutku, semuanya tertulis <<Aya Otonashi>>.
---Seseorang yang tidak bisa memikirkan apapun tidak akan bisa menuliskan
apapun.
"----"
Jadi, apa yang harus aku lakukan?
Entah kenapa nama mustahil seperti <<Maria>> terlintas di pikiranku.
Tidak. Aku sadar ada yang salah denganku. Dari berbagai nama kenapa cuma
<<Maria>>? Aku bahkan tidak tahu darimana nama ini berasal. Jika aku
memberikan nama ini padanya, dia pasti akan berteriak kepadaku dengan
kalimat misalnya <<Kau pasti bercanda kan?>>
Tapi, apa mungkin jawaban inilah yang dia inginkan...?
Setelah berpikir keras, akhirnya aku mulai menulis diatas kertas
sepanjang 10 sentimeter itu.
<<Maria>>
Aku berdiri dan menuju ke arah Otonashi-san. Sudah tidak ada antrian
lagi. Sepertinya aku yang terakhir. Dengan gugup aku memberikan kertasku
padanya. Otonashi-san menerimanya tanpa berkata apapun.
Lalu, dia melihat ke huruf-huruf yang tertulis disana.
Ekspresinya berubah. Drastis.
"...Eh?"
Otonashi-san yang tidak bergeming sama sekali saat dia menghadapi guru
dan Daiya, membuka matanya lebar-lebar.
"Fufufu..."
Tiba-tiba dia tertawa.
"Hoshino,"
"akhirnya kau ingat namaku."
Dalam sekejap aku menyesali keputusanku. Sebab, ketika dia berhenti
tertawa, Otonashi-san melotot ke arahku seperti dia sedang melihat musuh
bebuyutannya.
"...Kau! Apa kau bercanda denganku!?"
Dia terlihat berusaha menahan amarahnya karena dia berbicara dengan suara
yang pelan. Aku memang sudah memperkirakan bagian 'bercanda'nya, tapi
nada suaranya mengejutkanku.
Dia menarik kerahku dengan sekuat tenaga.
"Waah! M-maafkan aku! A-aku tidak bercanda kepadamu..."
"Jadi, kau mau bilang kalau kau bisa saja menulis jawaban seperti itu
tanpa bercanda?"
"Err, well, Kau... mungkin benar. Aku mungkin saja bercanda."
Pertanyaannya tadi bisa saja dibilang serangan akhir.
Tanpa melepaskanku, dia menarikku speanjang jalan ke belakang bangunan
sekolah
?
"Hoshino, apa kau mempermainkanku?"
Otonashi-san menekanku ke tembok bangunan sekolah dan melotot kearahku.
"Aku memang tidak pintar dalam membuat rencana, aku sadar akan hal itu.
Ini adalah rencana gila yang sama saja seperti mengatakan <<Jika kau
pelakunya, serahkan saja dirimu>>. Tidak, kau bahkan tidak bisa
menyebutnya sebagai rencana. Meski begitu... Kenapa kau mengambil
umpannya? Ini sudah kedua kalinya aku melakukan hal ini. Yang pertama
malah kau tidak memperdulikannya sama sekali!"
Dia melepaskan tangannya dari kerahku, tapi pandangannya cukup untuk
membuatku terdiam.
Otonashi-san melihat kepdaku sambil mengigit bibirnya dan menghela
napasnya.
"...Tidak, aku kesal karena aku akhirnya mendapat petunjuk dengan cara
yang sangat mustahil seperti ini. Tapi, tanpa ragu aku bisa bilang kalau
situasinya makin membaik. Jadi aku mestinya senang."
"...Ya, aku pikir begitu. Kau harusnya senang! Hahaha--"
Otonashi-san melotot ke arah senyumanku yang kupaksakan. Mungkin
sebaiknya aku tetap diam.
"...Aku tidak mengerti. Sebenarnya kukira kau menyerah terhadap usaha
kerasku... Tapi apa-apaan dengan wajah cuek seperti itu!"
Daripada dibilang cuek, aku tidak mengerti sama sekali tentang apa yang
kau bicarakan.
"Kau terus mengabaikanku selama 2600 kali. Berapa lamapun pengulangan
tidak terbatas ini berlanjut, aku tidak akan pernah menyerah. Meski
begitu, aku sudah lelah. Seharusnya kaupun merasakan kelelahan sepertiku,
tapi bagaimana bisa kau terus bersabar sampai sekarang?"
Apa yang harus aku katakan... Bahkan aku sendiri tidak tahu apa yang
sedang kau bicarakan.
Sepertinya dia menyadari keherananku terhadap perkataannya dan melihatku
dengan curiga,
"...Apa mungkin kau tidak sadar?"
"Sadar? Sadar apa?"
"...Baiklah. Akting atau bukan, penjelasanku tadi tidak akan menyebabkan
kerugian apapun. Hm, yah... Biar simpel, aku sudah 'pindah sekolah' 2601
kali."
Aku cuma bisa terdiam.
"Jika kau hanya berakting, maka kau benar-benar hebat. Tapi, sepertinya
kau hanya memang <<tidak tahu>> apapun melihat wajahmu yang bingung itu.
Apapun itu, aku akan menjelaskan padamu apa yang aku tahu. Hari ini
tanggal 2 maret kan?"
Aku mengangguk