Hakomari (Indonesia):Jilid 1 Ke-2601 kali

From Baka-Tsuki
Revision as of 15:49, 24 March 2011 by Bakayarou (talk | contribs) (This chapter currently 55% translated)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

2601st time


"Aku Aya Otonashi."


Murid pindahan itu hanya mengucapkan hal tersebut.


?


"Oh my God! Ini luar biasa!"


Haruaki Usui, temanku yang biasa duduk di sebelahku mengatakan hal

tersebut dengan suara yang agak keras. Meski kelas masih berlangsung, dia

menepuk punggungku dengan penuh semangat,


Haruaki? elo tahu nggak sih kalau itu sakit sekali. Dan juga pandangan

memalukan dari murid-murid yang lain...


Pandangan Haruaki sudah kembali ke arah si murid pindahan, Aya Otonashi.


"Pandangan kami bertemu! Ini sungguh hebat!"


"Yah, wajar saja, saat dia melihat sekeliling, bisa saja pandangannya

ketemu sama elo."


"Hoshii, ini TAKDIR!"


Tunggu, apa? Takdir?


"Akh, lagipula, dia itu terlalu cantik! Dia pasti dianggap sebagai karya

seni jika dia berada di pasaran perdagangan seluruh dunia... dan kemudian

dia akan diakui sebagai harta negara. Oh, shit, sudah terlambat, hati gue

sudah terebut sama dia... Gue bakal nembak tuh cewek!"


Cepat sekali!!


Bel pun berbunyi. Setelah kami berdiri dan memberi salam kepada guru,

Haruaki langsung pergi ke arah Otonashi-san.


"Aya Otonashi-san! Aku jatuh cinta pada pandangan pertama denganmu. Aku

suka padamu!"


Uwaa, dia benar-benar melakukannya...


Aku tidak dapat mendengar jawaban Otonashi-san. Tapi wajah Haruaki sudah

memperlihatkannya, dengan kata lain dia gagal. Ah... tidak . Mestinya

tidak usah melihat ke wajahnya. Itu sudah pasti.


Haruaki kembali ke depan mejaku,


"Mustahil, gue... ditolak?"


Dia pikir dia akan berhasil?... Apa kata dunia!? Kalau benar-benar

berhasil, ceritanya jadi Beauty and the Beast kali? Menakutkan karena dia

terlihat super serius kayak begitu...


"Itu wajar kan? Kalau elo tiba-tiba nembak dia kayak gitu, justru malah

mengganggu dia!"


"Hm, betul juga. Oke, gue bakal nembak dia lagi! Tapi kali ini nggak

bakal secara tiba-tiba! Yeah, perasaan gue ini pasti dapat tersampaikan

ke dia suatu saat nanti!"


Di satu sisi, aku pikir cara berpikirnya yang positif membuatku iri. Tapi disisi lainnya lebih baik aku tidak memikirkannya.

"Apa kalian bersenang-senang? Buat gue, tadi itu pertunjukan yang lumayan

bagus. Ngomong-ngomong, para gadis memandang kalian dengan tatapan

menghina, lho."

Daiya bergabung ke percakapan kami dengan kalimat itu.


"Eh!? Bukannya cuma Haruaki saja?"


"Oh, tidak, elo juga. Gua kira, para gadis menganggap elo sejenis

dengannya."


"Oh, sejenis dengan gue? Itu adalah kehormatan bagi saya! Bukan begitu,

Hoshii?"


A-apapun selain itu...


"Selain itu, Daiyan, bahkan elo pun sebenarnya ingin melakukan sesuatu

buat menarik perhatiannya, kan?"


Haruaki menyenggol Daiya dengan sikutnya. Alasan kenapa dia tidak takut

melakukan hal itu mungkin karena mereka adalah teman sejak kecil. Atau

mungkin, hanya karena dia tidak memikirkan akibatnya.


Daiya menghela napas dan langsung menjawab,


"Tidak sama sekali."


"Mustahil, Daiyan! Lalu, siapa yang bisa menggerakkan hati elo!?"


"Nggak ada hubungannya kalaupun jantung gue berdetak lebih cepat karena

penampilan Otonsahi-san. Gue mungkin mengakui kecantikannya tapi gue

tetap nggak bakal melakukan apapun untuk menarik perhatiannya."


"Hah?"


"Haruaki, elo nggak mengerti sama sekali, ya kan? Ya, tentu saja perasaan

ini nggak akan dimengerti oleh monyet seperti elo yang hidup hanya dengan

mengandalkan nalurinya dan menembak setiap gadis yang memiliki wajah

cantik."


"Apa!? Lagipula, apa hubungannya antara naluri dengan penampilan!?"


"Karena penampilan seseorang berpengaruh terhadap keberhasilannya, hal

itu naluriah untuk merasa tertarik kepada orang yang memiliki wajah yang

bagus."


"Oh..","Oh.." Haruaki dan aku mengehela napas secara bersamaan karena

kagum pada saat yang bersamaan. Daiya memperlihatkan wajah takjub karena

terkejut bahwa kami belum mengetahui hal semacam itu.


"Gue tahu, Daiyan! Elo bilang kalau kecantikannya diluar jangkauan yang

bahkan elo sendiri nggak bisa melakukan apapun untuk menarik

perhatiannya, ya kan?! Sungguh, kekalahan yang tak terhindarkan! Benar

kan? Seperti seekor rubah yang membuat dirinya berpikir kalau 'anggur itu

busuk' ketika sebuah anggur tidak terjangkau olehnya. Ini disebut

rasionalisasi. Kalau begitu, nggak keren! Elo sama sekali nggak keren,

Daiyan!""


"Seberapa banyak perkataan gue yang elo dengar, hah?...yah, sebagian dari

pernyataan elo memang tidak jelek, tapi untuk sebagian lainnya, kubunuh

kau."


"Oho, jadi elo benar-benar nggak bisa melakukan apapun untuk menangkap

hatinya,"


Akhirnya Daiya memukul Haruaki tepat di wajahnya yang sedang terlihat

senang. Uwaa, apa yang sebenarnya dia tahan selama ini sehingga dia memukul

Haruaki seperti itu...


"Ini tidak seperti 'Gue nggak bisa melakukan apapun untuk menarik

perhatiannya' tapi lebih seperti 'Dia nggak melakukan apapun untuk

menarik perhatian gue'."


"Sombong sekali...hey, Hoshii, bukannya orang ini terlalu sombong cuma

karena penampilannya?"


Haruaki berkata seperti itu tanpa ada sedikitpun rasa menyesal.


"Dia tidak melakukan apapun untuk menarik perhatian gue bukan karena gue

diluar jangkauannya! Mungkin saja hal itu terjadi, tapi itu tidak berlaku

padanya."


"Uwaa, beraninya dia berkata hal yang aneh!"


"Dia tidak menganggap gue diluar jangkauannya. Bukan, bahkan dia tidak

membuat klasifikasi seperti itu. Sejak awal, dia memang tidak tertarik

pada kita. Dia bahkan tidak memandang kita sama sekali. Seperti

menganggap serangga sebagai seekor serangga. Dia menganggap seseorang

sebagai seseorang. Hanya itu. Dia tidak peduli akan perbedaan seperti

antara wajah tampanku dengan wajah jelek Haruaki. Seperti kita tidak

membedakan jenis kelamin kecoak. Bagaimana elo bisa menarik perhatian

gadis seperti itu?"


Bahkan Haruaki pun terdiam karena pernyataan tentang Otonashi-san yang

dikatakan oleh Daiya.


"...Daiya."


Akupun mulai bicara


"Elo terlihat sangat tertarik kepada Otonashi-san."


Daiya tidak dapat berkata apapun. Ah, itu adalah reaksi yang sangat

langka. Salahkah aku? Dia pasti benar-benar memperhatikan Otonashi-san

sampai dia bisa melakukan analisis seperti itu.


"Cih, Gue nggak tertarik!"


"Hee, muka elo memerah."


"Hey, Kazu, jika elo terus berkata seperti itu, bakal gue tambah daftar

trauma elo."


Daiya terlihat agak marah... Sepertinya dia sadar kalau dia tidak akan

bisa akrab dengan Otonashi-san.


"Meski dengan intuisi super bodoh kalian yang seperti serangga, kalian

akan segera sadar dengan keabnormalannya."


Kata-kata tadi terdengar sedikit dibuat-buat,


atau juga benar.


Kau tahu? Perkataanya tepat sekali.


?


Segera setelah perkenalan, Otonashi-san tiba-tiba mengangkat tangannya.

Tanpa menunggu izin dari Hokubo-sensei, dia berdiri dan mulai berbicara.


"Aku ingin kalian semua melakukan sesuatu sekarang."


Tidak peduli dengan seisi kelas yang kebingungan, dia meneruskan

kalimatnya,


"Ini hanya memerlukan waktu 5 menit. Tentu kalian dapat melakukannya

bukan?"


Meskipun tidak ada yang menjawab, dia maju ke depan kelas dan meminta

agar Hokubo-sensei keluar dari kelas, seperti dia sudah biasa melakukan

hal itu dan berdiri di depan kelas. Meski hal yang dilakukan dia itu

tidak wajar, ini terasa seperti sesuatu yang sudah biasa bagiku. Melihat

reaksi yang lainnya, sepertinya mereka berpikir sama.


Ruang kelas menjadi sunyi.


Berdiri di depan kelas, Otonashi-san membuka mulutnya sambil memandang

lurus ke depan,


"Aku ingin kalian menuliskan sesuatu untukku."


Otonashi-san membagikan sesuatu kepada murid yang berada di barisan

depan. Murid yang menerimanya mengambil selembar dan menyerahkan sisanya

ke murid di belakang seperti membagikan soal ulangan. Yang kudapat cuma

kertas sepanjang 10 sentimeter.


"Jika sudah selesai, kembalikan kertasnya padaku."


"Apa maksudnya dengan << melakukan sesuatu>> itu?"


Ketika Kokone bertanya seperti mewakili kelas, Otonashi-san menjawab

dengan entengnya,


"Namaku."


Ruang kelas yang tadinya sunyi menjadi berisik. Wajar saja, akupun tidak

mengerti. Namanya? Semuanya sudah pasti tahu, karena tadi pagi dia

memperkenalkan diri sebagai 'Aya Otonashi'.


"Sungguh bodoh!"


Orang yang bisa mengatakan hal tersebut disaat seperti ini cuma satu,


Daiya Oomine.


Seketika itu juga teman-teman sekelasku menahan napas mereka. Karena

mereka tahu bahwa bermusuhan dengan Daiya adalah hal yang luar biasa

buruk.


"Nama elo Aya Otonashi, kan? Kenapa elo ingin kita semua menuliskannya? Apa

sampai segitunya elo mau agar kami semua dapat mengingat nama elo

secepatnya!?"


Otonashi-san tetap santai meskipun diprotes seperti itu.


"Gue bakal tulis <<Aya Otonashi>>. Gue sudah memberitahu elo, jadi, gue

nggak usah menulisnya lagi, kan?"


"Ya, aku tidak peduli."


Daiya tidak mengira kalau dia akan diberi jawaban sesingkat itu dan dia

pun pergi tanpa mengatakan apapun.


"Cih!"


Daiya merobek kertas itu sekeras mungkin dan langsung meninggalkan kelas.


"Ada apa? Kenapa kalian tidak segera menulis?"


Tidak ada yang mulai menulis. Tentu saja, kami terkejut terhadap sikap

Otonashi. Dia membuat Daiya terdiam. Sebagai teman sekelas Daiya, kami

tahu seberapa luar biasanya kejadian barusan tadi.


Tidak ada yang dapat melakukan apapun selama beberapa waktu. Tapi,

setelah seseorang terdengar mulai menulis sesuatu, semuanya pun

mengikutinya.


Mungkin tidak ada satupun yang tahu maksud Otonashi-san, tapi pada

akhirnya hanya satu hal yang dapat kami tulis.


Nama <<Aya Otonashi>>.


Orang pertama yang menyerahkan adalah Haruaki. Melihat hal itu, beberapa

murid yang lain mengikutinya. Ekspresi Otonashi-san tidak berubah ketika

dia menerima kertas dari Haruaki.


Itu mungkin...jawaban yang salah.


"Haruaki."


Aku memanggil Haruaki setelah dia berbicara kepada Mogi-san.


"Ada apa, Hoshii?"


"Apa yang elo tulis?"


"Ha? Gue cuma bisa tulis <<Aya Otonashi>> kan? Meskipun gue hampir lupa

menulis huruf terakhir."


Entah kenapa Haruaki berkata seperti itu dengan wajah muram.


"...Yah, gue pikir juga cuma itu..."


"Jangan berpikir yang macam-macam, tulis sajalah!"


"Tapi apa elo benar-benar berpikir dia melakukan semua itu untuk membuat

kita menulis nama ini ?"


Kalau itu tujuannya, aku tidak dapat memikirkan alasan kenapa dia

melakukan ini.


Haruaki dengan cepat menjawab pertanyaanku,


"Tentu saja tidak."


"Eh? Bukannya elo menulis <<Aya Otonashi>> kan?"


"Ya...dengar. Daiya itu terlalu pintar sampai perbuatannya tadi itu tidak

lucu kan? Perilaku buruknya memang tidak lucu."


Karena Haruaki tiba-tiba mengganti pembicaraan, aku menjadi bingung.


"Daiya bilang kalau dia hanya akan menulis <<Aya Otonashi>> bukan? Jadi

dia tidak akan memikirkan nama lain untuk ditulis selain nama itu. Tentu

gue juga berpikiran sama. Apa yang ingin gue katakan adalah, 'elo nggak

bisa menuliskan apapun jika kita tidak dapat memikirkan apapun'."


"Jika kau tidak bisa memikirkan sesuatu... kau tidak akan menulisnya..."


"Tepat! Dengan kata lain, semua ini tidak ditujukan untuk kita!"


Aku merasa kalau perkataan Haruaki tepat mengenai sasaran. Dia mungkin

benar tentang ini.


Dengan kata lain, Otonashi-san tidak peduli kepada sebagian besar teman

sekelasnya dan melakukan hal ini hanya untuk orang yang bisa memikirkan

sesuatu untuk ditulis selain pemikiran satu kelas, <<Aya Otonashi>>.


Ya, aku mengerti mengapa barusan Haruaki murung. Maksudku, dia memang

jatuh cinta pada pandangan pertama pada Otonashi-san. Memang dia terlihat

bercanda, tapi aku belum pernah melihatnya menyatakan cinta pada orang

lain. Yah, dengan kata lain, sebenarnya dia itu serius.


Otonashi-san tidak peduli pada keberadaan Haruaki dan yang

lainnya...Seperti yang dikatakan Daiya.


"Haruaki, gue terkejut dengan semua kata-kata loe tadi."


"Bagian 'Gue terkejut'nya nggak perlu elo tambahkan!"


Ketika aku menyembunyikan perasaan malu dengan mengatakan sesuatu yang

tidak sopan itu dengan tersenyum, Haruaki bereaksi dengan tersenyum

pahit.


"Sampai nanti deh, gue bisa dibunuh senior gue kalau nggak segera pergi

sekarang. Gue nggak bercanda!"


"Oh, silahkan saja."


Anggota klub baseball yang biasa-biasa saja itu terlihat agak menuntut.


Aku melihat kearah kertasku yang masih kosong. Aku ingin menuliskan <<Aya

Otonashi>> tapi pada akhirnya aku tidak bisa menulisnya.


Aku melihat kearah Otonashi-san, ekspresinya tidak berubah sedikitpun

ketika melihat kertas-kertas yang sudah dikembalikan kepadanya.

Menurutku, semuanya tertulis <<Aya Otonashi>>.


---Seseorang yang tidak bisa memikirkan apapun tidak akan bisa menuliskan

apapun.


"----"


Jadi, apa yang harus aku lakukan?


Entah kenapa nama mustahil seperti <<Maria>> terlintas di pikiranku.


Tidak. Aku sadar ada yang salah denganku. Dari berbagai nama kenapa cuma

<<Maria>>? Aku bahkan tidak tahu darimana nama ini berasal. Jika aku

memberikan nama ini padanya, dia pasti akan berteriak kepadaku dengan

kalimat misalnya <<Kau pasti bercanda kan?>>


Tapi, apa mungkin jawaban inilah yang dia inginkan...?


Setelah berpikir keras, akhirnya aku mulai menulis diatas kertas

sepanjang 10 sentimeter itu.


<<Maria>>


Aku berdiri dan menuju ke arah Otonashi-san. Sudah tidak ada antrian

lagi. Sepertinya aku yang terakhir. Dengan gugup aku memberikan kertasku

padanya. Otonashi-san menerimanya tanpa berkata apapun.


Lalu, dia melihat ke huruf-huruf yang tertulis disana.


Ekspresinya berubah. Drastis.


"...Eh?"


Otonashi-san yang tidak bergeming sama sekali saat dia menghadapi guru

dan Daiya, membuka matanya lebar-lebar.


"Fufufu..."


Tiba-tiba dia tertawa.


"Hoshino,"


"akhirnya kau ingat namaku."


Dalam sekejap aku menyesali keputusanku. Sebab, ketika dia berhenti

tertawa, Otonashi-san melotot ke arahku seperti dia sedang melihat musuh

bebuyutannya.


"...Kau! Apa kau bercanda denganku!?"


Dia terlihat berusaha menahan amarahnya karena dia berbicara dengan suara

yang pelan. Aku memang sudah memperkirakan bagian 'bercanda'nya, tapi

nada suaranya mengejutkanku.


Dia menarik kerahku dengan sekuat tenaga.


"Waah! M-maafkan aku! A-aku tidak bercanda kepadamu..."


"Jadi, kau mau bilang kalau kau bisa saja menulis jawaban seperti itu

tanpa bercanda?"


"Err, well, Kau... mungkin benar. Aku mungkin saja bercanda."


Pertanyaannya tadi bisa saja dibilang serangan akhir.


Tanpa melepaskanku, dia menarikku speanjang jalan ke belakang bangunan

sekolah


?


"Hoshino, apa kau mempermainkanku?"


Otonashi-san menekanku ke tembok bangunan sekolah dan melotot kearahku.


"Aku memang tidak pintar dalam membuat rencana, aku sadar akan hal itu.

Ini adalah rencana gila yang sama saja seperti mengatakan <<Jika kau

pelakunya, serahkan saja dirimu>>. Tidak, kau bahkan tidak bisa

menyebutnya sebagai rencana. Meski begitu... Kenapa kau mengambil

umpannya? Ini sudah kedua kalinya aku melakukan hal ini. Yang pertama

malah kau tidak memperdulikannya sama sekali!"


Dia melepaskan tangannya dari kerahku, tapi pandangannya cukup untuk

membuatku terdiam.


Otonashi-san melihat kepdaku sambil mengigit bibirnya dan menghela

napasnya.


"...Tidak, aku kesal karena aku akhirnya mendapat petunjuk dengan cara

yang sangat mustahil seperti ini. Tapi, tanpa ragu aku bisa bilang kalau

situasinya makin membaik. Jadi aku mestinya senang."


"...Ya, aku pikir begitu. Kau harusnya senang! Hahaha--"


Otonashi-san melotot ke arah senyumanku yang kupaksakan. Mungkin

sebaiknya aku tetap diam.


"...Aku tidak mengerti. Sebenarnya kukira kau menyerah terhadap usaha

kerasku... Tapi apa-apaan dengan wajah cuek seperti itu!"


Daripada dibilang cuek, aku tidak mengerti sama sekali tentang apa yang

kau bicarakan.


"Kau terus mengabaikanku selama 2600 kali. Berapa lamapun pengulangan

tidak terbatas ini berlanjut, aku tidak akan pernah menyerah. Meski

begitu, aku sudah lelah. Seharusnya kaupun merasakan kelelahan sepertiku,

tapi bagaimana bisa kau terus bersabar sampai sekarang?"


Apa yang harus aku katakan... Bahkan aku sendiri tidak tahu apa yang

sedang kau bicarakan.


Sepertinya dia menyadari keherananku terhadap perkataannya dan melihatku

dengan curiga,


"...Apa mungkin kau tidak sadar?"


"Sadar? Sadar apa?"


"...Baiklah. Akting atau bukan, penjelasanku tadi tidak akan menyebabkan

kerugian apapun. Hm, yah... Biar simpel, aku sudah 'pindah sekolah' 2601

kali."


Aku cuma bisa terdiam.


"Jika kau hanya berakting, maka kau benar-benar hebat. Tapi, sepertinya

kau hanya memang <<tidak tahu>> apapun melihat wajahmu yang bingung itu.

Apapun itu, aku akan menjelaskan padamu apa yang aku tahu. Hari ini

tanggal 2 maret kan?"


Aku mengangguk