Sword Art Online Bahasa Indonesia:Jilid 1 Bab 10

From Baka-Tsuki
Revision as of 16:04, 8 May 2011 by Lawrence Craft (talk | contribs) (Created page with "===Chapter 10=== Tanpa sekalipun berhenti untuk menarik napas, Asuna dan aku berlari ke safe zone yang ada di suatu tempat ditengah Labyrinth Area. Aku merasa kalau kami sudah m...")
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Chapter 10

Tanpa sekalipun berhenti untuk menarik napas, Asuna dan aku berlari ke safe zone yang ada di suatu tempat ditengah Labyrinth Area. Aku merasa kalau kami sudah menjadi target monster beberapa kali selama perjalanan. Tapi sejujurnya, kami sedang tidak dalam kondisi pikiran yang cukup tenang untuk melawan mereka.

Kami menerjang masuk ke dalam ruangan besar yang yang dibuat sebagai safe area dan duduk dilantai dengan punggung kami bersandar di tembok. Setelah mengeluarkan napas yang panjang, kami melihat wajah satu sama lain dan…

“…ha.”

Kami berdua mulai tertawa bersamaan. Jika kami mencheck peta, kami pasti akan segera tahu kalau boss itu tidak keluar dari ruangannya. Tapi kami tidak berpikir sama sekali untuk berhenti dan memeriksanya.

“Ahahaha, ah—kita melarikan diri cepat sekali!”

Asuna tertawa dengan nada yang riang.

“Sudah lama sekali sejak aku berlari seperti kalau nyawaku bergantung pada lariku. Yah, kau bahkan berlari lebih parah daripada aku!”

“…”

Aku tidak bisa menyangkalnya. Asuna terus tertawa melihat wajah cemberutku. Butuh usaha yang cukup banyak baginya untuk berhenti tertawa; dan kemudian dia berkata,

“…itu, terlihat agak sulit.”

Kata Asuna, wajahnya menjadi serius.

“Ya. Kelihatannya dia hanya punya pedang besar sebagai senjatanya, tapi dia pasti punya suatu serangan spesial juga.”

“Kita harus mengirimkan banyak penyerang yang memiliki defense tinggi dan terus melakukan switching.”

“Kita mungkin membutuhkan sekitar sepuluh orang dengan perisai… Yah, untuk saat ini kita hanya perlu terus menyerangnya dan melihat bagaimana dia melawan.”

“Pe…risai.”

Asuna melihat kearahku sambil berpikir.

“A-ada apa?”

“Kau menyembunyikan sesuatu.”

“Apa maksudmu tiba-tiba berbicara begitu…?”

“Itu aneh. Keuntungan terbesar dari menggunakan one-handed swords adalah bisa memegang perisai di tangan lainnya. Tapi aku belum pernah melihatmu memakainya sekalipun. Kalau aku, aku tidak memakainya karena itu akan memperlambat kecepatan seranganku, dan beberapa orang tidak memakainya karena mereka khawatir akan gaya mereka. Tapi kau tidak termasuk diantara keduanya… Itu mencurigakan.”

Kata-katanya sangat tepat. Aku memiliki skill tersembunyi. Tapi aku tidak pernah memakainya sekalipun didepan orang lain.

Itu tidak hanya karena skill sangat penting untuk bisa bertahan hidup, tapi juga karena kupikir itu akan membuatku terlihat lebih mencolok jika ada yang mengetahuinya.

Tapi, jika dia yang mengetahuinya, kupikir itu akan baik-baik saja…

Aku membuka mulutku sambil memikirkan hal itu.

“Tidak apa, itu tidak penting. Lagi pula mencari tahu tentang skill orang lain itu agak tidak sopan.”

Dia hanya menertawakannya. Sekarang aku telah kehilangan kesempatanku, aku hanya bisa menggumamkan beberapa kata di mulutku. Lalu, mata Asuna melebar setelah memastikan jam.

“Ah, ini sudah jam tiga. Agak terlambat, tapi ayo makan siang.”

“Apa!?”

Aku tidak bisa menyembunyikan kegembiraanku.

“A-Apa itu buatan tangan!?”

Asuna tersenyum tanpa berkata apapun dan dengan cepat memanipulasi menunya. Setelah menyingkirkan sarung tangannya, dia mengeluarkan sebuah keranjang kecil. Ternyata ada satu hal yang pasti menguntungkan jika ber-party dengannya—saat aku memikirkannya dengan tidak sopan, Asuna tiba-tiba melotot kearahku.

“…ide buruk apa yang baru saja kau pikirkan?”

“Ti-tidak ada apa-apa. Daripada itu, ayo makan.”

Asuna cemberut, lalu dia mengambil dua bungkusan keluar dari keranjang dan memberikan salah satunya padaku. Aku membuka bungkusan itu dan menemukan sebuah sandwich bulat yang berisi banyak sayuran dan daging giling. Aroma yang mirip seperti merica tercium dari sandwich itu. Tiba-tiba aku merasa sangat lapar dan aku menggigitnya dengan lahap.

“Ini…benar-benar enak…”

Aku menggigitnya dua, tiga kali sekaligus, dan mengungkapkan rasa terima kasihku dengan tulus. Bentuknya terlihat seperti makanan Eropa, seperti makanan yang disediakan di restoran NPC, tapi rasanya berbeda. Sedikit rasa asam dan manis terasa seperti makanan fast food di jepang yang sering kumakan hingga dua tahun yang lalu. Aku menggigit sandwich besar itu dengan cepat, merasa seperti kalau aku akan menangis karena rasa yang sudah lama tidak kurasakan ini.

Setelah menyelesaikan potongan terakhir dan meneguk teh yang diberikan Asuna padaku, aku akhirnya menghela napasku.

“Bagaimana kau bisa membuat rasa seperti ini…?”

“Itu adalah hasil dari latihan dan experiment selama satu tahun. Aku membuatnya setelah menganalisa data rasa dari semuaaaaaaaaaa herb yang ada. ini adalah glogwa seed, shuble leaf, dan calim water.”

Sambil mengatakannya, Asuna mengeluarkan dua botol kecil dari keranjang, membuka salah satu dari mereka, dan memasukkan jari telunjuknya kedalam. Jarinya keluar bersama dengan cairan yang tidak bisa di deskripsikan yang lengket dan berwarna ungu. Lalu dia berkata,

“Buka mulutmu.”

Aku tidak tahu apa itu, tapi saat aku membuka mulutku karena refleks, Asuna memasukkan cairan itu kedalam mulutku. Cairan itu masuk kedalam mulutku dan rasanya mengejutkanku.

“…Ini mayonnaise!”

“Yang ini terbuat dari abilpa beans, sag leaves, dan uransipi bones.”

Bahan yang terakhir terdengar seperti bahan untuk sebuah penawar racun, tapi sebelum aku sempat menanyakannya cairan lain masuk kedalam mulutku. Rasanya lebih mengejutkanku dibanding yang sebelumnya. Ini tidak salah lagi kecap asin. Aku sangat ketagihan hingga aku menarik tangan Asuna dan memasukkan jarinya ke mulutku.

“Kya!!”

Dia berteriak dan menarik tangannya keluar sambil melotot kearahku. Tapi kemudian dia mulai tertawa melihat expresi wajahku.

“Itulah bagaimana aku bisa menciptakan rasa itu.”

“…itu luar biasa! Sempurna! Kau bisa membuat keuntungan dengan ini!”

Sejujurnya, sandwich ini berasa lebih enak dibandingkan makanan dari daging Ragout Rabbit yang kumakan kemarin.

“Be-Benarkah?”

Asuna tersenyum malu.

“Tidak, lebih baik jangan dijual. Aku tidak bisa membiarkan bagianku menghilang.”

“Uwa, kau sangat rakus! …jika kau mau, aku akan membuatkannya lagi untukmu kapan-kapan.”

Dia mengatakan kalimat terakhir dengan pelan dan sedikit bersandar di pundakku. Saat kesunyian memenuhi ruangan, aku bahkan melupakan kalau ini ada di garis depan, tempat dimana kami bertarung dengan mempertaruhkan nyawa kami.

Jika aku bisa memakan makanan seperti ini setiap hari, aku bisa menguatkan tekatku dan pindah ke Salemburg…tepat disebelah rumah Asuna… Tanpa sadar aku mulai berpikir seperti itu dan ketika aku akan mengatakannya-.

Tiba-tiba, terdengar suara gemerincing dari armor yang menunjukkan kedatangan grup player lain. Kami dengan cepat membuat jarak diantara kami.

Aku melihat kearah ketua dari party yang terdiri dari enam orang itu dan merilekskan pundakku. Dia adalah katana-wielder yang telah kukenal paling lama di Aincrad.

“Oh, Kirito! Lama tak berjumpa!”

Aku berdiri dan menyapa orang tinggi yang berjalan kesini setelah mengenaliku.

“Kau masih hidup, Cline?”

“Mulutmu masih saja kasar seperti biasanya. Kenapa kau dari semua pemain solo bisa membuat par-ty…”

Mata si pemegang katana itu melebar ketika dia melihat Asuna, yang sudah berdiri setelah membereskan barang-barangnya.

“Ah-, …kalian mungkin sudah pernah bertemu beberapa kali selama pertarungan melawan boss, tapi aku akan memperkenalkan kalian lagi. Pria ini adalah Cline dari guild <Fuurinkazan>, dan ini Asuna dari <Knights of the Blood>.”

Asuna mengangguk perlahan ketika aku memperkenalkannya, tapi Cline hanya berdiri disana, dengan mata dan mulutnya yang terbuka lebar.

“Hey, katakan sesuatu. Apa kau sedang lag?”

Setelah aku menyikutnya dari samping, Cline akhirnya menutup mulutnya dan memperkenalkan dirinya sesopan mungkin.

“H-Hello!!!!! Aku adalah orang yang di-di-dipanggil Cline! Bujangan! Dua puluh empat tahun!”

Ketika Cline mengatakan sesuatu yang bodoh dalam kebingungannya, aku menyikutnya lagi, dengan tenaga yang lebih kuat kali ini. Tapi bahkan sebelum Cline selesai berbicara, anggota party nya sudah mendesak dan mulai memperkenalkan diri mereka.

Mereka bilang semua anggota dari <Fuurinkazan> telah mengenal satu sama lain bahkan sebelum SAO dimulai. Cline telah melindungi dan membimbing mereka semua, tanpa kehilangan satupun anggota, hingga mereka semua menjadi player yang mampu berada di garis depan. Dia mampu menopang beban yang telah kuhindari karena takut dua tahun yang lalu—dihari death game ini dimulai.

Mengabaikan kebencian terhadap diriku yang telah menempel dengan erat didalam hatiku, Aku mulai berbicara kepada Asuna,

“…yah, mereka bukan orang yang jahat, jika kau mengabaikan wajah jelek ketuanya.”

Kali ini, Cline menginjak kakiku sekeras yang dia bisa. Melihat hal ini, Asuna mulai tertawa, tidak bisa menahan lebih lama lagi. Cline tersenyum malu, tapi kemudian dia kembali sadar dan bertanya padaku dengan suara yang terisi dengan niat membunuh.

“B-B-Bagaimana ini bisa terjadi Kirito!?”

Ketika aku berdiri disana tanpa jawaban dipikiranku, Asuna menjawabnya untukku dengan suara yang jelas:

“Senang bertemu denganmu. Aku memutuskan untuk membuat party dengannya selama beberapa waktu. Kuharap aku bisa akrab denganmu.”

Aku terkejut dengan apa yang kudengar. Ketika aku berpikir ‘Eh!? Ini bukan hanya untuk hari ini!?’, Cline dan party nya membuat expresi yang berganti-ganti antara kemarahan dan depresi.

Akhirnya, Cline melirik kearahku dengan penuh amarah dimatanya dan menggeram sambil menggertakkan giginya.

“Kirito, kau sialan…”

Aku menggoyangkan bahuku dan berpikir kalau ini akan sulit untuk keluar dari masalah. Lalu…

Suara langkah kaki terdengar dari pintu yang baru saja dilewati oleh Fuurinkazan. Asuna menegang mendengar suara yang terdengar seragam, lalu menarik tanganku dan berbisik.

“Kirito, itu <The Army>!”