Hakomari (Indonesia):Jilid 1 Ke-27756 kali

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Ke-27756 kali[edit]

Aku harus mengakhiri ‘Rejecting Classroom’ dan mendapatkan kembali kehidupan sehari-hariku.

Apa halangan terbesar yang mungkin aku hadapi? Contohnya, dipaksa menggunakan sebuah benang tipis untuk menyeberang dari satu bangunan ke yang lain? Mengulang satu hari yang sama ribuan kali?

Aku tidak bepikir itulah yang harus kuhadapi. Maksudku, aku masih bisa menemukan cara melalui halangan-halangan itu. Sesulit apapun, aku masih bisa mendapatkan kemampuan yang dibutuhkan selama waktu yang tidak terbatas yang aku miliki.

Tidak, aku percaya kalau hal terburuk yang mungkin kuhadapi adalah tidak tahu ‘’apa’’ rintangannya.

Kalau aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, aku bisa dibilang tidak berdaya. Tapi karena waktu membeku di sini, berlalunya waktu tidak akan menyelesaikan masalah bagiku.

Dan sekarang—aku menghadapi kemungkinan paling buruk.

“Ada apa, Hoshii? Ada yang aneh padamu hari ini.”

Saat istirahat sesudah jam pertama, Haruaki berbicara padaku sambil tertawa kecil.

Pelajaran baru usai, jadi belum ada yang meninggalkan kelas. Mogi-san masih duduk di kursinya. Benar--semua 38 teman sekelasku ada.

Aku mencoba memahami kenapa orang-orang yang ‘ditolak’ kembali, tapi untuk suatu alasan, aku lupa mengenai semua hal dari pengulangan terakhir. Aku merasa kami menemukan sesuatu, tapi aku tidak bisa mengingat apapun.

Tapi tidak apa-apa. Masih tidak apa-apa.

Kalau kami berhasil menemukan sesuatu yang penting, kami akan kembali menemukannya dengan segera. Kembalinya semua teman sekelasku masih menjadi misteri, tapi hal itu tidak mempengaruhi misi ku.

Itu bukan masalahnya.

“Tapi hari ini benar-benar membosankan~. Tidak ada kejadian apa-apa!”

Tidak ada hal spesial yang terjadi.

Perkataan Kokone membuat perasaan sakit tumpul mengaliri dadaku.

Aku tidak ingin mempercayainya. Aku tidak mau menerima keadaan sekarang.

“Daiya.”

Aku memanggil Daiya, yang berada di belakangku, dengan suara memohon. Dia menoleh ke arahku, menunggu pertanyaanku.

“Apa kau mendengar sesuatu mengenai murid pindahan hari ini?” Aku berkata, sedikit berharap dia akan menggangguk sebagai jawaban. Tapi pertanyaanku—

“Hah? Apa yang kau bicarakan?”

--ditolak dengan kernyitan, sesuai dugaan.

Benar --- Aya Otonashi tidak lagi ‘pindah’.

Karenanya, aku bingung apa yang harus kulakukan sekarang.

Menemukan si ‘pemilik’. Dan kemudian, apa? Mengambil ‘kotak’nya? Menghancurkan ‘kotak’ itu? Bagaimana aku melakukannya?

Aku bermaksud menemukan jawabannya bersama Maria. Tapi itu hanya aku yang pemalas. Aku benar-benar bergantung padanya, jadi aku tidak tahu apa yang harus dilakukan sekarang saat dia tidak ada di sini.



“Tapi dengar, bukankankah tidak ada bedanya hidup di kehidupan sehari-hari kita atau dalam ‘Rejecting Classroom’ itu?” Haruaki berkata sebagai jawaban atas pertanyaanku.

Aku berkonsultasi padanya karena aku tidak tahu hal lain yang sebaiknya kulakukan. Jadi aku membawanya ke samping bangunan sekolah saat istirahat makan siang; itulah jawabannya sesudah aku selesai mengatakan padanya cerita lengkapnya.

Aku sangat mengerti Haruaki. Dia tidak menjawab seperti itu karena dia tidak bisa mempercayai ceritaku yang tidak masuk akal.

“Sama...?”

“Ah, tidak. Bukannya aku tidak mempercayaimu, sumpah. Hanya, ya, katakanlah kita benar-benar berada dalam ‘Rejecting Classroom’ itu. Bagaimana bedanya dengan kehidupan sehari-hari yang kau harapkan?”

“Apa yang berbeda? Keduanya benar-benar—“

“Sama kan? Orang-orang yang sepetinya telah menghilang, termasuk aku, telah kembali. Aya Otonashi memang bukan murid kelas ini sejak awal. Semuanya kembali ke keadaan asal. Atau apa aku salah?”

Semuanya kembali ke keadaan awal?

...Mungkin.

Lagipula, aku mungkin tidak akan pernah bertemu dengan Maria kalau ‘Rejecting Classroom’ Tidak ada.

Tidak ada yang mengenalnya. Hal itu benar-benar wajar. Keberadaan Aya Otonashi sejak awal tidak pernah benar-benar menjadi bagian dari kelas 1-6.

Mungkin semua itu cuma mimpi? Mungkin aku cuma membayangkan semua keberadaanya.

...Aku tidak tahu. Tapi hari ini masih <<2 Maret>>.

“Tapi tahukah kau, kalau kita masih di dalam ‘Rejecting Classroom’, maka ,,2 Maret.. hari ini tidak akan pernah berakhir. Jadi bagaimana kau bisa menyamakanya dengan kehidupan sehari-hari?”

Aku awalnya yakin kalau Haruaki akan setuju denganku. Tapi...

“Sebenarnya, aku sudah mempertimbangkannya.”

Berlawanan dengan harapanku, dia memiringkan kepalanya dan meneruskan.

Aku terkejut dengan jawabannya yang terus terang. Haruaki dengan kikuk menggaruk kepalanya saat dia melihat ekpresi di wajahku.

“Aku tahu apa yang ingin kau katakan. Tapi lihat, bukankah kau hanya merasa tidak nyaman karena kau sadar kalau kau terjebak dalam putaran waktu? Bagaimana kalau, sebagai contoh, kehidupan sehari-harimu sampai sekarang dipenuhi oleh hari-hari berulang yang sangat panjang? Kau pasti tidak akan menyadarinya kan? Sebenarnya, aku pun tidak merasakan hal yang berbeda saat ini. Aku percaya kalau aku hidup di kehidupan sehari-hariku yang biasa pada saat ini. Meski, sebagai bahan argumen, aku sebenarnya terjebak dalam ‘Rejecting Classroom’.”

Dia --- benar.

Aku merasakan tidak nyaman dan jijik hanya ‘’karena’’ aku menyadari kejadian ini. Kalau aku tidak mengetahuinya, aku tidak akan merasa terganggu sama sekali.

Aku tidak akan merasakan pertentangan ini kalau aku tidak tahu mengenai ‘Rejecting Classroom’. Meski kalau hari berulang, aku bisa menikmati sepenuhnya versi kehidupan sehari-hari yang diberikan padaku. Aku bisa menghabiskan waktuku tanpa mengetahui takdir menyedihkan seseorang. Hidupku akan menjadi praktis dan penuh kebahagiaan.

Menghancurkan hal ini tidak lebih dari sekedar keegoisan.

“Aku yakin kau sekarang mengerti, Hoshii. Kau tahu apa yang harus kau lakukan sekarang kan?”

“Yeah. Aku tahu apa yang harus kulakukan.”

“Baik? Kalau begitu---“

Haruaki tiba-tiba berhenti. Aku menoleh terkejut, dan melihat Mogi-san berdiri di sampingku.

“Ada apa?” Aku bertanya.

“Aku ingin meminjam Kazuki. Boleh?”

Haruaki dan aku bertukar pandang.

“Umm, Hoshii. Apa kau sudah puas sekarang? Kalau ada hal lain yang ingin kau katakan padaku, aku akan mendengarkan.”

“Yeah – terimakasih, Haruaki.”

Haruaki pergi, sambil mengatakan “Sama-sama.”

Aku penasaran apa yang diinginkanya dariku. Apa dia sengaja ke sini untuk menemuiku?

Aku memusatkan pandanganku pada wajahnya. Wajah yang cantik. Sesudah aku membuat observasi itu, aku tidak tahan melihatnya lebih lama lagi dan mengalihkan pandanganku.

“------“

Meski dia lah yang datang kepadaku, Mogi-san mengernyit.

“...Aku akan menanyakan sebuah pertanyaan aneh, tapi tolong jaawab dengan jujur.”

“Ah, okay...”

Aku mengangguk, tapi Mogi-san tetap mengernyit. Dia kesulitan memulai. Sesudah beberapa saat, sepertinya dia sampai pada sebuah keputusan dan menatapku tepat di mata.

“Apa aku Kasumi Mogi?”

---Hah?

Karena pertanyaan itu benar-benar tidak terduga, aku bahkan tidak bisa pura-pura terkejut. Melainkan, aku cuma berdiri di sini, terlihat serius.

Mogi-san mengalihkan pandangannya dengan tidak nyaman.

“......Um, Mogi-san? Apa kau kehilangan ingatan atau semacamnya?”

“...Aku bisa mengerti kebingunganmu. Tapi tolong jawab pertanyaanku.”

“Tentu sana kau adalah Kasumi Mogi, Mogi-san...”

Oh wow, aku tidak pernah mengatakan hal semacam itu dalam sejarah kehidupan sehari-hariku.

Untuk suatu alasan dia bergumam “Jadi begitu...” Mogi-san terlihat sedikit muram.

“Baiklah kalau begitu. Ini mungkin terdengar tidak bisa dipercaya, tapi tolong siapkan dirimu dan dengarkan. Aku adalah---“

Kemudian, Kasumi Mogi, gadis yang kucintai, mengatakan sesuatu yang benar-benar mengerikan.

“---Aya Otonashi.”

“------Huh? Aya Otonashi...? Mogi-san adalah Maria? Apa maksudnya ini?”

Aku dipenuhi keterkejutan, tapi Mogi-san melanjutkan.

“Yeah, aku Aya Otonashi. Aku hampir kehilangan rasa percaya pada diriku karena, seaneh kedengarannya, hampir semua memanggilku <<Kasumi Mogi>>. Mereka melakukannya meski penampilan dan cara bicaraku berbeda – tapi aku benar-benar <<Aya Otonashi>>.”

Yah, orang yang berdiri di depanku adalah <<Kasumi Mogi>>. Aku mengakui kalau aku merasa kalau penampilan dan cara bicaranya sangat mirip dengan <<Aya Otonashi>> yang kuingat, tapi...

“Err... oh iya, ada hal semacam kepribadian ganda yang sering muncul di manga kan? Apa mungkin kau sedang menghadapi masalah semacam itu...?”

Hal itu juga kedengarannya tidak mungkin, tapi masih berada dalam daerah alasan.

“Aku mempertimbangkan hal itu juga. Tapi kalu memang begitu, kau seharusnya merasa bingung dengan sikapku yang baru, dan aku seharusnya tidak tahu nama <<Aya Otonashi>>. Benar kan?”

Benar, aku tidak pernah mengatakan nama <<Aya Otonashi>> di depannya.

“Tunggu, kenapa kau tiba-tiba berubah menjadi Mogi-san?”

“...jangan mengatakannya dengan ambigu seperti itu. Aku cuma bertukar tempat dengan <<Kasumi Mogi>>. Bukan sepeti aku berubah menjadi dia. Yah... bagaimanapun, bagaimana aku bisa menjelaskan situasi ini... Benar, kau mengerti kalau tidak mungkin ada <<Kasumi Mogi>> di pengulangan ke 27.756 kali ini kalau aku <<Aya Otonashi>> kan?”

Aku mengangguk.

“<<Kasumi Mogi>> menghilang. Posisi-nya menjadi kosong. Apa kau masih ingat apa yang kukatakan: Aku tidak menjadi murid pindahan karena kemauanku sendiri? Mungkin aku diletakkan pada posisi kosong kali ini dan bukan dibuat menjadi murid pindahan.”

Hal itu terlalu...dipaksakan.

“Tidak mungkin aku, tidak, orang satu kelas salah mengenalimu sebagai Mogi-san!”

“Benar, aku juga merasa hal itu bermasalah. Tapi saat menghadapi hal itu, aku secara serentak memperoleh jawaban pada masalah lain. ‘pemilik’ dari ‘Rejecting Classroom’ mengalami semua 27.755 kali pengulangaan. Karenanya, kepribadiannya seharusnya juga telah berubah. Akan tetapi, tidak ada yang menyadarinya.”

Hal itu mungkin benar.

“Bisa dianggap kalau itu adalah peraturan lain dalam ‘Rejecting Classroom’ yang mencegah orang lain menyadari perubahan pada si ‘pemilik’. Terlebih lagi, perubahan pada si ‘pemilik’ tidak dipengaruhi oleh hubungannya. Kasumi Mogi adalah si ‘pemilik’ tapi menghilang karena suatu alasan. Dan aku menggantikannya. Peraturan itu bekerja, jadi tidak ada yang menyadari, meski baik penampilanku maupun kepribadianku, milik <<Aya Otonashi>>, benar-benar berbeda.”

Penjelasan Mogi-san terdengar masuk akal sekarang.

Kalau dia benar-benar Maria, hal itu bisa menjadi alasan untuk bergembira. Seharusnya. Maksudku, dengan diriku sendiri, aku bingung. Tapi Maria pasti bisa memberiku petunjuk.

Akan tetapi---

“Aku tidak bisa mempercayai hal ini.”

---Aku tidak bisa menerimanya.

Mogi-san terlihat terkejut pada penolakan kuatku dan terbelalak.

“...Aku tahu kedengarannya tidak bisa dipercaya, tapi itu bukan alasan untuk menentangku.”

Aku menggigit bibirku.

“Ah, aku mengerti. Kau cuma tidak ingin menerima fakta ini. Menerimanya berarti mengakui kalau Mogi adalah si ‘pemilik’. Dan kau tidak ingin menerima hal itu, yang sebenarnya cukup wajar. Karena sejak awal kau mencintai M---“

“Hentikan!!” Aku berteriak secara refleks.

Kau memang benar! Aku memang tidak ingi menerimanya. Tapi bukan karena aku menghubungkannya dengan tuntutan kalau dialah si ‘pemilik’. Apa yang tidak bisa kuterima adalah---

“......Aku mencintai Mogi-san,” Aku berkata tertahan.

“Aku tahu.”

Mogi-san menaikan satu alisnya, seolah menandakan kalau aku tidak harus mengatakan hal itu padanya sekarang.

“Karenanya --- kau tidak mungkin Maria...!!”

Aku mengepalkan tanganku. Melihatnya gemetar, dia seharusnya mengerti apa yang ingin kukatakan. Dia terbelalak dan menutup mulutnya.

Aku mencintai Mogi-san.

Perasaan itu tidak berubah, bahkan sekarang.

Perasaan itu tidak berubah --- meskiPun Mogi-san sekarang bersikap seperti <<Aya Otonashi>>.

Kalau apa yang dikatakan Mogi-san benar, maka aku ini orang bodoh yang tidak ada harapan lagi. Tidak menyadari orang yang kucintai berubah. Tidak menyadari kalau orang yang kucintai ditukar dengan Maria. Aku tidak masalah denganya, hanya saja aku tidak bisa menghadapi perasaanku sendiri.

Cinta itu buta, mereka bilang. Tapi kejadian ini membawa ungkapan itu ke tingkat yang benar-benar berbeda.

Palsu.

Cinta yang kurasakan dalam waktu yang sangat lama itu akan berubah menjadi palsu.

Karenanya, aku tidak bisa menerimanya. Aku tidak bisa menerima kalau dia adalah <<Aya Otonashi>>. Di saat aku menerimanya, cinta ini akan berakhir.

“Aku mencintai Mogi-san!” Aku mengatakannya seolah menyatakan perang padanya.

Dia memandang ke bawah tanpa mengatakan apapun.

Aku baru saja membuat pernyataan cinta terburuk. Aku bahkan tidak memikirkan perasaan si penerima saat menyatakannya. Aku melakukannya hanya untuk menolak kenyataan.

Aku mengepalakan tinjuku lebih kuat lagi. Tapi tetap saja, aku harus mengatakannya.

“Kalau kau memang Maria, buktikan padaku!”

Dia terus menatap ke tanah selama beberapa saat.

Tapi tidak lama kemudian dia membuka matanya dan berkata dengan tekad yang bulat.

“Kazuki. Meski kau menyerah pada ‘Rejecting Classroom’, misiku tidak berubah. Jadi pada awalnya aku mempertimbangkan untuk membiarkanmu. Akan tetapi, aku memutuskan untuk tidak melakukannya. Aku tidak ingin kau putus asa karena hal semacam ini.”

Dia meraih tangan kananku. Pandanganku beralih ke mukanya. Dia menatap tepat ke mataku.

“Aku akan memastikan kau menyadari kalau aku memang <<Aya otonashi>>.”

Dia membawa tanganku ke dadanya.

“Ap-Apa—?”

“Aku adalah sebuah ‘kotak’,” dia berkata dengan memandang rendah. “Karenanya, aku bukan manusia bernama <<Kasumi Mogi>>.”

“Tapi kau hanya membuat ‘permintaan’mu terkabul kan? Mogi-sa pun sama! Menunjukkanku ‘kotak’ mu tidak akan membuktikan kalau kau ‘Aya Otonashi’!”

Dia menggelengkan kepalanya.

“Dalam dongeng ada peri yang hanya mengabulkan satu permintaan kan? Saat kau mendengar cerita semacam itu, pernahkah kau berpikir: <<Kenapa tidak meminta permintaan yang tidak terbatas>>?”

Aku mengangguk. Dengan melakukannya, sesorang bisa membuat permintaan yang tidak terbatas. Aku juga pernah memikirkannya.

“Ini sedikit memalukan, tapi ‘permintaan’ ku hampir sama,” dia berkata dengan nada mengejek dirinya sendiri. “’permintaan’ku adalah --- untuk bisa mengabulkan ‘harapan’ orang lain. Aku menjadi sesuatu yang mengabulkan ‘permintaan’.”

“Itu---“

Sama seperti ‘kotak’.

Tapi ‘permintaan’ itu terdengar seperti harapan yang baik dan tulus, jadi kenapa dia tersenyum dengan senyuman jijik seperti itu pada dirinya sendiri?

“Tapi aku tidak benar-benar percaya pada kemungkinan terkabulnya. ‘kotak’ itu tidak bisa mengabulkan ‘permintaan’ dengan sempurna. Setiap orang yang menggunakanku sebagai ‘kotak’ menghilang, karena ‘kotak’ telah menyatukan harapanku kalau <<tidak mungkin ‘permintaan’ bisa dikabulkan dengan begitu mudah di dunia nyata>>.

Aku terdiam. Adakah batas seberapa banyak ‘kotak’ harus mempermainkan hidup kita sebelum mereka puas?

“Kazuki, aku akan mengijinkanmu menyentuh ‘kotak’ ku. Sesudah itu kau tidak akan bisa menanyakan pertanyaan bodoh seperti ‘siapa kamu’ lagi.”

Dia membuka tanganku dan menekannya ke dadanya.

Aku merasakan detak jantungnya.

Pada saat itu—

“Ah—“

Aku tenggelam ke dasar lautan. Meski aku berada di dasar lautan, tempat itu sangat terang, seolahmatahari ada di sana bersamaku. Tapi tempat ini dingin. Aku tidak bisa bernafas.

Semuanya terlihat senang. Semuanya terlihat senang. Semuanya terlihat senang. Di dasar laut, semua orang bersenang-senang dengan ikan di dasar, tercekik, mengembang, membeku, dihancurkan tekanan air, tersenyum. Tidak ada makna. Tidak ada interaksi. Orang-orang memainkan pertunjukkan boneka mereka sendiri, pertunjukkan film mereka sendiri, lelucon mereka sendiri. Sebuah tragedi dimana semua orang bahagia.

Ada seseorang yang menangis.

Hanya ada satu orang yang menangis, dikelilingi orang-orang yang tertawa HAHAHAHAHAHAHAHA bahagia.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Ini khayalanku. Cuma khayalanku. Aku tidak bisa melihat apapun di sini!

Tapi aku sudah menyadari satu hal. Aku telah memahami perasaan seseorang, dan mereka rasanya tidak akan melepaskanku lagi.

Kesepian yang amat sangat.


Aku merangkak dari dasar lautan dan kembali ke tempatku sebelumnya.

Dia telah melepaskan tanganku.

Perlahan aku melepaskan tanganku dari dadanya dan jatuh di lututku, kelelahan.

Pada saat yang sama, aku juga menyadari kalau pipiku basah dengan air mata.

Aku tidak bisa menolaknya lagi. Setelah ditunjukkan hal ‘’itu’’, aku tidak bisa menolaknya lagi.

“Ini adalah ‘kotak’ ku – ‘Flawed Bliss’.’

Dia adalah --- <<Aya Otonashi>>.

Mogi-san juga memiliki ‘kotak’? Itu bukan masalah. Itu bukan argumen yang bisa digunakan untuk melawan Maria. Tidak perlu logika. Aku menyadari hanya dengan menyentuhnya. Aku menyadari kalau dia adalah Maria.

Aku yakin dia tidak pernah menginginkan seseorang melihat hal ini. Namun walau bagaimanapun, dia menunjukkannya padaku.

Agar aku tidak kalah dari ‘Rejecting Classroom’.

“Maria, aku minta maaf...”

Maria menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

“---“

Aku tidak tahan dengan perasaanku sendiri.

Aku sudah menyadarinya – Aku sudah menyadari kalau dia <<Aya Otonashi>> dan bukan <<Kasumi Mogi>>. Akan tetapi perasaanku padanya tidak berubah. Senyumannya terlihat sangat manis bagiku. Sisa-sisa perasaan cintaku masih membuatku bingung dan belum menghilang.

Aku merasa sangat malu pada kekuatan ikatanku pada cinta itu hingga air mataku tidak mau berhenti mengalir.

“Kazuki.”

Maria memanggil namaku.

“Eh?”

Dan kemudian dia melakukan hal yang tidak bisa dipercaya.

Dia memelukku.

Aku tahu apa yang dia lakukan, tapi aku tidak mengerti kenapa.

Pelukannya sangat takut-takut, sama sekali bukan sesuatu yang aku harapkan dari seorang Maria.

“Kaulah satu-satunya yang mengingat namaku.”

Maria berbicara penuh teka-teki.

“Kalu bukan karenamu, aku akan sendirian. Aku tidak suka mengakuinya, tapi kau mendukungku, meski saat aku berpikir kau adalah si ‘pemilik’. Jadi—“

Aku akhirnya mengerti apa yang dia lakukan.

“—biarkan ‘’aku’’ yang mendukungmu kali ini.”

Dia memelukku dengan erat. Berlawanan dengan kata-katanya, pelukannya sangat lemah, lebih seperti membungkusku daripada mendukungku.

“Aku bahagia kau bersikap lembut padaku, setidaknya saat kau masih merasa mencintaiku.”

Aku tidak tahu.

Aku tidak tahu apakah perasaan ini ditujukan pada <<Kasumi Mogi>>, <<Aya Otonashi>>, atau keduanya.

Satu-satunya yang kuketahui adalah aku sangat senang.

“Ah.”

Mungkin—

Mungkin Maria tidak membiarkanku menyetuh ‘kotak’ itu hanya untukku. Sebab, Maria tidak ingin memanggilnya <<Kasumi Mogi>>. Itu artinya dia ingin aku mengakui keberadaanya.

Sesudah mempertimbangkan dugaan itu selama beberapa saat, aku harus mengakui kalau aku berpikir terlalu banyak dan tanpa sadar tertawa.



“Hoshii, apa yang kau bicarakan denga Kasumi sesudah aku pergi?”

Sekolah sudah berakhir. Haruaki menyolek dadaku dengan seringai lebar di wajahnya.

“Aku tahu: dia membuat pengakuan padamu kan?”

“Ah..tidak..”

Yah dia mengakui kalau dia adalah <<Aya Otonashi>>, jadi di satu sisi dia benar.

“Oh? Kau mencoba menghindari pertanyaanku! Aku mencium sesuatu yang mencurigakan! Jangan bilang kalau aku tepat sasaran?! Sial, aku cemburu! Kasumi menjadi semakin cantik kan akhir-akhir ini!”

Ah, jadi begitu.

Mendengarkan ocehan riang Haruaki, aku akhirnya menyadari apa yang harus kulakukan.

Meski bertemu kembali dengan Maria sangat menenangkan, aku menjadi bingung apa yang harus kulakukan berikutnya karena <<Kasumi Mogi>>, si ‘pemilik’ telah menghilang.

<<Kalau kau menjadikan Kazuki Hoshino musuhmu, kau juga akan menjadi musuh seseorang yang abadi!>>

Aku mengingat kata-kata yang pernah Haruaki katakan pada Maria. Kejadian itu terjadi lama sekali, jadi aku sudah tidak begitu yakin kata-kata yang persis.

Benar. Aku harus mendapatkan bantuannya, bagaimanapun juga.

“Haruaki. Bisakah kita meneruskan pembicaraan kita tadi?”

Dia terkejut sejenak saat aku memintanya tiba-tiba, tapi kemudian dia tersenyum dan mengangguk.

“Tadi aku mengatakan padamu kalau aku menyadari apa yang harus kulakukan kan? Biarkan aku mengatakan kesimpulanku.”

Aku menatap ke mata Haruki dan menyatakan perang.

“Aku akan --- bertarung melawan ‘Rejecting Classroom’.”

Matanya terbelalak saat dia mendengar penyataan tegasku.

“Umm, dengar... Bukankah aku sudah menjelaskan padamu dengan jelas? Meski kita berasa di dalam ‘Rejecting Classroom’ itu, seharusnya bukan masalah kalau kau tidak mengetahuinya.”

“Yeah, tapi aku masih tidak bisa menerimanya! Aku tidak bisa menerima kehidupan sehari-hari dimana aku tidak bisa maju ke depan karenanya semuanya terus berulang!”

“Kenapa?”

“Karena --- Aku memang mengetahuinya, di sini, sekarang.”

Mungkin hidupku akan terus bergerak lancar kalau aku melupakan kalau aku ada di dalam ‘Rejecting Classroom’.

Akan tetapi, aku menyadarinya. Aku tahu kalau dunia ini tidak lebih dari kehidupan sehari-hari yang palsu.

Karenanya, aku tidak bisa menghiraukannya.

Mungkin ini cuma untuk kesenanganku sendiri. Akan tetapi, aku percaya kalau aku benar dan aku tidak bisa bersikap berbeda.

“...Yah, itu terserah padamu, tapi adakah alasan kau memutuskan untuk menjadi sangat keras kepala?” Haruaki bertanya penasaran.

Alasan...? Alasan kenapa aku bersikeras pada kehidupan sehari-hari yang asli? ...Memang, ikatanku pada kehidupan sehari-hariku mungkin tidak normal.

“Kau terlihat seolah hidupmu bergantung pada hal itu,” Haruaki berbisik.

Ah, benar. Itu dia. Alasannya sangat jelas.

“Itu adalah --- arti dari kehidupan.”

Haruaki terbelalak karena terkejut.

“Arti dari kehidupan? Apa itu? Apa maksudmu?”

“Aku tidak bisa mengatakannya dengan jelas, tapi... contohnya, mendapat nilai 100 di ujian dimana kau tidak belajar sama sekali tidak akan membuatmu senang, kan? Tapi saat kau mendapat nilai 100 karena kau belajar dengan sangat keras karena ingin mendapat nilai bagus, kau akan senang kan?”

“Kau punya poin: Aku lebih menghargai sesuatu saat aku bekerja keras untuk memperolehnya, meski nilai aslinya tidak berubah!”

“Dalam pemikiranku, ‘’mengejar’’ sesuatu adalah arti dari kehidupan. Aku tidak berpikir itu berleihan. Maksudku, semua orang suatu saat akan mati. Konsekuensi dari hidup adalah mati! Peduli hanya pada hasil akhirnya membuatku takut.”

“Semua orang suatu saat akan mati...memang.”

“Kalau ini adalah ‘Rejecting Classroom’ dimana semuanya tetap hampa, maka aku tidak bisa menerimanya. Aku harus menghadapi kehidupan sehari-hariku yang sesungguhnya untuk bisa melindungi arti kehidupan. Karenanya, aku menolak ‘kotak’ yang menolak kehidupan sehari-hari yang sebenarnya.”

Haruaki mendengarkan pengakuanku dengan ketertarikan yang besar.

...Mungkin aku bahkan tidak perlu mengatakan hal itu. Lagipula bagaimanapun Haruaki mungkin akan membantuku.

“Haruaki, apa kau akan membantuku?”

Tanpa menunggu, Haruaki mengacungkan jempolnya.



Sesuai saran Haruaki, kami memutuskan membawa serta Kokone dan Daiya. Kami berlima berkumpul di sekitar tempat tidur hotel berkelas yang kukunjungi sebelumnya bersama Maria.

Aku menjelaskan semuanya pada Kokone dan Daiya.

Sebenarnya, aku mengira kalau Maria akan mengeluh kalau ini membuang-buang waktu, tapi dia lebih banyak diam dan bahkan menambahkan beberapa komentar sesekali. Mungkin dia ingin mendengar pendapat baru mengenai masalah ini.

“Umm..jadi kau mengatakan kalau Kasumi sebenarnya Aya Otonashi-san dan bukan Kasumi, sementara Kasumi yang asli adalah si ‘pemilik’ yang menciptakan ‘Rejecting Classroom’ dan kita tidak tahu dimana dia berada... Dan sekarang kau butuh solusi, huh...? ...Aku tidak mengerti apa yang kau bicaraakan! Kau membuatku bingung!” Kokone menjatuhkan diri di tempat tidur. “Oh, kasur ini luar biasa.”

“Aku tidak bertanya pendapatmu mengenai kasurnya kok.”

“Aku tahu!” Dia berteriak sebagai jawaban lelucoku. Kokone mungkin secara serius mempertimbangkan masalah ini, meski sikapnya seperti itu.

“Boleh aku bertanya,” Daiya memotng. “Kalau kita berada dalam ‘Rejecting Classroom’, maka kecelakaan yang seharusnya terjadi dan tidak bisa dihindari itu akan terjadi lagi kan?”

“Seharusnya ya.” Jawab Maria.

Huh..? Daiya menganggapnya serius?

“Apa maksud dari wajah bodohmu itu, Kazu? Membuka dan menutup mulutmu – apa kau ikan gurame di depan umpan pancing?”

“Ah, tidak—aku cuma terkejut kau segera percaya dengan apa yang kami katakan mengenai ‘Rejecting Classroom’.”

“Ha! Gak mungkin lah,” Daiya berkata.

“---Uh, huh...?”

“Aku tidak akan peduli kalau cuma kau yang sedikit gila, tapi bahkan Mogi mengatakan hal-hal aneh sekarang. Pasti ada penjelasan lain mengenai apa yang sedang terjadi, tapi terlalu repot untuk berteori mengenai hal itu. Jadi aku memutuskan berhenti skeptikal dan menerima ‘Rejecting Classroom’ untuk sekarang karena lebih praktis.”

Dengan kata lain dia akan membantu kami?

“Terus, Daiyan? Kecelakaan itu mungkin akan terjadi lagi. Terus?” Haruaki memintanya untuk melanjutkan.

“Yeah. Siapa yang akan menjadi korban kalau kecelakaannya terjadi seperti biasa? Mogi sudah tidak ada di sini lagi kan?”

“Yang akan menjadi korbannya aku, kurasa...Kelihatannya wajar kalau aku yang menjadi korbannya juga, karena posisinya dipaksakan padaku.”

“Apa korbannya selalu Kasumi?” Haruaki bertanya.

“Tidak, orang lain kadang akan tertabrak saat mencoba menyelamatkannya. Jadi ada Kazuki, Mogi, aku, dan bahkan kau karena kau mencoba menyelamatkanku saat aku mencoba menyelamatkan Mogi. Sebenarnya kau melakukannya ratusan kali.”

“Whoa! Benarkah? Tunggu, bukankah ratusan kali kedengarannya tidak mungkin? ...Ah, tidak, tidak perlu, huh. Bukankah cukup hebat kalau satu orang yang sama akan melakukan hal yang sama di situasi yang sama.”

“Bahkan lebih buruk lagi, seringnya kau menyatakan cinta padaku sebelumnya,” Maria mendesah.

“Seorang pria mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan gadis yang dia cintai...Wow! Bukankah aku keren?!”

“Sejujurnya, seharusnya kau memikirkan urusanmu sendiri.”

“Ke-kejamnya.”

“Yah, cobalah membayangkan perasaanku. Kau tidak tahu bagaimana sakitnya melihat seseorang mengorbankan dirinya untukmu karena dia mencintaimu... Apa yang kau lakukan adalah menunjukkan keangkuhanku dalam mengejar ‘kotak’. Itu adalah jalan paling menyakitkan untuk menghancurkan kemauanku, jempol ke bawah.”

“Mmmm..” Haruaki meringis.

Tapi kurasa dia tidak menyesal, karena tindakannya itu sendiri tidak salah.

“Karena kita kebetulan membicarakannya, berapa kali sih aku menyatakan cinta padamu, Aya-chan?”

“Tepat 3000 kali.”

“W-wow bukankah aku gigih...”

“Jadi kau ditolak 3000 kali! Itu pasti rekor baru ditolak! Kau sangat buruk sampai hampir terlihat manis, Haru!”

“Diamlah, Kiri!”

Keduanya tidak pernah gagal menghiburku.

“Mogi...Ah, tidak, aku akan memanggilmu Otonashi untuk sekarang. Otonashi, kenapa Mogi selalu pergi ke tempat kejadian kecelakaan meski dia tahu apa yang akan terjadi di sana?”

Maria menaikan satu alisnya sebagai tanggapan pertanyaan Daiya dan menjawab.

“Karena itu adalah bagian dari aturan ‘Rejecting Classroom’. Oomine, mungkin aku tidak perlu mengatakan hal ini, tapi aku telah mencoba menghentikan kecelakaan itu berkali-kali.”

“Yah, tentu saja kau tidak akan langsung mengorbankan dirimu. Lebih wajar untuk berpikir kalau kau sampai pada tindakakan itu setelah beberapa waktu. Aku, misalnya, tidak akan pernah memilih ditabrak.”

“Hey, kenapa kalian membicarakan kecelakaannya? Tidak akan ada yang terpecahkan kecuali kita menemukan Kasumi, kan?”

Kokone memiringkan kepalanya saat menyela mereka. Daiya mengalihkan pandangannya tidak senang.

“Pembuat suara berbentuk manusia ini benar-benar embuatku jengkel.”

“Ahaha. Andai saja kau ditabrak truk 20.000 kali, tidak? ☆” “Cuma bertanya, Kiri, tapi bagaimana kau akan menemukan Mogi untuk kami?”

“Yah...entah. Lagipula, apa kau punya ide yang lebih baik?!”

“Tidak ada.”

“Oho... Aku terkejut kau bisa berpura-pura lugu namun memanggilku pembuat suara. Kenapa kau tidak memotong nama belakangmu ‘Oomine’ dan menamai dirimu sendiri ‘Tuan Lugu’ saja? Daiya Lugu. Whoa, cocok sekali!”

“Aku bukan satu-satunya yang tidak punya ide. Tidak ada orang lain yang tahu juga. Benarkan?”

Haruaki dan aku bertukar pandang. Yah, Daiya benar. Kalau kami tahu, kami akan langsung menyarankan sesuatu.

“Karenanya, kita harus mencari solusi yang lain. Sebagai konsekuensinya aku membicarakan mengenai kecelakaan truk itu, yang jelas-jelas merupakan kejadian spesial dalam pengulangan ini. Ini adalah cara pikir yang sepenuhnya normal. Nona pembuat omong kosong, apa penjelasanku dapat kaumengerti?”

“ugh...”

Kokone mengeretakan giginya dengan jengkel, dikalahkan oleh penjelasannya.

“bagaimanapun, kita mungkin akan mendapatkan kemajuan dengan mencegah kecelakaan itu, jadi kurasa patut dicoba. Itu maksudmu kan Daiyan?”

Daiya menggangguk menanggapi ringkasan dari Haruaki.

“Tepat. Tapi tidak ada gunanya kalau kita tidak bisa mencegahnya.”

“Tidak---“ Maria menyanggah pernyataannya. “Mungkin ini patut dicoba. Tindakanku terbatas saat aku sendirian, tapi dengan orang sebanyak ini hasilnya mungkin berbeda.”

“Apa jumlah orang ada artinya? Nol tetap nol, tidak peduli kau kalikan berapa. Bukankah sama saja dengan ketidak mungkinan yang sedang kita hadapi ini?” Daiya keberatan.

“Aku mengerti maksudmu, tapi aku percaya kalau masih ada kemungkinan. Lagipula kondisinya telah berubah: Aku bukan Mogi, tapi <<Aya Otonashi>>, jadi kemungkinannya tidak lagi nol. Tidak ada alasan untuk tidak meningkatkan jumlah orang yang terlibat, tidakkah kau berpikiran sama?”

Daiya menyilangkan tangannya dan berpikir sesaat. Akhirnya dia mengangguk, dan berkata “Kau ada benarnya.”

“Baiklah! Sudah diputuskan, kita akan mencobanya! Kita akan mencegah kecelakaam itu dengan suatu cara! Ada yang keberatan?”

Tidak ada yang keberatan dengan seruan Haruaki.

Yeah. Itu mungkin akan bekerja.



Saat ini pagi hari, satu jam sebelum waktu biasanya terjadi kecelakaan itu.

Kami berdiri dengan payung di tempat kecelakaan, di persimpangan jalan.

Haruaki dan aku bertugas menyelamatkan Maria kalau dibutuhkan. Akan berbahaya kalau kecelakaan itu tetap terjadi, tapi kami berdua memilih tugas kami ini sesuai dengan keinginan kami sendiri.

Maria seharusnya menemukan dan masuk ke dalam truk yang dimaksud. Dia menyadari kalau kemungkinan ditabrak truk oleh truk itu akan menjadi kecil kalau dia cukup duduk di kursi pengemudi.

Aku gugup. Kami tidak boleh gagal. Aku tidak tidur sedikitpun kemarin. Karena kegelisahan, dan keinginan memastikan seuatu, aku berbicara dengan Maria selama beberapa jam.

Aku menatap ke wajah Haruaki.

Tidak seperti aku, dia tidak terlihat gugup. Ekspresinya benar-benar normal. Itu adalah wajah yang sama yang selalu kulihat dalam ‘Rejecting Classroom’.

Kali ini kami mungkin akan bisa menghancurkanya ‘Rejecting Classroom’.

Tidak peduli apakah kecelakaan itu terjadi atau tidak.

“Haruaki, aku ingin berbicara sedikit sambil kita menunggu, OK?”

“Kenapa formal begitu? Tentu saja OK!”

“Ini mengenai Mogi-san.”

“Kasumi? Umm, bukan Otonashi-san tapi yang asli?”

Aku mengangguk.

“Aku tidak memberitahumu kalau dia...membunuh kita kan?’

“...Sekarang bukankah itu kedengarannya kasar, eh?” Haruaki menaikkan satu alisnya.

Bukannya aku bermaksud menghalanginya mengetahui hal itu. Aku cuma tidak bisa ingat apa yang terjadi sampai aku menyadari kalau Mogi-san adalah si ‘pemilik’.

Dan seolah belenggu-belenggu yang mengikatku hancur di saat aku mengingat identitas si pemilik’, aku mengingat semua ingatan pengulangan terakhir.

“Dia membunuhku, Maria, Kokone, dan mungkin bahkan kau.”

“...Kita dibunuh? Oleh Kasumi? Kenapa? Untuk tujuan apa?”

“Dia melakukannya untuk ‘menolak’ orang lain! Sebenarnya, segalanya tetap gagal dan kosong di dalam ‘Rejecting Classroom’. Jadi meski kau membunuh seseorang, kejadian itu akan dikembalikan seperti sebelumnya. Tapi sepertinya Mogi-san dapat ‘menolak’ orang lain dengan membunuh mereka dengan tangannya sendiri. Aku pikir dia melakukannya karena dengan itu dia dapat meminta untuk tidak bertemu dengan orang itu lagi dari dasar hatinya.”

Haruaki mengangguk dengan ekspresi serius. Aku sudah menjelaskan ‘penolakan’ padanya, dan di saat itu terjadi, tidak ada lagi yang dapat mengingat orang yang ‘ditolak’.

“Kasumi kita melakukan, huh... sulit dipercaya. Tapi... yah, kurasa tidak mengejutkan kalau bahkan Kasumi menjadi seperti itu sesudah mengalami pengulangan hampir 30.000 kali, kurasa. Cukup adil.”

“Apa kau benar-benar berpikir begitu?” aku bertanya.

“Mh? Maksudku, mungkin sulit untuk dibayangkan, tapi siapapun akan menjadi sedikit gila dalam situasi semacam itu kan?”

“Memang. Tapi apa kau tidak tahu? Meski kau menjadi gila, kau masih tidak akan membunuh. Tidaklah normal berpikir seperti itu!”

“Kau pikir begitu? Bukankah kau terlalu terpaku pada cara pandangmu sendiri?”

Mungkin. Tapi aku tidak bisa mempercayainya. Maksudku, membunuh cuma bisa menjadi cara efektif untuk ‘menolak’ ‘’karena’’ membuatnya merasa bersalah. Aku tidak bisa mempercayai kalau orang seperti itu dapat memikirkan kejahatan tidak manusiawi itu sendirian.

“...kau menyatakan cinta pada Maria 3.000 kali dan ditabrak ratusan kali menggantikannya kan?”

“Kurasa begitu. Dalam keadaanku sekarang, aku tidak ingat, tentu saja.”

“Yeah. Tapi pada akhirnya: tindakanmu menyiksanya. Benar kan?”

“Ah---... tapi tidak secara sengaja, kan,” Haruaki berkata dengan senyum pahit.

“Dia merasa sangat tersiksa karena setiap pesan, tidak peduli seberapa absurd, akan bertambah berat setelah diulang berkali-kali. Contohnya: tidak peduli seberapa percaya dirinya kau pada kecantikanmu, kalau seseorang mengatakan padamu kalau kau jelek seribu kali, kau akan kehilangan kepercayaan diriitu – meski komentar itu cuma bercanda.”

“Yah, kurasa begitu.”

“Karenanya Maria mau tidak mau menjadi sadar akan keberadaanmu setelah kau menyatakan cinta padanya 3.000 kali. Dan kita membicarakan tentang Maria. Percayalah, dia bukan tidak terpengaruh saat kau menentangnya.”

<<Kalau kau menjadikan Kazuki musuhmu, kau juga akan menjadi musuh seseorang yang abadi!>>

Aku mengingat kata-kata itu lagi.

“...Oh? Apakah aku mendapatkan flag untuk rute Aya-chan.”

Aku tersenyum kecil dan mengabaikan leluconnya.

“Jadi, bagaimana kalau seseorang menyarankannya untuk membunuh sebagai solusi pada Mogi-san ribuan kali? Bukankah hal itu akan membuat Mogi-san percaya kalau tidak ada cara lain? Lagi pula, dia tidak bisa bersandar pada siapapun dan diambang kegilaan.”

Haruaki mengangguk.

“...Aku akui hal itu pasti berat. Dan sebenarnya memang mungkin. Lagipula, orang yang berbicara padanya berada dalam perhentian. Tindakannya dan penilaiannya tidak akan berubah. Wajar saja kalau dia mengatakan hal yang sama terus-menerus. Kalau dia mengatakan sesuatu sekali, mungkin dia mengatakan hal yang sama ribuan kali.”

“Kau benar. Tapi aku tidak mengkhawatirkan skenario itu. Itu akan menjadi sebuah kecelakaan, dimana tidak ada yang salah. Tapi---“

Aku akhirnya mengalihkan pandanganku dari langit yang mengancam.

“---bagaimana kalau seseorang memilih kata-kata dan tindakan-tindakannya secara sengaja untuk memojokkannya?”

Dan kemudian aku --- fokus pada Haruaki.

Haruaki tidak menunjukkan tanda-tanda tidak nyaman meski aku menatapnya.

“Mh? Tapi itu tidak mungkin kan?”

Ekspresi di wajah Haruaki sepenuhnya terlihat normal.

“Kau salah! Contohnya, Maria dan aku bisa, kalau kami ingin. Kalau seseorang berpura-pura kehilangan ingatannya saat berhadapan dengan Mogi-san, hal itu mungkin!

Haruaki mendengarkan kata-kataku tanpa keberatan dalam diam.

“Pada awalnya aku berpikir kalau bisa mempertahankan ingatanmu bisa menjadi keuntungan. Karena, semakin banyak informasi, lebih baik kan? Tapi itu tidak selalu benar. Mempertahankan ingatanmu juga berarti kalau kau akan terus diserang mereka yang kehilangan ingatan, dan mereka yang pura-pura kehilangan ingatan mereka. Orang-orang yang kehilangan ingatan berada di zona yang aman. Mereka bisa menyerang kita yang berada di depan garis dari posisi aman mereka.”

Aku merasakan serangan semacam itu saat gadis yang aku cintai menjawab dengan <<Tolong tunggu sampai besok>> pada pernyataan cintaku. Meski sebenarnya, dia tidak berada di zona aman.

“Bagaimana kalau seseorang dengan sengaja menyerang Mogi-san dari posisi aman itu? Seseorang yang tidak menyadari rasa sakitnya, yang memastikan dia tidak akan kabur dan menyiapkan pilihan ‘membunuh’ untuknya. Kalau begitu---“

“Kalau begitu, orang itu mengendalikan Kasumi dan dengan sengaja berkontribusi pada pembunuhan itu,” Haruaki berkata dengan santai.

Dia tidak menolah klaim ku.

“Kita tidak bisa yakin kalau Mogi-san satu-satunya target.”

“...tapi?”

“Maksudku, dia bukan satu-satunya yang berdiri di garis depan. Maria dan aku juga ada di sana. Tergantung pada tujuan orang itu, dia mungkin juga sudah mencoba memanipulasi aku dan Maria. Tidak... kita mungkin kurang lebih berada dalam kendalinya.”

<<--- mau coba membunuhku?>>

Aku mengingat seseorang mengatakan hal itu pada suatu saat.

Sebenarnya aku mendengar kata-kata itu lebih dari sekali. Orang itu mengulang pernyataannya tanpa akhir. Kata-kata itu menempel di kepalaku seperti kutukan.

Ditambah lagi, mayat demi mayat ditunjukkan di depanku.

Maria menerima pernyataan cinta, dan harus melihat orang yang menyatakan cinta padanya mengorbankan diri untuknya, dan bahkan menjadi musuh orang tersebut.

Semuanya adalah info-info berhubungan yang berhasil aku tarik dari fragmen-fragmen ingatanku. Mungkin ada perangkap lebih kecil yang tidak kusadari.

Terus-menerus menyerang dari sisi aman tanpa kekurangan. Meski rencananya tidak berjalan sesuai harapannya, dia dapat mengulangi serangan ini tanpa batas.

“Bila kita berasumsi kalau tindakan kita dikendalikan orang itu sampai tingkat tertentu---“

Aku menahan nafas.

“---dia juga merencanakan kita untuk berada dalam situasi ini.”

Haruaki tetap diam. Wajahnya tertutupi oleh payungnya, jadi aku tidak bisa melihat ekspresinya.

Kesunyian itu berlanjut. Suara hujan anehnya terdengar keras. Aku mendengar suara lemah. Pada awalnya, aku tidak tahu suara apa itu, tapi saat aku menguatkan pendengaranku, aku menyadari kalau itu adalah tawa yang ditahan.

Haruaki emindahkan payungnya sehingga aku bisa melihat wajahnya.

Dia menatapku dan tertawa senang.

“Okay, um, Hoshii. Apa inti dari lelucon ini, atau tepatnya, hipotesis besar? Pertama, hal itu benar-benar tidak mungkin. Tidak semudah itu kan mengendalikan orang lain? Benar, itu memang cerita yang lucu, tapi sejujurnya, aku tidak tahu apakah aku boleh tertawa atau tidak karena kau terlihat sangat serius...Tidak, lupakan itu; maksudku, aku sudah mulai tertawa.”

“Oh, apakah aku terlalu berputar-putar?”

“...Berputar-putar? Bagaimanapun, aku bahkan tidak dapat memahami tujuan orang itu. Tapiapapun itu, seharusnya ada jalan yang lebih singkat.”

Haruaki masih berbicara dengan nada ceria.

“Yeah. Aku juga tidak tahu apa motifnya. Jadi aku berfikir untuk bertanya padamu.”

“Bertanya padaku...?”

Seusai aku mengatakan hal ini, aku tidak akan bisa menariknya lagi.

“Haruaki—“

Tapi aku sudah lama kehilangan niat untuk mundur.


“—Kenapa kau memojokkan kami seperti ini?”


Dia tidak menjawab.

Sekali lagi dia menyembunyikan wajahnya dengan payungnya.

Dia tidak mengatakan apapun. Dia mungkin tidak ingin mengatakan apapun padaku.

“Aku tidak ingat tepatnya kapan itu terjadi, tapi kita menjadi teman tepat sesudah sekolah dimulai. Dan karenamu jugalah, aku berteman dengan Kokone dan Daiya. Kehidupan sekolahku mungkin akan lebih membosankan kalau bukan karenamu. Semua hal yang baik terjadi karenamu.”

Kalau begitu, aku yang akan berbicara untuknya.

“Kita belum menjadi teman selama satu tahun penuh, tapi---“

“Jadi kau tidak bisa menilai apakah aku melakukan hal semacam ini?”

Aku menggelengkan kepala, meski Haruaki mungkin tidak bisa melihatku.

“Ada banyak hal yang tidak kuketahui tentangmu. Tapi ada satu hal yang aku ketahui dengan pasti. Aku paling tidak bisa mengatakan hal ini dengan percaya diri.”

Aku menyatakan.

Haruaki Usui tidak akan pernah memojokkan kami seperti ini.

Aku akhirnya dapat melihat ekspresinya.

Haruaki memandangku dengan terbelalak.

“Jadi—“

Akhirnya aku sampai pada intinya.


“Jadi—kau siapa?”

<< Oh? Kau mencoba menghindari pertanyaanku! Aku mencium sesuatu yang mencurigakan! Jangan bilang kalau aku tepat sasaran?! Sial, aku cemburu! Kasumi menjadi semakin cantik kan akhir-akhir ini!>>

Haruaki cuma bercanda denganku saat itu.

Tapi ada sesuatu yang menonjol di sana.

Ada sebuah peraturan yang berlaku dalam ‘Rejecting Classroom’. Orang lain tidak pernah menyadari perubahan apapun pada Mog-san – bahkan tidak pada saat dia diganti dengan <<Aya Otonashi>>. Jadi bagaimana? Bagaimana bisa?

---bagaimana dia bisa mengatakan Kasumi menjadi semakin cantik?

Itu juga bukan satu-satunya alasan untuk curiga.

Haruaki telah ‘ditolak’.

Bahkan akupun sudah melupakannya. Tapi entah bagaimana aku bisa mengingatnya lagi.

‘Aku mengingatnya karena dia teman dekatku.’ Begitulah penilaianku pada awalnya. Tapi kenapa aku bisa mengingatnya sedangkan aku tidak ingat satupun orang lain yang sudah ‘ditolak’?

Ini cuma hipotesis, tapi aku kira aku tidak sepenuhnya melupakannya karena seseorang telah bercampur dengan Haruaki.

Kedua argumen itu tidak bisa dianggap bukti menguatkan akan apapun. Aku menyadari kalau mereka tidak sempurna.

Tapi itu bukan lagi sebuah masalah.

Karena aku sudah ingat.

Karena aku sudah ingat sesuatu yang seharusnya tidak bisa kuingat.

‘’’”Apa kau punya permintaan?”’’’

‘’’”Ini adalah ‘kotak’ yang dapat mengabulkan permintaan apapun.”’’’

Kata-kata dari seseorang yang dapat dianggap mirip dengan siapapun, tapi di saat yang sama, tidak sama dengan siapapun.

“Katakan padaku apa yang kau coba lakukan!”

Dan kemudian aku mengatakan namannya.

Aku mengatakan nama makhluk yang membagikan ‘kotak’ ini, makhluk yang kulupakan sampai sekarang.

Namanya adalah—

“---‘O’”

Dan pada saat aku mengatakan namanya—

“Fufu...”

—Haruaki menghilang dari wajahnya.

Bukan seperti wajahnya berubah bentuk. Haruaki cuma sudah tidak ada dalam senyuman di wajahnya; ia adalah seseorang yang palsu yang menyamarkan dirinya menggunakan kulit Haruaki.

Akhirnya, ancaman yang mengejar kami menampakkan wujudnya.

—‘O’.

“Ya ampun, seharusnya tidak ada seorangpun yang tahu namaku selain ‘pemilik’ ‘kotak’ ini tahu? Itu mengerikan.”

“Kau tidak berhati-hati dengan kata-katamu.”

“Tidak berhati-hati?”

‘O’ tertawa kecil. Dia terlihat sangat senang.

“Aku bukan tidak berhati-hati; sejak awal aku memang tidak perlu berhati-hati. ‘’Kau’’ lah yang tidak normal karena menyadari keberadaanku hanya dari petunjuk-petunjuk itu!”

“Kau pikir begitu?”

“Baiklah coba katakan padaku, kalau kau melihat seseornag bersikap sedikit tidak biasa, apa kau langsung curiga kalau orang lain telah menggantikannya?”

Aku harus mengakui kalau dia benar. Tiak peduli seberapa mencurigakannya tindakan seseorang, tidak masuk akal berfikir kalau seseorang mengambil alih identitas orang itu.”

“Namun, kau tetap menemukanku. Itu artinya kau mengetahui aku, sebuah penyebab yang mungkin menyebabkan kejadian semacam itu, meski seharusnya tidak ada yang dapat mengingatku.”

“Kalau memang begitu, bagaimana aku bisa mengingatmu?”

“Entahlah? Ini sangat misterius, tapi mungkin keberadaan Aya Otonashi mempengaruhimu? Meskipun begitu, kau seharusnya masih tidak bisa menyadari keberadaanku hanya karena seseorang mengajarimu seseuatu.”

‘O’ berbicara dengan nyaman dan terbuka. Tapi saat ini, aku tidak bisa menghiraukan apa yang dia bicarakan.

“...Aah, kau ingin mengerti tujuanku? Okay! Tidak ada yang perlu ditutupi. Aku --- cuma ingin mengamatimu dari dekat.

Sesudah aku mendengarnya, aku mulai merasakannya.

Aah --- lagi.

Perasaan aneh, tidak nyaman yang sama yang aku rasakan saat pertama kali aku bertemu dengannya. Aku merasakannya sekali lagi.

Apa ini? Apa ya nama perasaan ini?

“...Aku tidak mengerti! Kenapa hal ini membuatmu ingin memojokkan Mogi-san?”

“Kenapa aku memojokkan si ‘pemilik’? Sesuai kataku, aku ingin mengamatimu. Yah, biar kuperjelas,” ‘O’ mulai berkata dengan gembira. “Aku ingin melihat bagaimana kau bereaksi terhadap ‘kotak’ orang lain. Saat ‘permintaan’ tidak sempurna Kasumi Mogi untuk merubah masa lalu dikabulkan, aku tanpa pikir panjang merasa senang pada awalnya. Aku senang karena aku bisa mengamati campur tanganmu dengan ‘kotak’ dalam waktu yang sangat lama...Tapi tidak lama kemudian aku menyadari kalau hal ini tidak ideal. Aku lebih suka mengamatimu dalam berbagai macam situasi sebanayak mungkin, tapi aku tidak bisa melakukannya dalam ‘kotak’ yang kalian sebut Rejecting Classroom’ ini. Semua orang bersikap sama setiap waktu, kau juga termasuk di dalamnya. Tidak peduli seberapa banyak Kasumi Mogi dan Aya Otonashi memantapkan ingatan mereka masing-masing, tidak akan menarik kalau orang yang paling utama—yaitu kau—tidak mempertahankan ingatanmu.”

Aku memeluk diriku sendiri sebagai balasan perasaan tidak nyaman yang aku rasakan.

“Karenanya, aku memilih untuk ikut campur dengan kalian. Aku mengambil alih Haruaki Usui karena posisinya yang di tengah membuatku dengan mudah mempengaruhi kalian bertiga. Yah, aku membuat sedikit celah bagiku dengan menggunakan Haruaki Ususi, Aya Otonashi, dan Kasumi Mogi, dan memastikan kau mempertahankan ingatanmu. Dan untung karena itulah aku bisa mengamatimu dengan cukup baik!”

“Jadi kau lah yang memanipulasi Mogi-san untuk membunuhku karena kau ingin...?”

“Ya, aku ingin melihat bagaimana kau bereaksi terhadap serangan mematikan dari gadis yang kau cintai.”

...Karena alasan ‘’itu’’ saja, Mogi-san dipaksa terus menderita.

“Ah, tentu saja, itu juga alasan kenapa aku membuatmu mencintainya.”

“Ap—“

Perasaanku cuma buatan—?

“Oh? Aku yakin kau sudah menyadarinya. Ah, jadi begitu. Jadi kau tidak ‘’ingin’’ menyadarinya. Heh..saat-saat semacam inilah yang membuatku merasa ada artinya berada di dekatmu. Sejujurnya, aku tidak perlu berada dalam ‘kotak’ ini untuk mengamatimu. Tapi kalau begitu aku mungkin akan melewatkan saat semacam ini. Melihat dari luar ‘kotak’ sangat merepotkan; hampir seperti melihat dari lensa teleskop yang sangat efisien dari luar angkasa. Kau bisa melihat apapun yang kau inginkan, namun sulit untuk memfokuskannya, bisa dibilang begitu. Jadi, sangatlah beruntung aku bisa melihatmu dari dekat sebagai Haruaki Usui!”

Aku akhirnya mengerti perasaan tidak nyaman ini.

Benar. Ini adalah – kengerian.

Bukannya aku belum pernah merasa ngeri sebelumnya, tapi perasaan ngeri ini begitu berbeda dengan biasanya hingga aku tidak dapat mengenalinya di awal.

“Baiklah kalau begitu, Kazuki Hoshino-kun. Apa yang akan kau lakukan?”

Aku tidak bisa mengeluarkan satu patah kata pun.

Karena aku menyadari kengerian yang sangat ini, aku bahkan tidak bisa membuka mulutku.

“Apa kau berfikir semuanya akan terselesaikan begitu kau menunjukkan kalau <<aku>> berada dalam Haruaki Usui? Aku terlihat sepenuhnya seperti manusia sekarang, dan karena aku juga seorang pembunuh, kau bisa menyerahkanku pada polisi saja dan menganggapnya selesai. Tapi bukan itu kan? Tujuanmu adalah mendapatkan kehidupan sehari-harimu kembali, iya kan? Berbicara padaku tidak akan menyelesaikan apapun!”

Dia berbahaya. Lebih berbahaya dari apapun yang pernah kutemui sebelumnya.

“Itu juga alasan kenapa aku tidak bersusah payah menutup-nutupi perubahanku menjadi Haruaki Usui. Memang, ‘kotak’ itu ada padaku sekarang karena aku mencurinya dari si ‘pemilik’. Aku dapat menunjukkannya padamu sekarang, tapi aku tidak punya alasan untuk melakukannya. Aku tidak harus memberikannya padamu hanya karena kau mengingatku. Kau juga tidak punya kekuatan untuk memaksaku.”

Dia tertarik padaku. Tapi hanya sebagai bahan percobaan. Tidak lebih dan tidak kurang. Dan tentu saja aku tidak tahu bagaimana berhadapan dengan seseorang yang bersikap seperti itu padaku.

Oleh karena itu—

“—Yah, kau memang benar.”

—orang yang berbicara dengannya seperti itu jelas bukan aku.

“Kazuki sendiri tidak memiliki kekuatan itu.”

‘O’ menatap ke arahku, mencoba mencari dari mana asal suara itu.

Ia berasal dari tas ku.

Suara klakson sebuah truk terdengar dengan keras. Dengan mesin yang berderu, sebuah truk melaju ke arah kami. ‘O’ melihat ke arahnya dan mengernyit sedikit. Truk yang melaju ke arah kami tampak sangat tidak asing bagiku.

Dan yang duduk di kursi pengemudinya...adalah Maria.

“Aku kangen padamu, ‘O’!”

Suara itu bergema dari tasku. Berasal dari telepon genggam yang kuhidupkan selama percakapan kami.

Truk itu meluncur dengan cepat ke arah kami namun kami tidak lari. Aku mendengar suara rem dadakan menyusulnya, tapi hujan menyebabkan remnya tidak bekerja dengan benar. Truk itu semakin dekat dan dekat, tapi ‘O’ tidak bergerak sedikitpun. Saat aku melihatnya tetap bertahan di sana, aku melakukan hal yang sama, tapi secara insting aku menutup mataku.

Suara rem dadakan itu menghilang.

Aku membuka mataku. Truk itu secara literal berhenti tepat di depan mataku.

“Apa yang ingin dicapai dari gertakan ini?” ‘O’ tersenyum tipis dan menanyakan pertanyaan itu pada orang yang duduk di kursi pengemudi.

“Ini cuma sedikit sambutan. Untung ya kau tidak ditabrak sebgai pengganti Kasumi?”

Aku mendengar suara ini sebagai stereo, dari depan ku dan dari tas. Sesudah berjalan keluar dari truk, Maria akhirnya menanggalkan headset Bluetooth nya dan mengakhiri panggilan kami.

‘O’ menatap maria. Dia berdiri di hadapan kami tanpa payung.

“Jadi kau mendengarkan seluruh percakapan kami? Dengan kata lain strategi lelucon ini sejak awal cuma pengalih perhatian? Sayang—aku akan senang melihat Kazuki-kun kehilangan semangat karena kegagalannya.”

“Aku menerima strategi ini dengan serius saat kau mengusulkannya. Tapi kemudian, Kazuki mengetahui wujud aslimu dan membiarkanku tidak tahu.”

Aku tidak bermaksud begitu sih. Aku cuma tidak tahu kapan aku harus memberitahunya kalau aku sudah menemukan sesuatu.

Akan tetapi, aku memang memastikan kalau aku bisa ngobrol berdua saja dengan Haruaki dengan memanfaatkan kerjasamanya.

“Tapi pada akhirnya sepertinya itu pilihan yang tepat. Kalau aku berada di sisi Kazuki, kau mungkin akan terus berpura-pura bodoh.”

“Apa kau mencuri truk hanya agar seolah kau berada di tempat yang jauh? Yah, aku menghargai usahamu, tapi kenapa aku akan berpura-pura bodoh kalau kau ada? Kau mungkin sebuah ‘kotak’ tapi bukan berarti kau bisa melakukan sesuatu untuk menentangku.”

“Oh, jadi kau tidak menyadarinya? Sepertinya usahaku benar-benar terbuang percuma! Baiklah, biarkan aku bertanya: Kau menyadari ‘Flawed Bliss’ ku kan?”

“Ya, aku tahu. Dan aku juga tahu kalau ia tidak akan berguna untuk menghadapiku.”

Maria menertawakan ‘O’.

“Ha, kau benar-benar tidak akan pernah bisa memahami manusia. Mungkin kau akan mengerti kalau aku mengatakannya seperti ini: ‘Aku sudah bersiap untuk menghapusmu’.”

‘O’ bereaksi pada kata-katanya dengan senyum masam.

“Yang bisa kau lakukan cuma menjejalkan orang lain ke dalam ‘kotak’ mu itu sendiri kan? Jadi bagaimana kau bisa melakukan hal itu?”

“Sepertinya kau masih tidak tahu kenapa aku tertarik pada Kazuki.”

Dia tiba-tiba memanggil namaku. ‘O’ melihat ke arahku. Meski matanya terlihat ramah, mereka menakutiku. Mata itu adalah mata orang yang melihat ke sepotong daging babi dan berfikir bagaimana memasaknya.

“......Jadi begitu.”

‘O’ tersenyum.

“Jadi kau akhirnya mengerti. Kazuki memiliki kelebihan dalam menggunakan ‘kotak’. Dia bahkan mungkin bisa menguasai ‘Flawed Bliss’ ku. Dan dia pasti akan meminta agar kehidupan sehari-harinya berlanjut. Agar kehidupan sehari-harinya terlepas makhluk-makhluk yang mengancamnya. Sepeti ‘kotak’. Seperti kau.

Maria mengerutkan dahinya pada ‘O’ dan menyatakan hal ini.

‘O’ tidak terpengaruh kata-katanya. Dia tidak terkejut ataupun kagum. Dia cuma menatap ke bawah dengan sedih.

“Jadi begitu. Jadi kau belum berubah sama sekali,” ‘O’ berkata.

Gadis yang telah menjadi lebih dari manusia sesudah hidup melalui 27.755 kali pengulangan.

Tapi kotak tingkat rendah sepertimu juga akan menghilang, benar kan?

Maria tidak terkejut sedikitpun.

Aku menyadari hal itu.

“Kurasa begitu.”

‘O’, akan tetapi, masih terlihat sedih. Dia bahkan tidak khawatir dengan kemungkinan dirinya akan dihapus.

“Masih tidak bisakah kau hidup untuk dirimu sendiri? Apakah kau cuma bisa bertindak untuk orang lain? Aku mengasihanimu dari dasar hatiku karena kau hidup dengan cara yang begitu menyedihkan!”

“Aku tidak butuh rasa kasihanmu.”

“Pada awalnya aku tertarik pada sifatmu yang tidak biasa itu, tapi itu tidak ada nilainya. Seorang manusia yang tidak memiliki harapan sendiri sama saja dengan robot. Aku bisa saja lebih memilih mengamati vacum cleaner. Kau adalah keberadaan yang paling membosankan!”

Maria mengatupkan giginya dengan jengkel sesudah mendengarkan kata-katanya. Cukup adil. Daripada menganggapnya sebagai lawan, musuhnya justru mengasihaninya.

“Okay. Aku tidak ingin dihapus, jadi ayo buat perjanjian. Aku akan memberikan ‘kotak’ itu padamu. Sebagai gantinya, lepaskan aku. Bagaimana menurutmu?”

“...Hmph, bukankah kondisi itu terlalu menguntungkan bagimu sedang kau akan dihapus?”

“Kau seharusnya bersyukur aku masih menghiraukan ancaman bodohmu itu. Tidak ada kepastian kalau Kazuki-kun benar-benar bisa menggunakan ‘kotak’ mu. Aku bahkan tidak ingin memperkirakan seberapa kecil kemungkinan aku akan menghilang, ‘’kalau’’ dia menggunakan ‘kotak’ mu. Aku membuat jalur damai yang sebenarnya tidak perlu ini cuma untuk menunjukkan rasa kagumku pada Kazuki-kun karena telah menemukanku, tahu?”

“Perdamaian? Apa yang akan kau serahkan hanya sebuah kurungan burung tua yang kau gunakan untuk mengurung Kazuki. Kau bisa mempersiapkan sebanyak apapun kurungan burung yang baru semaumu kan? Kau merasa bosan dengan yang satu ini, dan ingin menggantinya dengan yang baru sebentar lagi kan?”

“Silahkan bayangkan sesukamu.”

“Hmph...Kazuki, apa kau setuju dengan perjanjian ini?”

Maria meminta persetujuanku. Aku mengangguk. Aku setuju asalkan kita bisa melakukan sesuatu tentang ‘Rejecting Classroom’.

“Kazuki Hoshino-kun. Boleh aku memberimu sebuah saran?” ‘O’ bertanya padaku. “Kau adalah seseorang yang tidak berharap untuk berubah. Tapi hampir semua ‘pemilik’ meminta perubahan saat mereka mendapatkan sebuah ‘kotak’. Mereka mungkin ingin mendapatkan sesuatu, mereka mungkin ingin menjadi sesuatu, mereka mungkin ingin menghilangkan sesuatu—mereka semua berusaha membuat keinginan mereka menjadi nyata. Sebagai hasilnya, kau akan secara otomatis mendapati dirimu berselisih dengan mereka.”

Aku mengernyit karena tidak dapat memahami tujuan di balik kata-katanya.

“Kazuki Hoshino-kun. Apa kau menganggap dirimu tidak normal?” Dia bertanya.

“...Aku normal.”

Dia tersenyum sebagai balasan akan jawabanku.

“Jadi begitu. Tapi aku khawatir kau tidak normal! Akan tetapi, kau tidak perlu khawatir kalau kau tidak suka menjadi tidak normal. Kau tidak akan bisa bertahan seperti itu untuk waktu yang lama. Cepat atau lambat, orang-orang sepertimu akan entah ditolak oleh masyarakat atau beradaptasi dan kehilangan ketidak normalan mereka. Jangan khawatir! Kau pasti termasuk golongan yang kedua.” Dia mengatakan hal ini tanpa berhenti tersenyum.

“Dan itulah kenapa—nasibmu benar-benar buruk,” dia berkata dengan senang. “Yang kumaksud adalah kau telah menyadari keberadaan jalan pintas. Setiap kali kau harus berhadapan dengan ketidak beruntungan kau akan berharap kalau kau memiliki sebuah ‘kotak’. Tidak peduli seberapa besar kau menderita untuk mencoba melupakan keberadaanya, ‘kotak’ ‘’memang’’ ada. ‘kotak’ yang dapat mengabulkan permintaan apapun itu ‘’memang’’ ada. Kau tidak akan bisa melupakan keberadaan jalan pintas itu. Dan cepat atau lambat, saat kau sudah hidup cukup lama dengan pengetahuan itu, akan datang waktu dimana kau membutuhkan sebuah ‘kotak’!”

Dia masih tetap tersenyum.

Aah, jadi begitu—

Aku mengembalikan’kotak’ itu. Tapi hal itu sebenarnya tidak ada gunanya. Pada saat itu aku sudah terkena kutukan ‘O’.

“Pada saat kau membutuhkan sebuah ‘kotak’, kau mungkin telah kehilanganke tidak normalanmu. Kalau begitu, kau sudah tidak akan bisa menguasai ‘kotak’. Hal itu akan sedikit mengurangi ketertarikanku padamu. Karenanya, aku akan terus mengganggumu dan orang-orang di sekitarmu dari sekarang—untuk menguatkan rasa ketertarikanmu pada ‘kotak’.

Apa yang harus kulakukan untuk mengindari kutukan?

—Mungkin tidak ada cara mencegahnya.

Aku—tidak, ‘’kami’’ sudah kalah di saat pertama kali kami bertemu dengan ‘O’.

“Tentu saja, aku akan memberimu ‘kotak’ meski kau kehilangan ketidak normalanmu. Aku tidak peduli – asalkan kau mengijinkanku mendengarkan suaramu.”

“...Suaraku?”

“Ya, aku suka warna gaya suara yang kalian manusia ciptakan, tapi ada satu suara yang paling kusukai. Kalau mungkin, aku ingin kau membiarkanku mendengarkan suara itu. ...Mh? Suara apa itu, kau bertanya? Seleraku cukup umum, jadi kurasa kau sudah tahu. Itu adalah—“

Dia tersenyum dan berkata,


“—suara hati yang retak.”


Sesudah mengatakannya ‘O’ yang terlihat seperti Haruaki Usui menghilang.

Sebuah kotak kecil jatuh dimana ‘O’ tadinya berdiri. Saat aku meraihnya, kotak itu mulai mengembang.

Segera setelahnya, seluruh pemandangan di sekitar kami mulai terlipat. Aku dapat melihat tembok dunia ini. Kertas dindingnya yang putih mulai tercerai berai menjadi debu. Rasa manis yang menempel di kulitku menghilang, meninggalkan perasaan tidak nyaman yang tumpul. Telinga dalamku mulai menggila dan semuanya mulai berputar. Suara kehancuran. Suara kehancuran. Suara kehancuran seseorang. Tempat ini dipenuhi keputusasaan. Keputusasaan yang tidak bisa dipungkiri.

Latar belakang palsu itu telah dihapuskan dan kami berdiri di dalam sebuah ruang gelap. Sebuah ruang kecil, ruangan kecil yang akan membuatku muak hanya dalam setengah hari.

Ini mungkin — bagian dalam ‘kotak’.

Dan di ruangan seperti penjara ini, dia mendekam. Dengan kepala terkubur di lututnya dan tanganya mengitari kakinya.

Gadis yang aku cintai.

“......Mogi...san.”

Saat mendengar kata-kataku, dia perlahan-lahan mengangkat wajahnya.

“Ah---“

Matanya seolah hampir mati sampai barusan, tapi cahaya lemah bersinar di dalamnya.

“Aku tidak percaya! Tidak mungkin semuanya berjalan begitu baik untukku!”

Air mata mengalir turun di pipinya.

Pada awalnya aku bingung, namun aku segera mengerti kenapa.

“---Kau benar-benar datang menyelamatkanku.”

Aku mengerti.

Akhirnya dia dapat menangis kembali.

“Mogi-san, aku minta maaf. Tapi aku berencana menghancurkan ‘Rejecting Classroom’.”

“...Ya.”

Mogi-san mengangguk sambil menangis.

“Aku bermaksud membiarkanmu mati dalam kecelakaan itu.”

“......Ya.”

Dia menghapus air matanya.

“Kau boleh menghancurkan ‘kotak’ ini. Kau juga boleh mengakhiri hidupku. Tapi tolong tunggu sebentar. Ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu.”

Mogi-san mulai mencari sesuatu di tas nya. Dia mengeluarkanya dan menyembunyikannya di belakang punggungnya.

Maria mengernyit pada perbuatan Mogi-san.

“Mogi...jangan lagi...”

Mogi-san mengabaikan Maria dan mendekat padaku, menyembunyikan tanganya di belakang punggungnya.

“...Tunggu, Mogi! Tolong hentika—“

“Bukan itu, Maria,” aku menegurnya. Aku tidak bisa melihat apa yang disembunyikan Mogi-san. Tapi aku sudah tahu apa itu.

Maria bereaksi pada kata-kataku dengan ekspresi ragu dan mundur kebelakang Mogi-san. Saat dia mengenali benda yang ada di tangannya, dia tersenyum masam dalam kekaguman.

“Kazu-kun, kau percaya pada perasaan yang tidak akan berubah?” Mogi-san bertanya padaku.

Aku langsung tahu apa yang harus kukatakan, tapi itu bukanlah jawaban yang menyenangkan baginya.

Karenanya aku kesulitan mengatakannya.

Mungkin jawabanku akan berbeda kalau aku belum mengalami ‘Rejecting Classroom’. Tapi aku sudah mengalaminya. Aku sudah mengalami dunia yang mirip dengan keabadian. Jadi mau tidak mau aku berfikir seperti ini. Perasaan yang tidak akan berubah---

“---Aku mereka rasa tidak ada.”

Mogi-san dengan sabar mendengarkan jawabanku.

Lalu dia tersenyum.

“Ya, aku juga berfikir begitu.”

Aku menatap matanya tanpa sadar. Dia sepertinya sudah mengira jawaban ini, jadi dia tetap tersenyum dan melanjutkan.

“Perasaanku padamu tidak tetap sama sama sekali. Kamu tidak lagi menjadi berharga bagiku. Aku mulai tidak menyukaimu, membencimu, aku berfikir kamu adalah gangguan. Aku bahkan hampir membunuhmu sekali. Tapi tahukah kamu? Itu artinya aku selalu bersandar padamu sepanjang waktu. Karena aku selalu percaya kamu akan menyelamatkanku. Selalu, selalu... aku tidak bisa mengabaikanmu. Aku tahu kalau ini adalah perasaan terburuk dan egois yang ada. Tapi tahukah kamu? Aku tidak bisa menghindarinya. Meski aku tahu kalau aku egois. Aku tahu apa nama perasaan ini. Meski kamu tidak mempercayai perasaan yang tidak akan berubah, tolong percayailah hal ini. Selama semua waktu yang aku habisakan dalam ‘Rejecting Classroom’—“

Mogi-san memelukku dengan sangat tenang.

Dan memberikan benda yang disembunyikannya.

Bibirnya bergetar tepat di samping telingaku.

“—Aku mencintaimu, Kazu-kun.”

Bibirnya mendekati milikku. Saat mereka hampir bersentuhan, dia berhenti. Sesudah berada dalam posisi seperti ini untuk beberapa saat, dia dengan damai mundur tanpa menyentuh bibirku.

Aku hampir bertanya kenapa dia berhenti, tapi aku berfikir ulang karena dia memberikan sesuatu padaku.

“Ah—“

Di tanganku adalah alasan dia tidak bisa melakuka apapun.

Aku paham dan menggigit bibirku.

Itu bukanlah benda yang aku kira akan dia berikan padaku.

Itu adalah sebuah Umaibo.

Sejauh ini baik-baik saja, tapi itu bukanlah rasa kesukaanku, Corn Potage. Rasa Teriyaki Burger. Rasa yang tidak begitu kusukai. Terlebih lagi—

—itu adalah rasa yang aslinya ingin dia berikan padaku.

Kenapa Mogi-san memelukku dengan sangat tenang? Kenapa dia tidak menciumku?

Ini bukanlah pernyataan cinta yang dilakukan oleh Kasumi Mogi yang telah menyatakan cinta berkali-kali padaku, yang telah menciumku, dan mengalami ‘Rejecting Classroom’.

Ini adalah pernyataan cinta pertama Kasumi Mogi yang ada sebelum keberadaan ‘Rejecting Classroom’, yang cuma bisa memanggilku ‘Hoshino-kun’.

‘’Aku ingin mengulangi tanggal 2 Maret.’’

Penyesalan terdalamnya di hari itu.

Dia melepaskannya sekarang.

Jadi — apa aku harus menjawabnya seolah hari ini tanggal 2 Maret yang sebenarnya...?

Aku menatap Mogi-san.

Mogi-san tersenyum lembut. Dia menunggu dengan senyuman lembut, meski dia sudah tahu bagaimana aku akan menjawabnya.

“Itu—“

Itu terlalu kejam!

Aku tidak ingin mengatakan hal semacam itu.

Maksudku, aku mencintai Mogi-san. Meski perasaan ini dikendalikan oleh ‘O’, perasaan itu sendiri tidaklah palsu.

Kenapa aku tidak punya pilihan selain mengatakan sesuatu yang akan melukainya?

Aah, tentu saja.

Aku ‘menolak’ ‘kotak’ ini. Aku menolak harapan Mogi-san. Aku akan membiarkannya mati dalam kecelakaan. Aku tidak memiliki hak untuk mengatakan kata-kata yang baik padanya.

Aku membuka mulutku.

Tetap saja, sulit untuk mengatakannya. Aku ragu, membuka dan menutup mulutku berkali-kali, dan aku terkejut oleh rasa cairan asin di mulutku.

Tapi aku tidak bisa mengatakan kata-kata lain padanya.


“Tolong tunggu sampai besok”


Mogi-san dengan sedih menundukkan padangannya.

Dia tentu saja terluka oleh kata-kataku. Namun, ekspresinya segera berubah sekali lagi. Dia berkata padaku,

“Terima kasih.”

—sambil tersenyum.

Dengan senyuman dari lubuk hatinya.


Aah—

Senyuman itu akhirnya mengingatkanku pada percakapan yang terjadi pada masa lalu.

Percakapan yang membuatnya jatuh cinta padaku.

Percakapan yang menjadi pemicu cinta sesaat.

Sebuah ingatan yang berharga.


<<Hoshino-kun. Boleh aku memintamu memanggilku Kasumi...?>>

<<Eh? Ke-kenapa tiba-tiba?>>

<<Mungkin bagimu ini tiba-tiba, tapi aku sudah lama menginginkanmu memanggilku seperti itu tahu?>>

<<Ja..Jadi begitu.>>

<<Jadi...boleh?>>

<<O-Okay...>>

<<Ju-juga, um—boleh aku memanggilmu Kazu-kun?>>

<<Err...yeah, tidak apa-apa.>>

<<O-okay, jadi cobalah.>>

<<......Kasumi.>>

<<...Tolong katakan sekali lagi.>>

<<Kasumi.>>

<<Terima kasih.>>

<<Ap...! Ke-kenapa kau menangis...?!>>

<<Hm? Aku menangis?>>

<<..I-Iya...!.>>

<<Kalau begitu...ini pasti karena aku sangat bahagia, Kazu-kun.>>

Dan kemudian Kasumi tertawa, meski air mata mengalir dari matanya.

Aku tidak pernah melihat senyum seperti itu sebelumnya.

Itu adalah senyuman penuh dengan kebahagiaan murni.

Itu adalah saat pertama kali aku bisa membawa kebahagiaan sebesar itu bagi orang lain. Itu adalah sensasi yang mirip dengan di novel, jadi aku merasa sangat bahagia.

Dapat membawa kebahagiaan bagi seseorang itu sendiri merupakan kebahagiaan.

Aku bahagia telah menemukan sisi diriku yang seperti itu, dan gadis yang mengajariku perasaan itu menjadi keberadaan yang spesial bagiku.

Mungkin cara pikirku sederhana.

Tapi tidak diragukan lagi, senyum itu berhasil merubahku.


Tapi aku akan menghapus semua ingatan ini.

Aku akan menghapus perasaan yang baru kutemukan ini.


Aku pikir ini terlalu kejam. Aku pikir tidaklah perlu menghadapi halangan semacam itu di saat-saat terakhir. Aku pikir tidak berperasaan membuatku menghancurkan hal itu dengan tanganku sendiri.

Tapi meskipun begitu, aku sudah memilih.

Aku sudah memilih sejak lama.

Maksudku, bahkan perasaan bersalah ini akan segera dihapuskan oleh ‘rejecting Classroom’ kan?

“Maria, bisakah kau mengabulkan sebuah permintaanku?”

Jadi cuma ingin seseorang mendorongku sedikit saat aku ragu-ragu.

“Katakan.”

“Kau pasti tahu apa yang akan kulakukan sekarang.”

“Yeah, karena aku telah mengamatimu lebih lama dari siapapun di dunia ini.”

“Apa yang akan kulakukan sekarang? Aku cuma ingin kau mengatakannya padaku.”

Maria mengangguk dengan ekspresi serius. Tidak salah lagi, dia tahu pasti kenapa aku memintanya melakukan itu.

“Kau akan menghancurkannya!”

Tapi Maria tidak memperhalus kata-katanya.

“Kau akan menghancurkan ‘harapan’ bodoh seseorang untuk ‘harapan’ mu sendiri! Itu adalah satu-satunya hal yang tidak akan kau tinggalkan dalam keadaan apapun, Kazuki.”

Yeah. Aku yakin kalau aku benar.

“Karenanya, kau akan --- menghancurkan ‘kotak’ itu.”

Aku mengangguk pada kata-kata Maria.

Aku menggunakan seluruh lengan kiriku untuk menghapus air mataku.

“Kau benar.”

Aku berdiri di depan tembok.

Tembok abu-abu yang mengelilingi kami ini tipis, dan seolah terbuat dari kertas. ‘kotak’ ini sudah tidak memiliki kekuatan. Ia hanya mengurung ingatanku dan menjaganya agar tidak menghilang untuk sebentar lagi saja.

Aku ingin berbalik dan memastikan ekspresi Kasumi.

Tapi aku merasa aku tidak boleh melakukannya.

Aku mengangkat tangan kananku tinggi-tinggi.

Untuk menghancurkan ‘kotak’, ‘harapan’ Kasumi dan ingatanku sendiri.

“Terima kasih. Pada akhirnya memang kaulah yang menyelamatkanku, Kazu-kun.”

Tolong hentikan!

Kau tidak punya alasan untuk berterimakasih padaku. Aku cuma penghancur. Aku cuma menginjak-injak ‘permintaan’ mu yang salah.

Maaf.

Tolong maafkan aku karena tidak bisa menyelamatkanmu.

Jadi aku menghiraukan suaranya.

Tapi, terima kasih.

Karena kau tersenyum di akhir, aku akhirnya bisa percaya pada diriku sendiri.

“UAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAH!”

Aku berteriak sekeras-kerasnya dan menghancurkan tembok itu sekuat mungkin.

Dengan suara yang keras, tembok itu hancur dengan mudah, seperti kaca.

Aku bisa melihat diriku dan Kasumi pada salah satu pecahan.

Kami tersenyum bahagia satu sama lain.

Pecahan itu jatuh ke tanah, pecah, dan tercerai berai menjadi debu.

Cahaya putih mulai bersinar dari luar. Semakin banyak tembok yang runtuh, semakin banyak kegelapan yang dirusak cahaya.

Semuanya terwarnai berkali-kali dan menghilang kecuali kami.

Begitu terang; aku tidak bisa melihat apapun.

Tapi dengan-sangat-kejam, Kasumi ada di sana. Kasumi yang asli secara jelas ada di sana.

Kasumi tergeletak di jalan, tubuhnya miring. Dia berlumuran darah. Pemandangan itu terlihat sangat menyakitkan sampai aku ingin mengalihkan pandanganku.

Tapi Kasumi tersenyum. Dia tersenyum sekuat tenaga untukku.

Mulutnya terbuka.

“Selamat tinggal.”


Dan kami terbungkus dalam cahaya putih bersih dan menghilang.

Cahaya putih itu memasukki tubuhku. Cahaya itu mencari celah-celah dan dengan paksa melewatinya, mewarnaiku putih di dalam, darah, jantung, dan otakku. Cahaya putih itu bahkan memasuki ingatanku dan mewarnainya putih.

Tidak peduli apakah itu ingatan palsu namun berharga milikku, perasaan yang kualami, kata-kata yang baru saling kami katakan—

Semuanya terhapus dan menghilang dalam warna putih.

Semuanya terhapus dan menghilang dalam warna putih.

Semuanya terhapus dan menghilang dalam warna putih—



Mundur ke Ke-27,755 kali Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Pertama kali