Infinite Stratos (Indonesia):Jilid 2 Bab 3

From Baka-Tsuki
Revision as of 12:23, 4 June 2014 by Chaotic Run (talk | contribs) (Created page with "==Bab 3: ''Blue Days/Red Switch''== "Jadi alasan mengapa Ichika gak bisa mengalahkan Alcott-san dan Rin-san itu sebagian besar karena kau belum terlalu mengerti nuansa dari s...")
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Bab 3: Blue Days/Red Switch[edit]

"Jadi alasan mengapa Ichika gak bisa mengalahkan Alcott-san dan Rin-san itu sebagian besar karena kau belum terlalu mengerti nuansa dari senjata jarak jauh."

"Be, begitukah? Kukira aku sudah mengerti..."

Sudah hari kelima sejak Charles datang kesini, dan sekarang hari Sabtu. Di Akademi IS, Sabtu pagi dipakai untuk pelajaran teori, dan pada saat sorenya bebas. Karena semua arena bebas untuk digunakan pada hari Sabtu, hampir semua siswa akan menggunakan waktu ini untuk latihan. Aku salah satu dari mereka juga, sambil Charles dan aku melakukan beberapa gerakan dengan masing-masing dan sambil dia mengajariku tentang pertarungan IS.

"Mm-yeah, mungkin kedengarannya seperti aku menggunakan pengetahuan setengah matang, tapi saat kau bertarung melawanku, kau hampir gak bisa mengurangi jarak, 'kan?"

"Um…itu betul, bahkan [Ignition Boost] ketahuan juga..."

"Itu karena IS milik Ichika cuma bisa bertarung di jarak dekat, jadi kalau kau meremehkan kemampuan dari senjata jarak jauh, kau tak akan pernah menang di pertarungan. Dan juga, ignition boost-nya Ichika itu bergerak dalam garis lurus, jadi walaupun aku tidak bisa bereaksi dengan cepat, aku bisa menggunakan arah lintasan itu untuk menebak seranganmu."

"Serangan yang lurus ya...hm."

"Ah, tapi kau sebaiknya gak usah mencoba mengubah arah lintasannya dengan paksa. Hambatan atau tekanan udaranya akan mengakibatkan beban tambahan pada mesin, dan dalam skenario terburuknya, bisa mengakibatkan kepatahan."

"…Jadi begitu."

Aku mendengarkan dengan serius kepada Charles sambil terus menerus menganggukan kepalaku.

Itu karena penjelasan Charles itu sangat mudah untuk dimengerti.

"Jadi seperti, *srek*-- setelah itu, akan ada perasaan seperti *klang!* *Dong dong!*."

"Instingmu pasti bisa mengerti, 'kan? Pakai perasaanmu, perasaan…whaa? Kenapa kau gak mengerti itu, idiot!"

"Saat kau bertahan, bagian kanan dari tubuhmu harus dimiringkan sejauh 5 derajat, dan saat menghindar, kau harus berputar ke arah yang sebaliknya sejauh 20 derajat."

Sejauh ini, ketiga orang itu yang menyebut diri mereka sebagai pelatih hanya bisa memberikan kata-kata sambutan seperti itu. Bagaimanapun juga, aku berada di ujung tanduk, dan sang penyelamat Charles Dunois pun datang. Kenikmatan ini sangatlah menyentuh sampai-sampai aku pun tak bisa menjelaskannya dengan kata. Lebih baiknya lagi adalah aku tak perlu terlalu berpikir kalau sesama cowok.

(Ngomong-ngomong, suit IS itu benar-benar terbuka yah...)

Gak masalah kalau cuma pertarungan biasa, tapi kalau latihan ya hanya latihan. Sejujurnya, mataku akan secara tidak sengaja melihat ke tempat lain, jadi sangatlah susah untuk bergerak.

"Humph, itu karena kau tidak mendengarkan saranku."

"Aku sudah membuatnya sangat gampang untuk dimengerti, tapi kau tetap tak mengerti."

"Apakah kau memiliki ketidakpuasan terhadap penjelasanku yang jelas dan terperinci ini?"

Huh…dan ketiga orang yang disebut-sebut sebagai pelatih personalku itu sedang menggumam dibelakangku.

Persis seperti yang baru saja aku bilang. Arena-arena benar-benar terbuka pada Sabtu sore, jadi di arena ketiga ini, ada banyak sekali siswa yang sedang belajar dengan serius. Tetapi, sepertinya karena hanya ada dua cowok dan dua-duanya latihan disini, ada lebih banyak orang yang ingin menggunakan arena ketiga ini sampai-sampai arenanya seperti mau meluap. Sekarang, banyak kelompok-kelompok lain yang menabrak satu sama lain atau terkena peluru nyasar. Itu pasti sulit. Sejauh ini, aku sudah menabrak orang lain tiga kali.

"Bukankah [Byakushiki] milik Ichika punya equalizer?"

Oh, Charles-sensei mulai ngomong, dan aku harus mendengarkan. Mungkin sepertinya karena sebagai cowok, jauh lebih mudah bagiku untuk mengerti cowok lain, jadi sekarang, aku persis seperti spons yang bisa menghisap air dengan mudah.

"Oh yeah, aku sudah menanyakan yang lain untuk mengeceknya beberapa kali, tapi sepertinya benar-benar tidak ada lagi slot ekspansi lain, jadi semuanya bilang padaku bahwa sudah tidak mungkin lagi untuk ditambahkan."

"Ini cuma tebakanku saja, tapi semua kapasitas yang ada itu terpakai dalam one-off ability."

"Apa maksudmu dengan one-off ability?"

"Seperti yang sudah dijelaskan oleh namanya, itu adalah kemampuan 'sekali pakai', dan itu adalah suatu kemampuan yang terjadi secara alami saat pilot IS dalam keadaan sinergis yang maksimum dengan mesinnya."

Dari bagaimana ia akan menjelaskannya dengan sangat fasih, aku bisa tahu seberapa menakjubkannya Charles itu.

"Tapi biasannya, kemampuan itu hanya muncul di fase kedua. Meski begitu, karena ada banyak sekali mesin yang belum menemukan kekuatan seperti itu, ada IS generasi ke-3 yang mengizinkan beberapa penggunanya untuk menggunakan sebuah kemampuan unik. [Blue Tears] milik Alcott-san dan [Impact Cannon] milik Rin-san juga begitu."

"Ternyata begitu. Jadi titik keunikan [Byakushiki] adalah [Reiraku Byakuya], 'kan?"

Selama dia menyerang sesuatu yang mempunyai sumber energi, dia bisa meniadakannya dan menghancurkannya--itulah serangan terkuat dari [Byakushiki], tetapi, dengan menyalakannya dia akan mengurangi shield dan energinya sendiri dengan cepat. Hal itu bisa dijelaskan bagaikan sebuah senjata terkutuk, sebuah pedang bermata dua.

"[Byakushiki] benar-benar memiliki kemampuan seperti itu meskipun baru di shift pertama, dan hanya itu saja sudah sedikit tidak normal karena tidak ada yang seperti itu sebelum-sebelumnya. Dan kemampuannya bahkan mirip dengan generasi pertama [Brunhilde]-- milik Orimura-sensei, 'kan?"

Itu sepertinya memang sama. Senjata Chifuyu-nee itu sama dengan milikku, dan bahkan desain IS-nya saja sama. Hal itu benar-benar susah untuk dijelaskan.

"Tapi tidak bisakah itu dijelaskan karena kami adalah saudara?"

"Itu enggak cukup, aku gak berpikir kalau cuma menjadi saudara saja cukup untuk membuat sebuah alasan. Aku baru saja menyebutkan kalau penting bagi pilot IS untuk memiliki sinergi dengan mesinnya. Jadi mau bagaimanapun kita mencoba membesar-besarkannya, itu masih tidak cukup untuk mengakibatkan kejadian seperti ini.

"Benarkah? Tapi bagaimanapun juga, kita masih gak menemukan sebuah jawaban bahkan setelah berpikir begitu lama, jadi ayo kita lupakan saja dulu."

"Hm, betul sekali. Kalau begitu, ayo latihan menembak! Nih, ini buatmu."

Setelah Charles bilang begitu, dia memberiku assault rifle 0,55 kaliber [Vent].

"Huh? Bukannya kita tidak boleh menggunakan senjata orang lain?"

"Biasanya sih, tapi kalau pemiliknya membukanya, semua orang bisa menggunakannya selama mereka teregistrasi. Hm, sekarang, aku memperbolehkan Ichika untuk menggunakannya dengan [Byakushiki]. Coba kau menembak."

Ini pertama kalinya aku memegang senapan, dan aku pun merasakannya sangat berat. Tapi karena IS punya field energi, pada umumnya, aku seharusnya tidak bisa merasakan berat itu. Ini pertama kalinya aku memegang senapan, jadi sepertinya, itulah alasan kenapa ada perasaan dari mental.

"Aku, aku cuma perlu untuk memegangnya seperti ini, 'kan?"

"Coba kulihat…tutup ketiakmu dan gerakkan tangan kirimu kesini, mengerti?"

Charles pun ke belakangku, dan meskipun ada perbedaan di tinggi kami, dia menggunakan fitur mengambang dari IS untuk memandu tanganku dengan lincah.

"Dan karena ini adalah senapan, bakalan ada banyak rekoil, tapi IS akan meniadakannya hampir sepenuhnya, jadi kau jangan khawatir. Bisakah kau melakukan connection detection?"

"Yang kau maksud adalah tentang pilihan itu saat menggunakan senapan, 'kan? Aku sedang mencari-carinya baru saja tadi, tapi aku gak menemukannya."

Karena aku menembak dalam kecepatan tinggi, aku pastinya butuh sensor super yang hi-grade. Itu juga sudah termasuk sensor untuk mendeteksi kalau musuh dalam jarak tembak untuk dideteksi oleh pilot IS. Senjata dan sensornya harus saling terhubung, tapi sejak awal, [Byakushiki] tidak memiliki pilihan seperti itu.

"Hm--bahkan meski dia adalah mesin jarak dekat, biasanya, harusnya ada setidaknya satu..."

"Kurasa ini adalah mesin yang cacat."

"Mungkin dia adalah petarung jenis 100% jarak dekat. Kalau begitu, mau bagaimana lagi. Kau bisa gunakan matamu saja untuk membidik."

Ohh, kenapa aku benar-benar memiliki kondisi yang kurang menguntungkan saat menembak untuk pertama kalinya. Tapi tidak ada gunanya kalau mengeluh sekarang. Bagaimanapun juga, ayo menembak dulu.

"Aku akan menembak kalau begitu."

"Yah, kurasa setelah kau menembak, kau akan merasakannya sedikit berbeda."

Aku tak akan merasakan perasaannya kalau aku gak mencobanya sendiri, jadi apa yang Charles bilang pasti benar. Bagaimanapun juga, aku mengambil napas dalam-dalam dan mengeluarkan tenagaku di pelatuknya.

*BAM!*

"WOAH!"

Ledakan dari senapan ini terlalu keras, dan itu mengagetkanku. Jadi aku bisa mendengar suara sekeras itu bahkan saat sedang menembak?

"Gimana rasanya?"

"Ah, ahh, aku gak tahu. Hal pertama yang ada di pikiranku adalah 'cepat'."

Aku tahu kalau kecepatan peluru itu sangat cepat, tapi setelah menembakannya, hal ini menjadi lebih jelas.

"A-Aku mengerti."

Lagipula, tubuhku terkena rekoilnya—meskipun hampir seluruh tenaga rekoilnya dihilangkan, dan ini adalah pertama kalinya aku merasakan perasaan yang berbeda dari pedang, jadi jantungku mulai berdetak sangat kencang.

"Betul sekali. Itu cepat. Meskipun [Ignition Boost]-nya Ichika juga cepat, peluru itu lebih kecil ukurannya, jadi kecepatannya bertambah dalam waktu yang lebih cepat. Karenanya, kalau musuh berhasil memperkirakan arah lintasanmu, akan sangat mudah untuk mengenaimu, dan bahkan kalaupun dia tidak berhasil, dia masih bisa menekan musuhnya. Sudah betul kok untuk Ichika untuk memiliki mindset untuk menyerang, tapi kau tetap harus memiliki rem di hatimu."

"Jadi itulah kenapa jarakku dan musuhku selalu berjauhan dan musuhku pun mulai menyerangku duluan…"

"Mn."

…Jadi begitu. Jadi itu alasannya? Kecuali Houki, yang spesialisasinya di jarak dekat, pantas saja setiap kali aku melawan Rin atau Cecilia, aku selalu berakhir menjadi yang diserang terus…aku mengerti. Aku akhirnya bisa mengerti sekarang.

"Aku sudah jelaskan berkali-kali kalau emang kayak gitu...!"

"Jadi kau bahkan gak tahu itu? Huh, betapa idiotnya kau."

"Aku hampir pengen bilang kalau kau itu hampir mengerti. Kenapa kau malah milih untuk bertarung kayak gitu saat kau sebenarnya lagi meremehkan diri sendiri?"

Ahh, ada apa nih? Aku sepertinya membuat beberapa orang memutar matanya ke arahku saat mereka sedang bilang itu padaku—hm, obrolan itu penting, jadi kita harus berbicara lebih lagi agar lebih mengerti satu sama lain. Karena kita tidak mengerti satu sama lainlah kenapa kita jadi sering salah pengertian dalam beberapa aspek yang berbeda.

"Ah, silahkan lanjut. Tidak apa-apa kalau mau menggunakan satu magasin."

"Okay, trims."

Setelah menenangkan diriku lebih lagi daripada sebelumnya, aku pun menembakkan 2-3 peluru. Aku merasakan dorongannya menyebar melalui bahuku lalu ke seluruh tubuhku sambil aku terus memikirkan bagaimana caranya untuk mengurangi jarak dengan musuhku.

"Ngomong-ngomong, apakah IS milik Charles itu [Revive]?"

"Mn, benar. Ah, tanganmu terbuka. Tutup ketiakmu dengan rapat lagi."

"Be, begitukah…kayak gini?"

"Ok! Dan juga, coba biarkan alat pembidik dari senapan itu berada di depan matamu. Kau gak akan bisa menembak dengan tepat kalau kau memiringkan kepalamu!"

Aku terus menerima ajaran darinya saat aku pun menanyakan sesuatu yang sudah kupikir-pikir dari tadi.

"Soal IS itu, dia kelihatannya sangat berbeda daripada yang digunakan oleh Yamada-sensei. Apakah mereka benar-benar model yang sama?"

IS [Raphael Revive] (biasanya dipanggil Revive) yang digunakan Yamada-sensei memiliki 4 jet pendorong multi-directional berwarna biru gelap di bagian luarnya. Kebalikannya, IS Charles berbeda dalam warna dan desain. Pasangan jet pendorong di belakang IS milik Charles terlihat seperti 2 pasang sayap yang terbagi ditengah, yang menambah kemampuan bergerak dan akselerasi. Juga, armor-nya sedikit dimodifikasi daripada mesin milik Yamada-sensei. Dalam hal kotak senjata, dia sepertinya memiliki sebuah kotak yang sangat besar dibelakangnya dengan sebuah jet pendorong yang kecil. Hal itu sepertinya digunakan untuk mempertahankan keseimbangan. Namun, perbedaan terbesarnya dibandingkan semua ini adalah 4 balok shield fisik yang terpasang di kedua bahu telah dilepaskan. Yang menggantikan mereka adalah shield sebesar tangan di bahu kiri dan sebuah pendingin eksterior di bahu kanan untuk mencegah adanya gangguan saat menembak.

"Oh, itu karena dia sudah disesuaikan untukku, jadi banyak hal sudah dimodifikasi. Nama asli kesayanganku ini adalah [Raphael-Revive Custom II]. Fungsionalitasnya sudah digandakan setelah melepaskan beberapa bagian dari peralatan awal."

"Digandakan? Keren sekali…Aku benar-benar berharap kau bisa membaginya untukku."

"Hahaha, aku sih mau saja memberimu satu. Karena dia dibuat dengan khusus, sekarang, dia punya sekitar 20 equalizer.

"Wow—itu rasanya agak seperti gudang senjata."

Faktanya, karena mereka semua adalah senjata yang di spesialisasikan untuk IS, hal itu bukanlah sesuatu yang bisa dijelaskan dengan kata 'agak'…yang kubilang tadi itu sama sekali tidak berlebihan. Daya serangnya pada dasarnya sama dengan 10 tank…atau bahkan, ratusan tank.

Namun, Cecilia dan Rin hanya memiliki sekitar 5 slot peralatan IS, atau paling banyak 8. Itu karena sangat tidak mungkin untuk menggunakan semua senjata yang disimpan. Lebih pentingnya lagi, dengan mempertimbangkan waktu yang dibutuhkan untuk memanggil sebuah senjata, tidak ada gunanya untuk punya lebih.

Dan mesin buatan khusus milik dia itu seharusnya juga dibuat dengan mempertimbangkan hal-hal itu, jadi mungkin Charles punya kemampuan yang unik?

"Huh, liat itu tuh..."

"Gak mungkin, itu 'kan model generasi ke-3 Jerman."

"Kudengar dia masih dalam fase pengetesan di negara mereka..."

Arenanya pun tiba-tiba mulai berisik. Aku baru saja menghabiskan sebuah magasin berisi 16 peluru, jadi akupun berputar untuk melihat kearah yang dilihat semua orang.

"..."

Yang berdiri disana adalah siswa transfer yang lain, kandidat perwakilan Jerman, Laura Bodewig.

Sejak saat dia pindah pertama kali, dia tidak pernah berinteraksi dengan orang lain di kelas, apalagi berbicara sepatah kata. Dia adalah cewek yang kesepian dan sombong.

Sebagai catatan, aku juga belum pernah ngobrol dengan dia. Itu karena dia menamparku tanpa alasan, jadi aku gak begitu tahu bagaimana caranya untuk ngobrol dengannya...u--yeah, bagaimana kalau dengan senyuman?

"Hey."

Sebuah suara pun terdengar dari channel komunikasi IS. Persis seperti saat aku mendengarkannya saat pertama kali, aku tak akan pernah melupakan suara itu. Itu suara Laura sendiri.


"…Apa."

Walaupun aku gak benar-benar pengen menjawabnya, aku gak bisa hanya mengabaikannya saja. Setelah aku menjawabnya dengan santai, Laura terus berbicara sambil dia meluncur kebawah.

"Sepertinya kau memiliki IS personal. Kalau itu yang terjadi, simpel. Lawan aku."

Apa yang dibilang orang ini? Apakah dia suka bertarung?

"Gak. Aku gak punya alasan untuk melawanmu."

"Kau sih tidak, aku punya."

Ahh, jadi begitu--Jerman, Chifuyu-nee. Aku bisa menghubungkan kedua kejadian ini bersama-sama untuk mengingat satu hal. Hal itu adalah babak final dari Mondo Grosso ke-2.

Itu adalah ingatan yang aku sendiri tidak ingin mengingatnya, tapi itu tertanam dalam-dalam denganku.

--Sederhananya, pada hari babak final, aku diculik oleh sebuah organisasi misterius. Organisasi misterius ini--bahkan ini 'kan bukan sebuah nama di skrip…jelek amat. Tapi, mereka benar-benar misterius sampai-sampai gak ada cara lain untuk menjelaskan mereka, dan karena mereka adalah organisasi misterius, kuanggap tidak apa-apa untuk menjelaskan mereka dengan seperti itu.

Gak ada yang tahu mengapa mereka melakukan itu. Bagaimanapun juga, aku diculik dan dikurung dalam suatu tempat yang sangat gelap. Karena sekelilingku sangatlah gelap, aku kehilangan seluruh inderaku untuk beberapa waktu, tapi setelah beberapa saat kemudian, ruangan itu tiba-tiba bergetar karena ada tekanan, dan setelah temboknya runtuh, apa yang terlihat dibawah cahaya yang menyeruak masuk itu adalah Chifuyu-nee dalam sebuah IS. Sepertinya dia mendapatkan pemberitahuan dari arena babak final dan langsung terbang kesini.

Benar sekali. Saat itu, aku tak bisa melupakan bagaimana penampilan Chifuyu-nee. Lembut, sangat kuat, dan cantik.

Karenanya, babak final berakhir dengan Chifuyu-nee yang kalah mutlak. Dia tidak berhasil untuk menyelesaikan kemenangan keduanya, dan karena semua orang percaya kalau Chifuyu-nee bakalan menang, pilihannya untuk mengundurkan diri benar-benar mengagetkan.

Walaupun faktanya adalah aku diculik, pada saat itu, militer Jerman berhasil mendapatkan informasi melalui taktik pengintaian mereka yang unik. Dan lalu, sebagai syaratnya, Jerman mendapatkan 'kompensasi' karena telah memberikan informasi untuk menyelamatkanku. Setelah turnamen, Chifuyu-nee menjadi seorang instruktur selama setahun.

Setelah itu, dia menghilang selama beberapa waktu dan tiba-tiba muncul lagi sebelum menjadi instruktur Akademi IS.

"Kalau bukan karena keberadaanmu, instruktur pasti memenangkan kejuaraan itu dengan mudah, jadi aku tidak akan pernah, sama sekali, setuju dengan adanya kau."

…Dan itulah sepertinya yang terjadi. Sebagai murid Chifuyu-nee, Laura pasti benar-benar memuja-muja kekuatannya. Itulah kenapa Laura membenciku karena menghancurkan rekor sempurna, tak terkalahkannya Chifuyu-nee. Yah, kupikir aku bisa mengerti perasaannya, karena aku juga begitu. Sejujurnya, aku gak bisa memaafkan diriku sendiri karena sangat lemah pada hari itu.

Tetapi, saat itu beda dengan situasinya sekarang, dan itu bukanlah alasan yang cukup bagiku untuk melawan Laura. Setidaknya, aku gak mau bertarung.

"Mungkin lain kali."

"Humph, karena itulah yang terjadi. Akan kubuat kau bertarung melawanku."

Setelah dia bilang begitu, Laura mengubah IS hitamnya ke mode bertarung. Pada saat itu, misil besar yang terpasang di lengan kirinya tiba-tiba ditembakkan.

*BAM!*

"Tiba-tiba memulai pertarungan di tempat yang begitu sempit. Orang-orang Jerman benar-benar berkepala panas, huh? Jadi apakah bir-bir dan otak-otak kalian sama-sama panas?"

"Kau..."

Tiba-tiba ikut-ikutan, Charles menggunakan shield-nya untuk memantulkan peluru dan mengacungkan sub-machine gun .61 [Garm] di tangan kanannya pada Laura.

"Aku gak habis pikir bagaimana bisa IS Perancis generasi kedua ini yang menghalangi jalanku."

"Dia mungkin lebih gesit daripada model generasi ketiga Jerman-mu yang masih belum bisa di produksi masal."

Mereka memelototi satu sama lain dengan dingin. Walaupun aku kaget karena Charles ikut-ikutan, aku lebih kagum soal dia yang berhasil memanggil perlengkapannya dengan cepat sekali.

Dia berhasil memanggil senjatanya dengan langsung dalam 1-2 detik dan bahkan sudah membidik musuhnya. Aku mengerti, apakah karena itu dia bisa memiliki equalizer yang sangat banyak? Dia mungkin bisa memilih senjata yang paling cocok untuk digunakan meskipun dia tidak memanggilnya dan mengisi ulang peluru dalam waktu yang bersamaan. Dengan kata lain, dia punya kelebihan yang luar biasa di pertarungan ketahanan, dan bahkan bisa menukar senjatanya untuk membalas serangan msuhnya.

Aku akhirnya mengerti kenapa Charles adalah seorang kandidat perwakilan dan mengapa mesin miliknya adalah mesin buatan khusus.

"Kalian siswa-siswa disana! Ngapain kalian! Sebutkan tahun, kelas dan nomer register!"

Siaran audio pun terdengar. Sepertinya, guru yang sedang bertugas sedang berlari kesini.

"...Humph. Aku akan mundur untuk hari ini."

Mungkin keantusiasannya berkurang karena seseorang mengganggunya, Laura pun meninggalkan mode bertarungnya dengan santai dan meninggalkan arena melalui gerbang, walau pasti guru yang sangat marah yang berdiri di sana, setelah melihat sifat Laura itu, bakalan pura-pura gak melihatnya.

"Kau baik-baik saja, Ichika?"

"Oh, yeah, aku gak kenapa-napa. Makasih."

Ekspresi tajam yang tampak di wajah Charles saat dia melawan Laura beberapa detik yang lalu pun menghilang, dan sekarang, dia terlihat perhatian saat dia memperhatikanku.

"Segitu saja untuk latihan hari ini. Sekarang sudah lewat jam 4, dan lagipula arenanya mau tutup sebentar lagi."

"Ah, bagus. Oh ya, terima kasih soal senjatamu. Aku dapat beberapa pelajaran sekarang."

"Bagus kalau begitu."

Dia tersenyum lagi. Meskipun kurangnya mindset bertahan di dirinya itu sering mengakibatkanku merasa cemas, masalahnya selalu adalah apa yang bakalan terjadi karenanya.

"Huh…kita akan kembali setelah kau ganti baju."

Benar sekali. Hal ini selalu terjadi. Setelah latihan praktek IS, Charles gak pernah ganti baju denganku… bukannya dia tidak mau , tapi dia gak pernah ganti baju denganku setelah latihan praktek. Satu-satunya waktu dimana dia ganti baju denganku adalah saat hari pertama dia pindah kesini. Setelah itu, dia entah sudah ganti ke suit IS sejak awal atau pergi ganti duluan dan ganti baju leboh cepat daripadaku.

Dan yang lebih anehnya lagi adalah Charles, yang membantuku dengan sungguh-sungguh saat latihan praktek, akan jadi sangat kaku saat kami kembali ke ruangan kami—

"Hu—itu menyegarkan…ah, kau boleh pake showernya."

"I-Ichika, kenapa kau gak pake baju?"

"Emang. Aku cuma pake celana pendek."

"Uu, kau harus pake sesuatu di bagian atas. Dan, dan juga, keringkan rambutmu."

"Ahh, ga usah repot-repot."

"Kau, kau harus. Ichika harus berpakaian yang benar!"

"Kita 'kan sama-sama cowok, jadi gak masalah! Ngomong-ngomong, Charles, kau selalu berpakaian dengan baik sebelum kemana-mana. Yah, kau gak usah terlalu cemas soal aku."

"I-Ichika! Kau harusnya lebih mikirin orang lain! Ahh cukup! Aku tinggalkan saja kau!"

--Kami sudah biasa ngobrol seperti itu. Aku gak terlalu tahu kenapa, tapi Charles akan mulai mengomel padaku saat kami sendirian. Lebih kayak 'dia menyuruhku pergi setelah gak tahan lagi'.

Hm, jadi Charles itu tipe ibu-ibu tukang ngomel? Aku gak terlalu ngerti orang-orang tua itu bagaimana, jadi aku cuma coba membayangkannya dari apa yang dibilang Gotanda. Kata-kata yang di bilang Charles itu seharusnya dibilang oleh ibu-ibu, 'kan?

Lebih baik kita gausah ngobrolin tentang itu…karena kita adalah teman sekamar, dan sama-sama cowok, kita harusnya memakai kesempatan ini untuk membangun hubungan satu-sama lain. Baiklah, saatnya meyakinkan dia.

"Kita harusnya ganti baju bareng sekali-sekali."

"Enggak, enggak."

"Jangan gak pedulian gitu dong."

"Bukannya aku gak pedulian, kenapa kau mau ganti baju bareng aku, Ichika?"

"Yah, kalau gitu kenapa Charles gak mau ganti baju denganku?"

Walaupun gak berkelas banget kalau menjawab pertanayaan dengan pertanyaan, aku harus lebih tegas biar bisa menghadapi Charles. Itulah yang kupelajari selama beberapa hari ini, jadi pasti gak masalah.

"Kenapa…itu, itu karena, aku akan merasa canggung…"

Temanku ini benar-benar aneh. Walaupun Charles sendiri terlihat kurus, dia juga kelihatan seperti melatih tubuhnya. Kalau itulah yang terjadi, apa yang membuatnya malu?

"Gak akan ada masalah lagi kalau kau sudah terbiasa. Ayolah, ayo ganti baju bareng."

"Enggak, itu, itu..."

Mungkin dia masih memikirikan alasan lain sambil melihat ke sekelilingnya—baiklah, waktunya memberikan dia dorongan.

"Hey, Charles--"

WAH!

"Okay, okay, cepetan ganti baju. Kau gak akan punya teman kalau gak tau caranya menahan diri."

Aku pun dicekik di leher dari belakang. Wah, cekikan ini membunuhku! Lepasin, Rin! RIN!

"Ah, ahem…kalau kau mau mencari seseorang buat ganti baju bareng, yah, aku gak terlalu mau sih, Tapi mau gimana lagi. Aku, aku bisa ganti baju denganmu—"

"Kita juga mau ganti baju, Cecilia. Cepetan kesini."

"Houki, Houki-san! Jangan menarik leherku—Aku, aku ngerti! Aku akan kesana! Okay okay okay! Aku akan ganti baju di ruang ganti perempuan dengan patuh!"

Persis saat Cecilia mau membalas omonganku, Houki menarik leher belakangnya dengan paksa dan menariknya kembali ke ruang ganti perempuan…apa? Emangnya kemampuan kayak gitu diperlukan untuk menjadi teman masa kecil?

(Ngomong-ngomong, cewek-cewek ini sudah memanggil masing-masing dengan nama[1]nya sejak siapa yang tahu.)

Meskipun sepertinya mereka gak pernah ketemuan empat mata, kupikir itu pasti karena mereka sudah bersama-sama untuk beberapa waktu. Sepertinya mereka bisa memanggil masing-masing dengan nama depannya sekarang.

Aku ngerti, ini karena itu, 'kan? Berantem di pinggir sungai sampai matahari tenggelam—terus mulai baikan? Hal-hal kayak 'Kau baik', 'kau juga', 'kan? Tunggu. Kalau itulah yang terjadi, bukannya artinya mereka harus berantem dulu? Gak boleh, aku gak setuju dengan kekerasan.

"Rin."

"Apa?"

"Aku gak setuju sama kekerasan."

"INI NIH KEKERASAN!"

Dasar gak sopan. Memukulku di kepala seperti itu, aku 'kan baru saja bilang aku gak setuju dengan kekerasan!

"Siapa suruh bilang gak setuju bahkan sebelum aku memukulmu, idiot."

Bagaimanapun juga, aku gak mau dipukuli terus-terusan. Arenanya sudah mau tutup. Sebaiknya aku pergi ganti baju sekarang.

"Aku akan pergi kalau gitu."

"Ah, okay."

Setelah bilang itu kepada Charles, aku berjalan menuju gerbang. Karena aku sudah terbiasa untuk berakselerasi dan mengerem tiba-tiba, kontrol IS-ku sekarang sudah sedikit lebih halus.

"Tapi ngomong-ngomong, tempat ini benar-benar megah."

Di ruang ganti yang kosong, sudah terdapat 50 loker, dan ruangannya secara natural selebar yang terlihat. Aku pun mengubah kembali [Byakushiki] ke mode standby sambil terduduk di kursi dan melepaskan suit IS.

"Haah—aku bener-bener mau mandi..."

Walaupun suit-nya bisa benar-benar menyerap keringat, dia tidak mengubah fakta kalau aku berkeringat, jadi kalau boleh jujur, aku benar-benar mau merelaksasikan tubuh dan jiwaku. Menurut rumor, karena ada 2 cowok di sekolah ini sekarang, sepertinya Yamada-sensei sedang mengubah jadwal penggunaan onsen[2]. Terima kasih banyak.

"Baiklah, aku sudah selesai ganti baju."

Gampang sekali buat cowok untuk ganti baju, aku akan selesai setelah aku memikirkan sesuatu.

"Permisi, apakah Orimura-kun dan Dunois-kun di dalam?"

"Ada apa? Huh, cuma Orimura yang di dalam."

Aku mendengar panggilan dari seseorang dari luar. Pemilik suaranya pasti Yamada-sensei. Panjang umur dia[3].

"Boleh aku masuk—? Apakah kau sedang ganti baju—?"

Kenapa suara terdengar seperti tak berujung kalau sedang memanggil seseorang di kejauahan? Benar-benar gak bisa dijelaskan…tapi hal itu terjadi padaku juga.

"Ah, gak apa-apa. Aku sudah selesai ganti baju, jadi silahkan masuk."

Pintunya pun menderu terbuka, dan Yamada-sensei pun berjalan masuk. Suara dari pembukaan udara bertekanan tinggi itu selalu terdengar keren.

"Bukankah Dunois-kun bersamamu? Kudengar dia sedang latihan bersama Orimura-kun."

"Ah, dia masih di arena. Mungkin dia kembali ke zona kontrol. Ada apa? Kalau benar-benar penting, aku bisa panggilkan dia."

"Ah, bukan hal yang benar-benar penting, jadi tolong beritahukan pesan ini padanya. Dari akhir bulan ini sampai ke depannya, kalian berdua boleh menggunakan onsen. Karena ada masalah menyediakan waktu untuk memperbolehkan kalian untuk menggunakannya, kami memutuskan untuk memperbolehkan kalian untuk menggunakan onsen dua kali seminggu."

"BENERAN NIH!?"

Apa maksudnya ini bukanlah hal yang penting? Ini penting! Akhirnya aku bisa mandi sekarang! Aku sangat tersentuh sampai-sampai aku cuma bisa memegang tangan Yamada-sensei dan bilang,

"AKU SENANG SEKALI, HEBAT SEKALI! TERIMA KASIH YAMADA-SENSEI!"

"Ti-tidak apa-apa kok. Itu 'kan pekerjaanku..."

Mungkin itu benar, tapi sekarang, aku sangat berterima kasih dan dipenuhi dengan emosi sampai-sampai aku benar-benar mau menyatakan terima kasihku.

"Enggak enggak enggak. Itu semua karena usaha Yamada-sensei yang sangat banyak. Terima kasih banyak!"

"Be, benarkah? Karena kau bilangnya seperti itu, aku benar-benar malu, hahaha..."

Pada saat itu, aku baru saja sadar kalau cuma ada kami berdua di ruang ganti, dan aku sedang berpegangan tangan dengan tangan seorang guru perempuan dengan semangatnya—aku harus bilang apa nanti? Aku merasakan keberadaan yang tak menyenangkan yang menunjukkan kalau sesuatu yang buruk akan terjadi.

"...Ichika? Ngapain kau?"

ACK!

…Apa, jadi itu cuma Charles? Phew.

"Ah, enggak. Gak ada apa-apa."

Aku langsung melepaskan tanganku. Mungkin benar-benar memalukan sampai-sampai Charles harus bilang seperti itu padaku. Yamada-sensei pun langsung berbalik badan setelah aku melepaskan tanganku.

"Ichika, aku 'kan sudah bilang untuk balik duluan."

"Oh yeah, kau bilang begitu. Maaf."

Phew, kenapa aku merasa kalau Charles kedengaran benar-benar jengkel? Tapi mukanya biasa saja. Mungkin aku terlalu kepikiran.

"Charles, aku punya berita bagus buatmu. Kita boleh memakai onsen-nya mulai dari akhir bulan ini!"

"Oh."

Karena sudah melepaskan IS-nya, Charles melirik kearahku, yang sangat bersemangat, sambil dia mulai menggosok kepalanya dengan handuk.

Uu—hm, sepertinya dia merasa gak enak badan. 'Kan ini berita yang langka dan baik, tapi reaksinya terlihat bosan. Sepertinya dia gak peduli...

"Ah, itu betul. Aku masih memerlukan Orimura-kun untuk sesuatu. Aku punya beberapa dokumen untuk diisi olehmu, jadi bolehkah kau pergi ke kantor? Karena dokumennya berhubungan dengan registrasi resmi dari [Byakushiki], ada banyak halaman."

"Baiklah—kalau gitu Charles, hal itu akan memakan waktu cukup lama, jadi kau pakai saja kamar mandinya duluan."

"Mn, baiklah."

"Kalau begitu ayo, Yamada-sensei."

Sambil menutup pintu, Charles, yang sendirian di kamar asrama, mendesah. Mungkin dia sudah menahan-nahannya dari tadi sampai sekarang, karena desahan yang dikeluarkannya tanpa sadar itu lebih dalam dari yang dia kira, membuat dirinya sendiri kaget.

(Apa sih yang membuatku frustasi…)

Mengingat kembali sikap yang dia perlihatkan di ruang ganti tadi, dia benar-benar memalukan. Sepertinya Ichika akan lebih terkejut, menyebabkan mood-nya bertambah buruk.

(...Ayo mandi untuk meringankan moodku ini.)

Charles mengambil baju ganti dari lemarinya dan berjalan menuju kamar mandi.

"Hoo—selesai, selesai."

Memang benar tadi ada banyak dokumen, tapi mereka cuma perlu ditandatangani, jadi hal itu tidak memakan waktu selama yang kukira.

Jadi sekarang aku adalah pilot resmi dari [Byakushiki]...hm, tapi itu 'kan cuma di dokumennya saja, jadi seharusnya gak ada perubahan drastis, 'kan?

"Aku kembali—hm, aneh? Charles gak disini."

Setelah memikirkan hal itu, aku pun mendengar suara air di kamar mandi.

(Oh, dia mandi—ngomong-ngomong, dia pernah bilang kalau kita kehabisan sabun mandi.)

Setelah mengingat apa yang dibilang Charles, aku mengambil sabun mandi yang sudah disiapkan dari lemariku. Karena kupikir aku akan mandi duluan, kupikir akulah yang seharusnya mengisinya kembali saat mandi.

(Hmm—Charles mungkin gak tau mau ngapain. Ayo berikan ini padanya.)

Ruang mandi itu terpisah dengan wastafel dan tempat ganti baju, jadi aku sebaiknya pergi ke tempat ganti baju dan memanggilnya, sepertinya.

Setelah memikirkan itu, aku pun berjalan menuju wastafel.

*Klak*

--*Klak*?

Huh. Aku baru saja mau membuka pintunya, aneh 'kan kalau mendengar suara seperti itu…ah, apakah Charles membuka pintunya juga? Dia pasti sedang mencari sabun mandi.

"Ah, tepat sekali, nih isi ulangnya—"

"I-I-I...chika...?"

"Wha...?"

Seorang 'cewek' yang tidak kukenal berjalan keluar dari kamar mandi.

--Bagaimana aku bisa tahu? Mudah sekali, dia punya payudara.

Rambutnya yang basah itu pirang dan bergelombang serta lembut dan elastis, dan dia punya kaki yang panjang dan indah di tubuh rampingnya. Pinggangnya yang ramping itu juga menunjukkan dada yang lebih besar dari seharusnya.

Rambutnya yang pirang dan matanya yang ungu menunjukkan dengan jelas kalau dia bukan orang Jepang. Mungkin karena itulah dadanya mungkin lebih besar dari pada size C apapun ukurannya. Itu semua benar-benar mencolok. Kulitnya yang sebening kristal itu membawa butir-butiran air, dan mereka terlihat seindah berlian.

Bagaimanapun juga, cewek itu benar-benar telanjang, dan meskipun aku ingin melihat ke arah lain, mataku terus menatapnya tanpa sadar.

"Huh, yah~, itu..."

Aku pun sepertinya menyadari dimana aku pernah bertemu cewek telanjang ini sebelumnya, tapi karena pikiranku sedang kacau, aku gak bisa mengatur pikiranku dengan benar. Biarkan aku mengingatnya lagi, rambut pirang…pirang--?

"KYAHH!!"

Seorang 'cewek' yang tidak kukenal berjalan keluar dari kamar mandi.

*BAM!*

Tiba-tiba kembali sadar, cewek itu menutupi dadanya dengan cepat dan kembali kabur ke dalam kamar mandi.

"..."

"…A-pa..."

Orang yang ada di sisi lain pintu ini gak bilang apa-apa. Sepertinya dia sepertiku, gak tau harus apa.

"A-Aku, aku tinggalin sabun mandinya disini ya..."

"O-Okay..."

Setelah obrolan ini berhenti dengan hasil yang patut dipertanyakan, aku pun menaruh botol sabun itu di depan pintu kamar mandi dan meninggalkan tempat ganti baju.

Huh, ada apaan sih? Logikanya, Charles lah yang seharusnya di dalam kamar mandi--mu, jadi itu tadi Charles?

Ngomong-ngomong, dia memang mirip Charles. Kalau rambutnya yang diikat itu dilepaskan, pasti dia akan terlihat seperti cewek tadi itu. Tapi itu bukan masalah utamanya.

(Tapi 'kan aneh. Kenapa Charles punya dada? Betul sekali, dada--)

Aku gak bisa menghilangkan gambar yang sudah tercetak di mataku.

(Dadanya…cantik)

AKU IDIOT! BUKAN ITU YANG LEBIH PENTING! Enggak, aku gak bisa menyangkalnya.

(Sialan, gak usah mikir macem-macem deh. Diam saja sampai hatimu kembali dingin, dan semuanya akan kembali menjadi mimpi diantara mimpi-mimpi.)

*Klak*...

"!?"

Pintu tempat ganti bajunya terbuka dengan lembut, tapi bagiku, suaranya terdengar lebih keras daripada apapun, membuat tubuhku membeku.

"A-aku sudah selesai..."

"Ba-baiklah."

Suara yang datang dari belakangku itu memang punya Charles. Aku mencoba untuk mengabaikan jantungku yang berdetak begitu cepat sambil memutar badanku.

Seorang cewek sedang berdiri disana.

"..."

"..."

Sepertinya sudah sejam sejak kami berdua jadi begini? Cewek yang di depan mataku ini--atau lebih tepatnya, Charles sendiri--sedang menghadap kearahku sambil kami duduk di kasur, tapi mata kami cuma menatap ragu-ragu sambil waktu terus berjalan.

"Ah--itu..."

Karena belum terjadi apa-apa, aku pun membuka mulutku untuk ngomong, Charles versi cewek pun gemetaran…gausah kaget gitu juga, 'kan...

"Kau mau teh?"

"Huh, okay, boleh deh..."

Kami berdua sepertinya setuju kalau mendingan punya sesuatu untuk diminum saat ngobrol. Pada saat ini, aku sadar inilah pertama kalinya kami punya ide yang sama. Bagaimanapun juga, aku pun merebus air dengan ketel elektrik dan menuangkannya ke teko.

"..."

"..."

Kami berdua pun diam seribu kata sampai tehnya selesai. Tapi mau gimana lagi. Kuharap daun tehnya larut lebih cepat.

"Udah selesai. Nih."

"Oh, makasih--KYAH!!"

Saat tanganku memberikan gelas teh kepadanya, aku menyentuh jarinya, menyebabkan dia jadi tersentak karena kaget. Pada saat itu, aku hampir saja menjatuhkan gelas tehnya ke lantai. Dan saat aku memegang kembali gelasnya, teh di dalamnya pun mendarat di tanganku karena reaksi yang terjadi tadi.

"PANAS PANAS! AIR, AIR!"

Aku pun berlari ke wastafel dan memutar kerannya sampai ujung. Semburan air itu pun mendinginkan kembali tanganku. Setidaknya aku berhasil menyelesaikannya tanpa menyebabkan situasi yang terlalu serius.

"Ma-maaf! Kau gak kenapa-kenapa?"

"Be-begitulah. Aku sudah dinginin dengan air dingin secepatnya. Seharusnya gak akan melepuh."

"Co-coba kulihat…ahh, tanganmu jadi merah. Maaf."

Panik, Charles pun berlari kesebelahku dan menarik tanganku, sambil melihat ke tempat dimana air teh itu membuat tanganku melepuh menyakitkan.

"Aku ambilin es sekarang juga!"

"Tu-tunggu, tunggu bentar. Bisa bahaya kalau kau keluar seperti ini. Aku akan ambil sendiri esnya."

Seperti biasa, Charles memakai jaket olahraga yang rapih dan sopan, tapi mungkin karena identitasnya telah diketahui, dia gak memakai apapun untuk menahan dadanya, dan baju yang dia pakai bakalan menunjukkan bagaimana badannya, jadi siapapun pasti langsung tahu kalau dia punya dada.

"Tapi--"

"Yang lebih penting lagi daripada esnya…itu, gimana caranya aku mau pergi kalau kayak gini…dadamu, mereka tertekan ke badanku..."

"!!!"

Setelah aku menyebutkan hal itu, Charles pun akhirnya menyadari posisinya. Dia langsung lompat dariku bagaikan terbang, sepertinya mau menutupi dadanya sambil dia memeluk badannya sendiri.

"..."

Walaupun samar-samar, Charles benar-benar memberikanku tampang protes yang semua cewek pasti punya.

"Padahal 'kan aku udah mencemaskanmu…Ichika no ecchi[4] ..."

"Kenapa?"

Ngomong apa dia!? Dia memperlakukanku seperti aku ini orang jahat, benar-benar gak masuk akal! Aku sedang di fitnah nih, di fitnah!

Mungkin cuma imajinasiku saja sih, tapi Charles gak cuma memberikan tampang protes, tapi juga ada sedikit tampang malu dan senang yang campur aduk.

...Huh, mungkin aku terlalu kepikiran, tapi ga ada 'kan cowok yang senang setelah disentuh cowok lain?

"Ho…sepertinya udah cukup pendinginannya. Kalo gitu, nih satu gelas lagi."

"Ma, makasih."

Charles menerima gelas tehnya dengan benar kali ini dan mengambil seteguk teh. Setelah aku menghirup tehnya untuk membersihkan tenggorokan, aku pun menanyakan pertanyaan yang sudah kutahan dari tadi.

"Kenapa kau berpakaian seperti cowok?"

"Itu karena…itu…uh…seseorang di keluargaku, dia menyuruhku untuk begitu..."

"Hm? Keluargamu? Maksudmu pemilik Dunois—"

"Ya. Ayahku adalah ketua dari perusahaan itu, dan dialah yang memerintahkanku untuk melakukannya."

...? Untuk berbagai alasan, aku merasa kalau ada yang salah. Sejak dia mulai bercerita, kelihatan sangat jelas kalau Charles punya ingatan yang buruk tentangnya.

"Kau bilang dia memerintahmu…ayahmu? Kenapa dia menyuruhmu untuk—"

"Ichika…yah, aku adalah anak yang enggak sah."

--Aku cuma bisa diam.

Aku cuma seorang cowok umur 15 tahun yang memiliki pengertian yang normal tentang masyarakat, dan aku bahkan gak mengerti apa yang sedang terjadi di seluruh dunia, dan juga tidak tahu apa arti dari kata 'anak yang tidak sah'.

"Aku dipulangkan sekitar 2 tahun lalu, beberapa waktu di sekitar kematian ibuku. Anak buah ayahku datang mencariku dan memintaku untuk melakukan beberapa check-up. Mereka pun langsung menemukan kalau bakat IS-ku sangatlah tinggi, jadi…meskipun tidak resmi, aku dijadikan pilot tes."

Sepertinya semua hal ini adalah hal yang tidak mau disebut-sebut oleh Charles. Meski begitu, dia tetap menceritakannya, jadi aku tetap mendengarkannya tanpa suara.

"Aku cuma pernah bertemu ayahku dua kali, dan cuma pernah berbicara dengannya di dua kali itu. Aku biasanya tinggal di tempat yang lain, dan cuma dipanggil ke rumah utama sekali—dan itu benar-benar mengerikan. Aku dipukuli oleh istrinya yang asli dan di cap sebagai 'anak maling'. Benar-benar menyedihkan…kalau ibuku sudah bilang lebih parah lagi, aku pasti gak tahan."

Hahaha. Walaupun Charles tertawa dengan lembut, suaranya tetaplah kering dan tanpa emosi, dan aku gak bisa menjawab senyumannya. Lagipula, Charles mungkin gak perlu pengaruh dari orangtuanya yang seperti itu, 'kan? Untuk berbagai alasan, aku pun mulai marah, dan harus mengepalkan tinjuku untuk menahan emosi itu.

"Setelah beberapa lama, Dunois Corporation pun menghadapi krisis."

"Huh? Tapi 'kan Perusahaan Dunois memiliki bagian ketiga terbesar di dunia dalam hal produksi masal IS."

"Benar sih, tapi Revive itu masih mesin generasi kedua. Pengembangan IS membutuhkan banyak uang, dan sebagian besar perusahaan baru bisa mengembangkannya setelah diberikan bantuan dari negaranya sendiri. Tapi, Perancis tidak ikut serta dalam 'Ignition Plan' milik Uni Eropa, dan untuk menghadapi krisis ini, mereka harus membuat frame generasi ke-3. Walaupun hal ini diluar dari perhatian pertahanan nasional, tapi buat negara yang gak punya modal yang cukup, mereka akan hancur kalau mereka gak berusaha mendapatkan keuntungan dari awal."

Ngomong-ngomong, aku ingat apa yang dibilang Cecilia tentang pengembangan IS generasi ke-3.

"Sekarang, Uni Eropa punya dorongan dalam memilih Ignition Plan untuk IS generasi ke-3! Sekarang, negara-negara yang ikutan adalah [Blue Tears]-nya negaraku, [Schwarzer]-nya Jerman, dan [Thunderstorm II]-nya Italia. Walaupun Inggris masih memimpin sekarang kalau soal penggunaan praktik, masih ada ketidakstabilan, jadi negara mengirimku ke Akademi IS untuk mengumpulkan data."

Aku ingat kalau dia pernah bilang begitu. Jadi artinya alasan kenapa pindah juga karena itu.

Kembali ke masalah—karenanya, Dunois Corporation memang akhirnya mengembangkan frame generasi ke-3, tapi mereka sudah jauh ketinggalan oleh negara lain dan adalah negara terakhir yang menjual frame generasi kedua. Karenanya, mereka cuma punya data dan waktu yang sangat sedikit, dan gak bisa membuat banyak frame. Karenanya, pemerintah cuma memberikan modal yang sangat sedikit kepada Dunois Corporation. Lalu, situasinya menjadi 'kalau perusahaan gagal di seleksi berikutnya, pemerintah akan memotong pendanaan sepenuhnya dan bahkan menarik kembali hak untuk mengembangkan IS'.

"Aku agak ngerti sih, tapi apa hubungannya dengan kau harus berpakaian seperti cowok?"

"Simpel. Aku juga seharusnya mendapatkan publisitas. Dan juga—"

Charles melihat kearah lain dan berkata dengan nada cemas,

"Kalau aku jadi cowok, bakalan lebih mudah buatku untuk mendekati kasus tidak biasa yang muncul di Jepang. Kalau mungkin, aku akan mengambil IS dan data biometris-nya kembali. Hanya itu saja."

"Jadi maksudmu—"

"Betul sekali. Dia menyuruhku untuk mencuri data [Byakushiki]. Orang itu."

Sambil mendengar apa yang dia bilang, bukannya itu ayah cuma memanfaatkan Charles saja? Dia kebetulan saja mempunyai bakat IS yang tinggi, dan kalau memang itulah yang terjadi, manfaatkanlah dia—rasanya sih seperti itu.

Lalu, Charles seharusnya lebih ngerti ini daripada aku…Jadi begitu, gak aneh dia membicarakan ayahnya seperti seseorang yang tak dikenal. Dia emang bukan ayah, dia cuma orang tak dikenal—itulah caranya memisahkan ayahnya dari kehidupannya.

"Hm, begitulah, tapi karena sekarang sudah ketahuan oleh Ichika, aku pasti akan dipanggil kembali…kalau soal Dunois Corporation, mn…mau mereka bangkrut atau bergabung dengan perusahaan lain, pasti gak sama kayak sekarang lagi, 'kan? Lagipula aku gak peduli."

"..."

"Ah, rasanya lebih enak setelah diomongin. Terima kasih udah mendengarkan! Dan juga, maaf karena udah bohong padamu. Maaf."

Charles pun menunduk dalam-dalam. Sebelum aku menyadarinya, aku pun memegang pundaknya dan memaksanya untuk melihat keatas.

"Emangnya itu baik-baik saja buatmu?"

"Huh...?"

"Emangnya kau gak kenapa-napa karenanya? Pasti enggak, 'kan? Terus kenapa soal para orangtua itu, apakah mereka punya hak untuk mengambil kebebasan seorang anak? Logika itu bener-bener aneh!"

"I-Ichika...?"

Charles memberikan tampang sedikit takut karena gak ngerti ada apa denganku, tapi—ahh sialan, aku gak bisa berhenti ngomong. Itu karena aku pun gak bisa mengendalikan emosiku sendiri sekarang.

"Emang benar kalau anak-anak itu gak akan lahir kalau gak ada orangtua. Tapi tetap saja, itu bukan berarti mereka boleh melakukan apa saja pada mereka. Itu 'kan benar-benar aneh! Semua orang punya hak untuk memilih bagaimana dia hidup, DAN ITU BUKANLAH SESUATU YANG BAHKAN ORANGTUA BOLEH IKUT CAMPUR!"

Sambil aku terus berbicara, aku pun menyadari—jadi begitu, aku bukan lagi membicarakan Charles. Aku lagi membicarakan diriku sendiri, 'kan? Lalu, setelah memikirkan lagi Chifuyu-nee yang sudah bekerja begitu keras, aku pun punya lebih banyak alasan untuk tidak menahan-nahan lagi.

"A-Ada apa denganmu, Ichika? Kau jadi aneh..."

"Wha, ah…maaf, aku jadi gelisah tiba-tiba."

"Tenang saja…tapi kenapa denganmu?"

"Aku—Chifuyu-nee dan aku ditinggalkan oleh orangtua kami."

Mungkin karena dia mengerti apa itu 'ditinggalkan oleh orangtua', Charles menundukkan kepalanya sambil meminta maaf.

"Soal itu…maaf."

"Gausah. Aku cuma punya Chifuyu-nee, dan sekarang, aku gak mau melihat orangtuaku sama sekali. Sekarang, hal yang paling penting, Charles, adalah, apa yang akan kau lakukan sekarang?"

"Mungkin…mungkin tinggal menunggu waktu saja? Kalau pemerintah Perancis mengetahuinya, mereka akan menarika hak ku sebagai kandidat perwakilan sebelum aku mengatakan apapun. Kalau aku beruntung, aku mungkin akan menghabiskan waktu di penjara…"

"Apakah itu baik-baik saja?"

"Mau gimana lagi. Aku gak punya hak untuk memilih. Ini gak bisa diubah."

Setelah ngomong itu, Charles pun menunjukkan senyuman yang memilukan. Itu adalah ekspresi yang sudah melewati ekspresi orang yang menyadari keputusasaannya. Aku gak bisa memaafkan Charles karena sudah memperlihatkan ekspresi seperti itu, dan pada waktu yang sama, aku juga marah karena aku gak bisa melakukan apapun untuk membantunya—aku benar-benar frustasi karena bahkan gak bisa menyelamatkan teman sendiri sekarang.

"…Kalau gitu, tinggal disini saja."

"Apa?"

"Klausa nomor 21 dari Instruksi Khusus: Siswa yang belajar di Akademi ini tidak akan terikat ke negara, organisasi atau sindikat manapun. Tanpa persetujuan siswa, organisasi luar tidak diperbolehkan untuk mengatur mereka.'"

Oh yeah, itu bisa digunakan! Setelah memikirkan hal itu, pikiranku pun kembali tenang, dan aku pun mengulang apa yang aku ingat dari buku dengan sangat fasih.

"—Dengan kata lain, kau tidak akan terpengaruh selama 3 tahun kalau kau tetap tinggal di sekolah ini, 'kan? Kalau ada sebegitu banyak waktu, kita bisa mencari cara untuk memecahkannya. Lagipula, gausah buru-buru."

"Ichika."

"Hm? Ada apa?"

"Keren sekali kau bisa ingat. Ada 55 klausa di buku itu."

"…aku kerja keras juga, tau."

"Beneran. Hehehe."

Charles akhirnya tertawa—dan itu adalah tawa cewek umur 15 tahun, tanpa ada awan gelap yang menutup-nutupinya lagi.

(Uu, hal itu membuatku gugup untuk berbagai alasan...)

Kalau dilihat lebih dekat lagi, tubuh Charles memang benar-benar terlihat bagus, dan yang lebih pentingnya lagi, dia punya pembawaan yang lembut. Mungkin karena itulah dia terlihat sangat imut buatku. Sekarang, ketakberdayaannya ini membuat jantungku berdegup.

"Gi-gimanapun juga, keputusannya tetap milik Charles. Lakukan apa yang kau mau."

"Mn, aku akan mengikuti katamu."

Karena aku mulai merasa canggung karena dia, aku pun dengan cepat mengakhiri obrolan ini. Tapi haruskah aku memberinya sedikit dorongan?[5] Setelah berpikir soal itu, aku pun kembali menengok untuk melihat ke arah Charles, dan mata kami pun berpandangan satu sama lain.

"Hm? Ada apa?"

"Ah, gak apa-apa..."

Aku gak tahu kalau Charles mengerti apa yang kupikirkan saat dia menatap wajahku. Ini bukan cuma ekspresi ketakberdayaan. Belahan dadanya yang tampak di bawah kerahnya itu menyebabkan jantungku berdebar-debar.

"Po-pokoknya. Gimana ya ngejelasinnya…Charles, tolong mundur sedikit."

"?"

"Bukan, itu…dadamu..."

Setelah mengatakannya, pipi Charles pun memerah…rasanya hal itu sudah terjadi beberapa detik yang lalu.

"I-Ichika, kau daritadi terpaku ke dadaku terus…mungkin kau mau melihatnya?"

"A-Apa?"

"..."

"..."

Charles pun bilang sesuatu yang menyembunyikan pikirannya yang sebenarnya, menyebabkanku jadi panik. Untuk berbagai alasan, dia pun tersipu-sipu dan tetap diam, menghasilkan udara yang canggung.

*THOMP* *THOMP*

""!!""

"Ichika-san, apakah kau disana? Sepertinya kau belum makan malam. Apakah kau gak enak badan?"

Ketukkan dan panggilan tiba-tiba di pintu itu membuat kami lompat karena terkejut.

"Ichika-san, aku masuk ya."

Sialan, sialan, sialan! Kita akan mati sekarang! Kalau dia melihat Charles lagi kayak gini, orang sebego apapun bisa tahu kalau dia itu cewek.

"Gi-gimana nih?"

"Ba-bagaimanapun juga, cepetan sembunyi."

"Aku, aku ngerti. Aku akan sembunyi—"

"HEYY! Kenapa di lemari? Kasur, kasur! Sembunyi di selimut!"

"Oh, oh yeah, aku lupa."

Charles dan aku bergerak dengan cepat—clak, pintunya terbuka.

"Oh, oh, hi Cecilia! Ada apa nih? Apakah ada yang terjadi?"

"….Kau ngapain?"

Sekarang, skenarionya adalah aku menggunakan selimut ini untuk menutupi badan Charles dan menekannya kebawah. Semua orang pasti bakalan berpikir aneh kalau melihat orang yang berbaring dengan sangat lebar diatas selimut. Cecilia juga kayaknya ingin ngomong soal itu.

"G-gak, Charles kayaknya sakit, jadi aku lagi menutupinya dengan selimut. Hahaha..."

"…Apakah cara orang Jepang buat nyembuhin orang sakit itu dengan berbaring diatasnya?"

Enggak, gak ada. Enggak pernah ada hal seperti itu di dunia ini, 'kan? Atau lebih tepatnya, gimana caranya bisa ada hal seperti itu!?

"Po-pokoknya, soal itu, Charles bilang padaku kalau dia merasa gak enak badan, jadi dia mau tidur. Sepertinya dia gak mau makan malam juga, jadi tadi aku bilang sesuatu kayak 'Aku akan pergi sendirian' atau semacamnya lah."

"Itu, itu betul."

Suara yang samar-samar pun terdengar dari dalam selimut. Hey, bisa lebih kayak orang sakit, gak?

"A-Ahem."

Wahh, batuk itu sepertinya di sengaja. Jadi aku tetap gak bisa menipunya...?

"A-Ahh, jadi gitu? Aku belum makan malam juga. Uh hm, ternyata ada juga kebetulan-kebetulan langka di dunia ini."

Sepertinya aku berhasil menipu Cecilia karena dia tiba-tiba mengubah sikapnya dan mengubah topiknya ke pergi makan malam bareng. Sekarang sepertinya aku harus mencari cara untuk mendapatkan makanan buat Charles.

"Ahem, kalau gitu, bersenang-senanglah."

"Ba, Baiklah."

"Dunois-san, hati-hati ya. Ichika-san, ayo pergi."

Dia pun melingkarkan salah satu tangannya ke tanganku. Seperti yang sudah kutebak dari seorang wanita Inggris, melakukan sesuatu yang orang Jepang gak lakukan. Sejujurnya, aku sedikit terganggu soal dia yang terlalu dekat denganku, tapi sekarang, aku gak mau dia terus-terusan memikirkan hal-hal aneh, jadi mungkin aku biarkan saja dia membuatku gila seperti ini.

Kami pun meninggalkan kamar dan sampai di koridor. Saat sedang menuruni tangga, kami pun mendengar ada teriakan.

"KA-KA-KALIAN LAGI NGAPAIN!?"

Seseorang pun berlari menuruni tangga dari ujung koridor yang lain, dan aku tahu siapa dia tanpa melihatnya...Houki.

"Ahh, Houki-san, kami baru mau makan malam bareng."

Sepertinya dia menekankan pada kata 'bareng'. Emangnya ada arti spesial di belakang kata itu? Mungkin itu sesuatu yang aku gak tau tapi cewek-cewek tau, mitos atau sesuatu mungkin.

"TERUS APA HUBUNGANNYA SAMA MELINGKARKAN TANGAN DAN NEMPEL DEKET-DEKET SAMA DIA!?"

"Oh? Benar-benar normal 'kan buat seorang pria untuk mengantar seorang wanita."

Benarkah? Kukira aku yang sedang diantar…ahh, Houki pun melotot kearahku sekarang. Kok jadi salahku?

"Kau juga, Ichika! Aku lagi nungguin di kafetaria, ada apa sih!?"

"Walaupun kau nanya, aku tadi..."

Aku tadi masih ada sesuatu untuk dilakukan. Lagipula, kau 'kan pergi ke sana sendiri. Bukannya terlalu berlebihan buat memarahiku?

"Pokoknya, kami mau makan sekarang. Kami akan pergi sekarang."

"Tu-tunggu bentar! Kalau gitu, aku ikut juga. Aku mau makan malam sekarang."

Hm? Benarkah?

"Ara ara, Houki-san, makan kebanyakan bisa bikin tambah berat, tau?"

"Humph, gausah peduliin aku. Akan kubakar kalori-kalori itu dengan tingkat aktivitasku."

Ohh, maksudmu klub kendo yang gak pernah kau datangi itu? Sempai-sempai itu pasti nangis. Ada anak baru tingkat-nasional yang gak mau latihan sama sekali. Houki, aku senang sekali kau mau melatihku setelah kelas, tapi setidaknya kau datang ke klub itu? Sedih sekali 'kan potensi yang sudah kau latih itu hilang begitu saja.

"Lagipula, rumahku mengirimkan aku ini, jadi aku akan latihan Iai pakai ini. Gak ada masalah."

Dia bilang itu sambil dia memperlihatkan kami--WAH! KATANA! Katana itu masih di sarungnya, tapi aku masih ingat. Aku ingat kalau itu adalah katana yang diturunkan generasi ke generasi sejak zaman Edo--dengan kata lain, itu katana asli.

"Namanya Akeyou, dibuat oleh master pembuat pedang Akaru Giyou di tahun terakhirnya."

Setelah sang master pembuat pedang Akaru Giyou memilih seorang pendekar pedang wanita sebagai pendamping hidupnya, dia pun meninggalkan semua pedang yang sudah dibuatnya dan pindah ke gunung Hida. Sepertinya dia membuat 'sebuah pedang yang dibuat untuk wanita'.

Ide tentang 'perempuan mengalahkan laki-laki' adalah menggunakan tenaga yang lembut untuk mengalahkan tenaga yang kuat. Sebagai pembuat pedang, sepertinya dia selalu mengejar tema itu. Tentu saja, semua ini berasal sejak saat dia bertemu istrinya. Akaru Giyou itu pun akhirnya memiliki dua kesimpulan.

"Saat sedang mengayun pedang, pedang sebaiknya tidak menyentuh senjata lain. Dan juga, sebuah pukulan yang fatal harus terjadi saat pedangnya berdekatan."

"Kau harus menarik pedang lebih cepat daripada musuh, dan pukulan pertama harus langsung membunuh musuh."

Houki punya yang terakhir--yaitu katana yang dibuat panjang dan tipis. Sarung pedangnya dibuat lebih panjang daripada biasanya, tapi yang luar biasanya adalah kecepatan menarik pedangnya benar-benar lebih cepat daripada pisau belati. Aku ingat salah satu alasannya adalah karena kehalusan sarungnya dan gerakan memutar badannya. Dan alasan lainnya adalah penempatan kaki.

Tapi emangnya ini boleh? Ada anak sekolah tinggi yang membawa katana di negara yang berpenegak hukum bernama Jepang...oh yeah, aku lupa. Ini Akademi IS, 'tempat yang bukan termasuk negara manapun', mau dari segi hukum atau segi internasional.

"Ka-kalau gitu, ayo."

Hm, Hm? Kenapa Houki berlari kearahku--HUH, WAH! KENAPA KAU MEMEGANG TANGANKU JUGA!?

"...Houki-san, boleh aku tau kau sedang apa?"

"Normal buat seorang pria untuk mengantar seorang wanita, 'kan?"

Mengantar…kalian berdua, kita 'kan cuma ke kafetaria!

Biar aku tambahkan lagi, Cecilia sedang memegang tangan kiriku, dan Houki tangan kananku. Hey, tiga orang di satu garis bakalan menghalangi koridor! Lihat, semuanya pun melihat!

"Ahh, enak banget..."

"Kayaknya inilah yang dibilang-bilang dipeluk dari kedua sisi."

"Apa-apaan teman masa kecil? Curang banget!"

"Apa-apaan mesin personal? Curang banget!"

Hm? Huh…kenapa semua orang menatap Houki dan Cecilia dengan mata iri? Dan sepertinya kedua orang itu melakukannya dengan sengaja untuk mendapatkan mata iri dari semua orang. Emangnya diantar oleh seorang cowok benar-benar sesuatu yang pantas buat diirikan?

Cecilia memegang tangan kiriku, dan Houki tangan kananku.

"Maaf."

"Apa?"

"Ada apa?"

"Jalan kayak gini benar-benar susah."

Kii! Aku pun dicubit di kedua tangan! Apa, apa yang kalian lakukan? Semuanya melihat!

"Emangnya kau gak punya kata yang lain buat diomongin..."

"Orang yang gak sadar betapa senangnya mereka itu lebih bodoh daripada anjing."

Kesenangan? Nah, emangnya dicubit di dua tangan dianggap sebagai kesenangan di Inggris? Maaf, aku gak punya kebiasaan kayak gitu.

"Su-sudahlah. Bagaimanapun juga, ayo makan malam."

Setelah aku meminta mereka, kami pun kembali berjalan, tapi ada lagi situasi yang canggung.

"Set makanan tentang ikan hari ini adalah ikan makarel, pasti enak."

Cubitan dari sini.

"Kudengar set makanan Barat hari ini adalah telur setengah matang dan spagetti daging babi. Mau, Ichika-san?"

Cubitan dari sana.

"Oh, oh yeah, yah, soal itu. Kayaknya dua-duanya enak."

Meskipun aku bilang begitu, apa yang pikiranku benar-benar pikirkan adalah: APA AJA BOLEH! Sebenarnya, aku ingin mengubah apa yang terjadi sekarang ini. Mereka berpegangan ke tanganku, dan 3 orang berjalan barengan mungkin sedikit menghalangi. Jadi, saat mereka berdua terus berjalan, untuk setiap langkah, tanganku--yah, bagaimana menjelaskannya? Aku merasakan bagian yang cukup besar yang lembut dari cewek-cewek itu, dan walaupun aku sudah bilang pada diri sendiri untuk gak memikirkannya, aku tetap sadar akan hal itu.

"Ada apa, Ichika?"

"Apakah ada yang salah, Ichika-san?"

Mereka berdua pun menekan kearahku. Mereka pun melirik ke arah wajahku, dan mereka menempel lebih dekat denganku. Saat tubuh kami pun menyentuh satu sama lain, tanganku bisa merasakan dengan jelas dada mereka yang tergencet dibawah baju mereka.

"TIDAK, TIDAK ADA APA-APA! ENGGAK ADA APA-APA! BENAR-BENAR ENGGAK ADA APA-APA! SERIUSAN ENGGAK ADA APA-APA!" [6]

Aku pun mencoba menggunakan lima jenis kata itu untuk menggenggam erat-erat kesadaranku yang mulai hilang dengan cepat. Walaupun sepertinya ada yang salah, aku gak peduli amat. Ngomong-ngomong, emangnya penggunaannya kayak gitu?

Setelah itu, aku gak terlalu tahu apa yang kumakan, apalagi rasanya.

"Aku, aku kembali..."

"Ah, Ichika, selamat datang--ada apa? Kau sepertinya sangat lemas."

"Oh, gak, gak usah peduliin, aku gak kenapa-napa. Sebenarnya, kau pasti lapar sekarang, 'kan? Aku bawa set makanan ikan panggang kesini. Kau mau makan itu, 'kan?"

"Um, makasih, aku makan kalau gitu."

Charles tersenyum sambil mengambil baki makanannya, tapi dia pun terdiam saat dia menaruhnya di meja.

"Ada apa?"

"Huh, ya--h..."

"Makanannya bisa jadi dingin kalau dibiarkan. Karena orang lain membuatnya khusus untuk kita, gak baik kalau kita makannya pas sudah dingin."

"Ye-Yeah…kalo gitu, itadakimasu."

Persis saat aku tertawa pada kegelisahan Charles, aku pun sadar kenapa dia menampilkan ekspresi seperti itu.

"Ah..."

*PAK*.

"Ah, ahh..."

*Pak* *Pak*.

Karena menjatuhkan makanannya lagi, Charles pun mengeluarkan suara sedih.

Dia gak bermasalah dalam memisahkan daging ikan dari tulangnya, tapi untuk beberapa alasan, dia gak bisa mengambilnya. Ngomong-ngomong, aku yakin ini pertama kalinya aku melihat Charles memakai sumpit.

"Apakah kau gak bisa memakai sumpit?"

"Um, yeah, aku sudah coba latihan menggunakannya, tapi masih tetap gak bisa. Ah..."

Ikannya pun terjatuh. Meskipun gak ada yang terbuang karena makanannya jatuh di piring, gimanapun juga, dia gak akan bisa makan kalau begini terus.

"Ma-maaf. Akan kuambilkan sendok untukmu."

"Huuh? Ga, gapapa kok. Gausah capek-capek, aku akan coba pake sumpit terus."

"Walaupun kau bilang begitu, masih tetap susah, 'kan? Bukannya sudah kubilang jangan ragu-ragu kalau mau minta tolong?"

"Ta-Tapi..."

"Charles, kau seharusnya lebih bergantung ke orang lain. Karena kau terlalu sopan itulah kau jadi kesusahan terus."

"Uu..."

"Hm, mungkin emang susah kalau langsung berubah sifat kayak gitu. Gimana kalau kau mulai mengandalkanku…mungkin emang ga ada hubungannya, tapi mau masalah keluargamu pun, aku akan membantumu, jadi andalkan saja aku."

"Ichika..."

Walaupun dia ragu-ragu dulu untuk beberapa waktu, sepertinya dia juga mau makan, jadi dia pun bilang setelah memutuskan,

"Ka-ka-kalau gitu..."

"Okay, kau butuh sendok, 'kan?"

"Huh, nah, kalau gitu…Ichika, tolong suapi aku."

Kenapa gagap begitu, kayaknya kau emang gabisa ngomong--persis saat aku berpikir itu, aku pun mendengar kalimat yang tak terduga, membuatku terdiam. Pada saat ini, Charles menurunkan rahangnya melihat kearahku dengan ekspresi meminta, dan bilang,

"Katanya aku boleh mengandalkanmu..."

"Itu, itu betul. Pria tetap memegang janji mereka. Baiklah, ayo."

Sepertinya ada yang aneh dengan permintaan itu, tapi tidak usah pedulikan saja itu sekarang. Charles akhirnya meminta tolong. Kalau aku gak memberikan permintaannya, aku bukanlah seorang pria--biarkan aku berpikir seperti itu.

(Enggak, tapi melihat keatas dan ekspresi memintanya itu harusnya dilarang...)

Matanya itu seperti mata anak anjing yang ditinggalkan oleh pemiliknya yang mengeluarkan kepalanya dari kardus dan melihat kearahku di tengah-tengah hujan. Orang-orang yang bisa menolak permintaan seperti itu entah seorang pejuang yang berani atau raja setan, dan aku gak mau menjadi salah satu dari mereka.

Aku pun menerima sumpit dari Charles dan mengambil beberapa potong ikan makarel yang dia baru saja jatuhkan.

"Ka-kalau gitu…bilang ahhnn."

"Ah, ahhnn--"

Gak pernah aku bermimpi Charles memperbolehkanku melakukan aksi 'ahh--' kayak gitu. Mungkin aku terlalu banyak mikir, karena Charles, yang sedang mengunyah dengan sangat serius, terlihat sedikit merah.

"Apakah, apakah enak?"

"Yup, yeah, enak."

"Bagus kalau gitu."

"Umm…aku mau nasi berikutnya..."

"Oh, okay."

Lalu, aku memakai sumpitnya untuk mengambil nasi sejumlah yang bisa di masukkan ke mulut seorang cewek dan memakai tanganku yang lainnya untuk menutupi bagian bawah agar makanannya gak jatuh sambil aku mengirimkannya ke mulut Charles.

"Nih, ahnn--"

"N..."

Sambil melihat Charles memakan semuanya sekaligus, aku mulai merasa gugup untuk beberapa alasan. Ada apa? Apakah ini rasanya induk ayam memberi makan anaknya? Aku jadi agak terdiam untuk beberapa alasan.

"Sekarang lauk dinginnya."

"Ba, baiklah."

Pokoknya, walaupun aku menyuapi dia sampai habis, kami pun ngobrol lebih sedikit. Setelah selesai, kami berdua cuma bilang beberapa patah kata sebelum tidur.

Banyak hal terjadi hari ini. Mungkin karena tekanan fisik dan mental itulah yang menyebabkanku langsung tertidur saat aku berbaring di kasur.

Gelap. Di kegelapan yang sangat gelap itu, seseorang berada disana.

"..."

Dia tak tahu sejak kapan dia mulai seperti ini, tapi sejak dia lahir, dia tahu kehitaman dari kegelapan. Katanya manusia akan melihat cahaya saat dia pertama kali lahir, tapi gadis yang ini berbeda. Dia dibesarkan di kegelapan, terlahir dibawah bayangan, dan fakta ini belum berubah.

Di ruangan tanpa cahaya itu, siluetnya mengintai di kegelapan dan matanya yang merah pun bersinar dengan gelap.

Laura Bodewig.

Dia tahu kalau itulah namanya, tapi pada waktu yang sama, dia tidak mengerti makna dibalik namanya itu.

Tapi ada satu pengecualian, yaitu saat dia dipanggil oleh sang instruktur--hanya saat dia dipanggil oleh Orimura Chifuyu lah dia pun merasa namanya memiliki makna yang spesial, dan hal itu mengangkat kembali semangatnya.

(Keberadaan orang itu…kekuatannya, selalu menjadi tujuanku, dan alasanku untuk hidup...)

Seperti seberkas cahaya.

Ketika dia pertama bertemu Chifuyu, dia terkejut dengan kekuatannya yang sangat tangguh. Takut, terharu dan gembira, perasaan-perasaan itu pun bergema dalam dirinya, membuatnya merasa hangat. Dia pun membuat sebuah permintaan.

Ahh, aku sangat ingin menjadi seperti--dia.

Aku ingin menjadi orang yang seperti itu.

Tempat yang awalnya kosong dalam dirinya pun terisi dengan cepat, membentuk segalanya.

Dia adalah gurunya dan juga mempunyai kekuatan yang absolut. Dia adalah inkarnasi sempurna dari apa yang dia cita-citakan.

Dia adalah satu-satunya yang membuatnya ingin hidup, dia ingin menjadi 'seperti dia'.

Jadi dia tidak akan memaafkan orang yang tidak sempurna sepertinya.

(Orimura Ichika--orang yang menyebabkan instruktur ternodai...)

Dia tidak akan setuju dengan keberadaan orang itu.

(Aku harus melenyapkan dia, bagaimanapun caranya...)

Dengan keinginan gelapnya yang membara, Laura pun menutup matanya dalam diam dan bergabung dengan kegelapan saat dia tenggelam dalam tidur tanpa mimpi.

"Be-beneran?"

"Kau enggak bohong, 'kan?"

Pada Senin pagi, saat aku berjalan menuju kelas, aku pun terkejut oleh keributan yang bisa terdengar di koridor.

"Ada apa?"

"Mana kutahu?"

Charles (versi laki-laki) sedang berjalan di sebelahku.

"Sudah kubilang itu bener! Rumor ini rumor paling hangat di sekolah! Kalau kau menang di turnamen divisi bulan ini, kau bisa kencan dengan Orimura-kun--"

"Ngapain denganku?"

"""KYAAAHHH!!!"""

Apa, apa? Aku baru saja berjalan masuk untuk berbicara dengan semua dengan normal, dan mereka malahan berteriak. Hey hey, gak berkelas banget.

"Jadi apa yang lagi kalian obrolin? Kayaknya aku dengar kalian menyebut namaku."

"U-Ugh? Benarkah?"

"Si-siapa yang tau kita lagi ngomongin apa tadi?"

Rin dan Cecilia terus tertawa sambil mengubah topiknya. Apa sekarang? Apakah itu sesuatu yang aku gak boleh tahu?

"Se-sekarang, aku harus kembali ke kelas."

"Be-benar! Aku harus kembali ke bangku."

Mereka berdua pun pergi dengan senyum yang sepertinya palsu. Mungkin mereka semua yang berkumpul disini sedang mencoba untuk menggunakan kesempatan ini untuk kabur dan kembali ke kelas dan bangku masing-masing.

"…Ada apa sih?"

"Mana kutahu...?"

(Kenapa, kenapa jadi begini...)

Duduk di meja di sebelah jendela, Houki sedang mencoba untuk bertingkah tenang, tapi sebenarnya hatinya sedang mendidih.

Dia tahu soal rumor yang sepertinya berkaitan dengan turnamen divisi individual.

Tapi yang jadi masalah baginya adalah isinya.

"Kalau kau menang di turnamen divisi bulan ini, kau bisa kencan dengan Orimura-kun--"

(Itu seharusnya cuma aku yang tahu!)

Ichika tidak mungkin menyebarkan rahasianya, jadi siapa yang membocorkan informasi itu? Setelah mengingatnya lagi, dia ingat kalau suaranya mungkin terlalu keras pada saat itu. Meskipun begitu, dia selalu berpikir kalau hal itu adalah rahasia diantara mereka berdua dan selalu merasa tenang karenanya.

(...)

Tapi faktanya adalah hampir semua cewek-cewek tahu, dan bahkan para sempai datang ke kelas sambil bertanya: 'jadi gimana soal pemenang dari tahun yang berbeda?', 'bolehkah kita kasih hadiahnya pakai upacara?'

(Semuanya jadi lebih kacau sekarang...)

Memang begitu yang dia perkirakan. Dia sangatlah tidak setuju soal Ichika kencan dengan cewek lain selain dirinya, dan memang selalu begitu. Tapi kalau hal itu beneran terjadi, berita akan menyebar kalau dia kencan dengan Ichika.

Sejujurnya, Houki berpikir kalau 'hubungan rahasia yang hanya mereka yang tahu' itu cocok dengannya, dan dia selalu punya tujuan seperti ini.

Dia berpikir kalau perasaan 'orang yang biasanya berjauh-jauhan, tapi kalau sedang sendirian berbeda' itu baik.

Tapi semua perasaan itu menggila pada seorang cewek umur 10+ tahun yang sedang tumbuh, dan tak ada yang bisa menyalahkannya.

Walaupun nadanya lebih tradisional dari biasanya dan orang lain berpikir kalau dia tak akan mau kencan seperti itu, permintaan Houki sebenarnya tak terlalu berbeda daripada Cecilia dan Rin.

(Po-pokoknya, aku harus menang! Pasti gak kenapa-napa kalau aku menang! Gak akan seperti terakhir kali. Gak apa-apa, gak apa-apa…sepertinya.)

Houki berjanji dengan Ichika saat sedang di kelas empat.

Pada saat itu, yaitu saat kompetisi kendo nasional, dan semua siswa sekolah dasar disatukan, jadi anak-anak tahun ke-5 dan ke-6 juga ikut, tapi kalau dalam perbedaan pengalaman, semua orang berpikir kalau Houki dari dojo kota merekalah yang di favoritkan. Faktanya, kemampuan Houki itu lebih kuat daripada sisanya, jadi seharusnya, dia bisa menang--secara logika, itulah yang seharusnya terjadi.

Tetapi, mereka harus pindah pada hari pertarungan final, dan orang yang menyebabkan dia harus mengundurkan diri karena tidak bisa datang adalah saudaranya sendiri, Tabane.

IS yang dikembangkan oleh Tabane sangatlah kuat sehingga banyak orang berpikir kalau hal itu bisa dijadikan sebagai senjata. Sehingga, keluarga Houki pun hanya bisa mengikuti nasihat dari pemerintah dan pindah demi keselamatan.

Sejak hari itu, Houki tak pernah menyukai Tabane. Atau malahan, dia membencinya.

Setelah itu, keluarga mereka harus berpindah-pindah sesuai rencana pengamanan VIP, dan selalu terburu-buru kemana-mana. Mereka tidak bisa melakukan apa-apa. Dia pernah menerima surat dari Ichika, tapi dia pun diberitahu kalau 'akan ada masalah kalau pihak ke-3 mengetahui dimana anda berada', jadi dia pun tidak bisa membalas suratnya karena tekanan dari pemerintah.

Lalu, sebelum dia menyadarinya, dia pun dipaksa untuk berada jauh dari orangtuanya, dan biang dari semua ini, Tabane masih menghilang. Karena kakaknya sendirilah yang terlibat, Houki harus menjalani banyak pengawasan dan penyelidikan, sehingga hati dan jiwanya pun hancur, tidak mau melanjutkan lagi.

Pada hari-hari itu, satu-satunya hal yang dia belum menyerah adalah kendo, karena hanya kendo-lah yang menhubungkannya ke Ichika. Tapi meskipun dia memenangkan kejuaraan nasional, hal itu tidak membuatnya puas.

Alasannya cepat dan sederhana. Karena kendo 'hanyalah sebuah cara untuk melampiaskan kemarahannya'.

--Dia hanya ingin memukuli semua orang.

Benar, itulah apa yang dia pikirkan.

Tetapi, pedang adalah cermin yang akan memantulkan ekspresinya, dan saat tampangnya yang sangat jelek itu terpantul kembali ke arahnya, dia pun sangat malu sampai-sampai dia ingin meninggalkan upacara pemberian hadiahnya.

Dan apa yang membuatnya lebih putus asa lagi adalah saat dia melihat musuhnya menangis setelah kalah darinya dalam keadaan seperti itu.

--Apa sih yang kulakukan...

Apa yang dilakukannya hanyalah kekerasan, bukan kekuatan. Kekuatan bukanlah seperti itu, dan dia mengetahuinya…dengan sangat jelas--itulah apa yang dia pikirkan.

"..."

Dia pun kembali menggelengkan kepalanya. Akan sangat bagus kalau bisa membuang ingatan yang sangat melekat itu, tapi hati manusia tidak bisa melakukan hal sesederhana itu.

(Kali ini, aku akan…aku akan menang tanpa salah mengerti arti kata kekuatan…)

Enggak, aku harus menang! Demi diriku sendiri.

Tanpa sepengetahuannya, dia pun lebih menginginkan kembali ke dirinya yang dulu daripada Ichika.

"Ho--bisa gak ada orang yang mengurangi jaraknya..."

Di area sekolah dimana cuma ada 3 toilet untuk digunakan oleh laki-laki (i.e. aku), aku langsung berlari persis setelah bel berbunyi. Tentu saja, aku harus berlari dengan kecepatan penuh biar bisa kembali ke kelas tepat waktu. Tapi aku dimarahi habis-habisan beberapa hari yang lalu 'jangan lari di koridor'. Gimana lagi aku kalau gak lari!?

(Tapi kalau dipikir-pikir lagi, Charles lah yang paling susah...)

Dia cewek tapi dia harus ke toilet cowok. Dalam kata lain--

(Gak, jangan mikirin hal itu. Lebih baik gausah.)

Gimanapun juga, aku gak ada waktu buat ngayal yang macem-macem. Pelajaran berikutnya adalah tentang pengetahuan bertarung dan respons dasar IS. Buatku, pelajaran itu adalah sesuatu yang harus aku datangi bagaimanapun juga.

"KENAPA ANDA MENGAJAR DISINI!?"

"Nyusahin aja sih…"

Hm? Sepertinya aku mendengar suara di pojok sana, dan aku pun berusaha mendengarnya. Suara-suara itu adalah suara yang sudah kukenal. Salah satunya milik Laura, dan yang lainnya pasti milik Chifuyu-nee.

"Jangan buat aku mengulangnya sekali lagi. Aku punya tugas untuk dilakukan, itu saja."

"Tugas macam apa yang anda punya di negara timur jau yang kecil ini!?"

Sepertinya tak ada lagi yang bisa membuat siswa pindahan yang seperti es Laura Bodewig itu untuk menjadi sangat gelisah. Dari apa yang mereka sedang bicarakan, Laura sepertinya sedang menjelaskan ketidaksenangannya soal pekerjaan Chifuyu-nee yang sekarang dan emosinya yang seperti mengidolakan dan menyembah Chifuyu-nee.

"Tolonglah instruktur. Tolong kembali ke Jerman untuk mengajari kami. Anda tak bisa menunjukkan bahkan setengah dari kemampuanmu disini."

"Oh?"

"Sederhananya, siswa-siswa disini itu tidak pantas untuk diajari."

"Kenapa?"

"Mereka belum benar-benar siap. Mereka punya rasa akan bahaya yang terlalu sedikit, mereka pikir IS itu hal yang nge-trend, orang-orang rendahan itu tidak pantas untuk instruktur ajar--"

"--Akhir dari kalimat, nona kecil."

"Ugh...!"

Suara Chifuyu-nee punya keberadaan yang menyeramkan, dan bahkan Laura sepertinya juga takut dengan niat yang tersembunyi di suara itu saat dia pun berhenti berbicara, tak bisa melanjutkan.

"Ternyata kau benar-benar berpikir kalau kau itu cukup hebat setelah kita lama tak bertemu, bukan? Cuma 15 tahun, dan kau pikir kau lebih unggul daripada yang lain. Aku terkesan."

"A, Aku..."

Bahkan aku pun bisa mendengar getaran di suaranya. Mungkin dia ketakutan? Takut karena kekuatan yang sangat besar di depannya, dan kesal karena gak bisa ngapa-ngapain lagi.

"Baiklah, sudah saatnya untuk belajar. Kembali ke kelas."

"..."

Dengan suara Chifuyu-nee kembali normal, Laura pun pergi cepat-cepat dengan diam-diam…ah, tidak!

"Apakah kau sedang menguping, cowok yang disana? Aku tidak memperbolehkan fetish yang tidak normal itu."

"SIAPA, SIAPA JUGA YANG PUNYA FETISH ANEH! CHIFUYU-NEE, KAU--!"

*PAM!*

"Di sekolah, panggil aku Orimura-sensei."

"I-Iya..."

Cuma begitu saja, aku bahkan tak bisa mengangkat kepalaku di depan Chifuyu-nee, karena aku dipukul di kepala sebelum bisa melakukannya. Kita 'kan bukan lagi main pukul tikus mondok[7] disini...

"Baiklah, cepat bergerak, kau siswa kelas-rendah. Kalau begini terus, kau akan tereliminasi di ronde pertama turnamen individual. Jangan lupa untuk kerja keras."

"Aku mengerti..."

"Benarkah? Baguslah kalau begitu."

Chifuyu-nee pun tersenyum. Sepertinya dia baru saja berbicara sebagai seorang kakak perempuan.

"Aku akan kembali ke kelas kalau begitu."

"Mn, kalau begitu bergeraklah yang cepat. Oh ya, Orimura."

"Ada apa?"

"Jangan lari di koridor…aku tak akan bilang begitu. Kalau kau mau lari, pastikan tak ada orang yang tahu."

"Baiklah."

Aku pun membalikkan badanku dari Chifuyu-nee. Sepertinya dia membiarkanku bebas kali ini.

Aku pun berlari dengan hati-hati ke kelas tanpa ada yang menyadari.

""Ah.""

Mereka berdua pun mengeluarkan suara tercengang--waktu saat setelah sekolah, lokasi di arena ke-3, dan orang yang terlibat adalah Rin dan Cecilia.

"Kebetulan nih, aku baru saja mau latihan spesial untuk turnamen divisonal biar bisa menang."

"Kebetulan juga. Aku juga mau begitu."

Bunga api tak terlihat pun berterbangan diantara mereka. Sepertinya mereka berdua ingin memenangkannya.

"Sekarang kesempatan yang bagus untuk menentukan, sekali untuk selamanya, siapa yang lebih baik."

"Ara, jarang-jarang kita sepakat. Sekarang kita bisa pakai kesempatan ini untuk melihat siapa yang lebih kuat, dan sekalian juga, siapa yang lebih elegan."

Mereka berdua pun memanggil senjata utama mereka dan membidik satu sama lain.

"Kalau gitu--"

Pada saat itu, ledakan meriam supersonic pun datang dari atas, menutupi suara mereka.

""!!""

Setelah menghindar secara darurat, Rin dan Cecilia pun melihat keatas untuk melihat darimana sinar tadi itu ditembakkan, hanya untuk melihat mesin yang sangat hitam sedang berdiri disana.

Nama mesin itu adalah [Schwarzer Regen], dan pilot yang teregistrasinya adalah--

"Laura Bodewig..."

Cecilia terlihat tidak senang saat dia bersiap-siap, salah satu alasannya adalah karena pesaing Uni Eropa lainnya ada disini.

"…Ngapain kau? Menembak kesini, hebat banget."

*DONG!* Rin pun mengangkat [Souten Gagetsu] yang terpasang itu sampai ke bahunya dan menggerakan [Impact Cannons]-nya ke mode standby.

"[Shenlong] milik Cina dan [Blue Tears] milik Inggris…humph, kupikir mereka cuma lebih kuat di atas kertas."

Setelah mendengar ejekan yang tiba-tiba itu, Rin dan Cecilia pun mengerutkan dahi.

"Ada masalah apa nih? Kau suka berantem, bukan? Datang jauh-jauh dari Jerman cuma buat dipukuli. Kau pasti senang ditindas. Emangnya ditindas itu nge-trend banget di ladang kentangmu?"

"Ara ara Rin-san, nona yang disana itu gak terlalu punya kosakata yang luas, jadi jangan ditindas banget, kalau enggak, dia bakalan terlihat menyedihkan. Anjing aja bisa merengek (?)."

Tatapan tajam penuh keangkuhan milik Laura itu sepertinya menyinggung mereka berdua. Walau begitu, mereka terus berusaha untuk menyampaikan kemarahan mereka dengan kata-kata.

Tapi sayangnya, hal itu tidak mempan.

"Huh…jadi mereka membiarkan dua orang yang sangat lemah sampai-sampai mereka bisa kalah sama mesin produksi masal jadi pilot IS personal? Sepertinya mereka emang kekurangan orang berbakat walaupun banyak orangnya--negara lemah kalian yang cuma bisa ditebus oleh sejarahnya."

*BOOM--!*

Dengan suara dari sesuatu yang dilepaskan, Rin dan Cecilia pun melepaskan pengaman terakhir dari peralatan mereka.

"Yeah, yeah, aku ngerti, aku ngerti! Dia mau jadi sampah--Cecilia, ayo kita putuskan siapa yang duluan dengan janken[8]!"

"Mn, yah, aku gak peduli amat mau pertama atau terakhir--"

"Ha! Gimana kalau langsung kalian berdua saja? Lagian 1 + 1 'kan sama dengan 2. Mana mungkin aku kalah sama perempuan yang merebutkan kuda jantan tak berguna?"

Kata-kata itu jelas-jelas cuma sebuah ejekan, tapi karena sudah melewati batas kesabaran, mereka berdua pun tidak peduli sama sekali.

"--Apa kau bilang? Telingaku cuma dengar 'Tolong, pukul aku sesukamu'."

"Meledek orang yang gak ada disini, aku malu sekali sebagai sesama kandidat Uni Eropa. Biarkan aku memukulimu sampai mulutmu yang sembrono itu terkunci."

Mereka berdua pun menggenggam senjata masing-masing dengan erat, dan Laura menatap mereka dengan dingin sebelum sedikit membuka tangannya dan menarik-narik jarinya[9].

"Cepat serang aku."

""BAIKLAH!!!""

"Ichika, apakah kau ikut latihan spesial hari ini?"

"Yah, yeah, aku ingat kalau arena yang bisa dipakai cuma--"

"Arena ke-3."

""WAH!""

Charles dan aku sedang berjalan di koridor bersampingan, dan tiba-tiba mendengar suara yang tak terduga, yang membuat kami lompat karena terkejut.

Mungkin dia tidak senang dengan respon barengan kami, tapi orang ke-3 yang sedang berdiri di samping kami entah sejak kapan, Houki pun mengerutkan dahi.

"…Emangnya perlu kaget ya. Itu gak sopan."

"Ah, oh, maaf."

"Maaf, aku kaget. Kau datang terlalu tiba-tiba."

"Ah, enggak, aku enggak menyalahkanmu..."

Karena melihat Charles menunduk dengan benar, bahkan momentum Houki pun terbelah menjadi dua. Kemudian, sepertinya karena dia sudah kehilangan mukanya, Houki pun terbatuk dengan sengaja beberapa kali untuk mengganti topiknya.

"Pokoknya, ayo kita ke arena ke-3. Kudengar bakalan sedikit yang memakainya hari ini, jadi kalau ada waktu, kita bisa melakukan beberapa latihan pertarungan."

Hebat sekali. Karena kemampuan IS itu sebanding dengan waktu pengoperasian aktual, akan sangat hebat kalaupun cuma sebentar. Aku sangat bersyukur bisa latihan bertarung.

Saat kami sedang berjalan ke arena, kami pun menemukan banyak tekanan disana, dan ada banyak siswa yang berlarian di koridor. Sepertinya ada kekacauan di arena ke-3.

"Ada apa?"

"Ada apa nih? Mau mengeceknya?"

Charles bilang begitu sambil menunjuk ke pintu menuju kursi penonton. Lewat sana itu lebih baik daripada lewat pintu biasa, jadi aku pun mengangguk.

"Sepertinya ada orang yang sedang latihan bertarung, tapi keadaannya sepertinya--"

*DONG--VROOM!*

Persis saat kami menengok untuk melihat ledakan yang tiba-tiba itu, dua bayangan pun terbang melewati asap bagaikan sedang memotongnya.

"RIN! CECILIA!"

Karena berada di dalam isolasi perisai pelindung, ledakan di arena itu sendiri tidak mengenai kami, tapi pada saat yang sama, aku gak bisa mendengar mereka.

Mereka berdua terlihat kesakitan saat mereka menatap tepat ke tengah-tengah ledakan, dan yang berdiri disana adalah Laura, yang memiloti IS hitam-pekat [Schwarzer Regen].

Kalau dilihat lebih dekat, IS Rin dan Cecilia sudah sangat rusak. Ada banyak tanda kerusakan di seluruh bagian framenya, dan sebagian dari armor IS-nya juga benar-benar hancur. Sebaliknya, IS Laura memang gak benar-benar mulus, tapi kerusakannya masih tergolong sedikit kalau dibandingkan dengan mereka.

"KALIAN BERDUA NGAPAIN--HEY, HEY!"

Suaraku gak bisa mencapai mereka dari sini, dan memang mau gimana lagi. Setelah melihat kearah Rin dan Cecilia, aku pun menoleh untuk melihat kearah Laura. Walaupun mereka 2 vs 1, pihak yang dalam masalah adalah Rin dan Cecilia, yang, secara logika, seharusnya dalam keadaan yang diuntungkan.

"MAKAN NIH!"

*KLANG!* IS Rin [Shenlong] pun membuka bahunya. Yang berada disana adalah impact cannon dengan peluru udara bertekanan [Ryuhow], senjata pengeluaran maximum dari [Shenlong]. Kalau musuhnya adalah mesin latihan, satu tembakan saja bakalan menghancurkannya, tapi Laura tidak menghindarinya sama sekali.

"Itu pun percuma melawan pelindung absolut dari [Schwarzer Regen]."

Tembakan tak terlihat dari impact cannon itu diarahkan kearah Laura, tapi bagaimanapun aku melihatnya, serangan itu gak pernah mengenainya.

"Che! Ternyata kau bisa menahanku begitu saja..."

Mungkin dia mengeluarkan beberapa perisai pelindung atau semacamnya, tapi Laura cuma memanjangkan tangan kanannya ke depan, dan serangan impact cannon itu pun dihilangkan sepenuhnya.

Dia pun menembakkan pedang-pedang dari bahunya ke IS Rin. Karena pedang-pedang itu terhubung ke badan utama dengan kabel elektronik, dia bisa membuatnya terbang dengan jalur yang rumit untuk menghindari tembakan langsung dan lalu memegang kaki kanan Rin--sepertinya mereka adalah senjata gabungan antara pedang dan kabel.

"Emangnya kau pikir aku akan membiarkanmu melakukan apa saja sesukamu terus-terusan!?"

Covering Rin, Cecilia pun menyerang dan meluncurkan BIT-BIT miliknya kearah Laura.

"Ho…aku gak tau kalau [Blue Tears] itu katanya punya mobilitas paling tinggi dalam teori, tapi desain kayak gitu dianggap frame generasi ke-3? Gak bercanda tuh."

Cecilia menggunakan tembakan akurat dan BIT-nya untuk menyerang dari semua arah, dan Laura terus bertahan dan menjangkaukan lengannya seperti sebelumnya. Kali ini, dia seperi memegang sesuatu di depannya saat dia sedang melipat tangannya, dan saat dia melakukannya, BIT-BIT itu pun terhenti.

"Gerakanmu sudah terkunci!"

"Kau juga."

Walaupun Cecilia bisa menembak targetnya dengan akurat, Laura terus menembakkan meriam besarnya untuk menahannya it. Laura pun melempar Rin, yang dia sudah tangkap, ke arah Cecilia, yang berniat untuk terus menembak. Teorinya adalah menggunakan kabel untuk melempar searah jarum jam, simpel, tapi efektif.

"Ah!"

Sambil mengarah kearah mereka berdua yang kehilangan keseimbangan di udara, Laura pun meluncurkan serangannya. Kecepatannya bisa dibandingkan dengan peluru saat dia mendekat dalam beberapa detik.

"[Ignition Boost]--!"

Penglihatanku tidak mungkin salah. Itu gerakanku, teknik spesial untuk pertarungan jarak dekat.

Tapi kalau ini adalah pertarungan jarak dekat, hal itu menguntungkan Rin juga. Saat ini, dia bisa menggunakan [Souten Gagetsu]-nya untuk membalas. Persis saat aku sedang memikirkannya, aku pun terkejut melihat Rin tidak melakukannya.

Tapi, aku langsung mengerti kenapa. Laura pun mengeluarkan pedang plasma dari lengannya nya dan menyerang Rin dengan pedang itu.

Rin pun mundur dan menambah jarak, dan menahan beberapa serangan saat melakukannya.

"Kau...!"

Saat Laura sedang bergerak ke depan, Rin pun mundur dan menambah jarak, dan menahan beberapa serangan saat melakukannya, dengan terampil menggunakan bentuk dari arena untuk bergerak dan memaksa dirinya untuk tidak terjebak di pojokan yang buntu. Tapi, pedang berkabel Laura pun menyerang lagi, dua dari bahunya dan satu dari kedua sisi pinggangnya, keenam-enamnya secara bersamaan. Mereka semua pun menyerang dalam 3 dimensi saat dia terus menggunakan pedang plasma-nya untuk menyerang dengan kejam. Walaupun lawannya adalah Rin, yang sudah sangat terbiasa dengan pertarungan, tetap saja sulit baginya untuk menahan semua serangan dengan baik.

"Heh!"

Rin pun kembali mengeluarkan impact cannon miliknya dan mengumpulkan tenaga.

"Naif sekali! Memakai senjata berpeluru udara bertekanan yang butuh waktu di keadaan seperti ini?"

Saat Laura bilang seperti itu, meriamnya pun mengancurkan impact cannon sebelum berhasil menembak.

"Kena kau!"

"!"

Karena armor yang ada di belakangnya tertembak, tubuh Rin pun kehilangan keseimbangan dan Laura menggunakan kesempatan ini untuk menusukkan pedang plasma-nya ke dada Rin.

"TAKKAN KUBIARKAN!"

Pada saat-saat terakhir, Cecilia pun bergerak dengan cepat ke antara Rin dan Laura dan menggunakan [Starlight Mk II] sebagai perisai. Setelah menghindari serangan mematikan itu, dia pun menembakan BIT tipe misil di pinggangnya kearah Laura.

*BOOMM!!!!*

Serangan itu hampir sama seperti serangan dari roket bunuh diri jarak dekat saat ledakannya mengenai Rin dan Cecilia, membuat mereka terpantul-pantul di lantai.

"Itu bener-bener nekat..."

"Simpan dulu keluhannya. Tapi serius, seharusnya dia sudah menerima sedikit kerusakan--"

Cecilia pun berhenti.

Saat asapnya mulai menghilang, yang berdiri disana adalah Laura. Walaupun dia terkena ledakan pada jarak yang dekat, dia masih mengambang di udara tanpa gores sedikitpun.

"Udahan? Kalau gitu--gantian."

Saat dia bilang begitu, dia pun menggunakan [Ignition Boost] untuk terbang ke tanah, pertama-tama menendang Rin lalu menembak Cecilia dengan meriam.

Lalu, Laura menggunakan pedang berkabel untuk menangkap badan mereka dan menyeret mereka kearahnya. Setelah itu, kekerasan satu-sisi pun terjadi.

"AHHHH!!"

Tinju Laura terus memukul dengan keras pada tangan, kaki dan badan mereka, membuat pertahanan mereka terus turun sampai dibawah yang diperbolehkan zona peringatan pemeliharaan mesin. Kalau mereka terus-terusan begini, IS-nya bakalan terlepas secara paksa! Nyawa mereka bisa terancam!

Tapi Laura tidak berhenti saat dia terus memukuli dan menendang Rin dan Cecilia, menghancurkan armor IS mereka.

Melihat muka Laura yang biasanya tanpa emosi itu benar-benar tersenyum untuk sesaat karena senang, sesuatu pun meledak di dalamku.

"OOOOOOHHHHH!!"

Aku pun mengeluarkan [Byakushiki] dan mengeluarkan [Yukihira Niigata], mengumpulkan semua tenaga untuk menyalakan [Reiraku Byakuya]. Sebuah pedang energi yang beberapa kali lebih besar daripada badan utama itu pun terlepas saat aku menggunakannya untuk memotong lapisan pelindung yang mengelilingi arena.

[Reiraku Byakuya], yang bisa menghancurkan apapun yang menggunakan energi, hacked melewati perisai pelindung, dan aku pun melewati celah itu untuk masuk.

Saat sedang masuk, aku mengaktifkan [Ignition Boost]. Secara logika, memakai gerakan itu barengan dengan pengeluaran maksimum [Reiraku Byakuya] itu seperti bunuh diri, karena bisa menyebabkan banyak tekanan pada [Byakushiki] yang sudah menggunakan banyak energi dan sudah menyedot banyak energi perisai, tapi aku lagi gak dalam mood untuk mikirin itu.

"LEPASIN MEREKA, KAU!"

Aku pun bergerak cepat kearah Laura, yang sedang memegang Rin dan Cecilia, dan menganyunkan pedangku.

"Humph…emosional dan nekat, bodoh sekali."

Persis saat pedang energi Reiraku Byakuya hampir mengenainya, tubuhku pun berhenti. Mata kanan Laura yang tidak ditutupi dengan penutup mata itu menangkap gerakan dari tubuhku dengan akurat.

"A-Ada apa? Sialan, badanku…!"

Rasanya seperti aku ditahan oleh tangan yang tak terlihat saat tubuhku tidak bisa bergerak dan tanganku tertahan, tidak bisa mendarat. Tenaga [Reiraku Byakuya] pun mulai menghilang sedikit demi sedikit.

"Seperti yang sudah kuperkirakan, kau gak pantas buat jadi musuhku. Di depan [Schwarzer Regen]-ku ini, kau cuma orang lemah lainnya kayak mereka--menghilanglah."

Meriam yang sangat besar di pundaknya pun berputar, dan dengan suara klang, meriam itu pun diarahkan padaku--sialan!

"AWAS, ICHIKA!"

Charles pun berteriak melalui komunikator pribadi saat dia menggunakan dua assault rifle untuk menghujani Laura dengan peluru.

"Che…ada lalat lagi..."

Kekuatan tak terlihat yang memegangguku tadi pun menghilang saat tubuhku mulai terbebas. Aku pun terbang ke Rin dan Cecilia, yang dilepaskan oleh Laura dan membawa mereka.

(Tolong [Byakushiki]! Biarkan aku memakai [Ignition Boost] lagi!)

Karena kebiasaan jelek soal kehabisan energi setelah memakai pengeluaran maksimum, aku cuma punya sisa energi yang sangat sedikit. Tapi [Byakushiki] sepertinya mengabulkan keinginanku saat dia memfokuskan semua tenaga ke pendorong yang sangat besar dibelakangku--bagus!

*Klang*…untuk beberapa saat, dunia berasa seperti gambar gerak lambat sebelum berakselerasi dengan sangat cepat beberapa detik kemudian. Seteah merasakan perasaan unik dari [Ignition Boost], aku langsung pergi menjauhi Laura.

"Bagaimana mereka, Ichika?"

Charles sedang melindungiku saat dia mengikutiku dari belakang, bertanya padaku sambil dia terus menembaki Laura. Dia menggunakan assault rifle berpeluru eksplosif canggih, dan karena dia mengisi ulang peluru dengan sangat cepat, senapan itu pun langsung terisi ulang dengan seketika saat pelurunya habis, jadi Laura gak punya kesempatan untuk membalas.

"Ugh...Ichika..."

"Aku membiarkanmu…melihatku dipermalukan..."

"Jangan ngomong…Charles, gak masalah. Mereka masih sadar."

"Bagus."

Charles membalas dengan nada yang terdengar tenang, tapi dia tidak berhenti saat dia terus menembaki Laura setelah mengisi ulang yang ketiga kalinya.

"Menarik, biarkan aku memperlihatkanmu perbedaan kekuatan dari generasi IS yang berbeda!"

Laura pun menghindari peluru-pelurunya, atau malahan, bertahan dari mereka, dan bahkan menggunakan medan gaya tak terlihat itu untuk menghentikan peluru-pelurunya. Lalu dia membungkuk untuk menyerang balik--mungkin mau melakukan [Ignition Boost]. Aku masih membawa Rin dan Cecilia, jadi aku gak bisa bertarung dalam keadaan seperti ini, tapi aku tahu kalau bakalan bahaya buat Charles kalau menanganinya sendirian saja!

"Aku datang...!"

"Kuu!"

Persis saat Laura mau menyerang lagi, seseorang pun melompat ke tengah-tengah kami.

*CLANG!*

Saat suara dari besi terdengar, orang itu pun menghentikan Ignition Boost Laura.

"…Dasar dasar, karena hal-hal remeh beginian lah aku capek nanganin bocah-bocah."

"Chifuyu-nee?"

Ternyata orang itu adalah seseorang yang tak diduga, dan dia masih memakai baju normal. Ada IS disini, dan dia bahkan gak memakai suit IS. Dia menahan sebuah pedang IS dengan gampang, dan yang ditahannya adalah pedang yang sangat besar sepanjang 170cm, tanpa menggunakan IS. Selain itu, dia menghentikan pertarungannya dari samping. Gimanapun aku merasakannya, dia benar-benar bukan manusia biasa.

"Boleh saja kalau mau latihan bertarung--tapi, kalau sampai menghancurkan pelindung arena? Sebagai guru, aku gak bisa biarkan itu. Kalian bisa selesaikan pertarungan ini di turnamen divisi individual."

"Kalau instruktur bilang begitu…"

Laura pun mengangguk patuh dan menghilangkan IS-nya. Armor-nya pun berubah menjadi partikel-partikel cahaya dan menghilang.

"Orimura, Dunois, apakah kalian setuju?"

"Ah, yeah..."

Aku cuma menjawab secara tidak sengaja seperti biasa, mungkin kaget karena skenario yang tiba-tiba ini.

"Jawab ya kalau lagi membalas perkataan guru, kau bodoh."

"Y-Ya."

"Aku juga setuju."

Setelah aku membenarkan jawabanku, Charles pun setuju. Setelah mendengarnya bilang begitu, Chifuyu-nee sekali lagi berbicara ke semua orang di arena.

"Kalau begitu, sampai turnamen divisi individual, semua pertarungan personal dilarang. Bubar!"

*PA!* Chifuyu-nee pun menepukkan tangannya dengan paksa, dan suaranya sekeras sebuah peluru yang ditembakkan.

"..."

"..."

Kami sekarang ada di UKS, dan sudah sejam sejak apa yang terjadi di arena ke-3. Rin dan Cecilia sudah menyelesaikan pengobatan mereka, dan sekarang mereka sudah di perban, dan mereka saling menatap kearah yang berbeda.

"Pasti gak kenapa-napa kalaupun kau gak menyelamatkan kami."

"Kami pasti menang kalau tadi terus lanjut."

Jangankan terima kasih, aku malah dapat jawaban kayak gitu. Yah, bukannya aku tadi ikut-ikutan cuma buat dapet terima kasih. Sebenarnya, aku ikut-ikutan karena marah.

"Kalian ini..yah, setidaknya kalian gak terlalu terluka. Aku bisa tenang sekarang."

"Luka ini bukan apa-apa kok--OWW!!"

"Gak ada gunanya aku tiduran disini--EEKKK!!"

…Kok mereka sangat idiot?

"SIAPA KAU BILANG AKU IDIOT! KAU TOLOL!"

"KAU YANG IDIOT, ICHIKA-SAN!"

Dan balasannya kejam banget. Aku gak bilang apa-apa dan mereka tau juga? Gimanapun juga, aku gak terlalu tau mau ngapain dengan dua orang terluka yang lagi marah ini.

"Pasti memalukan buat kalian karena memperlihatkan sisi canggung ke orang yang kalian suka."

"Huh?"

Charles sudah membeli minum dan kembali. Dia sepertinya bilang sesuatu, tapi aku gak terlalu mendengarnya dengan jelas.

Tapi sepertinya cuma aku yang gak dengar, karena Rin dan Cecilia tiba-tiba tersipu dan mulai rewel setelah mendegar sesuatu.

"B-BI-BIL-BILANG APA KAU? AKU GAK NGERTI!!"

"A-A-AKU GAK BERUSAH BANGET KOK! GAK ENAK TAHU NGEDENGAR KAU NEBAK-NEBAK KAYAK GITU!"

Mereka berdua pun terus kebingungan saat muka mereka mulai berubah jadi sangat merah… ada apa? Emangnya Charles bilang sesuatu?

"Nih, teh Oolong dan teh merah. Minum sesuatu biar tenang, oke?"

"H-Humph!"

"Aku terima deh kalau gitu!"

Rin dan Cecilia pun mengambil minuman yang disediakan Charles dan membuka botolnya, menenggaknya habis dalam satu teguk. Hey hey, nanti badan kalian rusak kalau menghabiskan minuman dingin kayak gitu sekali teguk!

"Yah, sensei bilang kalau kalian berdua boleh kembali kalau sudah tenang, jadi istirahat dulu sebentar--"

*DON* *DON* *DON* *DON* *DONG...!*

"A-Apa? Suara apaan tuh?"

Suara mirip gempa itu datang dari koridor, dan sepertinya semakin mendekat, atau mungkin itu imajinasiku saja.

*BAM!* Pintu UKS-nya pun terbang…dan gak, aku gak bercanda. Pintunya ditendang terbang, beneran! Ini pertama kalinya aku melihat pintu ditendang sampai terbang kayak gitu. Kukira itu bisa terjadi di film-film saja.

"Orimura-kun!"

"Dunois-kun!"

Yang memasuki ruangan adalah--beberapa cewek yang datang seperti longsor es, dan ini benar-benar kacau. Padahal UKS cuma punya 5 kasur, tiba-tiba dikerumuni orang, dan mereka langsung mengelilingi kami, menjangkaukan tangan kayak ada diskon besar-besaran…wah, bener-bener kayak film horror. Semua orang pasti ketakutan kalau melihat tangan sebanyak itu.

"A-A-Ada apa?"

"A-Ada apaan nih? Semuanya…to-tolong tenang."

"""Nih!"""

Menghadapi kami yang masih bingung, cewek-cewek itu pun memberikan kami berita dadakan dan formulir registrasi.

"A-apa...?"

"'Untuk membuat pertarungannya lebih realistis, turnamen divisi individual bulan ini akan dilakukan secara berpasangan. Maka dari itu, semua siswa yang tidak memiliki pasangan akan dipilihkan pasangannya dengan cara diundi. Batas waktunya adalah'…"

"Ah, pokoknya, baca yang ini aja! Nih!"

Ada tangan yang datang lagi. Hiiee.

"Jadi pasanganku, Orimura-kun!"

"Dunois-kun, jadi pasanganku saja!"

Aku gak tau kenapa tiba-tiba ada perubahan di format turnamen divisi individual itu, tapi gimanapun juga, semua orang yang datang saat ini semuanya adalah siswa tahun pertama (aku tahu dari warna pita mereka). Mereka mungkin lari kesini berpikir bahwa mereka bisa berkesempatan untuk berpasangan dengan cowok yang cuma ada 2 di sekolah ini, tapi--

"Huh, yah..."

Betul, Charles 'kan sebenarnya cewek, jadi pasti bahaya dengan siapapun dia berpasangan. Karena pasangan-pasangan itu bakalan latihan bareng, identitas aslinya mungkin akan ketahuan.

Itulah yang kupikirkan saat aku pun melihat kearah Charles, yang sedang menatapku dengan tampang terganggu. Setelah mata kami bertemu, sepertinya dia tahu kalau aku mengerti dia meminta bantuan sambil dia kembali berpaling.

Kehati-hatian Charles itu membuatku menyeringai saat aku mengumumkannya dengan suara yang cukup keras sampai semua cewek yang sedang ribut-ribut itu pun mendengar,

"Maaf semuanya, tapi aku bakalan berpasangan dengan Charles. Menyerah saja!"

Benar-benar diam…keheningan yang tiba-tiba itu sepertinya membuatku terkejut. Ugh, jadi gak boleh juga?

"Yah, terserah deh kalau begitu..."

"Setidaknya mendingan daripada berpasangan sama cewek lain..."

"Gambaran dua cowok barengan itu lebih cantik...ahem."

Sepertinya mereka bisa menerima, dan sambil cewek-cewek itu terus berkata mau gimana lagi, mereka pun meninggalkan ruang UKS satu persatu. Sambil mencoba mencari pintunya, aku masih mendengar ada keributan di koridor.

"Hoo..."

"Yah, soal itu, Ichika--"

"Ichika!"

"Ichika!"

Charles mulai berbicara saat aku mendesah karena kembali tenang, tapi Rin dan Cecilia melompat dari kasur dan mengalahkan suaranya dengan tekanan yang mengejutkan.

"Be-berpasangan denganku saja! Bukannya kita teman masa kecil?"

"Enggak, aku teman sekelasmu!"

Mereka berdua kayaknya mau mencekik leherku. Hey, orang sakit 'kan harusnya istirahat di kasur, kalo enggak sakitnya bakalan tambah parah.

Tapi aku mau gimana lagi? Mereka gak sama dengan cewek-cewek dari sebelumnya, dan sepertinya aku gak bisa melepaskan diri dari mereka dengan gampang...haa.

"Kalian gak boleh."

Wha? Sepertinya gak cuma aku yang kaget karena suara yang tiba-tiba ini, saat Rin dan Cecilia pun berkedip, terkejut oleh kedatangan Yamada-sensei yang tiba-tiba.

"Aku baru saja memastikan keadaan IS kalian berdua. Tingkat kerusakan yang diterima oleh kedua IS kalian sudah melewati fase C. Kalau kalian gak fokus untuk memulihkan diri, bakalan ada masalah fatal nanti. Anggap saja sebagai istirahat buat IS kalian, aku gak akan memperbolehkan kaluan berdua untuk ikut."

Bisakah kedua kandidat perwakilan dengan kemauan yang membara ini menerimanya? Kayaknya enggak...

"Ugh, ku...! A-Aku ngerti."

"Aku gak terima…gak, gak sama sekali! Tapi aku akan mengundurkan diri dari turnamen..."

Apa? Mereka beneran nerima…kok bisa?

"Sensei senang kalian mau menerimanya. Kalau kalian memakai IS melewati batasnya, kalian harus membayar akibatnya. Bahaya kalau kalian kehilangan kesempatan saat ada kesempatan yang lebih baik, dan sensei gak ingin kalian berdua jadi kayak gitu."

"Iya..."

"Aku mengerti..."

Walaupun mereka berdua kelihatannya gak terima sama nasihat serius dari Yamada-sensei, setidaknya mereka sadar kalau mereka gak bisa ikut turnamen.

"Ichika, apa poin ketiga dari mendapatkan pengalaman di teori dasar IS?"

Huh, huh...

"…'IS akan mendapatkan semua pengalamannya dari pertarungan dan membuatnya berkembang lebih cepat. Saat pengalaman di dapatkan pasti kerusakan juga di dapatkan, kalau IS rusak melewati fase C, keadaan yang tidak sempurna itu bisa menyebabkan sentakan energi yang tiba-tiba, yang berbahaya untuk pengoperasian normal.'"

"Ohh, betul! Seperti biasanya dari Charles!"

Charles pun menjelaskan hal yang gak kuingat.

Dengan kata lain, hampir mirip seperti 'bakal ada nyeri otot kalau kau berusaha bergerak saat ada tulang yang patah', dan begitulah.

Bagaimanapun juga, kembali ke topik, aku akhirnya menanyakan Rin dan Cecilia apa yang mau kutanya,

"Jadi kenapa kalian bertarung lawan Laura?"

"Apa, enggak, itu karena..."

"Eh, yah, gimana yah…karena kami para wanita tersakiti harga dirinya."

"Hm?"

Kenapa keliatannya kayak mereka berdua masih gak terima? Sepertinya mereka bertarung setelah a taunt dari salah satu pihak, tapi sebagai kandidat perwakilan dari negara yang berbeda, bukannya jelek kalau terpancing ejekan? Hm.

"Ah, jangan bilang tadi soal Ichika--"

"Ahh! Mulutmu kayak ember, Dunois!"

"Be-bener! Serius! Ahhahaha!"

Charles sepertinya tau sesuatu, tapi kedua cewek itu langsung menghentikannya dari berbicara. Mulut Charles pun ditutup oleh mereka berdua saat dia berusaha untuk melepaskan diri dengan kesakitan.

"Hey hey, udah udah. Emangnya kalian gak tau Charles jadi sedih sekarang? Kalian lagi sakit, tapi dari tadi gerak-gerak terus...hey!"

Sambil berusaha menenangkan mereka, aku pun menjangkaukan lenganku untuk memegang pundak Rin dan Cecilia.

"EEEKKK!!!"

Seperti yang sudah kukira, rasanya sakit. Aku baru saja melihat mereka menjerit dan membeku.

"..."

"..."

"Ah…maaf, aku gak tau kalo sesakit itu."

Melihat mereka yang terdiam dengan air mata yang terbentuk di mata, aku bisa agak mengerti seberapa sakitnya tadi itu. Kupikir sepertinya aku berlebihan dan langsung minta maaf.

"I-I-Ichika…kau..."

"Ka-kau…ingat ya..."

Wah…mungkin mereka bakalan memukuliku kalau sudah sehat? Terus mereka bakalan minta ditraktir makanan, dan mungkin sampai makanan penutup juga. Minuman? Pasti terus-terusan.

"Ka-kalau gitu, soal tadi, Ichika."

"Wha?"

Setelah makan malam, saat kami sedang kembali ke kamar, Charles pun akhirnya berbicara. Mungkin cuma aku saja, tapi dia kedengarannya agak memaksa. Ada apa nih?

"Yah, mungkin emang agak telat, tapi…makasih udah ngebantuin tadi."

"Hm? Aku ngapain? Kayaknya kaulah yang ngebantuin aku di arena."

"Bukan itu, maksudku waktu tadi di ruang UKS. Kau bilang tadi kau akan jadi pasanganku buat turnamennya. Aku berterimakasih soal itu."

"Ah, soal itu? Hn, gak apa-apa. Cuma aku yang tau kebenarannya, jadi emang udah bener aku membantumu, 'kan?"

Aku gak berpikir kalau tadi itu hal yang spesial, tapi Charles sepertinya berpikir sebaliknya saat dia berterimakasih padaku dengan sangat antusias.

"Bukan gitu. Itu karena kau sangat baik, Ichika, makanya kau langsung secara natural saja melakukannya. Aku selalu berpikir kalau membantu orang lain itu sangat hebat. Terima kasih."

...Hm, seperti biasanya dari seorang pangeran kerajaan yang pirang, bahkan kata yang dipakainya saja sangat elegan, membuatku jadi sedikit malu. Aku pun menggunakan tanganku untuk menampar diri sendiri dan melupakannya.

"Be-bener, nah, Charles, kau gak harus memakai nada kayak cowok dengan sengaja gitu kalau cuma ada aku saja."

"Hn, hn, yah a-aku juga mikirnya begitu, tapi sebelum aku datang kesini aku harus mempelajari gerakan dan kebiasaan ngomongnya cowok agar 'menghindari diketahuinya identitasku yang sebenarnya', jadi mungkin sudah gak mungkin lagi untuk merubahnya."

Orang yang mengajarinya semua ini pasti adalah ayahnya Charles, yang aku tak pernah bertemu. Walaupun aku benar-benar marah karena hal itu, tapi melihatnya bilang seperti itu dengan santainya, aku cuma bisa menahan amarah itu--buat siapa aku marah? Buat diri sendiri? Aku gak bisa salah lagi sekarang.

"Ta-Tapi itu…gak mirip kayak cewek, 'kan?"

Terlihat sedih, Charles pun melihat kesekelilingnya saat dia bertanya padaku dengan malu-malu.

"Hm? Apakah maksudmu kenapa kau memakai 'boku'[10] terus?"

"Be, bener. Itu 'kan bukan apa yang dibilang seorang cewek, jadi aku akan coba sebaik mungkin untuk memakai gaya bicara yang biasa kalau lagi berdua saja."

"Ah, gak usah berusaha terlalu keras, oke? Kau memang agak feminim lagian. Kurasa Charles itu sudah imut bagaimanapun juga."

"I-Imut…? Aku? Be-Beneran? Kau gak bohong 'kan?"

Kenapa dia? Charles sepertinya lebih panik dari sebelumnya saat dia terus bertanya padaku, tapi aku memang gak berniat untuk bohong padanya saat aku menjawab dengan jujur.

"Enggak kok. Percaya deh."

"Be-beneran…beneran--baiklah, kalau begitu."

Walaupun aku gak terlalu tahu apa yang terjadi, sepertinya dia pikir semuanya baik-baik saja. Dia cuma membalas dan menganggukkan kepalanya.

"Oh yeah, banyak hal terjadi hari ini. Ayo ganti baju."

Mendengarnya berkata begitu, aku pun tiba-tiba sadar--Charles itu seorang cewek, jadi normal saja dia terpaksa memakai suit IS saat kita ganti baju di ruang ganti, tapi kalau kita sedang di kamar sendiri, dia punya semua waktu dan tempat untuk melakukan apapun yang dia mau. Aku sebaiknya menunggu diluar sampai dia selesai ganti baju.

"Aku akan keluar kalau gitu."

"Huh? Kenapa?"

"Yah, kau gak bisa ganti baju kalau ada aku, 'kan? Pasti susah melepaskan suit IS itu, jadi aku akan keluar dari kamar sekarang."

Ngomong-ngomong, Aku ingat kalau hal yang sama terjadi saat aku sekamar bareng Houki. Aku masih agak gak enak saat tinggal bareng cewek, dan sekarang tambah rumit karena Charles pura-pura menjadi cowok.

"Huh? Gak apa-apa. Aku kasian pada Ichika. Yah…lagian aku gak terganggu banget kok..."

"Tapi walaupun kau bilang begitu, aku sendiri merasa terganggu..."

"Ta-Tapi…yah, karena kita berdua cowok, orang-orang mungkin bakalan berpikir itu aneh kalau salah satu dari kita harus keluar, 'kan?"

"Yah, bener sih…baiklah, aku akan ke wastafel. Panggil saja aku kalau sudah selesai."

"Sudah, sudah kubilang kau gak usah pedulikan aku. Kita, bisa ganti baju seperti biasa, dan Ichika, kau harus ganti juga, 'kan?"

Hm…pokoknya, kayaknya aku gak harus keluar dari ruangan ini. Aku gak tahu kenapa Charles berusaha banget untuk membuatku tetap disini, tapi karena dia bilang begitu, baiklah.

"Aku ganti baju juga kalau gitu."

"Oke, ayo."

Charles pun tersenyum. Mukanya pasti jadi sedikit panas saat dia tersipu-sipu, mungkin karena dia berusaha keras untuk mencari alasan.

"Oke, sekarang saatnya pakai baju lengan pendek. H-uh, mana bajunya ya…ah, ketemu ketemu."

"..."

"Hm? Ada apa?"

Walaupun Charles baru saja bilang kalau aku gak usah keluar, dia tetap saja gak ganti baju sama sekali, jadi aku pun menatapnya dengan kebingungan.

"Wha, Ichika, aku gak bisa ganti baju kalau kau terus menatapku gitu..."

"O-oh, oh iya, maaf."

Aku pun berbalik. Kok rasanya familiar buatku? Perasaannya sama kayak waktu aku dengan Houki--

"Aku, aku akan ganti baju kalau gitu..."

"O-Okay."

Aku sedang berpikir, dan setelah aku mendengar kata-katanya, aku pun meringkuk kaget. Setelah beberapa detik yang diam…aku pun mulai mendengar suara baju yang dilepaskan.

(Ugh, bahaya nih…wangi banget dari sana...)

Walaupun aku gak merasa apa-apa saat dia jadi cowok, sejak aku tahu kalau Charles itu cewek, aku jadi merasa ada aroma lembut yang menggairahkan kalau lagi di ruangan yang sama.

Betul sekali, aroma milik cewek.

(Apa-apaan ini…cowok-cowok gak punya bau kayak gini. Apakah ini yang dibilang-bilang [http://id.wikipedia.org/wiki/Feromon feromon?)

"I-Ichika, kau gak ganti baju?"

"O-Oh, oh yeah, aku ganti sekarang."

Setelah mendengarnya berkata begitu, aku pun sadar kalau aku sedang melamun. Pokoknya, lebih baik aku berdiri dari kasur dan ganti baju.

"..."

Tatap--

Apakah imajinasiku saja? Untuk beberapa alasan, kurasa ada orang yang sedang menatapku dari belakang.

"Charles?"

"Wah! A-Ada apa?"

Mendengar suaranya yang sangat terkejut itu, aku juga jadi kaget. Karena aku panik saat sedang mencari sesuatu untuk dikatakan, sepertinya aku jadi gak bisa memikirkan apapun untuk ditanyakan.

"Aku minta maaf dulu kalau aku salah, tapi apakah kau tadi menatapku?"

"Enggak, jelas-jelas enggak!"

"Baik, baiklah."

Dia menolaknya mentah-mentah. Mungkin cuma aku saja yang terlalu percaya diri. Aku cowok tapinya sangat hati-hati soal orang lain melihat kearahku. Kenapa aku terlalu berlebihan gini?

(Terserahlah, ayo cepat ganti baju.)

"..."

Tatap--

…Eh--Charles-san?

"Jangan ngintip."

"Ah? E-enggak kok, aku lagi--ah!"

Suara canggung Charles pun berubah menjadi rengekan lembut, dan aku tanpa sadar berbalik untuk melihatnya.

"Oww…aku kesandung...huh?"

"Huh?"

""APAAA!!!""

Charles tersandung oleh celananya dan jatuh ke lantai. Masalahnya adalah posturnya saat jatuh; dia sedang memakai bra ketat yang biasanya dia pakai kalau dia sedang memakai baju cowok, dan di bawah, selain celana yang tertarik sampai ke lutut, ada celana dalam--celana dalam cewek pula (walaupun sudah jelas). Saat Charles kehilangan keseimbangannya dan jatuh ke lantai, tangan dan kakinya ada di lantai dan pantatnya sedikit terangkat. Pantat yang berbentuk sempurna itu dan celana dalam yang berwarna merah muda yang sedikit menggulung kedalam itu benar-benar memikat--bahaya nih, benar-benar bahaya! Setidaknya bahaya buatku.

"WAH--"

Sialan! Bahaya buat kami berdua kalau ada teriakan cewek disini!

Aku pun berpikir begitu saat aku melompat kearah Charles, yang sedang melepaskan celananya, dan menutup mulutnya.

Faktanya, Charles juga terkejut oleh gerakanku yang tiba-tiba itu dan berhenti berteriak, tapi karena tubuhku ada di udara, teriakan itu pun berhenti untuk beberapa waktu, dan aku terus mendarat di atas Charles.

Tapi gak cuma itu saja. Saat ada hujan, air turun. Saat aku di udara, celanaku tersangkut di kasur dan menyandungku, lalu aku pun kehilangan kecepatan seperti benda yang dilempar dan jatuh ke lantai.

--Dan sedetik sebelum aku jatuh ke lantai, aku pun secara tidak sengaja menjangkaukan tanganku, dan mereka menggenggam kuat-kuat sesuatu yang seharusnya tidak aku pegang.

"Ugh~~~~~~~~~~~~~~~~"

Dorongannya pun memantul kembali kepadaku, ototnya yang keras, kulit sehalus sutra dan kain yang sangat rumit…dalam kata lain, artinya aku sedang memegang pantat Charles.

Pikiran pertamaku adalah pantatnya lembut dan hangat --ah, betul, aku ngerti sekarang kenapa orang yang mau mati itu sangat tenang. Itu karena mereka gak akan memikirkan apa-apa.

Dan juga, gravitasi gak akan memaafkan siapapun. Tubuhku terjatuh. Dengan kata lain, celana dalam Charles juga akan tertarik kebawah--

"AHHHHH!!!"

AWAS!!!

Di lantai, insting Charles menyuruhnya untuk menggunakan kakinya untuk menendang, dan tendangan itu mendarat dengan sempurna di rahangku. Cuma begitu saja, aku pun jadi pusing dan pingsan--KU!

"..."

Charles meletakkan Ichika yang sedang tidak sadar itu di kasurnya dan terus tersipu-sipu saat dia berganti ke baju tidurnya.

Dia terlihat marah, malu dan sedikit senang, memang perasaan yang rumit dan aneh.

"Be-Beneran deh, Ichika selalu kayak gini, tapi dia tetap saja..."

Walaupun dia tahu Ichika tidak melakukannya dengan sengaja, Charles tetap tidak bisa menahan emosinya.

Itu cuma kecelakaan. Bukan apa-apa, tapi dia tetap merasa marah karena menganggapnya sebagai ketidaksengajaan.

"Se-sebenernya, aku sih..."[11]

Setelah berkata cuma sampai di situ saja, Charles pun kembali sadar, dan setelah menyadari apa yang dia mau katakan, pipinya kembali memerah. Dia kelihatannya ingin melepaskan kemerahan yang ada di mukanya saat dia menggelengkan kepalanya dengan paksa.

(Ah, terserah deh, aku mau tidur! Ya! Bagus kalau begitu!)

Menoleh dari Ichika, Charles pun mematikan lampu yang ada di ruangan itu. Karena ruangan itu tiba-tiba menjadi gelap, matanya tidak bisa menyesuaikan dengan cepat.

Dan mungkin karena dia tidak bisa melihat muka Ichika, Charles pun anehnya menjadi lebih berani.

(A-Aku ngapain sih…)

Charles berpikir seperti itu saat dia mendekati muka Ichika dan menatapnya. Mereka berdua berjarak kurang dari 5cm antara satu sama lain.

Charles bisa merasakan nafas dan bahkan kehangatan tubuhnya Ichika, dan hal itu menyebabkan hatinya berdegup lebih cepat.

"..."

Lalu, dia pun mengingat apa yang Ichika katakan padanya dengan ekspresi serius sebelumnya.

"…Kalau gitu, tinggal disini saja."

--Itu pertama kalinya dia mendengar seseorang berkata seperti itu padanya.

Sejak ibunya meninggal, dia sudah kehilangan satu-satunya tempat perlindungan. Karena ayah kandungnya hanya memberinya perasaan sedingin ruang es, dia hanya bisa berpura-pura hidup dalam kebahagiaan.

Dia tidak lagi merasa kalau dia itu diinginkan, dan terus hidup melalui kehidupan yang dingin dan tak berwarna.

Saat perintah ayahnya yang menyuruhnya untuk pergi ke Jepang sudah diputuskan, dia tidak merasakan perasaan yang spesial karenanya.

Tetapi--

(Kenapa Ichika membuat hatiku jadi berguncang?)

--Dia bertemu dengan cowok itu.

Kadang-kadang, rasanya seperti dia sedang berada di tengah badai, tapi saat dia sedang seperti itu, dia berasa seperti tumbuhan shamrock yang mekar di musim panas dan muncul di sebelahnya, menenangkannya. Tetapi, saat Charles mencoba untuk mencapainya dan mendekat, dia akan kabur seperti seekor tupai di hutan. Akhirnya, Charles hanya bisa melihat melalui celah diantara pohon-pohon, tak bisa mendekat.

"Dia benar-benar cerdik, Ichika itu."

Dia benar-benar di depannya sekarang, tapi dia tidak bisa bangun, persis seperti 'Putri Tidur'. Berpikir seperti itu, Charles pun tiba-tiba merasa aneh.

(Hoho, jadi keadaannya kebalik sekarang.)

Charles kembali menatap Ichika untuk beberapa waktu dan memperlihatkan muka lembut. Lalu, dia pun mencium Ichika dengan lembut di keningnya seperti seorang ibu mencium anaknya.

"Selamat malam, Ichika..."

Charles pun memeluk badannya yang terus panas membara sepanjang malam.

Catatan Penerjemah[edit]

  1. Nama disini maksudnya adalah nama depan. Kalau di Jepang, memanggil orang dengan nama belakang itu dianggap lebih sopan, sehingga memanggil dengan nama depan itu dianggap informal.
  2. Pemandian air panas yang terkenal di Jepang.
  3. Kata dalam bahasa Inggris-nya adalah "Speaking of the Devil.", yang merupakan kependekan dari "Speak of the devil and he shall appear.". Maknanya hampir sama seperti "Panjang umur anda, baru diomongin sudah datang."
  4. "Ichika no echhi" bisa diterjemahkan jadi "Ichika, kau mesum" tapi karena Charles sering memakainya jadi ditinggalkan seperti ini.
  5. I was already thinking that he meant to push her to do "that", but since Ichika is a nice guy, let's keep the postive thinking that he wants to push her away so her breasts doesn't really exposed.
  6. Teks original-nya adalah: な、なんでまない、なんでまないぞ、なんでまないんだ、なんでまないに遠いない (Romaji: Na, nande-ma-nai, nande-ma-nai-zo, nande-ma-nai-nda, nande-ma-nai ni-tōi-nai)
  7. Permainan dimana kita harus memukul tikus mondok yang keluar dari lubang dengan palu, biasanya ada di pusat permainan.
  8. Kata bahasa Jepang untuk gunting kertas batu.
  9. Yang dia lakukan disini biasanya dihubungkan dengan kalimat "Sini, kejar aku kalau berani/bisa". Contoh yang terkenalnya adalah di The Matrix (franchise).
  10. Bahasa Jepang untuk "aku" yang biasa digunakan oleh cowok.
  11. Dia mau bilang kalau dia mau-mau saja kalau Ichika mau (titik-titik-titik) tapi dia pun malu.


Mundur ke Bab 2 Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Bab 4