Kagerou Days:Volume 3 Children 1 Indo

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Translasi oleh Kaori Hikari

Rekaman Anak-Anak 01 Part 1[edit]

(Shintaro, kamu menyedihkan sekali)[edit]

Dengan suara yang nyaring, sebuah strecther berjalan melaluiku

Aku agak terkejut dengan jarak yang bergitu dekat saat kumelihatnya, tapi situasi yang sekarang terlalu serius untuk memperdulikan hal seperti itu. Dan yang dibawa stretcher itu mungkin yang terberat, tapi juga yang terlemah, yang pernah kulihat di dunia ini.

Karena itu Rumah Sakit itu menyusahkan. Karena mereka harus menghadapi hak seperti ini.

Karena mereka biasanya hidup sehari-hari dengan kaku, tersiksa dengan kengerian kematian, inilah yang harus selalu mereka hadapi.

Sudah berapa lama waktu berlalu sejak saat itu.

Mungkin karena tiba-tiba disuruh berlari, kakiku yang ‘sedikit lebih keras dari brokoli’ mulai layu dan gemetaran. Kurasa kakiku tidakkan berguna untuk sementara.

Yah, tentu saja. Jika aku menggunakan kakiku di kehidupanku yang biasanya. Mereka cuma digunakan saat aku ke dapur atau ke kamar mandi. Menggunakan kaki ini untuk ke departemen store dan ke taman bermain, dan akhirnya, tiba-tiba berlari sekuat tenaga. Biarpun bukan aku, pasti tetap sama.

Ngomong-ngomong, ada apa sih dengan pikiran Ene. Tidak, tunggu dulu, aku tidak akan PERNAH mengerti apa yang dipikirkan Ene. Aku tidak akan pernah mau mengetahui apa yang ada di pikiran jahatnya yang jahil

Tetapi, Ene agak membuatku khawatir hari ini. Waktu kami pulang dari taman bermain, dia tiba-tiba berkata “Bisakah Master mengejar orang itu?!” dan membuatku mengejar ambulan dan saat akhirnya tiba di Rumah Sakit dia juga bilang “Bisakah Master membiarkanku sendiri dengan orang ini sebentar?” dan memberikan HPku kepada orang yang aku SAMA SEKALI TIDAK KENAL, dan lalu aku dibawa ke tempat yang tidak kuketahui. Ini benar-benar aneh.

Dan SEKARANG, pada situasi ini, aku yang berdiri di depan ruang pemeriksaan dengan bocah yang tidak kukenal di dalamnya.

Memikirkan berbagai pertanyaan dan tidak bisa pergi kemana-mana, hanya menunggu pengasuh bocah ini, yang memegang Ene, untuk kembali.

Aku duduk dengan santai bagaikan semuanya akan baik-baik saja, tetapi semakin kupikirkan, aku semakin merasa keberadaanku disini sama sekali tidak dibutuhkan. Aku bahkan tidak tau bocah yang ada di dalam situ, dan aku juga tidak membutuhkan sesuatu dari dia. Aku hanya duduk menunggu.

Jika orang tua bocah itu bersamaku sekarang, pasti mereka bertanya “Ada apa denganmu?” dan aku akan memberikan senyuman suram sambil berkata “Tidak, tidak ada apa-apa.....”

Aku sudah merasa cukup dengan semua ini. Aku sudah terbiasa dengan tingkah aneh Ene yang membuat kepalaku pusing, tapi dia terlalu keterlaluan untuk beberapa hari ini. Aku akan langsung pulang saja saat dia kembali, dan menghidupi kehidupanku yang biasa lagi. Tapi, apakah (1)Mekakushi Dan akan membiarkanku begitu saja.

Berbagai macam hal yang menyusahkan bertumpuk bersama, memikirkannya saja sudah membuat kepalaku sakit.

“Ini benar-benar tidak masuk akal........”

"HAAA." Aku menghela napas.

“Hal yang benar-benar tidak masuk akal ada disini disisiku.... beneran......”

Tiba-tiba suara berkata tepat disampingku, seperti hendak mengikutiku yang menghela napas “Haa” dan berbisik. Aku terkejut sampai-sampai aku melompat dari kursiku.

"Woahhwahhh!!! Kau! Sejak kapan kau berada disini!"

Saat aku memutar kepalaku, pemuda berambut putih yang kuberikan Ene, duduk tepat disampingku. Dia mengangkat kepalanya dan memberikanku ekspresi tidak mengerti.

“Maaf.....Aku.....”

Pemuda ini sepertinya berpikir aku marah kepadanya, dan menggunakan intonasi yang sangat lambat untuk minta maaf.

Tetapi ekspresinya tidak pernah berubah. Dia hanya terlihat lebih bodoh dan tidak terlalu khawatir dibandingkan yang tadi.

Sedangkan aku yang tidak menjawab untuk sementara waktu karena masih memikirkan “Apa yang ingin dia sampaikan”, membuat pembicaraan kami kosong dalam beberapa waktu.

“Eh? Ahh, tidak apa....Ini bukan salahmu, ini salahnya.”

Pemuda itu melihat ke layar HPku yang dia pegang berapa lama, anak berambut biru yang familiar itu mencebil dan merajuk sambil mengapung di layar.

“Yah, ada sesuatu yang kamu mau, Master?”

Dia masih mencebil sambil mengapung di layar, dia bahkan tidak melihatku sama sekali.

“Ah tidak, aku hanya berpikir kapan kau mau kembali. Ngomong-ngomong, siapa orang ini. Bukannya dia seseorang yang kau kenal?”

Aku telah dipermainkan kesana kemari sambil tidak mengetahui apa yang terjadi. Jadi aku merasa tidak salah kalau aku menanyakan inti masalah semua ini.

Makanya aku bertanya kepada Ene. Tapi entah mengapa saat aku menyanyainya, dia mengubah HPnya menjadi mode getar, dan melototiku dengan tajam.

Lototan itu adalah sesuatu yang tidak pernah kulihat dari dirinya selain sikap jahilnya. Tapi entah mengapa aku merasa ekspresi itu pernah kulihat disuatu tempat.

Kepadaku yang menjadi agak takut dengan situasi ini, Ene mencebil lagi dan berkata.

“Aku keliru. Aku tidak tau orang ini. Maaf telah membuat Master lari kesana kemari. Ayo pulang"

Ene seperti marah-marah saat dia mengatakan kebenarannya. Wajah pemuda berambut putih itu kembali menjadi suram, seperti berpikir ini adalah salahnya lagi.

“Hei kau....Tidak masalah kalau kau bilang kau keliru melihat orang, tapi kau menghentikan seseorang saat kenalannya dalam keadaan darurat. Kau pasti tidak keliru tentang hal itu, kan?”

“Itu karena....itu karena......aaaAAAHHH~~ MASTER MENYEBALKAN!!! Sudah kubilang ini keliru kan?! Pantas saja Master tidak populer, huh!!"

Ene berteriak, pemuda berambut putih itu agak takut, tapi dia hanya mengguncangkan pundaknya sedikit tanpa ada perubahan ekspresi.

Apakah dia terkejut atau apa? Sikapnya yang kaku itu seperti robot saja.

“Itu....maaf. Aku sepertinya membuatya marah. Kupikir.”

Pemuda berambut putih itu melihat kemari dengan muka tanpa ekspresi. Sambil berkata dengan intonasi yang kurasa seperti minta maaf.

“Dia menangis....sambil berkata....‘Aku merindukanmu’...dan... ‘Kupikir kamu telah mati’,....tapi aku tidak...mengerti....sama sekali.....Kurasa....dia salah....orang....”

Serasa sudah 20 detik berlalu sejak dia berkata sampai dia berhenti. Entahlah karena aku terbiasa dengan Ene yang berbicara dengan cepat ataukah intonasi orang ini yang sangat lambat sampai-sampai aku merasa waktu telah melambat.

Begitu toh. Karena pemuda ini mungkin mirip dengan temannya Ene.

Memang sih orang ini mempunyai suasana yang aneh. Jika dia benar-benar temannya Ene, aku bisa menerima keanehannya.

Tetapi yang lebih mengkhawatirkan adalah, HPku yang tidak berhenti bergetar sejak pemuda ini berhenti berbicara,

Saat aku dengan agak takut melihat ke layar, disitu ada Ene yang tidak berwarna biru murni seperi biasanya, tetapi bertelinga sangat merah dan tidak berhenti bergetar.

“Kau, kau kenapa-“

"uWAHHHHHH!!! UWAHHHH!! BERISIK!!! TIDAK ADA APA-APA, JANGAN BICARAAA!!!!!!"

Pemandangan ini berhenti untuk sesaat. Aku bisa melihat pundak pemuda itu bergetar lagi, tetapi ekspresinya tetap tak berubah.

Bahkan aku yang sudah biasa dengan gaya bicara Ene, terdiam, karena ini pertama kalinya aku melihat Ene besikap sampai seperti ini.

Di layar, Ene duduk memeluk kepalanya sambil menendang-nendang kakinya, tetapi tiba-tiba dia berdiri seperti baru menyadari sesuatu, dan tersenyum sambil berkeringat dingin kepadaku.

“....Kumohon, Master?”

Aku tidak tau apakah dia ingin menyembunyikan dirinya dari tingkah anehnya tadi, atau dia ingin mencoba bertingkah seperti biasanya, angin sunyi senyap menyebar.

Seperti tidak terlalu gembira, wajah Ene kembali menjadi merah.

“Masalah teknis....?”

Kataku sambil mengetok HPku, dia bergetar seperti ingin menunjukkan seberapa bencinya dia dengan itu.

“Memangnya Master pikir aku ini apa???? Ini bukan apa yang Master pikirkan!!!”

Ene berteriak dengan nyaring seperti terkejut. Sepertinya dia sehat-sehat saja. Tidak ada virus, mungkin karena demam....tunggu, Ene tidak bisa demam sama sekali.

Biarpun dia biasanya aneh, ini sudah melebihi keanehannya yang biasanya.

“Gak, gak apa-apakan kadang-kadang kebingungan!!! Itu karena dia mirip dengan teman lamaku dulu, jadi....itu, mungkin karena aku mengatakan sesuatu yang aneh, atau mungkin karena aku mengingat berbagai hal, menunggu.......? Apakah itu karena aku tidak sengaja menunggunya....?”

“Tidak, aku tidak mengerti apapun yang kau katakan. Singkatnya adalah, karena dia seperti teman lamamu, kau jadi emosional, kan?”

Saat aku menyelesesaikannya, Ene yang dengan canggung berkata hal-hal yang aneh tiba-tiba terdiam, seperti tercengang, terkejut. Membuatku mejadi kebingungan.

“Ah~ Aku ngerti sekarang kenapa Master tidak populer. Mungkin Master akan sendirian selamanya. Tidak buruk.” Ene berkata dengan monoton.

"Ehhh?!! Apakah aku mengatakan sesuatu yang buruk?!! Dan juga kenapa aku jadi tidak populer!! BERITAU AKU!!"

“Ah, tolong jangan berbicara denganku untuk sementara waktu, Master yang menyedihkan.”

“HEI, AKU DENGAR KAU MENGATAKAN ‘MENYEDIHKAN’ KAN?!! Biarpun kau mengatakannya dengan santai aku masih bisa mendengarnya looh!!”

“Master berisik banget!! Singkatnya, bahkan aku juga mempunyai sesuatu yang tidak bisa kuberitau kepada Master.....”

Saat Ene mencibil dan ingin berkata sesuatu, Suara nyaring terdengar dari ruang pemeriksaan dimana bocah, yang tadinya dipeluk dengan erat oleh pemuda berambut putih itu, berada.

Tidak lama kemudian, suara besi berjatuhan terdengar.

"………?! Master! Ini buruk!"

"Aku tau…..!"

Melewati koridor, aku bergegas membuka pintu ruang pemeriksaan. Bocah yang di dalamnya terjatuh di lantai. \(・`(ェ)・)/


TL Note :

  • (1) Mekakushi Dan = Kelompok Penutup Mata

Rekaman Anak-Anak 01 Part 2[edit]

(Pengalaman Skydiving Pertama Shintaro!)[edit]

Rambut coklat yang berantakan dan rompi putih, dari belakang dia sepertinya sekitar 11 tahunan. Thermometer dan alat-alat medis berhamburan dilantai, dan ditengah, anak lelaki itu merangkak untuk membantu kakinya agar bisa berdiri, tapi dia tidak bisa.

“Hei, hei, apa yang kau lakukan!! Aku tidak tau apa yang terjadi, tapi kau harus berbaring dulu.....!”

Aku menjongkok di samping bocah itu dan mengulurkan tanganku, tetapi dia menepis tanganku bagaikan takut.

Saat aku melihat wajahnya untuk pertama kali, wajahnya dibasahi dengan air mata. Dibalik matanya yang berair, seperti ada kebencian untuk sesuatu yang kejam yang membuatnya menderita, mengeluarkan perasaan yang gelap dan berat.

“Siapa kau.....jangan...hentikan aku.....!”

Anak lelaki itu berdiri dan badannya terhuyung-huyung, tapi dia menstabilkan gerakannya dan berjalan ke pintu keluar sendirian.

“Hiyori....Aku harus ke tempat Hiyori.....”

Anak lelaki itu berbisik seperti sedang menghayal, dan berjalan keluar dari ruangan tanpa mendengarkan nasehat apapun.

Aku dengan cepat mengejarnya, sesaat anak lelaki itu keluar dari ruangan, dia berhadapan dengan pemuda berambut putih itu.

“Ini semua salahmu......Ini semua tidak akan terjadi jika kau tidak ada.”

Anak lelaki itu melototi pemuda berambut putih itu dengan sangat tajam dan air mata kembali berguguran.

Pemuda berambut putih itu tetap tidak berkata apa-apa sampai akhir. Dia memberikan muka yang seperti kebingungan, tapi dia hanya berdiri dan tidak berkata apa-apa.

“Cukup.....Aku harus pergi.....harus pergi....”

Sesaat dia menyelesaikan perkataannya, anak lelaki itu dengan cepat mengubah arah badannya dan kabur. Sudah terlambat, anak lelaki yang berlari melewati koridor rumah sakit yang gelap, menghilang ke kegelapan.

“Apa yang kamu lakukan Master??!! Jika kamu tidak mengerjarnya dia akan kena masalah?!!”

"Oh oh oh oh. Aku tau. Ah, kakiku tidak bisa bergerak lagi….."

Benar juga, pada saat genting tadi, kakiku 'yang sedikit lebih kuat dari seledri’ gemetaran dengan menyedihkan.

"BAAAAHHHH!!! DASAR! MEMANGNYA MASTER ANAK RUSA APA??!! Kenapa Master sangat tidak berguna saat hal-hal penting seperti ini…….!"

"Be, berisik!! Jujur ini semua salahmu!! JANGAN MEREMEHKAN TUBUH LANGSINGKU!!"

Bersamaan kami berdua berdebat tak berguna, anak lelaki itu sudah jauh pergi.

Dihitung dari kecepatannya berlari, kurasa dia bisa kabur dari area Rumah Sakit cukup dengan beberapa menit. Jika begitu, dia akan benar-benar keluar dan kami akan benar-benar tidak mengetahui keberadaannya sama sekali.

“Panggil suster....tapi sepertinya sudah terlambat......Hei, bisakah kau lakukan sesuatu!! Biarpun dia sepertinya membencimu tapi dia masih kenalanmu, kan??!! Jika ini terus berlangsung kita tidak akan tau dimana dia berada selanjutnya??!!”

Mendengar pertanyaanku, pemuda berambut putih itu mengangguk dan dengan muka yang kebingungan, berbicara sedikit lebih cepat tetapi masih dengan intonasi yang lambat dan stabil.

“Hibiya....sepertinya..marah....karena..aku..... Aku...harus..melakukan ..sesuatu...bi..bisakah kau...ikut denganku..?”

Ritme bicaranya agak berantakan, tapi sepertinya Hibiya adalah nama dari anak lelaki yang baru saja kabur. Orang ini sepertinya juga merasakan adanya masalah dengan caranya sendiri. Berkata “ikut denganku”, wajah datar orang ini agak berubah, matanya terisi dengan sedikit semangat.

“Ah, ah, maaf, maaf, bukannya aku tidak ingin ikut denganmu, hanya saja kakiku tidak bisa bergerak sekarang....”

“Kenapa Master langsung berkata kaki Master tidak bisa bergerak. Master cuma pemalas yang kekurangan olahraga kan.

“Apapun yang kau katakan sekarang aku benar-benar tidak bisa lari....uhm, eh?”

Seperti ingin menutupi kalimatku, pemuda berambut putih itu muncul di depanku. Badanku langsung merasa tekanan gravitasi yang tidak pernah kualami sebelumnya.

"WoahwOOAAAHHH?!!"

Seperti mengangkat anak bayi, pemuda itu dengan santai mengangkatku dan membawaku di pundaknya

“Maaf, ini akan sedikit sakit.....”

Setelah dia berkata itu dengan pelan, bersamaan dengan suara ledakan, pemandangan koridor bergerak kebelakang dengan kecepatan tinggi.

Pemuda itu setengah berjongkok dan dengan pose seperti itu dia melompat bermeter-meter, dan aku membutuhkan 1,5 detik kemudian untuk menyadari apa yang terjadi.

"GYAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHH!!!!!!!!!!!!!!!!!"

Aku tidak mengeluarkan suara untuk sementara waktu, tapi setelah melihat situasinya kembali, aku meneriakkan seluruh suaraku keluar.

“Tu, tu-tu-tu-turunkan aku....OHOK!!”

Aku berusaha keras mengatakan sesuatu, tetapi terpotong oleh benturan besar saat mendarat, udara menggantikan kata-kata yang akan keluar dari mulutku.

“Ma, maaf, kumohon tunggu sebentar lagi.”

Selanjutnya, bukan gerakan super cepat melewati koridor lagi. Tanah tiba-tiba jauh dariku. Saat aku menyadari ini adalah lompatan yang sangat tinggi, aku hampir pingsan.

Aku berusaha menghentikan keinginanku dan melihat ke HPku yang kupegang dengan erat. Ene menggunakan sesuatu yang seperti bantal untuk menutupi kepalanya, menutup matanya dengan erat, seperti berusaha menahan benturan selanjutnya.

“INI RASANYA ANEEEEEEEEEEEEEEH!!!!!”

Bersamaan aku berteriak dengan udara yang terpotong, kami melompat ke angkasa yang dingin. Atap Rumah Sakit terbaring dibawah mataku. Atap jendela yang terbuka dimana kami melompat mulai mengecil

Bersamaan aku berteriak dengan udara yang terpotong, kami melompat ke angkasa yang dingin.


Inikah rasanya skydiving? Tidak, lebih tepatnya ini lebih terasa seperti ketakutanku kepada roller coaster yang kunaiki tadi.

Aku merasa saat aku akhirnya mendarat di tanah, aku akan jadi seperti setelah mengendarai roller coaster.

“Ketemu.....!”

Bisik pemuda itu. Mungkin untuk mengurangi benturan saat mendarat untukku, dia melepaskanku dari pundaknya dan membawaku di ketiaknya.

Lalu, setelah indra preasa beratku hilang untuk sesaat, sekarang tanah yang keras mendekat dengan kecepatan tinggi.

Otakku terus menerus mengulang 'Apapun yang terjadi ketinggian ini adalah sesuatu yang akan membuat kematian. OKE' dan berdoa kepada Tuhan, lalu seperti Ene tadi, aku menutup erat mataku.

‘DUAK!!’ suara yang nyaring bersamaan rasa gravitasi yang kuat. Benturannya lebih ringan daripada yang kuperkirakan. Tapi benturan itu cukup untuk membuat perutku serasa tercampur aduk. Setelah aku terlepas dari perasaan benturan dasyat tadi, pemuda itu dengan khawatir bertanya.

"Kau tidak apa-apa?"

"UhhaaaAAA!!!"

Seperti menjawab pertanyaannya tadi, aku yang masih dipeluk mengeluarkan napas lega.

"u…. uuuooo……"

Dan seperti biasanya aku muntah. Sial.

"kyahhh!!! Menjijikkan, jangan dekati aku!!!"

"Haaa….. haaa…. dasar, harusnya kau lebih khawatir denganku, Ene….."

“Maaf, tapi aku harus bergegas. Maaf membuatmu terkejut....’

Membawa lelaki dewasa dan melompat bermeter-meter cuma untuk kecepatan, seberapa banyak tipe orang seperti ini yang bisa kita temukan di dunia ini.

Aku lepas dari pegangan pemuda itu dan berdiri, terhuyung-huyung sambil melihat mukanya. Aku menyadari mata dari pemuda tanpa ekspresi ini bercahaya warna pink terang.

“Matamu.........badanmu mempunyai sesuatu juga kah. Apa sih yang terjadi sebenarnya.

Aku sudah menduga kemungkinan hal ini. Dari warna matanya dan tingkahnya yang aneh, sepertinya dia juga orang yang memiliki kemampuan, sama seperti Momo dan Mekakushi Dan.

Aku sudah terbiasa ddengan hal seperti ini karena Momo dan Ene, tapi bertemu dengan orang-orang aneh seperti ini dalam sehari itu tidak biasa.

Omong-omong, mata apasih itu? Kurasa lebih baik aku tidak terlalu menyelidikinya hanya karena penasaran....

“Kau itu apa......”

“Master!! Anak itu sudah keluar dari Rumah Sakit??!!”

Aku berhenti berpikir dan melihat ke arah yang ditunjukkan Ene. Di jalan yang panjang di depan pintu masuk Rumah Sakit, ada anak lelaki berlari.

Dan anak itu sangat dengan dengan pintu keluar area Rumah Sakit.

“Hibiya....Kita akan kehilangan dirinya jika ini terus berlanjut...!!”

Pemuda itu berkata dan memegang tanganku seperti ingin membawaku lagi.

“GAHH! GAKGAKGAKGAGAK!!!AKU TIDAK BISA LAGI!! Kumohon LEPASKAN AKU!!!”

“Ma, maaf, aku tidak akan melakukannya lagi....”

Saat aku menolaknya, pemuda itu bergetar dan melepaskan tanganku. Biarpun aku berhasil menghindari pertunjukkan teriakkan yang bisa terjadi lagi, anak lelaki itu masih berlari ke jalan. Akan menyusahkan jika dia berhasil kabur.

“Tidak...aku tidak....bisa. Aku takut...melakukannya..sendirian....jadi aku...tidak bisa....wuwu....”

Pemuda itu melakukan hal yang tidak bisa dibayangkan selain sikapnya yang pendiam, dan membungkukkan kepalanya dengan lemah.

Dan sekali lagi aku melihat ke arah anak lelaki yang berlari ke arah pintu keluar. Biarpun aku ingin mengejarnya, kakiku sama sekali tidak bisa bergerak.

Saat aku ingin menyerah, aku tiba-tiba mendapatkan ‘ide’. Aku bergegas berbicara kepada Ene.

“Hei Ene! Telpon Momo!!”

“Eh? Telpon (1)imouto-san? .....Ah! Begitu yah!! Siap!!”

Seperti mengerti, Ene menepukkan kedua tangannya dan dengan tangan kananya menggambarkan silang, layarnya langsung berubag menjadi mode telpon untuk menelpon Momo.

Setelah sekitar 2,5 detik kemudian, layarnya menunjukkan tanda hijau besar ‘MEMANGGIL’

“Ah~ Heiii, (2)onii-chan? Apakah onii-chan sudah selesai dengan urusan Ene-chan~?"

“Sudah selesai, tapi ada hal yang lain yang harus dilakukan...Momo, kau dimana sekarang?"

“Eh? Uhmmm~ Sebentar....Dimana kita sekarang (3)danchou-san? Ah, terima kasih. Ah, onii-chan? Kami sekarang ada di depan Rumah Sakit. Di bawah pohon disamping.....Areee, ada apa dengan anak itu, larinya cepat banget.”

“Heiiii!!! Hentikan anak yang lari itu sekarang juga!! Kumohon!!”

"EHHH??? KENAPAA??!!"

"INI PENTING!!! KUMOHOOON!!!"

"PENTING?!! Uhm~ OKE…… Ngerti! Akan kucoba!!"

Momo memutus telponnya, muncul tanda ‘AKHIR DARI PANGGILAN’ di layar HPku.

ᕦ(ò_óˇ)ᕤ

TL NOTE :

  • (1) Imouto-san = Adik perempuan
  • (2) Onii-chan = Kakak laki-laki
  • (3) Danchou-san = Ketua

Rekaman Anak-Anak 01 Part 3[edit]

(Bibi Momo Mirip Sapi!)[edit]

"(1)Imouto-san tidak apa-apa kah"

"Dia mungkin sedikit bodoh tapi dia aktif sekali"

"Yah, mungkin sedikit bodoh" Saat aku melihat, anak lelaki itu hampir mendekati pintu keluar.

Saat dia hampir melalui pintu keluar, anak lelaki itu terpental seperti tertabrak sesuatu.

Tiba-tiba Momo muncul di ruang yang kosong, anak lelaki itu terkejut dan ingin bertahan, tetapi dia di dorong keras oleh Momo sampai-sampai dia tidak bisa bergerak sama sekali.

"Woahhhh!!! Kerja bagus imouto-san!! Ah~ ah~ tapi dia memeluknya erat sekali….."

"Dia sepertinya telah menjadi bantal yang bagus. Oke, kalau kita tidak mengejarnya sekarang...."

"Yang lamban satu-satunya cuma kamu saja Master"

Tanpa menghiraukan Ene, aku mempercepat langkah kakiku. Saat aku hampir mencapai pintu keluar, Momo disitu memeluk anak lelaki yang meronta-ronta ,yang hampir mati lemas, dengan erat.

"Ah, onii-chan! Apa sih yang terjadi….. Ow sakit! Kamu jangan bergerak dulu………"

"Maaf Momo. Hei, kau yang disitu! Aku tidak tau apa yang terjadi tapi paling tidak bisakah kau tenang dulu! Kau kalau tiba-tiba menghilang dari Rumah Sakit akan membuat orang-orang khawatir tau!!"

"Eeehhh!?? Anak ini pasien!?"

Momo melepaskan tenaga di tangannya karena terkejut, anak lelaki itu lalu lepas dari tangan Momo. Wajah anak lelaki itu menjadi merah dan dia menarik napas panjang, dan menghembuskannya lagi bersamaan dia melototi Momo.

“Apa yang kau lakukan bibi gendut! Jangan tiba-tiba melompat dari suatu tempat dan menghalangiku!!”

"H- HUHHH??!! Bi-bi-bibi gendut……. APA YANG KAMU BILANG TADIII??!!!!"

"Yang kibilang itu kau bibi gendut besar!! Aku sedang buru-buru……"

Anak lelaki itu kembali ingin berlari, tetapi Momo yang lebih cepat darinya memegang tudung anak lelaki itu dan menarik balik badannya.

“He,hei kamu.....kamu itu pasien kan?!! Tentu saja kabur bukan hal yang benar!! Da-dan ge, gen, gendut itu juga.....”

Mungkin perkataan anak itu tadi terlalu keras untuk Momo, badannya mulai bergetar dan napasnya tidak beraturan.

Anak lelaki itu kembali melotot pada Momo dan mengambil kembali tudungnya yang dipegang dan berteriak kepada Momo lagi.

“Sudah kubilang...!! Jangan hentikan aku!!! Dan aku sudah pasti bukan pasien disini karena tidak ada masalah pada diriku!! Tapi untukmu bibi, mungkin kau harus mencek badanmu yang seperti sapi itu ke dokter!! Itu sudah pasti penyakit.”

Anak lelaki itu sepertinya mengarahkan tangannya ke dada Momo. Ene yang ada diHPku tertawa “Puuupuu…. ahh, maaf", dan suara yang agak serak terdengar dari Momo.

"Seseorang khawatir denganmu, tapi kamu!!!!!!! KAMU…….!"

Dia hampir menangis saat diejek oleh anak lelaki itu. Saat Momo yang berwajah merah ingin menyerang dan menangkap anak lelaki itu, tudung Momo ditarik oleh sesuatu yang tidak terlihat, menghentikannya menyerang.

“Le, lepaskan aku (2)danchou-san! ANAK INI MUSUH KITA, YUP MUSUH KITA!!! MEKAKUSHI DAN PANGGILAN DARURAT!! Le~ pas~ kan~ a~ ku~ ARGHH~~ ……!!!!!!!!"

Dikarenakan Momo yang meronta-ronta seperti sapi gila, digabung dengan apa yang anak lelaki itu tadi katakan, aku tidak bisa menahan diriku untuk sedikit tertawa, dan sepertinya Momo mendengar itu dan melototiku dengan tajam.

“Apa yang kamu tertawakan (3)baka-ani!? Ada apa sih dengan anak itu?! Kenapa aku dikatai seperti itu?!”

“Ah~ Aku tau Aku tau. Maaf oke, tenanglah dulu. Hei, namamu Hibiya kan. Kenapa kau tergesa-gesa? Bisakah kau pergi nanti?”

Mendengar apa kataku, Hibiya tidak mencoba untuk lari, tapi tanpa menutupi kekesalannya padaku dia melihat ke arahku.

“.....Ada perempuan yang sangat penting bagiku. Mungkin dia sudah mati. Cuma aku saja yang selamat. Jadi aku harus menyelamatkan dia juga.”

Bahkan Momo yang berisik dari tadi menghentikan grakannya dan membuka mulutnya terkejut.

“Tu,tunggu dulu. Mati maksudmu....kalian terlibat di suatu inisiden? Kalau begitu akan lebih baik jika kamu membicarakannya dulu ke dokter atau polisi dulu. Kemana kamu mau pergi sendirian?"

Sebelum aku berlari ke Rumah Sakit, tempat dimana Hibiya pingsan tidak ada tanda kecelakaan mobil sama sekali. Badannya juga tidak terlihat terluka. Dari sudut pandang orang yang melihat, dia cuma pingsan karena kepanasan.

Itulah yang kupikirkan.

Tapi dari apa yang Hibiya katakan, itu bukan kejadian yang tiba-tiba melainkan dia terlibat dalam suatu insiden. Jika begitu dia harusnya membicarakannya ke polisi.

“Biarpun aku mengatakannya, tidak akan ada yang percaya. Oh ya, kalau kalian tidak percaya tanya saja orang itu. Dia hanya berdiri disitu dan melihat saja.”

Hibiya mengarahkan tangannya ke pemuda berambut putih, pemuda itu terlihat gelisah dan memegang bajunya dengan erat.

“Hei, kau selalu melihatnya bukan? Jika kau tidak melakukan apa-apa paling tidak bisakah kau menjelaskannya.”

“Tidak....itu..tidak...benar.....Aku..juga......ingin...menyelamatkannya.. tapi..tapi...Aku tidak memiliki pilihan....!”

Bersamaan pemuda itu berkata, Hibiya menggertakkan giginya dan menggunakkan lototan yang lebih tajam yang mengarah ke arah pemuda itu.

Hibiya menghela napas dan sekali lagi dia terlihat seperti ingin pergi ke pintu keluar.

"…….. Baiklah. Jika kau tidak bisa melakukan apa-apa biarkan aku pergi sendiri. Jangan hentikan…… aku….."

Saat Hibiya ingin melangkah maju, badannya tiba-tiba terhuyung dan miring, diapun langsung mengarah ke lantai tanpa pertahanan apapun.

"o, oi!"

Aku bergegas ingin memegang anak lelaki itu tetapi jaraknya terlalu jauh. Bahkan pemuda yang memperlihatkan tingkah mengejutkan itu, seperti merasa sedih dengan kata-kata Hibiya tadi, reaksinya lebih lambat dariku.

Anak lelaki itu sama sekali tidak menunjukkan tanda pertahan diri, sepertinya dia akan jatuh begitu saja.

“Sial....!”

Saat kupikir ini sudah terlambat, badan Hibiya tiba-tiba tergantung oleh tali tak terlihat, dan berhenti ditengah-tengah udara.

Aku tidak langsung mengerti apa yang terjadi, tapi setelah melihat Momo yang kehilangan keseimbangannya dan jatuh ke tanah, aku mulai mengerti.

"Shintaro, anak ini…. Lebih baik jika tidak kita bawa kembali ke Rumah Sakit."

Udara di sekitar Hibiya bergetar dan tergoyang, pada waktu yang sama Kido yang memakai parka ungunya dengan kepalanya di dalam tudungnya muncul.

Di balik tudungnya dengan rambutnya yang panjang, wajah Kido menunjukkan perasaan campur aduk antara terkejut dan gelisah.

“Tangkapan yang bagus....Heiii, apa yang kau maksud tadi? Sudah jelas kondisi anak ini memburuk kan. Yah, memang sepertinya situasi sekarang agak buruk, tetapi sepertinya memang lebih baik untuk meninggalkannya ke dokter atau ke polisikan?”

“....tidak, kurasa dokter ataupun polisi tidak akan berguna. Sedangkan untuk situasi anak ini sekarang, menurutku hanya kita saja yang bisa menolongnya.”

Melihat kepada Hibiya yang ada ditangannya, Kido berkata dengan ekspresi seperti telah menggigit sesuatu yang pahit.

Apa yang terjadi sekarang, saat kupikirkan itu aku berjalan ke samping Kido dan melihat ke wajah anak itu, di matanya yang agak terbuka, warna merah padam sedikit demi sedikit keluar, bercampur dengan warna asli matanya.

"Oi, ini………."

"Ahh, aku dengar apa yang kau katakan, cuma situasi yang sekarang agak merepotkan"

Kido mengatakannya seperti dia mengingat sesuatu yang buruk sekali.

Perubahan warna mata anak ini sudah pasti adalah karakteristrik ‘suatu kemampuan’ yang dimiliki Kido dan yang lain.

Mungkin apa yang Kido katakan tentang ‘dokter ataupun polisi tidak akan berguna’ adalah karena ini. Memang kalau menghadapi gejala tidak biasa seperti ini, kedua pihak akan tidak bisa melakukan apa-apa.

“Jadi apa yang harus dilakukan sekarang....Apakah anak ini tidak apa-apa?”

“Kita masih tidak mengetahui apa kekuatan anak ini untuk sekarang....Jika kita membiarkannya kembali akan jadi bahaya. Lebih baik kita membawanya ke markas dulu.”

Tangan Kido menahan pinggang Hibiya dengan erat, dan memeluknya dengan kepala Hibiya di pundaknya.

Tangan Kido menahan pinggang Hibiya dengan erat, dan memeluknya dengan kepala Hibiya di pundaknya.


“Baiklah, Kisaragi. Beritau Kano untuk mengosongkan ranjangnya. Ahh, dan jika Mary takut akan menjadi repot, tolong beritau dia untuk tinggal di dalam kamarnya dengan Seto.”

Kata Kido ke Momo, Momo yang terduduk di tanah langsung berdiri dan hormat.

“O, oke! Siap!”

"Haha…. kau terlalu kaku"

Kido memberikan ekspresi kebingungan dan memberikan senyuman langka. Matanya memang selalu melotot dengan tajam, tapi saat dia tersenyum, senyumannya sangat hangat, dan sikap keibuannya juga terlihat.

"Oh, iya. Siapa namamu?"

Sambil memeluk Hibiya, Kido memikirkan sesuatu dan melihat ke arah pemuda berambut putih itu.

"A-aku? ……. Konoha.... Namaku..... Kurasa."

Mungkin dia tidak bermaksud seperti itu, tapi seperti biasanya, orang ini menggunakan intonasi yang sangat lambat dan berantakan untuk perkenalan dirinya.

Saat orang ini mengatakan namanya, HPku yang kupegang bergetar lagi, dan saat aku melihatnya Ene kembali memperlihatkan wajah marah dan menggertakkan kakinya

“Begitu yah, Konoha. Dari yang kudengar dari anak ini, tentang ‘insiden’ yang terjadi antara kalian berdua. Mungkin aku bisa membantu. Ngomong-ngomong, kami akan mengurus anak ini sebelum dia jadi stabil. Jadi, apakah kau cuma akan mendengarkanku atau kau akan ikut dengan kami?”

Bersamaan Kido mengatakan itu, Konoha membuat muka terserius yang pernah kulihat dari dirinya dan mengganggukkan kepalanya.

“Iya, huh. Baiklah, ayo....tapi aku agak lapar sekarang. Apakah aku biarkan Kano saja yang memasak makan malam....Hei, Kisaragi. Apakah kau sudah menelpon Kano.”

“Enggak, aku tidak bisa menghubungi Kano-san sama sekali jadi aku sekarang sedang menelpon Seto-san....AH! Halo, ini Momo!”

Kurasa Seto mengangkat telponnya. Biarpun dia tidak bisa melihat orang yang di sisi lain, Momo berdiri tegak dan bicara.

“Maaf, ada sesuatu yang terjadi disini. Akan ada pasien yang dikirim ke markas, jadi dachou-san bilang minta Kano-san mengosongkan sebuah ranjang untuk....eh? Dia tidak ada di markas? Uhm...Oke aku mengerti! Ah, selain itu, yang menyiapkan makan malam.....dan juga tolong tinggal bersama Mary-chan di dalam kamar! Yah, sudah, dadah!”

Pada bagian terakhir suaranya becepat, apakah dia memberitau Seto isinya dengan baik.

Setelah memutus telponnya, Momo menghembuskan napas lega seperti telah berhasil menyelesaikan sebuah misi.

“Maaf menyusahkanmu Kisaragi. Apakah Kano pergi ke suatu tempat?

“Ah, iya. Dia sepertinya meninggalkan pesan ‘Aku tidakkan kembali malam ini’ dan pergi begitu saja.”

“Haa....orang itu benar-benar tidak berguna saat hal penting seperti ini datang.”

Mengingat Ene pernah mengatakan hal yang sama seperti itu, hatiku menjadi keram.

Membicarakan tentang itu, Kano keluar pada waktu seperti ini, kira-kira apa yang dia rencanakan.

Biarpun dia bersikap seperti penyendiri dia mungkin punya banyak teman. Jadi mungkin saja dia pergi malam-malam bersama temannya. Sial....padahal dia lebih muda daripada aku.

“Ayo kita pergi. Dari sini ke markas mungkin tidak terlalu jauh, kita harus lebih cepat.

Mata Kido kembali bercahaya merah. Kurasa dia menggunakannya karena Momo.

Aku masih tidak terlalu mengerti dengan kemampuannya. Dengan kemampuannya siapapun tidak bisa melihat kami, itu agak tidak mudah dipercaya.

"Uhm, Master"

Setelah kejadian di pintu keluar, semuanya berjalan maju mengikuti Kido. Tiba-tiba HPku bergetar lebih pelan dari biasanya.

“Ah? Ada apa.”

Melihat ke layar, Ene berbeda daripada biasanya, dia berdiri dan membuat ekspresi yang suram sambil memikirkan sesuatu.

“Uhm.....itu, bukannya lebih baik jika kita pulang ke rumah lebih cepat? Dengan imouto-san. Aku merasa sedikit khawatir. Seperti akan ada sesuatu yang buruk terjadi.”

Langka sekali Ene berkata negatif seperti ini, dia dengan canggung menggosok-gosok bajunya membuat lipatan disitu.

“Haa? Kalau boleh dibilang ini semua kan sebenarnya salahmu. Tapi aku juga ingin pulang ke rumah sih.....”

“Ka, kalau gitu......!”

"Mm~hmm Aku agak khawatir dengan anak itu, dan Momo juga sepertinya masih belum mau pulang. Lalu kupikir danchou juga tidak akan memperbolehkanku pulang dengan mudah.”

“Be, begitu yah.....”

Ene terlihat tidak berdaya dan depresi. Bersamaan aku memikirkan apa yang ingin dia katakan, aku baru sadar sesuatu.

“Ah, jangan bilang kau....!”

"Eh eh eh??!! Tidak! Tentu saja tidaaaak!! Ene masih Ene oke?! Ene bukan apa yang Master pikirkan! Master, kamu benar-benar jahat……."

"Kau khawatir kalau akan kehabisan baterai, kan?"

"………Huh?"

Ene berkata hal-hal aneh, tetapi saat aku menanyakan itu kepadanya dia cuma menganga, dan tercengang.

Dan tiba-tiba dia tersenyum, dan dengan kaku dan melambai-lambaikan tangannya.

"……..Ah, ah~ ngisi baterai, iya memang itu kok~! Sekali baterainya berkurang aku jadi cape, menyebalkan deh!"

"Uhuh! Sudah kuduga! Hei, aku akan mengecesmu saat kita sampai di markas, bersemangatlah oke"

Jadi masalahnya adalah isi baterai huh. Mungkin karena dia menghabiskan banyak baterai di taman bermain, layarnya menunjukkan sisa baterai yang telah berkurang banyak.

Aku tidak tau kondisi seperti apa yang membuatnya bisa aktif disitu, tapi jika semua tingkah aneh berhenti setelah mences baterai, aku akan lega.

Aku tidak akan bisa bertahan jika dia melakukan sesuatu yang lebih aneh hanya karena tidak kuperdulikan.

"Ahaha……. haa. Ngomong-ngomong, kupikir Master….agak sedikit berubah."

"Ah? Benarkah? Aku tidak tau pasti….."

"Lihat, Master bersenang-senang bukan. Baguskan, berteman itu."

"Haa? Mereka temanku? Aku hanya merasa di dorong-dorong kesana kemari oleh mereka………"

Aku merasa agak aneh mengatakan mereka teman padahal kami baru kenal satu hari.

Tapi memang benar, aku bisa bersahabat dengan mereka dengan mudah.

Mereka membantu lelaki normal ini, dan bahkan mencoba menolongnya, untuk anak zaman sekarang mereka itu adalah orang baik.

“Baguskan Master. Bahkan Master bisa berteman baik dengan orang-orang yang mendorong-dorong Master~”

Ene memberikan senyuman lembut yang sepi.

Tiba-tiba, tanpa kuduga aku mengingat kembali senyuman lain yang sama seperti itu. Senyuman yang hilang dari hidupku. Dan juga senyuman yang selalu kusimpan jauh disuatu tempat di dalam hatiku.

“Kurasa kau memang benar.”

Bukannya aku ingin melupakannya, aku hanya mengunci senyuman itu disuatu tempat, disuatu tempat yang selalu kukunci.

“Tentu saja aku benar! Ah, ngomong-ngomong, aku selalu berpikir kalau aku ini gadis yang kuat, gimana menurut Master? Apakah Master terobsesi denganku huh?”

“Tidak Tidak, pertama-tama, memangnya kau masuk dalam kategori ‘GADIS’?”

"EH EHHH?!!! Master jahat banget!! Bukannya aku ini gadis super!! Muda dan cantik, iyakaaaan!!"

Menghadapi Ene yang kembali tidak bisa berhenti bicara seperti biasanya, aku berpikir aku harus bergegas kembali dan mengisi baterai untuknya. Akupun mempercepat langkah kakiku.

(●ゝω)ノヽ(∀<●)

TL Note :

  • (1) Imouto-san = Adik kecil (Perempuan)
  • (2) Dachou-san = Ketua
  • (3) Baka-ani = Kaka bodoh