Mahouka Koukou no Rettousei (Indonesia):Volume 8 Chapter 11

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 11[edit]

06 Agustus 2092 AD / Okinawa・Pangkalan Angkatan Udara Onna

Segera setelah tur kami dimulai, latihan tali-menali berakhir.

Setelah latihan tali-menali adalah bergulat. Mungkin menjadi ketertarikan bagi mereka dengan afinitas untuk seni bela diri, tapi untuk seseorang sepertiku yang bahkan tidak memahami perbedaan antara kenpo dan karate, aku menjadi agak cepat bosan.

Kalau begini, dengan kami hanya menonton, tidak mungkin aku akan bisa mengerti kemampuan asli kakakku.

Mungkin aku bisa pergi lebih dulu….. ngak, tidak bagus. Aku tidak bermaksud memisahkan diriku dari kakakku, dan bahkan jika aku kemudian mengagalkan tujuan datang ke sini pula. Apalagi, itu benar-benar terlalu kasar. Ini akan bagus jika bisa ikut ke dalam situasi di mana orang itu ikut dalam latihan......

Tidak mungkin dia bisa membaca pikiranku.

“Shiba-kun, sangat bosan hanya menonton bukan? Mau gabung?”

Dengan undangan dari Kapten Kazam itu, orang itu menengok kearahku.

“Benar juga, kita datang jauh-jauh jadi kenapa tidak.”

Barusan……fakta kalau aku sedang bosan, dia bisa menyadarinya?

Puf, darah bergegas ke kepalaku.

Ya ampun, ya ampun, ya ampuun!

Kenapa dia bisa menyadari sesuatu yang benar-benar tak perlu disadari.

—orang itu tidak begitu seperti tersenyum, namun di sini kau jadi cocok seperti anak-anak, suara batinku dari alasan menegur.

Tapi perasaanku berlanjut mencelanya.

Kak, kakak bego, kau setidaknya seharusnya memberiku alasan untuk marah padamu!

Bahkan dalam monologku, rasa tidak nyaman menolak memanggilnya ‘Kakak’ tidak sepenuhnya hilang.

Sejak awal, sejujurnya mengucapkan istilah itu akan menjadi istilah yang lebih sesuai untuk memanggilnya, atau seharusnya begitu. Lalu kenapa…….?

Tampaknya aku masih tidak bisa, sepenuhnya mengerti hatiku sendiri.

Partner yang memanggil kakakku, adalah seorang Sersan tinggi sedang terlihat berada di akhir usia dua puluhan atau awal tiga puluhan.

“Shiba-kun, tak perlu menahan diri. Dulu saat dia masih seorang siswa, keterampilan boxing Sersan Toguchi di level nasional.”

Bahkan tanpa sihir, dia cukup bagus untuk nasional?

Meluncur dengan kakinya tanpa melangkah, menutup jarak sedikit demi sedikit, cara berdirinya terasa lebih seperti karate dari pada boxing. Aku heran jika ini gaya boxing Okinawa? Atau ini dari Angkatan Udara?

Sementara aku terganggu oleh spekulasi itu, pertandingan itu berakhir dalam sekejab. Waktu yang diperlukan untuk memproses pikiran. Pada saat itu, kakakku memukul dengan dengan tangan kanannya.

Itu adalah gambaran yang lahir dari hasilnya. Apa aku benar-benar melihat kakakku entah bagaimana dengan tidak terlihat tiba-tiba tepat di sebelah Sersan Toguchi, dengan tangan kanannya terentang.

Sersan itu roboh tersungkur tanpa suara, entah bagaimana terhindar dari jatuh lebih dari itu.

“Toguchi!”

Seorang dari para tentara yang menonton bergegas berlari, dan melapor ke pengurus (Aku pikir) P3K untuk Sersan yang berkeringat itu.

Masih berdiri di tempat, kakakku perlahan membungkuk.

Meskipun wajahnya menunjukkan hormat kepada lawan yang dikalahkannya itu, itu juga memberi kesan dia entah bagaimana memamerkan kemenangannya.

“Ini, ini……”

Di sampingku, Kapten Kazama bergumam. Lt. Sanada terdiam, menatap dengan mata melebar.

“Kopral Haebaru!”

“Pak!”

Pada panggilan Kapten, seorang tentara bersemangat yang berada pada pertengahan 20-an melangkah maju.

Pria itu lebih kecil dari Si Sersan, tapi tidak ada kesan lemah apapun; dia memiliki gambaran dari pisau yang ditempa melalui api dan air, palu dan asahan, sampai apapun yang tidak dibutuhkan terkikis dan semua ketidak-murnian terlepas: hanya tajam.

“Jangan bahkan berpikir menahan diri. Lakukan dengan segenap kekuatanmu!”

“Ya pak!”

Serempak dengan jawabannya, Kopral Haebaru menyambar kakakku.

Itu gila!

Tidak mungkin kau bisa bertarung dengan tentara yang telah bertarung di garis depan melawan seorang anak laki-laki berumur 13 tahun.

Bermaksud meneriakan ‘hentikan!’. Aku membuka mulutku.

Tapi kata-kata sebenarnya tak pernah datang.

Nafas panjang dari kekaguman bisa terdengar datang ke sini dan di sana dari para penonton

Orang itu menangkis serangan gencar Kopral itu tanpa tanpa tanda apapun berada dalam bahaya.

Tinju dan tendangan ditepis dengan kecepatan yang kabur untuk mata, mencegatnya bahkan dengan kecepatan yang lebih besar.

Bukan dengan sedikit, tapi cukup sedikit.

“Seperti dia bertarung di perang asli sebelumnya. Interval itu ruang yang kau biarkan saat lawan membalas melakukan sesuatu.”

“Tampak seperti itu.”

Aku tidak mengerti bahkan setengah dari percakapan antara Kapten dan Letnan itu, tapi bahkan mata tak terlatih bisa mengerti bahwa kakakku berada di atas angin.

Tidak ada ruang untuk salah mengira ekspresi Kopral itu.

Bahkan saat ia menyerang, dia tidak ada harapan.

Ah!

Orang itu menyerang balik.

Tapi Kopral itu tidak membungkuk juga.

Habis menangkis pukulan kanan, kiri, kanan, kiri kakakku dari sisi yang sekarang terbuka, sebuah balasan—!?

Aku hampir tak sadar menutup mataku, tapi bagian dari diriku bilang padaku ‘tak perlu’.

Tidak mungkin orang itu akan kalah oleh serangan sekaliber ini, atau semacam itu.

Saat itu tampak kalau Kopral itu sudah menangkap kakakku, kakakku sudah menyelinap lewat samping Kopral itu.

Tangan kanan orang itu terentang, dan menangkap lengan baju dekat bagian atas siku baju kanan Kopral itu .

Merenggut Kopral itu kakakku menghentikan gerakannya sendiri, di waktu yang sama memutar Kopral Haebaru berputar sehingga sisinya terbuka.

Tanpa suara, kakakku menyerang dengan siku kanannya.

Dengan erangan, Kopral itu terhuyung-huyung dua tiga langkah. Teriakan Kapten ‘cukup!’ adalah tanda berakhir.

Kopral Haebaru yang sekarang menerima perawatan dan orang itu berjabat tangan, saat orang-orang berkerumun di sekitar mereka.

Saat pujian itu berkurang, Kapten menerobos kerumunan itu.

Di celah yang tertinggal di belakangnya, aku mengikuti Kapten itu.

“Menang melawan Kopral Haebaru itu cukup hebat. Dia salah satu yang terkuat dalam unit, loh?”

Orang yang mengatakan ini adalah Lt. Sanada.

“Aku benar-benar tidak menyangka keterampilan setingkat ini. Kau menerima suatu bentuk latihan khusus?” Kapten Kazama memperhatikan kakakku dengan mata tajam.

“Tidak, tidak ada yang khusus. Dalam hal kekuatanku, ada dojo di tempat ibu kami, dan aku berlatih di sana.”

“Hou……”

Ketika dia tidak terlihat benar-benar terpuaskan, Kapten itu mengangguk, bersiap mengatakan ‘Aku tak akan membongkar lebih dari ini sekarang’.

“Tapi pada tingkat ini, kehormatan Onna Airborne Corps akan kerepotan……. Bisa kau mengijinkan untuk satu pertandingan lagi?”

Daripada membongkar, Kapten itu mengatakan sesuatu yang agak egois. Orang yang telah mengundang kakakku untuk berpartisipasi adalah Kapten sendiri. Belum lagi, sekarang anak buahnya telah dikalahkan dia datang dan berkata sesuatu seperti ‘kehilangan kerhormatan’.

Mengatakan itu dia harus bertarung dalam cara yang egois, seberapa jauh ini akan berlanjut?

Aku coba dengan lembut menolak tawaran Kapten itu.

Karena kakakku adalah pengawalku, aku punya hak untuk menolak. Aku memikirkan itu.

“Tolong, ijinkan aku!”

Tapi aku satu langkah lebih lambat.

Menyelaku, sebuah suara yang kukenal berseru. Itu adalah suara yang telah kudengar sebelumnya.

“Kopral Dua Higaki—jika ini demi balas dendam, aku akan menolaknya.”

“Bukan balas dendam, ini mempertahankan nama baik!”

Apannya yang beda? Itu sama saja!

Berpikir dia tidak seperti orang jahat, adalah kesalahanku.

“Hmm……yah Shiba-kun, seperti yang kau dengar, apa kau bersedia bertarung dengannya? Kopral Muda Higaki masih muda, tapi dia tidak kurang berpengalaman dari Haebaru.”

Menolak tawaran seperti itu tidak akan berarti tidak masuk akal. Tidak ada manfaat untuk melakukan hal ini.

“Kuterima.”

Meskipun pemikiranku begitu, orang itu pergi kedepan dan ijin ke Kapten.

Kopral Dua Higaki sedikit membungkuk, mengangkat kedua tangan, dan tampak sangat jeli menghadapi orang itu.

Meskipun membungkuk sedikit, Kopral Dua itu masih lebih tinggi dari kakakku.

Itu terlihat seperti seorang anak laki-laki yang akan diserang seekor beruang—seperti itulah pemandangannya.

Hanya melihatnya saja, rasanya seperti hancur di bawah tekanan.

Tetapi orang itu hanya dengan lambat bergeser dari kiri ke kanan, menyeimbangkan pada kaki kiri kemudian kanan, mengawasi dengan tenang lawannya yang sedang menunggu kesempatan.

Suasana yang bergejolak itu di mana sulit untuk bernafas, tidak berlangsung lama.

Tubuh Kopral Dua Higaki terlihat menjadi hebat untuk beberapa saat.

Saat selanjutnya, tubuh Kopral Dua itu berubah menjadi bola meriam dan mengoyak ke arah kakakku.

Cepatnya……!

Dengan lompatan besar kakakku mengelak serangan, tapi pijakannya goyah.

Secepat petir, Kopral Dua itu menyerang lagi.

Berputar sepanjang lantai, orang itu entah bagaimana mampu mengelak tackle itu.

Aku sepenuhnya tertegun pada kecepatan Kopral Dua Higaki. Tapi tidak mungkin bahwa bahkan ini akan membuat calon penerus salah satu dari Sepuluh Klan Master, Yotsuba, menunjukkan ekspresi terkejut.

“Menggunakan sihir, bukankah itu sangat pengecut!?” Aku mengecam Kapten Kazama.

Bahkan aku melihat saat dia menyalakan tombol CAD-nya. Itu telah disembunyikan dengan baik. Tapi fakta bahwa dia menggunakan sihir itu sendiri, bukanlah sesuatu yang bisa disembunyikan.

Kecepatan Kopral Dua itu sekarang ini, didorong oleh Sihir Percepatan-Diri!

Pada protesku, Kapten Kazama hanya menoleh dan melihat ke arahku.

Jawabannya, datang dari arah Kapten yang masih setengah berbalik arah.

“Cukup, Miyuki!” Kata-kata kakakku adalah kejutan ganda bagiku.

Kakakku, telah memberiku sebuah perintah.

Kakakku, telah memanggilku ‘Miyuki’.

“Tak pernah ada peraturan bahwa menggunakan sihir tidak dilarang.”

Kakakku dengan tegas menegaskan begitu.

Memanggilku tanpa gelar, memanggilku Miyuki tanpa sebutan kehormatan, meskipun itu semua sesuai instruksi Ibu, keputusan menegurku itu sendiri benar-benar keputusan kakakku.

Kakakku, dengan kehendaknya sendiri, menegur angan-anganku.

Pada saat itu, bukannya merasa marah atau perlawanan, sebuah mati rasa aneh, sensasi perasaan geli lahir di dalam hatiku.

“Higaki, mendekat dengan hati-hati!”

Di sampingku, sekarang aku terdiam, Kapten Kazama melempar perintah.

Seolah aku baru terbangun, aku sadar.

Udara di sekitar kakakku telah berubah warna.

Rasanya seperti cahaya itu meredup.

Itu jelas sebuah ilusi.

Kakakku mengerahkan tekanan sedemikian rupa sehingga para penonton akan membuat bidang visual mereka terbatas.

Kakakku mengubah posisi berdirinya.

Telapak tangan kanannya menghadap lawan, dia menjulurkan tangan kanannya lurus.

Tangan kirinya menahan siku kanannya

Ini, posisi untuk sihir non-sistematis kakakku.........?

Otot-otot seluruh tubuh Kopral Higaki tampak membesar lagi.

Saat ini, tepat pada saat kakakku seharusnya dapat meluncur dengan kedua kaki—pada saat itu.

Dari tangan kanan kakakku, semburan psion dicurahkan. Psion itu bergelombang menyapu tubuh Kopral Dua Higaki, dan seperti itu membuat serangannya melambat dengan sekejab.

Ini adalah........! Gram Demolition!

Amukan badai partikel psion dengan paksa membanjiri sihir Percepatan-Diri yang dipakai ke tubuh, dan pada saat yang sama mengguncang hubungan antara pikiran dan tubuh. Terhadap orang yang cukup terampil untuk mengontrol tubuhnya bukan melalui impuls saraf listrik melainkan langsung melalui kesadarannya, entetan psions asing eksternal bahkan merusak lebih besar.

Itu hampir seperti, Kopral Dua Higaki telah lupa caranya mentackle. Saat Kopral Dua itu melemparkan dirinya tak terlindungi pada kakakku, kakakku berpindah ke samping dan memberi satu pukulan.

Tubuh besarnya, berputar sekali, terhempas dengan agak lucu.

Kakakku berjalan di samping Kopral Dua Higaki, tergeletak di lantai melihat langit-langit.

Kopral Dua itu hanya terbaring di sana dengan dada besarnya terangkat dan turun, tidak menunjukkan tanda-tanda untuk berdiri.

MKnR v08 127.jpg

  Meraih tangan kanannya, kakakku tanpa ekspresi

Setelah ragu-ragu beberapa saat, Kopral Dua itu menjabat tangan itu dengan seringai.

Dia menarik tangan kakakku.

Jangan-jangan, jebakan?

Itu hanya aku yang berpikir terlalu banyak.

Meskipun mereka berbeda berat badan, Kopral Dua Higaki mampu untuk menarik dirinya ke atas dan berdiri tanpa menarik kakakku ke bawah.

“—Aku kalah. Beneran. Aku benar-benar mengerti sekarang insiden itu sehari sebelum kemarin bukan hanya aku yang tertangkap basah.”

Dia tidak berbicara dengan suara keras, tapi untuk beberapa alasan aku bisa dengar kata-kata Kopral Dua Higaki dengan jelas.

“Ijinkan aku memperkenalkan diri lagi. Aku Kopral Dua Joseph Higaki, Onna Airborne, Korps Pertahanan Udara Sakishima, dari Angkatan Udara Nasional di Okinawa. Bisa kau memberitahu namamu?”

“Shiba Tatsuya.”

“OK, Tatsuya. Panggil saja aku Joe. Apa kau masih lama di Okinawa? Jika kau bosan, panggil aku. Walaupun aku tidak terlihat seperti itu, aku cukup kenal beberapa orang di sekitar sini,”

“Sudah cukup, Joe. Kita masih dalam pertengahan latihan.”

Kapten Kazama berteriak sementara tertawa, dan reaksi seakan terkejut Kopral Dua Higaki berdiri untuk perhatian.

Hmm....... jadi dia bawahan yang diperlakukan dengan baik. Kukira itu berarti, dia dipercaya.......?

Mengubah pendapatku dari pria ini berulang mulai menjadi menyakitkan.

Awalnya tidak terlihat dia seseorang yang kemungkinan besar sering kutemui, dan karena dia seseorang yang tidak mungkin kulihat lagi itu tak seharusnya aku peduli orang seperti apa dia itu.

“Maaf untuk terlalu banyak meminta padamu. Karena itu, sepertinya beberapa bawahanku agak kasar juga. Mau menemani kami nge-teh? Aku juga ingin menanyakan tentang ‘tooate’(!) itu sekarang.”

Tooate, mungkin mengarah ke sihir non-sistematis kakakku.

Perasaan gelisahku mulai menjadi besar, tapi itu tidak mungkin untuk menolak undangan seperti itu di situasi ini.

“Jadi, gelombang psion itu benar-benar Gram Demolition?

“Apa semuanya itu benar? Aku yakin ada juga beberapa sihir Kuno kontinen, ‘Tendan’ di sana juga.”

Meski secara teknis mereka mengundang kami untuk nge-teh, apa yang disajikan malahan kopi.

Duduk di satu sisi adalah kakakku dan aku.

Di sisi yang lain adalah Kapten Kazama dan Lt. Sanada.

Istirahat minum kopi dengan empat orang.

Entah bagaimana, suasananya terasa sedikit aneh.

Kapten Kazama berbincang dengan kakakku.

Lt. Sanada juga berbincang dengan kakakku.

Sebagai adik perempuan orang itu, aku hanya duduk di belakang sesuai instruksiku.

Di sini kakakku adalah si protagonis, dan aku hanyalah tambahan.

“—dari apa yang kulihat Shiba-kun, kau tidak membawa CAD kan?

Ketika mereka bilang nama Shiba, mereka mengarah ke kakakku. Aku ‘Adik perempuan Shiba-kun’.

“Apa yang kau gunakan sebagai penyokong?”

Ini pertama kalinya aku mengalami hal seperti itu.

Ini aneh, namun tidak nyaman.

“Aku menggunakan CAD khusus, tapi secara umum itu tidak benar-benar rasanya tepat........aku buruk dengan sihir yang membutuhkan CAD untuk dilepas, lagi pula.”

“Ohh, begitu. Jika kau begitu nyaman dengan memanipulasi psion seperti itu meskipun, aku tidak melihat bagaimana menggunakan CAD dapat bisa membawa masalah untukmu.”

Topiknya sudah bergeser dari sihir non-sistematis kakakku ke CAD-nya.

“Shiba-kun, apa kau mau mencoba CAD yang kukembangkan?”

“Lt. Sanada mengembangkan CAD?”

“Kerjaku adalah pengembangan peralatan sihir secara umum, termasuk CAD. Yang satu ini khususnya adalah prototype CAD yang ciri-cirinya cartridge sebagai penyimpanan.”

Aku tiba-tiba merasakan bahwa mata kakakku bercahaya. Itu reaksi yang hampir sopan dalam perbandingan kebanyakkan orang, tapi untuk kakakku menunjukkan begitu banyak ketertarikan dalam sesuatu benar-benar sudah tidak biasa.

“Aku mau.”

Ini mungkin pertama kalinya, aku melihat dia menunjukkan keinginannya begitu terang-terangan.

Kami dibawa ke suatu tempat, aku tidak berpikir berada di dalam pangkalan, sebuah laboratorium yang bersih dan cukup bagus.

Bagiku, yang telah menentukan kalau pangkalan militer semuanya kotor, aku tidak bisa menahan keterkejutanku. Senyum samar yang ditunjukkan Cpt. Kazama dan Lt. Sanada ketika mereka melihat ke arahku, kemungkin besar karena itu.

Kakakku melihat sekeliling dengan takjub, atau terkesan.

Rasanya seperti hari ini aku melihat banyak sisi dari orang ini untuk pertama kalinya.

Seberapa banyak pun aku berpikir kalau orang ini tidak tertarik pada apapun, bahkan dia seharusnya punya hal yang dia tertarik.


Aku bertanya-tanya, apa yang dia pikirkan tentangku?


Pertanyaan itu mengambang dalam pikiranku.

Jawabannya datang secara otomatis.

Dengan putus asa, aku melawan terhadap guncangan yang mengancam untuk meruntuhkan tubuhku, menguatkan diriku sebisa mungkin.

“........Miyuki, apa kau merasa kurang sehat?”

Tubuhku, sangat sangat mendekat menjadi gemetar, tiba-tiba berhenti saat bunyi dari suara kakakku, bahkan hatiku hampir berhenti. Saat dia memanggil namaku, Miyuki, terasa seperti dia menjawab pertanyaan yang kutanyakan pada diriku. Seperti dia dengan dingin, acuh tak acuh menegaskan jawaban yang sudah kupunya dalam hatiku.

Tapi suara kakakku tampaknya tidak dingin—untuk beberapa alasan rasanya seperti diisi dengan kasih sayang.

“—tidak, aku baik-baik saja. Aku rasa hanya sedikit lelah. Jika duduk sebentar, aku yakin akan sembuh dalam waktu singkat. Tak apa jika aku duduk di kursi sebelah sana?”

Menanyai Kapten, aku diijinkan untuk duduk di kursi samping dinding. Sekarang terpisah dari sisi kakakku, aku merasa sedikit baikan. Kakakku memegang pistol besar berbentuk CAD, dan diarahkan oleh Lt. Sanada.

Saat melihat kakakku keraguanku sebelumnya membesarkan kepala jelek mereka lagi, menggumpal, dan aku bersandar dengan berat kembali.

Tak peduli seberapa banyak aku menggeleng dan menggeleng, aku tidak bisa menghapusnya dari kesadaranku.

Lalu apa yang kakakku pikirkan tentangku........?


Aku tidak yakin itu cinta.


Tidak mungkin itu bisa jadi suka(!)


Mungkin saja, aku dibenci.

Jika aku tidak ada, jika saja aku tidak ada, kakakku siswa terhormat, atlit yang elit, mungkin nanti seorang penyihir militer sepenuhnya, bisa hidup sendiri.

Namun, sekarang, melihat jauh dari kakakku, seakan melepaskan tangannya, seakan sedang terguncang, adalah sesuatu yang jauh lebih menakutkan.

“—perangkat itu memiliki akselerasi dan senyawa gerakan sekuens inbuilt, memberi peluru 7.62mm itu sebuah jangkauan maksimum16 km—“

“—itu mengagumkan. Namun, kegunaannya yang sebenarnya—”

Sekarang memegang sebuah senapan CAD kaliber besar dan berbincang dengan gembira, suara kakakku datang dengan tidak jelas.

Di ruangan yang sama, tak mampu menutup mata atau menyumbat telingaku, aku memaksa menanggung awan gelap yang membayangi mengabutkan pikiranku dalam kesunyian.

Sebuah pikiran mengalir dari belakang kepalaku, berharap ini akan segera berakhir.

Selama itu, mencegah keegoisanku muncul dalam ekspresiku, aku mempertahankan pokerface hampa sekeras yang kubisa. ‘Menyerang di kejauhan’ dengan memproyeksikan ki-mu, tanpa kontak fisik. Agak seperti Hadouken[1].




Back to Bab 10 Return to Halaman Utama Forward to Bab 12


  1. Hadouken = mungkin itu special attack di game Street Fighter https://en.wikipedia.org/wiki/Hadouken