Ochitekita Ryuuou to Horobiyuku Majo no Kuni (Indonesia):Jilid 1 Prolog 2

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Prolog 2[edit]

Ada sebuah danau kecil di hutan.

Walau kau melihat skalanya di tepi laut, akan lebih tepat untuk menyebutnya sebuah kolam atau rawa. Tapi penduduk sekitar menyebut tempat ini...

Ryuujinko, danau di mana Dewa NagaDragon God hidup.

Air danau oval dingin dan jernih, tidak akan berlumpur walaupun tengah hujan. Oleh karena itu, konon air muncul dari suatu tempat di bagian bawah danau.

Walau itu adalah tempat yang jarang orang-orang dekati, orang-orang masih berdatangan. Beberapa dari mereka, mengatakan bahwa mereka telah melihat hal-hal aneh di tempat itu.

Seseorang mengatakan bahwa ia melihat sebuah kota asing di dasar danau.

Yang lain mengatakan bahwa air danau tengah berguncang walau tidak ada angin.

Yang lain mengatakan bahwa ia melihat naga berenang di sana.

Dan yang lain mengatakan bahwa ia melihat seorang gadis asing di danau.

Rumor tersebut menyebar, orang yang mendekati danau mendadak berhenti datang.

Hari ini seperti biasa, hutan dibungkus dalam keheningan yang mendalam, Ryuujinko tetap tenang dengan permukaan danau bersinar dari sinar matahari seperti cermin.

Di pantai danau, ada seorang pria muda berdiri.

Pria muda itu mungkin sekitar 16 atau 17 tahun, dan mengenakan pakaian aneh.

Dia memiliki rambut longgar dan acak-acakan, mengenakan hakama yang tak bisa kautemukan di sini dengan katana di pinggangnya, serta mantel berwarna dengan desain mencolok.

Pria muda itu melangkah ke dalam danau, tak peduli sama sekali tentang membasahi kakinya saat ia melihat ke danau.

“Dragon tinggal di sini? Bagaimana caranya hidup di air jernih begini? Omong-omong, dasar danaunya terlihat jelas. Di mana dragonnya? Aku datang jauh-jauh demi ini, tapi ternyata palsu.”

Sambil pria muda itu meludahkan rasa tidak senangnya, ia membungkuk untuk mengambil kerikil yang jatuh ke kakinya dan mencoba membuangnya ke danau.

Pada saat itu, air danau mulai membengkak walau tak ada angin, dan riak-riak mendekati danau.

Riak bersuara lebih kuat.

“Apa!? Gelombang mendadak!? Ini mustahil, benarkah ada sesuatu di sini!?”

Pria muda itu membuang kerikil dan melihat ke danau sekali lagi. Pandangan yang belum pernah ia lihat sebelumnya disandarkan pada permukaan danau.

“A...apa, yang...”

Bangunan batu padat.

Sebuah alun-alun ditutupi dengan batu trotoar.

Istana mewah dengan puncak.

“Apa itu!? Kota!? Tidak, tapi bangunan itu...”

Di depan pemuda, pemandangan di dalam danau berubah.

Sebuah hutan hitam tebal dan lebat.

Sebuah pohon raksasa tebal dan tinggi.

Makhluk yang tak pernah dia lihat bergerak di hutan.

“Apa yang kulihat!? Tidak...Apa ini menunjukkan sesuatu padaku?”

Pandangan berubah lagi.

Dan lagi, dan lagi, dan lagi.

Hal berikutnya yang diproyeksikan di dalam air adalah sebuah bangunan pohon biasa, dengan asap masakan naik dari situ.

Dan bayangan wajah gadis cantik ini di suatu tempat.

Pria muda itu tak pernah melihat sosok atau pakaian seperti ini sebelumnya.

“Fatamorgana!? Tidak, aku tak pernah mendengar fatamorgana memproyeksikan diri dibawah air. Apa itu!?”

Saat langkah pria muda itu di dalam danau terheran dengan tontonan tersebut, ombak yang pecah di tepi danau tiba-tiba tumbuh.

“Uwaaah!?”

Ini bukanlah danau, ini hanyalah sebuah kolam kecil.

Energi arus itu teramat besar, pemuda itu ditarik ke bawah air seperti lengan yang terlihat besar telah menangkap kakinya.

“Ap...apa yang terjadi...gaah.”

Pria muda itu menghilang dalam gelombang.

Tiba-tiba, danau tenang, gelombang berhenti dan permukaan menjadi seperti cermin sekali lagi.

Tak ada yang mendengar, bukan suara angin atau celetuk dari burung. Ini tenang yang aneh, seolah-olah danau itu telah menyerap semua suara. Danau kecil dibungkus dengan keheningan yang sama seperti sebelumnya.

Dan untuk pria muda yang menghilang itu...

Kedalaman danau hanyalah beberapa meter, dan air itu begitu transparan hingga bagian bawahnya terlihat. Namun, tak ada tanda-tanda pemuda di dalam air atau di dasar danau.

“Tuan muda... Di mana Anda? Tuan mudaaa.”

Suara salah satu punggawa pemuda itu memanggilnya?

“Tuan mudaaa... Apa Anda mendengar saya? Tuan mudaaa.”

Pemilik suara itu mendekat ke danau sedikit demi sedikit.

“Tuan muda, ke mana dia pergi meninggalkan pengikutnya. Mana mungkin dia pergi ke danau sendirian.”

Seorang pria tua mendekati danau, dan membungkuk menuju danau, dan mengintip dengan takut.

“Ini tak mungkin. Tidak peduli seberapa anehnya tuan muda, ia takkan menyelam ke dalam danau di mana Dragon God tinggal sendirian. Jadi...Ke mana tuan muda pergi?”

Punggawa tua sekitar 50 tahun itu mendecak lidahnya dengan ekspresi frustrasi.

“Tuan muda sialan itu. Berjalan-jalan tanpa pengikut dengan pakaian kumuh, itu sebabnya Anda disebut bodoh oleh semua orang.”

Mendesah, punggawa tua itu berbalik dan berjalan pergi dari danau.

“Tuan mudaaa! Jika Anda berada di sana meresponlah! Tuan mudaaa!”