Oregairu (Indonesia):Jilid 9 Bab 10

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 10: Apa yang Diterangi Cahaya di Telapak Mereka Masing-Masing adalah[edit]

10-1[edit]

Natal juga sudah hampir datang lagi tahun ini. Meski kubilang begitu, sebenarnya masih hari sebelum Natal, tapi hari ini adalah hari acara kolaborasi Natal, yang dikoordinir oleh masing-masing OSIS sekolah SMA Sobu dan SMA Kaihin Sogo, yang akhirnya diselenggarakan.

Kemarin lusa itu sekolah setengah hari karena upacara penutupan dan kami diberkati dengan satu hari libur nasional beserta dengan lebih banyak waktu untuk bekerja. Keadaan kemajuan kami tidaklah buruk sama sekali.

Dan karena acaranya akan diselenggarakan mulai dari sore, kami bisa menghabiskan pagi hari ini untuk bekerja juga. Di pagi hari, sesuai dengan arahan Isshiki, kami memusatkan tenaga kami untuk memanggang kue dan biskuit. Karena menghabiskan sebagian besar waktu semalam untuk mempersiapkannya, bahkan aku merasa ada semacam aroma manis yang datang dari sekujur tubuhku.

Namun, bahkan dengan aroma yang manis itu, kamu sama sekali tidak bisa mengatakan hal yang sama mengenai suasananya, terbukti dari kesibukan yang menyelubungi ruang memasak pusat komunitas itu.

Dan yang duduk sebagai orang yang berkuasa pada ruang memasak ini sedang bekerja di meja dapur, Yukinoshita.

“Hikigaya-kun.”

Walaupun Yukinoshita memanggil namaku, dia tidak mengatakan apa-apa lebih jauh lagi. Yah, maksudnya mungkin untuk menyerahkan padanya krim segar di tanganku. Tunggu, setidaknya beritahu aku langsung… Selagi aku berpikir begitu, aku menyerahkan mangkuknya pada dia.

“Mari.”

“Terima kasih.”

Seetelah mengambilnya, Yukinoshita mulai melapisi kue sponge itu dengan krim segar dan mulai memanggil Yuigahama yang sedang bekerja di samping.

“Yuigahama-san. Apa kamu sudah selesai menyegel semua kantong kue matangnya semua?”

“Uh huh, aku baru selesai. Apa aku sebaiknya memanggang kuenya juga?”

Yuigahama berdiri selagi dia memutar lengannya ke sekeliling terlihat seakan bahunya kaku dan menanyakan Yukinsohita. Ketika dia melakukannya, Yukinoshita segera menjawab tanpa menghentikan tangannya yang sedang bekerja.

“Tidak apa-apa. Jadi pastikan untuk sama sekali tidak menyentuh apapun oke? Dan maksudku sama sekali.”

“Bukankah kamu terdengar agak kejam!?”

“Jangan kuatirkan itu, apa itu tidak masalah jika kamu pergi dan mengambil adonan istirahat dalam kulkas di sekolah?”

Tanpa ragu, Yukinoshita menepis Yuigahama yang menangis dan berbicara tanpa menghentikan tangannya yang bekerja.

“Oke…! A-apa itu benar-benar tidur?”

“Itu hanya majas. Adonannya seharusnya ada di dalam kulkas, jadi bisakah kamu pergi mengambilnya?”

Tidak ada waktu bagi Yukinoshita untuk menemani Yuigahama hari ini terbukti dari betapa tersibukkannya dia. Gahama-san begitu, kasihan. Tapi sejujurnya, di sini benar-benar sibuk dan dengan ovennya berbunyi barusan tadi, ruang memasak ini beroperasi penuh.

Yuigahama sudah akan meninggalkan ruang memasak itu selagi dia menggugamkan hal-hal seperti “apa itu sedang tiiiiidur?”

Dan kemudian, pintu ruang memasak itu dibuka malu-malu dengan suara kreak.

Wajah yang muncul dari balik pintu adalah wajah Totsuka.

“Huh? Ada apa, Sai-chan?”

“Oh, ketika aku menanyakan OSIS, mereka bilang untuk pergi ke mari. Aku ingin tahu apa aku bisa membantu dan semacamnya. Benarkan?”

Mengatakan itu, Totsuka berpaling ke belakangnya dan selanjutnya, wajah Komachi muncul dan dia melambaikan tangannya padaku. Aku memang mengatakan padanya untuk mampir buat bersantai dan kelihatannya dia melakukannya. Terlebih lagi, aku bisa mendengar semacam batukan aneh seperti “gefun, gefun, okopooon” dari belakang mereka berdua, tapi mari kita berpura-pura seakan aku tidak mendengar apapun.

“Onii-chan, apa Komachi sebaiknya membantu juga”

Komachi memasuki ruang memasak beserta dengan Totsuka selagi dia mengatakan itu.

“Oh, Totsuka-kun, Komachi-san. Halo.”

Ketika Yukinoshita menyapa mereka, mereka berdua mengucapkan halo dengan senyuman.

“Mereka berdua bilang mereka mau membantu.”

Ketika aku mengatakan itu, Yuigahama menepuk tangannya dan berpaling pada Totsuka.

“Oke, Sai-chan, bisakah kamu ikut denganku ke sekolah? Kelihatannya itu sedang istirahat jadi aku mungkin tidak akan bisa mengangkatnya sendirian.”

“Oke, tentu… Apa yang sedang istirahat?”

Totsuka meninggalkan ruang memasak bersama-sama dengan Yuigahama selagi kebingungan dengan penjelasannya yang membuat orang takut. Bisakah mereka benar-benar berhasil sampai kembali ke mari dengan adonannya…? Aku agak kuatir seakan ini adalah tugas paling pertama yang ditugaskan pada mereka.

“Yah, kalau begitu bisakah aku minta Komachi-san untuk membantuku di sebelah sini? Biskuit atau kue, yang mana keahlianmu?”

“Komachi bisa membuat keduanya!”

Yukinoshita sedang meminta Komachi untuk membantunya membuat penganan dengan caranya sendiri.

“Begitu ya. Itu akan banyak membantu. Kalau begitu, tolong urus biskuit jahenya. Resepnya juga ada di sebelah sana.”

“Okeee! Untuk membuat penganan dengan Yukino-san, Komachi begitu senang dengan betapa banyaknya kemajuan yang ada!”

Kemajuan apa yang sedang kamu bicarakan, huh? Setelah Komachi mencuci tangannya, dia segera memulai membuat berbagai pejanan dengan Yukinoshita.

Selagi aku sedang mengangguk dan mengamati dua gadis ini membuat percakapan yang bersahabat dengan satu sama lain selagi membuat pejanan, kali ini, aku dapat mendengar batuk “gefun, gefun, morusa”nya dengan begitu dekat. Apa itu benar-benar batuk?

Aku benar-benar tidak bisa mengabaikannya melihat betapa dekatnya dia sekarang, bukan…? Aku menyerah dan berpaling ke arah tempat aku bisa mendengar batukannya. Tepat di belakangku adalah Zaimokuza.

“Gefun, gefun.”

“Zaimokuza, angkat kotak-kotak biskuit ini denganku.”

“Ba-baik… Mungkin kamu bisa menjelaskan alasan kenapa aku hadir?”

“Tidak, tidak tertarik. Ah, juga, bantu aku angkat set peralatan itu pula.”

“Me-memang.”

Tak terduganya, Zaimokuza dengan patuh mengangkat kotaknya dan kami melakukan sedikit pekerjaan kelompok untuk beberapa saat.


× × ×


10-2[edit]

Ketika aku mengintip keluar dari sisi panggung, terdapat jumlah pengunjung yang lumayan besar. Komachi, Totsuka, dan bahkan Zaimokuza ada di dalam para penonton. Aku juga menemukan Kawasaki, Hayama, dan yang lain di dekatnya juga. Tidak diragukan lagi Kawasaki ada di sini untuk melihat adik kecilnya. Mengenai Hayama dan yang lain, Yuigahama dan Isshiki mungkin mengajak mereka.

Sekarang ini, program SMA Kaihin Sogo sedang menempati aula acaranya.

Mengenai apa susunan acara mereka, mereka ada penampilan band yang ditampilkan oleh murid dari SMA Kaihin Sogo dan konser klasik yang dibandingkan dengan apa yang telah mereka rencanakan pada awalnya, isinya agak lebih sedikit, tapi meski begitu, para penonton menunjukkan respon yang bagus

Mengenai apa yang berhasil mereka tampilkan, memasangkan perbedaan dari band dan musik klasik bersama itu kelihatannya lumayan banyak dinikmati. Pemusik yang tampil semuanya diberikan tepuk tangan yang meriah.

Dan sudah hampir waktunya bagi program SMA Sobu untuk dimulai.

Kali ini, pekerjaanku sekarang dikenal sebagai cadangan super, bukan sebuah posisi yang begitu spesial, tapi tidak ada banyak hal yang bisa dilakukan. Dengan begitu, aku sedang bermondar-mandir tanpa kerjaan.

Sementara Isshiki dan yang lain mendapat sedikit masalah dan semacamnya, mereka terlihat seperti mereka sudah mengurus itu semua dengan menyeluruh.

Aku tidak sedang melakukan apapun di sisi panggung karena aku tidak ada tugas yang bisa dilakukan dan aku dapat mendengar suatu nafas yang sangat dalam di dekatku. Setelah melihatnya, Isshiki sedang memasang ekspresi gugup selagi dia mengintip ke arah penonton.

“Bagaimana keadaannya?”

Ketika aku memanggilnya, Isshiki berpaling ke belakang dan menghembuskan helaan lega.

“Ah, senpai. Astaga, itu benar-benar buruuuk!”

“Skenarionya ditulis dengan bagus dan satu-satunya masalah kecil yang ada selama latihannya hanya bagian-bagian perencanaannya saja. Kamu tidak perlu begitu meresahkannya.”

Ketika aku berkata begitu, Isshiki terlihat begitu sombong sebab dia membusungkan dirinya dengan bangga.

“Toh skenarionya ditulis oleh sekretaris-chan kami. Lagipula… Kalian senpai-senpai juga banyak mengajariku… Ah, itu benar. Aku perlu pergi ke tempat yang lain, oke!”

Isshiki mengucapkan kata-kata terakhirnya dengan cepat seakan sedang mencoba untuk menutupi rasa malunya dan dengan bising berlari pergi. Dan ketika dia keluar dari sisi panggung, dia berpaling ke belakang.

“Ah, mengenai waktu untuk bagian akhirnya, tolong cocokkan dengan wakil ketua. Terus, tolong urus kuenya juga.”

“Roger, ketua.”

Aku menjawab dengan singkat dan melihat Isshiki pergi selagi dia menuju ke tempat anggota OSIS lain.


× × ×


10-3[edit]

Dan kemudian, tirai panggungnya diangkat.

Lampu penonton dipadamkan dan lampu panggungnya masih padam.

“Satu dolar delapan puluh tujuh sen… Cuma itu saja…”

Sebuah narasi dapat terdengar dari dalam kegelapan. Mengikuti itu, panggungnya diterangi dan Rumi, yang mengenakan rambut palsu berwarna pirang, sedang meratap selagi dia menghitung uang recehannya. Narasinya berlanjut lagi.

“Tapi, seperti yang kuduga, masih satu dolar delapan puluh tujuh sen. Esok harinya itu Natal pula.”

Aku mengingat adegan pembukaan ini dari suatu buku.

Di antara sejumlah buku yang diberikan pada Isshiki dari Yukinoshita, buku yang dipilihnya dinamakan “The Gift of the Magi”[1].

Tidak hanya panjangnya pendek, tapi jumlah karakternya juga sedikit. Di tambah lagi, ceritanya disusun terutama dari narasi, jadi tidak ada banyak tanggung jawab pribadi bagi para pemeran dan tidak perlu untuk membagi ke dalam dua kelompok menjadi kelompok di atas panggung dan pemeran pembaca kalimat. Mempertimbangkan berapa banyak waktu yang ada untuk bersiap-siap, ini mungkin pilihan yang terbaik. Aku jujur saja terkejut dengan pilihan yang jauh dari apa yang kusarankan.

Dibandingkan dengan SMA Kaihin Sogo yang barusan, panggungnya dihias dengan kesan buatan rumah dengan cara yang sederhana. Kostum dan hal-hal lain dipilih dengan penuh ketelitian, tapi meski begitu, itu tidak menghasilkan kesan seperti sesuatu dari festival seni sekolah.

Di atas panggung, Rumi melepaskan ikatan pada rambut pirangnya dan berdiri di depan cermin, tapi dia akhirnya mengenakan mantelnya, memakai sebuah topi, dan menghilang ke sisi panggung.

Panggungnya padam dan ketika cahaya kembali ke panggung sekali lagi, panggungnya sudah didirikan sebagai sebuah kota di hari Natal. Karton dan triplek dicat, kertas-kertas ditempel, dan latar yang menyerupai bangunan yang terbuat dari bata dibentuk, serta sebuah pohon yang diangkat ada di tengah-tengah semuanya. Dengan latar-latar yang mengelilingi pohon itu, pohonnya terlihat sangat besar.

Dan kemudian, adegannya diganti dengan lampu panggungnya terpusat pada sebuah papan tanda yang bertuliskan “Ny. Sofronie. Segala Jenis Perlengkapan Rambut”[2]. Di atas panggung bersama dengan Rumi ada satu orang lagi, seorang gadis yang bertindak sebagai tuan rumah toko itu.

Rumi berjalan selangkah ke dalam dan menelan ludah. Dan selagi tenggorokannya bergetar, dia mengumpulkan keberaniannya dan berkata dengan keras.

“…Sudikah anda membeli rambutku?”

Dia mengucapkan kalimat tersebut. Sudah kuduga. Dia memang memiliki talenta seorang idola… Aku ingin menonton ini sampai akhir, tapi aku tidak bisa.

Setelah aku melihat adegan itu berakhir, aku meninggalkan aulanya.


× × ×


10-4[edit]

Ketika aku kembali ke ruang memasak, Yukinoshita sedang duduk dengan letih sementara Yuigahama sedang mematahkan sebuah biskuit. Um, biskuit itu hadiah untuk bagian akhirnya, kamu tahu… Yah, kalau itu hanya sisa-sisanya, maka tidak ada masalah.

“Kerja bagus. Apa kamu menyiapkan semua kue-kuenya?”

Ketika aku bertanya, Yukinoshita menunjuk ke arah meja dapur.

“Kami entah bagaimana berhasil menyiapkannya… Bagaimana di panggungnya?”

“Kelihatan bagus. Sudah hampir bagian akhirnya, jadi kita sebaiknya bergegas membawa ini pergi.”

Aku mengatakan itu dan mengangkat kue terakhirnya. Ketika aku melakukannya, Yuigahama menghabiskan biskuitnya, menepuk tangannya, dan berdiri. Yukinoshita juga berdiri mengikutinya.

“Aku benar-benar ingin melihat dramanya juga.”

“Kamu akan bisa melihat adegan terakhirnya, itu sudah cukup bagus bukan? Ayo kita pergi.”

Dan kemudian, dengan kue terakhir itu di tanganku, kami memanjat tangganya dan membawanya ke aula. Kue-kue lain yang sudah siap sudah diangkat ke sana.

Di depan pintu ke aula terdapat sejumlah anak TK bersama-sama dengan guru-guru sekolah mereka. Dan yang tertempel ke pintu dengan telinganya terlekat pada interkomnya adalah si wakil ketua.

“Sudah hampir waktunya. Kami akan menyerahkan persiapannya padamu.”

“Tentu.”

Jawabku dan ketika aku mempercayakan kuenya pada Yuigahama, si wakil ketua dan aku meletakkan tangan kami pada pintu yang berlawanan. Pintu ini akan dibuka pada suatu adegan tertentu pada waktu yang sama.

Ketika aku mengintip pada pintu yang sedikit terbuka itu, kelihatannya mereka sedang mendekati adegan akhirnya.

“Sekarang, kita ambil sumpitnya.”

Murid SD yang dipaksa bekerja itu mengucapkan kalimatnya dan di atas panggung terdapat sebuah pembukaan makan malam Natal. Dan kemudian, siaran narasi oleh murid-murid SD itu berlanjut.

“Dari semua yang memberi hadiah, mereka berdua adalah yang terbijak.”

“Dari semua yang memberi dan menerima hadiah, orang seperti mereka berdua adalah yang terbijak.”

“Tidak peduli di manapun dalam dunia ini, orang-orang ini adalah sang magi terbijak.”

“…Itulah kenapa dari kami, kami akan memberikan itu. Dan kemudian, kami akan memberikannya pada semuanya. Sebuah hadiah yang hanya mengandung isi hati.”

“Selamat hari Natal!”

Pada paling akhir, semua sejumlah suara yang bernarasi itu bergabung bersama-sama dan yang turun dari panggung itu adalah seorang malaikat.

“Selamaaaaaaat hariiiiiii Nataaaaaaal!”

Yang muncul dari sisi panggung adalah adik kecil Kawasaki, Keika. Keika dihias dalam kostum malaikat dan sedang menbawakan sebuah kue. Ketika aku memandang sekilas ke arah penonton, Kawasaki sedang menyoraki Keika selagi dia menontonnya. Apa kamu itu ibu-ibu atau semacamnya?

Para penonton dengan meriah menyoraki penampilan si malaikat yang menggemaskan itu.

Mencocokan dengan saat tersebut, si wakil ketua dan aku menghempaskan pintunya dengan segera.

Serupa dengan Keika, anak-anak TK yang mengenakan kostum malaikat memasuki aulanya dengan kue di tangan mereka. Anak TK itu malaikat. [3]Anak TK itu membawakan kue-kue pada orang-orang tua di dalam para penonton.

Wajah orang-orang tua itu melembut atas anak-anak TK yang menggemaskan itu.

Tapi dramanya masih belum usai.

“Selamat hari Natal.”

Di atas panggung, Keika, Rumi, dan anak kerja paksa itu menyalakan lilin-lilin. Dan kemudian, anak-anak TK yang bagaikan malaikat itu menyediakan layanan penyalaan lilin pada kue-kue yang mereka sebarkan.

Lilin-lilin di atas panggung dan pada para penonton hampir secara bersamaan dinyalakan pada waktu yang sama. Cahaya satusatunya sekarang ini hanya pada lampu sorot di atas panggung. Mengikuti para malaikat itu, api-api kecil mulai menyebar ke para penonton satu per satu dan keseluruhan aula itu diterangi oleh cahaya yang hangat dan lembut.

Panggung dan penonton dihubungkan oleh cahaya tersebut dan ketika para penonton menjadi satu dengan pemandangan itu, para penonton membuat helaan takjub. Itu juga berlaku pada kami bertiga yang sedang menonton dari balik aula.

“…Yah, aku rasa aku akan memberinya nilai pas lulus.”

Menonton di sampingku, Yukinoshita bergugam. Meski mengatakan itu, dia sedang membuat senyuman manis. Astaga, kamu tentu tidak jujur, sungguh.

Alasan sebenarnya di balik layanan itu adalah untuk kepuasan pengunjung. Hiburan sekali itu ditujukan untuk kepuasan pada hanya saat-saat tersebut. Persis karena itu adalah sesuatu yang tidak dapat kamu nikmati dengan melakukannya berulang kali sehingga itu tidak masalah selama kami berhasil menangkap suasananya pada saat tersebut.

Ini adalah sesuatu yang disarankan secara tersirat oleh Yukinoshita dan ini adalah jawaban yang diberikan oleh Isshiki.

Dia cukup menabjubkan untuk mendapatkan jawaban seperti ini. Apa itu efek Destinyland? Yah benar…

“Heeeh, ini tentu menabjubkan, ini macam, API!”

Ketika Yuigahama berbicara selagi berseru “whooaa”, Yukinoshita menjawab dengan kalem.

“Itu dinamakan layanan penyalaan lilin.”

“Apa kamu mengelirukannya dengan api unggun atau apa?”

“I-Itu kurang lebih sama saja, astaga.”

Ketika aku tersenyum masam pada Yuigahama yang berkata begitu dengan geram, curtain call sedang dilakukan.

Setelah pemeran-pemeran dan narator dipanggil ke atas panggung, mereka diperkenalkan diikuti dengan membungkuk.

Ketika Keika yang tampil sebagai si malaikat muncul, Kawasaki sedang mengambil banyak sekali foto. Seperti yang kubilang. Apa kamu itu ibu-ibu atau semacamnya?

Dan terakhir, sang pemeran utama, Rumi, muncul keluar. Rumi terlihat terperanjat atas tepuk tangan yang sangat meriah itu, tapi ketika dia menggandengkan tangan dengan semuanya di atas panggung, dia membungkuk dalam.

Jauh di balik aula itu, aku sedang menonton pendaran para penonton, di sisi dimana cahayanya sampai. Secara refleks, aku menjadi emosional atas momen-momen besar Rumi di atas panggung. Ini adalah sebuah berkah yang lebih dari yang bisa kuminta sebagai seorang produser, sungguh.

Aku tidak akan lupa oke! Tentang panggung hari ini![4]

Setelah itu, kami menyantap kue, biskuit jahe, dan kue tea cake, dan tempat itu berubah menjadi pesta teh Natal.

Orang-orang SMA Kaihin Sogo serta orang-orang SMA Sobu sedang memakan kue selagi berbincang-bincang dengan bersahabat.

Kami berganti giliran sebagai staf untuk melayani anak-anak TK dan orang-orang tua itu, berbaur ke dalam pesta tersebut. Aku mengujungi aulanya untuk memeriksa apakah ada gelas dan peralatan makan yang kosong.

Ketika aku melihat-lihat ke sekeliling, tatapanku bertemu dengan tatapan Tamanawa yang sedang memakan kue. Tamanawa menjentikkan rambutnya dan berpaling. Di dekat Tamanawa ada Orimoto dan teman-temannya yang sedang bersulang dengan gelas plastik dan sedang tertawa dengan keras.

Di samping panggung ada Hayama dan yang lain dengan sekerumunan orang-orang di sekeliling mereka. Kelihatannya anak-anak SD itu melihat mereka. Berlanjut dari perjalanan berkemah itu, mereka kelihatannya populer.

Dan mengejutkannya, Rumi ada di tengah-tengahnya.

Aku tidak tahu apa yang sedang Rumi dan Hayama serta yang lain bicarakan.

Tapi senyuman yang Rumi tunjukkan pada saat ini tidak melukai hatiku dan sedang berbinar dengan redup namun hangat seperti pendaran samar dari lilin-lilin.


× × ×


10-5[edit]

Aku berjalan di pekarangan sekolah.

Hari menjadi larut karena kami harus bersih-bersih setelah acara kolaborasi Natal berakhir.

Sebagai bagian dari bersih-bersihnya, alat-alat dan beraneka ragam barang-barang yang dipakai selama acarnya diangkut ke ruang OSIS, tapi karena di sana sudah diisi dengan barang-barang pribadi Isshiki sampai penuh, kami kebingungan mengenai mau ke mana barang-barang itu disimpan.

Aku mencoba untuk membuang umbaian tinsel dan ornamen-ornamennya, tapi aku tidak mendapat kesempatan itu karena Isshiki menyarankan bahwa itu semua mungkin akan dapat berguna lagi di masa depan. Itu disebut menjadi seorang penimbun barang, kamu tahu… Karena tidak ada pilihan lain, itu diputuskan Klub Servis akan menyimpan barang-barangnya untuk sementara di ruang klub dan sisanya diserahkan pada Yukinoshita dan Yuigahama.

Setelah itu, aku dibawa serta untuk menyusun ruang OSIS sejak beberapa saat yang lalu, tapi aku akhirnya dilepaskan dari sana.

Apa yang tersisa adalah untuk melaporkan penyelesaian dari permintaan itu pada mereka berdua yang pergi terlebih dulu ke klub dan mengakhiri klubnya untuk hari ini.

Karena kami sekarang sedang ditengah liburan musim dingin, tidak ada orang lain selain aku yang berjalan di lorong bangunan spesial. Di dalam lorong yang hening ini, langkah kakiku bergema dengan lumayan keras sekali.

Aku meletakkan tanganku pada pintu menuju ruang klub tersebut. Persis saat itu, ada suatu bau dari aroma yang samar, tapi sedap. Setelah memasuki ruangan itu, di sana sedikit hangat.

“Ah, selamat datang kembali.”

“Kerja bagus.”

Yuigahama duduk di tempat duduk biasanya dan Yukinoshita baru saja mulai menuang teh. Ketika aku duduk di tempat dudukku sendiri, aku menatap ke arah peralatan teh di atas meja. Kehangatan dan bau itu mungkin berasal dari sana. Itu terasa sangat nostalgik, telah tidak melihat pemandangan ini pada satu bulan ini.

“Yuigahama-san, aku sudah menuang tehnya.”

Ketika Yukinoshita selesai menuangkan tehnya, dia memanggil Yuigahama.

Di atas meja, ada sebuah gelas dengan cetakan gambar seekor anjing lesu dan sebuah cangkir teh yang sedang terletak di atas sebuah piring cawan. Pemiliknya masing-masing mengambil cangkir mereka.

Dan gelas terakhir yang tersisa itu yang dicetak dengan “Panda Pan-san” adalah sebuah gelas teh.

Sekepul uap melayang ke atas dari gelas teh yang tidak diambil oleh siapapun.

“Eh, ada apa dengan ini?”

Itu mungkin porsi tehku, tapi biasanya itu seharusnya dituangkan ke dalam gelas plastik. Ketika aku menanyakannya, suara Yuigahama dan suara Yukinoshita menimpa satu sama lain saat mereka menjawab.

“Itu hadiah Natal!”

“Itu cukup boros jika hanya satu orang yang memakai gelas plastik.”

Alasan yang mereka berdua berikan jelas sekali berbeda dari satu sama lain… Apa jawaban yang benar, huh? Aku melihat ke arah Yuigahama dan dia terlihat gembira sebab dia memberikan penjelasan selagi terlihat bersenang-senang.

“Kami berdua membelikannya untukmu! Aku memilih bentuknya dan Yukinon memilih desainnya!”

Sudah kuduga… Fakta bahwa sebuah gelas teh dengan Pan-san tercetak di atasnya yang diplih hanya untuk meminum teh sudah cukup untuk memberitahuku apa yang sedang terjadi. Namun, apa yang tidak kupahami adalah mereka menggelar acara bertukar hadiah tanpa kusadari. Walau aku tidak pernah mendapat undangan?

“Tunggu, kamu bilang hadiah, tapi aku sendiri tidak menyiapkan apapun…”

Aku mengatakan itu selagi aku menggaruk pipiku dengan rasa bersalah pada pertukaran hadiah sepihak ini, tapi Yukinoshita meletakkan cangkirnya pada piring cawan dan berkata dengan kalem.

“Kamu tidak perlu menguatirkan itu. Itu hanya untuk menggantikan gelas plastiknya.”

Baik, jadi pada akhirnya kamu akan memakai penjelasan gelas plastik itu, huh…? Yah, itu tidak masalah juga. Itu mungkin hanya sebuah pengganti untuk gelas plastiknya, tapi aku tidak cukup busuk untuk berkeras kepala mengenai itu dan menerimanya.

“…Terima kasih. Untuk memberiku gelas tehnya.”

“Sama-sama!”

Ketika aku mengucapkan terima kasih pada mereka dengan kata-kata yang lumayan jujur dari aku, Yuigahama membalaskan sebuah senyuman dengan sebuah gelak tawa. Juga, jika aku mau memberikan ucapan terima kasihku, juga ada satu hal lagi.

“Terus… Untuk permintaannya juga. Aah… Terima kasih. Kalian benar-benar membantuku. Aku dapat menyelesaikannya dengan aman tanpa banyak masalah berkat kalian berdua.”

Aku segera membungkukan kepalaku dan tetap seperti itu untuk sesaat.

Acara yang kupikir tidak dapat kulihat akhirnya atau malahan, acara yang kupikir akan berakhir dengan cara yang tidak memikul tanggung jawab itu mampu diselesaikan dengan aman karena meminta bantuan dari mereka berdua. Aku tidak yakin apa aku secara pribadi bertanggung jawab atas itu, tapi meski begitu, aku membungkukan kepalaku karena aku ingin mengucapkan terima kasih pada mereka dengan semestinya.

“Permintaannya masih belum usai, bukan?”

Kata Yukinoshita padaku dengan kepalaku masih membungkuk. Aku mengangkat kepalaku sebagai balasan terhadap jawaban yang tidak setuju dengan apa yang kukatakan.

Ketika aku melakukannya, Yukinoshita sedang menyusuri pinggiran cangkir tehnya dengan jemarinya dan tersenyum dengan ekspresi yang sedikit risau dan terkejut.

“…Aku bilang aku menerima permintaanmu, ingat?”

“Tidak, itu seharusnya sudah selesai. Apa ini, teka-teki?”

Ketika aku menanyakannya, Yukinoshita membuat tawa yang mendadak dan riang.

“Kurasa begitu, itu mungkin sebuah teka-teki.”

Senyuman dan suara seperti-menggodanya itu polos. Itu sepenuhnya berlawanan dengan gambaran dewasanya yang biasanya dan aku merasa bahwa aku dapat mengenal sisi lain dari dirinya yang tidak kusadari. Namun, jawaban teka-tekinya itu adalah sesuatu yang masih belum kumengerti.

Melihat percakapan kami dengan linglung, Yuigahama tiba-tiba menyeru “ah” dengan suara kecil. Kemudian, dengan pandangan yang tidak sedang melihat ke manapun, dia menyelipkan sebuah gugaman keluar.

“Aku rasa… Aku agak mengerti… Walau itu mungkin tidak apa-apa kalau Hikki tidak mengerti.”

“Ah?”

“Yah, mengesampingkan itu!”

Ketika aku mencoba menanyakan mengenai itu, Yuigahama dengan semangat menghantam mejanya dan berdiri dari kursinya.

“Apa yang sebaiknya kita lakukan untuk hari Natal? Macam, setelahnya! Ah, atau macam besok! Itu juga masih Natal! Ayo kita berpesta!”

“Tidak, kita tidak akan melakukan itu…”

Walaupun aku mengatakan itu, Yuigahama tidak terliht seperti dia mendengarkanku dan menghadap Yukinoshita.

“Yukinon, apa kamu… ada rencana apa-apa?”

Suara gugupnya mungkin karena kuatir mengenai suatu kali itu ketika dia bertanya mengenai rencana Natalnya dalam percakapan masa bodoh dan dangkal itu. Yukinoshita membalaskan sebuah senyuman yang lembut dan samar.

YahariLoveRom-v9-427.png

“…Kalau kita akan melakukan itu, aku akan mambuat waktu luang.”

Sebagai balasan atas itu, wajah Yuigahama segera menjadi berseri-seri.

“Sungguh!? Yey! Oke, sudah diputuskan kalau begitu.”

“Jadi kalau begitu kamu tidak akan menanyakanmu mengenai rencanaku… Atau mungkinkah itu kamu sedang mencoba secara tidak langsung mengatakan aku tidak diundang?”

“Maksudku, toh Hikki sudah pasti tidak ada yang perlu dilakukan… Ah, jadi macam, pestanya! Aku ingin makan kue Yukinon!”

“Namun kue yang barusan kamu makan itu kue yang kubuat… Juga, aku tidak mau melakukannya. Aku tidak mau melakukan sesuatu seperti itu untuk sementara waktu…”

Kelihatannya, itu pastilah benar-benar sulit sebab Yukinoshita menunjukkan ekspresi muak. Uh, walau aku mendapat perasaan kamu benar-benar menyukainya ketika kamu sedang membuat itu semua…

Melihat ke arah Yukinoshita yang enggan, Yuigahama mengerang.

“Kalau Yukinon tidak akan membuatnya… Ka-kalau begitu aku bisa membuatnya saja?”

Yuigahama menunjuk ke arah dirinya seakan itu adalah “ide yang paling menabjubkan!” dan mengatakannya, tapi ekspresi Yukinoshita menjadi patah semangat.

“Kalau kamu akan mengatakan itu, bahkan jika aku tidak mau, kalau begitu tidak ada pilihan bagiku selain untuk membuatnya…”

“Tidakkah itu agak kejam!? Ah, kalau begitu kita bisa membuatnya bersama atau semacamnya!”

Yuigahama mengintip ke arah Yukinoshita sambil tersenyum dan Yukinoshita tersedak akan kata-katanya. Dia kemudian membuat helaan pendek seakan dia menyerah dan tersenyum.

“…Baiklah kurasa. Kalau begitu itu mungkin tidak terlalu mustahil.”

Dia jatuh… Meliht mereka saling menukarkan senyuman mereka, aku membuat senyuman masam dan berpaling.

Persis saat itu, aku melihat ke luar jendela dan matahari yang sedang terbenam itu terang. Sebelum matahari senja tenggelam ke dalam laut, ia menunjukkan kecemerlangannya yang terakhir dan hanya untuk sesaat sekali saja, ruangan itu diselubungi oleh sinar matahari. Meski begitu, pada akhirnya malam akan tiba dan hari akan menjadi dingin.

Tapi hari ini adalah Natal dan aku merasa optimis bahwa malam-malam sekarang ini masih agak hangat.

Jika apa yang kuharapkan dikabulkan padaku, jika apa yang kuinginkan diberikan padaku.

Maka, seperti yang kuduga, aku tidak dapat mengharapkan apapun maupun menginginkan apapun.

Karena hal-hal yang dikabulkan padamu dan hal-hal yang diberikan itu sudah pasti penipuan yang akan hilang suatu hari.

Hal yang kamu igninkan itu tidak berbentuk dan hal yang kamu inginkan itu tidak bisa disentuh. Atau mungkin, itu semua barangkali harta paling menabjubkan yang pernah ada yang akan menjadi hampa jika kamu menyentuh itu semua.

Di atas panggung yang berkilau itu, apa yang dilihat mataku adalah kesimpulan dari “cerita” tersebut.

Di sinilah aku, tidak tahu apa yang terjadi di luar itu.

Itulah mengapa aku sudah pasti akan terus mencarinya untuk waktu yang lama.


Mundur ke Bab 9 Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Catatan Penulis

Catatan Tranlasi[edit]

<references>

  1. Pemberian Sang Magi atau Gift of the Magi
  2. Mne. Sofronie. Hair Goods of All Kinds; Mne = Nyonya, Sofronie adalah nama seorang malaikat dalam Gereja Ortodoks Rumania
  3. Mungkin pun. Anak TK = enji, malaikat = enjeru
  4. Love Live!