Overlord (Indonesia):Volume 5 Chapter 5

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Part 1[edit]

Bulan Api Bawah (Bulan ke 9), Hari ke 3, 12:07

"Toko tersebut lewat pintu ini dan menurut assassin itu ada pintu masuk lain di gedung itu."

Berdiri di depan pintu masuk dari rumah bordil tersebut, di depan pintu dimana Tsuare dibuang, Sebas menunjuk sebuah gedung dengan beberapa pintu. Meskipun baik Brain dan Climb ada di sana ketika mengekstrak informasi, mereka sebenarnya tak pernah masuk ke rumah bordil dan dengan patuh menerima penjelasan Sebas.

"Itu yang aku dengar juga. Mereka bilang pintu itu digunakan untuk pintu keluar darurat dan selalu ada setidaknya dua orang menjaganya. Jika begitu kurasa akan lebih baik bagi kita untuk berpisah menjadi dua kelompok. Mempertimbangkan kekuatan tempur kita, bagaimana kalau membiarkan Sebas-sama mengambil pintu utama sendiri sementara Climb dan Saya akan menyerang dari samping?"

"Meskipun aku tidak keberatan, bagiamana pendapat Climb-kun mengentai hal ini?"

"Aku juga tidak keberatan. Tapi Unglaus-sama, ketika kita sudah masuk ke dalam, lalu apa? Apakah kita akan melakukan pencarian bersama-sama?"

"Tolong panggil aku Brain, begitu juga dengan Sebas-sama. Bagaimanapun.... kita seharusnya tetap bersama-sama untuk amannya, seharusnya ada jalan rahasia yang bahkan tidak diketahui oleh assassin itu. Kurasa kita harus segera mencarinya sementara Sebas-sama mengalihkan perhatian musuh dengan terang-terangan."

Seakan mengingat sesuatu, Brain menggumamkan bagaimana pada umumnya di sana ada sebuah jalan yang hanya diketahui oleh pimpinannya.

"Kalau begitu bagaimana kalau kita berpisah ketika sudah ada di dalam?"

"...Selamat kita sudah bersiap terhadap bahaya-bahayanya, kita harus bertindak dan berharap yang terbaik."

Dari ucapan Brain, Sebas dan Climb menganggukkan kepala mereka.

"Kalau begitu karena anda lebih kuat dari saya, bisakah aku serahkan pencarian di dalam kepada anda, Unglau- Brain-sama?"

"Aku rasa itu yang paling baik. Aku akan serahkan kepada Climb-kun pengamanan pintu keluar di sebelah sana."

Tak usah dikatakan, mencari di bagian dalam membawa resiko tinggi bertemu dengan musuh. Karena Brain jauh lebih kuat dari Climb, tugas itu jatuh kepadanya.

"Maka ini akan menjadi konfirmasi akhir kita."

Meskipun mereka melakukan diskusi umum sebelum tiba di rumah bordil, karena mereka belum melihat lokasi yang sebenarnya, ada bagian yang masih belum pasti. Sekarang, semuanya sudah diputuskan dan tak ada yang keberatan dengan rencana Sebas.

Sebas meletakkan sebuah kaki ke depan dan mendekati pintu logam yang tebal. Pintu tersebut pikir Climb tidak akan bisa dibuka apapun yang dia lakukan, ketika dibandingkan dari sisi ke sisi dengan Sebas, terlihat seperti kertas yang tipis.

Bagian depan adalah dimana pertahanan yang biasanya paling tinggi. Meskipun mereka akan menyerang tempat seperti itu, itu bukan masalah. Brain Unglaus, yang bertarung setara dengan Gazef Stronoff, yang paling kuat di negara tetangga, orang seperti itu berkata bahwa 'mereka berdua bersama-sama tidak akan bisa menang'. Makhluk yang hanya bisa dideskripsikan berada dalam tingkatan yang berbeda sekarang sedang melangkah ke depan.

"Kalau begitu kalian segera pergi. Menurut asssassin itu, empat ketukan di pintu depan seharusnya adalah sinyal untuk menunjukkan bahwa kamu adalah sekutu. Aku kira kamu tidak lupa tapi untuk jaga-jaga saja."

"Terima kasih."

Dia tidak lupa, tapi bagaimanapun juga, Climb berterima kasih kepada Sebas.

"Dan jika mungkin, aku akan mencoba menangkap mereka hidup-hidup. Tapi jika mereka melawan, aku akan membunuh mereka tanpa ampun. Aku anggap itu bukan masalah?"

Baik Climb dan Brain merasakan getaran di tulang belakang saat Sebas bicara dengan senyum yang lembut.

Dia tidak salah, itu adalah balasan yang sangat jelas. Dua orang itu tahu bahwa jika mereka sendiri berada dalam situasi yang sama, mereka pasti akan memilih hal yang sama. Alasan mereka merasa ketakutan dan merasakan hawa dingin di tulang belakang mereka adalah karean wajah Sebas yag terlihat seakan dia memiliki persona lain.

Pria lembut yang baik dan warrior yang berkepala dingin, kebaikan ekstrim dan tanpa ampun berada dalam satu tubuh. Mereka merasakan sebuah firasat; jika Sebas masuk ke dalam sekarang, semua yang ada di dalam akan mati.

Climb dengan gugup berbicara kepada Sebas.

"Jika untuk menghindari pertumpahan darah sebanyak mungkin, maka itu tidak ditahan lagi. Lagipula, kita kalah jumlah. Tapi jika anda melihat seseorang yang terlihat seperti anggota dengan peringkat tinggi, bisakah anda menangkapnya hidup-hidup? Menginterogasi orang itu terbukti lebih menguntungkan di masa depan."

"Aku bukan pembunuh, Climb-kun. Tenang saja, aku tidak datang kemari hanya untuk membantai mereka dengan sengaja."

Climb merasa lega dengan senyumnya yang lembut.

"Aku minta maaf. Maka aku serahkan diriku padamu."


"Kalau begitu, biarkan aku menghancurkan tempat ini dengan cepat dan mengulur sedikit waktu."

Jika Sebas menghancurkan rumah bordil ini, seharusnya bisa menghentikan pertarungan mereka dengannya, meskipun hanya sementara. Jika dia cukup beruntung menemukan surat-surat rahasia dan semacamnya, mereka harus terfokus pada bagaimana membalas dan mungkin akan lupa sama sekali dengan Tsuare.

Dalam kasus yang terburuk, meskipun jika hasilnya hanya untuk mengulur waktu, bisa memberikan peluang baginya untuk membiarkan Tsuare kabur. dia mungkin bisa mencari cara yang lebih baik.

"Setelah aku ingat, ada seorang pedagang di E-Rantel yang bicara dengan kami secara ramah. Mungkin aku bisa meminta bantuannya."

Meskipun jika otak Tsuare sembuh total, dia akan lebih senang jika dia bisa mendukung seseorang yang bisa dia percayai.

Sebas berputar dan melihat ke arah pintu yang tebal itu lagi. dia menyentuhnya sambil mengingat pemandangan Tsuare yang dilemapar. Pintu itu mengesankan, dengan besi yang ditempel ke dalam kayu. Hanya dengan sekali tatap bisa tahu akan sulit bagi manusia menghancurkannya tanpa alat.

"Aku khawatir dengan Climb..."

Dia tidak khawatir dengan pria yang bernama Brain Unglaus. Meskipun jika dia menghadapi Succulent, peluangnya menang cukup tinggi. Tapi Climb berbeda. Dia tidak akan bisa menang melawannya.

Climb adalah orang yang sukarela mengambil bagian dalam penyerbuan ini - melihat bagaimana dia menawarkan bantuannya, Climb kelihatannya memang siap. Namun, kehilangan nyawa seorang pemudah yang mencoba untuk membantunya akan membuat dia menyesal, terutama jika itu adalah nyawa dari orang yang sangat baik.

"Aku harap bocah itu memiliki usia panjang..."

Ucapannya sangat cocok diucapkan kepada mereka yang telah hidup lama. Tentu saja, Sebas diciptakan sebagai seorang pak tua mempertimbangkan waktu dari ketika dia lahir hingga sekarang, dia lebih mudah dari Climb.

"Setidaknya, akan sangat baik jika akulah yang menghalahkan Succulent. Aku hanya berharap Climb-kun tidak akan menghadapinya."

Sebas berdoa kepada 41 Supreme Being untuk keamanan Climb.

Jika Succulent adalah yang terkuat di fasilitas ini, maka kelihatannya Sebas akan menjadi orang yang menghadapinya. Namun, jika dia bekerja sebagai bodyguard seseorang, ada juga kemungkinan bahwa dia akan kabur sambil melindunginya. Dengan hati yang khawatir, Sebas menggenggam pegangan pintu dan memutarnya.

Dia hanya bisa memutarnya separuh. Mempertimbangkan bisnis macam apa yang mereka lakukan, jelas pintu itu akan dikunci.

"Aku tidak mahir dalam mengakali kuncinya..tidak ada pilihan kalau begitu. Aku akan mencoba untuk membuka kuncinya dengan caraku sendiri."

Sebas bergumam jengkel dan merendahkan tubuhnya. Dia menarik lengan kanannya bersamaan saat dia menahan lengan kiri di depannya. Itu adalah kuda-kuda yang sangat bagus, sekokoh pohon tua ribuan tahun yang akarnya sangat jauh menancap.

"Hm!"

Apa yang terjadi selanjutnya adalah hal yang tidak mungkin.

Lengannya menjadi masuk ke tepian pintu baja, ke arah engselnya. Tidak, tidak berhenti sampai disana. Lengannya terus masuk jauh ke dalam.

Dengan sebuah deritan, engsel itu berpisah dari dindingnya.

Sebas dengan udah membuka pintu yang telah kehilangan perlawanannya.

"Apa..?"

Segera setelah dia melangkah masuk, ada sebuah lorong dan seorang pria besar dengan rambut berduri yang berdiri di depan pintu yang terbuka setengah. Mata dan mulutnya terbuka lebar saat dia membuat ekspresi yang melongo.

"Pintu itu sedikit berkarat jadi aku memaksanya terbuka dengan sedikit kekuatanku. Kalian seharusnya menjaga pintu itu tetap diberi oli."

Sebas bicara kepada pria itu dan menutup pintunya. Tidak, mungkin akan lebih baik dikatakan bahwa dia menyandarkannya saja.

Saat pria itu terbengong, Sebas berjalan ke dalam lebih jauh tanpa halangan.

"-Hey, ada apa?"

"Suara berisik apa itu?!"

Suara pria lain bisa di dengar di belakang pria tersebut.

Namun, berhadapan langsung dengan Sebas dan bahkan tak mampu bereaksi dengan suara mereka, pria itu bicara.

"...Se..Se..Selamat datang?"

Pria itu menjadi bingung dan hanya bisa menatap Sebas dengan tatapan kosong saat Sebas berjalan di depan wajahnya. Biasanya seseorang yang bekerja di tempat seperti ini akan terbiasa dengan kekerasan. Namun, pemandangan yang baru saja dia lihat sejauh ini jauh dari hal yang wajah yang biasa dia saksikan hingga saat ini.

Mengabaikan pertanyaan dari sekutunya di belakang, pria itu memberi Sebas senyuman pujian. Itu karena naluri bertahan hidupnya berkata kepadanya bahwa itu adalah tindakan terbaik. Dia bisa juga mati-matian berbohong kepada dirinya sendiri bahwa pria ini adalah seorang kepala pelayan yang melayani salah satu pelanggan mereka. Pria dengan janggutnya yang tebal, pipinya berkedut saat dia mencoba sebaik mungkin untuk menunjukkan senyuman ramah, penampilan seperti itu benar-benar tidak enak dilihat.

Sebas juga tersenyum; lembut dan ramah. Namun, tidak ada kebaikan yang ditemukan dalam matanya. Mata-mata itu mengeluarkan kilauan ganas yang bisa menjebak orang, seperti pedang yang tajam.

"Bisakah kalian minggir?"

Sebuah suara 'thud', bukan, lebih seperti 'splat'. Sebuah suara menyakitkan terdengar.

Pria dewasa yang terlihat kasar mengenakan perlengkapan yang dengan mudah memiliki berat lebih dari 85 Kg. Seorang pria seperti itu berputar di udara seperti sebuah candaan dan dilemparkan ke samping dengan kecepatan yang terlalu cepat untuk ditangkap oleh mata. Seperti itu, tubuh dari pria tersebut menabrak dinding dengan suara benturan yang keras.

Rumah itu gemetar seakan ditabrak oleh tinju sebuah raksasa.

"...Oh tidak, jika aku membunuhnya agak dalam maka dia akan menjadi pagar psikologi yang bagus... Ya, kelihatannya masih tersisa banyak jadi aku akan lebih hati-hati mulai sekarang."

Sebas berkata kepada dirinya sendiri bahwa dia seharusnya menahan kekuatannya sedikit saat dia meninggalkan mayat itu ke samping sini dan bergerak ke arah yang lebih dalam.

Sebas membuka pintu dengan lebar dan melangkah ke dalam ruangan. Dengan gerakan yang anggun, dia melihat sekelilingnya. Daripada disebut sebagai seseorang yang menyerang markas musuh, dia mengeluarkan udara dari seseorang yang sedang jalan-jalan di sekitar rumah yang sudah ditinggalkan.

Ada dua orang pria.

Mereka sedang menatap tercengang ke arah bunga merah tua pada dinding di belakang Sebas.

Ruangan itu dipenuhi dengan bau alkohol murah seperti yang takkan pernah ditemui di Nazarick. Bercampur dengan bau darah dan menggantung memberikan aroma aneh yang membuat perut ingin muntah.

Sebas mengumpulkan informasi yang dia dengar dari Tsuare dan assassin dan mencoba untuk memetakan struktur bagian dalam dari bangunan ini di kepalanya. Meskipun ingatan Tsuare dipenuhi lubang dan hanya sedikit yang bisa ditawarkan, dia memang mendengar bahwa toko yang sebenarnya terletak di bawah tanah. Assassin tak pernah ke bawah sana dan tidak banyak membantu mulai dari sini.

Meskipun Sebas mengamati lantai, dia tidak bisa menemukan tangga karena disembunyikan dengan baik.

Jika dia tidak bisa menemukannya sendiri, maka dia hanya cukup bertanya kepada seseorang yang tahu.

"Maaf, saya punya pertanyaan yang ingin kutanyakan padamu."

"Guaaahhh!"

Sesaat setelah dia bicara dengan mereka, salah satu pria itu mengeluarkan teriakan dengan nada tinggi. Kelihatannya sekarang, pemikiran untuk bertarung  sendiri telah hilang dari pikirannya. Sebas merasa lega. Dia tidak bisa mengendalikan kekuatannya dengan baik jika dia memikirkan tentang Tsuare dan tinjunya akan jadi membunuh mereka dengan sekejap.

Jika mereka menyerah tanpa melawan, dia baru bisa berhenti setelah mematahkan kaki-kaki mereka. Pria-pria itu gemetar ketakutan menempelkan punggung mereka ke dinding, semuanya untuk mencoba menjauh sejauh mungkin dari Sebas. Sebas melihat mereka tanpa emosi dan mulutnya terpisah menjadi senyuman.

"Hiiii!"

Mereka semakin ketakutan dan bau amonia menyebar ke sekitar.

Sebas berpikir bahwa dia mungkin terlalu jauh dalam menakuti mereka dan mengerutkan dahinya. Salah satu pria itu matanya tergulung dan pingsan. Tekanan yang ekstrim telah membuatnya melepaskan kesadarannya sendiri. Pria lain melihat rekannya dengan ekspresi iri.

"Haa.. seperti yang kubilang, aku ingin menanyakan sesuatu. Aku ada urusan di bawah. Bisakah kamu beritahu bagaimana aku bisa menemukan jalannya?"

"..I-Itu."

Sebas melihat cahaya ketakutan di mata pria itu saat dia mempertimbangkan berkhianat. Meskipun para assassin juga sama, kelihatannya pria ini takut terhadap pembersihan yang dilakukan organisasi pula. Mengingat bagaimana pria yang kabur dengan uang yang dia terima dan bagaimana dia bersikap, Terkena pembersihan mungkin berarti kematian.

Karena kelihatannya dia tidak ingin bicara tanpa diberi pelajaran, Sebas mengatakan kalimat yang bisa memutuskan keraguan pria itu.

"Kelihatannya ada dua mulut di sini. Tidak perduli bagiku apakah kamu yang bicara."

Pria tersebut mulai berkeringat banyak dari dahinya dan tubuhnya gemetar.

"Se-se-se-sebelah sana! Disana, itulah tempat pintu rahasianya!"

"Memang benar."

Melihat ke arah yang dia tunjukkan , memang kelihatannya lapisan itu lantai itu berbeda.

"Ternyata begitu, terima kasih. Maka kalian sudah melakukan bagian kalian."

Saat Sebas tersenyum, pria itu mengerti maksud dibalik kalimatnya dan gemetar, wajahnya menjadi pucat. Meskipun begitu, dia bergantung kepada sebuah cahaya kecil haraan dan bicara.

"A-Aku mohon padamu, to-tolong jangan bunuh aku!"

"Aku menolak."

Balasan langsung membuat ruangan itu membeku dalam keheningan. Mata pria itu menjadi bundar, ekspresi dari orang yang mencoba untuk menolak apa yang tidak ingin dia percayai.

"Tapi, aku sudah bilang padamu! Hey, aku akan melakukan apapun, jadi biarkan aku hidup!"

"Itu benar, tapi..."

Sebas menghela nafas dan menggelengkan kepalanya.

"Aku menolaknya."

"Anda.. Anda bercanda, ya kan?"

"Jika kamu ingin percaya seperti itu. Hanya ada satu hasil dari hal ini."

"...Aku mohon.. dewa."

Sebas teringat ketika dia mengambil Tsuare dan sedikit memicingkan matanya.

Atas hak apa pria dengan pekerjaan semacam ini meminta sesuatu kepada dewa? Dan bagi Sebas, 41 Supreme Being adalah dewa-dewanya. Rasanya seakan jika mereka baru saja menghina mereka.

"Ini yang layak kamu terima."

Dari suara yang seperti bajak menolak apapun, pria tersebut kelihatannya menyadari bahwa dia akan mati.

Apakah dia akan lari, atau melawan? Saat ketika pilihan itu diletakkan di depan matanya, tanpa ragu lagi, pria itu memilih - untuk kabur.

Meskipun jika dia harus melawan Sebas, hasilnya sudah jelas. Malahan, tak perduli sekecil apapun, dia memiliki peluang selamat yang lebih baik jika dia lari. Pemikiran di balik keputusannya memang benar.

karena untuk beberapa detik, tidak, bahkan hanya beberapa sepersepuluh detik, nyawanya bisa lebih panjang.

Setelah dengan sekejap menangkap pria yang sedang berusaha menghancurkan pintu, Sebas dengan entengnya memutar tubuhnya. Tiupan angin melewati kepala pria tersebut dan dia roboh seperti benangnya telah putus. Sebuah obyek bulat menabrak dinding dengan sebuah suara thud dan menggelinding ke lantai, meninggalkan jejak darah.

Sesaat kemudian, darah muncrat dari leher tanpa kepala pria tersebut dan menyebar ke lantai.

Itu benar-benar teknik yang luar biasa. Menerbangkan sebuah kepala dengan roundhouse kick (tendangan putar), meskipun tendangan itu memiliki kecepatan dan kekuatan untuk membuat suatu hal semacam itu jadi mungkin, bagian yang paling menakutkan adalah bahwa tidak ada satu tetespun noda ditemukan di sepatu yang melindungi kaki Sebas.

Dengan suara langkah kakinya, Sebas berjalan ke arah pria yang telah pingsan dengan mata memutar ke belakang dan menurunkan kakinya. Dengan suara seperti pohon tua yang patah, tubuh pria itu mengejang. Setelah beberapa kejang-kejang, dia tidak lagi bergerak.

".. Bukankah itu adalah bukti yang jelas apa yang akan terjadi pada kalian dari apapun yang telah kalian lakukan sejauh ini? Tapi tenanglah, setidaknya, kalian telah menebus dosa itu dengan tubuh kalian."

Sebas mengambil mayat mereka.

Dia menjejerkan area sekitar tangga dengan tubuh yang hancur sama sekali. Bahkan mereka terlihat sangat mengerikan; itu akan membuat rasa takut dan ragu-ragu pada siapapun yang mencoba untuk kabur. Itu adalah sebuah metode yang Sebas pikirkan jika dia tidak bisa menghancurkan titik masuknya.

Setelah memindahkan mayat-mayat itu, Sebas melangkahkan kakinya ke pintu masuk rahasia bawah tanah.

Pertama adalah suara bagian mekanik yang hancur. Lalu, sebuah lubang besar terbuka di lantai. Penutup lantai yang hancur jatuh dengan keras melalui tangga.

"Aha... Jika aku menhancurkan tangga ini, maka akan sulit bagi mereka untuk kabur dengan cara ini."


Ruangan itu tidak begitu luas.

Bagian dalam yang sunyi itu ada lemari untuk menyimpan pakaian dan sebuah tempat tidur, tak ada yang lainnya.

Tempat tidur tersebut bukan tipe yang buruk yang hanya ada sprei di atasnya. Namun, itu adalah sebuah kasur yang dipenuhi kapas, sebuah kemewahan yang digunakan oleh para bangsawan. Namun, seakan mereka terfokus pada fungsionalitasnya saja, desainnya sangat datar dan hiasan-hiasannya kurang bervariasi.

Dan dia atas tempat tidur itu ada seorang pria yang sedang telanjang.

Dia melihat kelihatannya memiliki usia yang lebih dari paruh baya. Karena kehidupan yang bebas, tubuhnya gemuk dan tidak menarik.

Meskipun tampangnya bisa lulus sebagai hampir rata-rata, gumpalan di wajahnya mengurangi poin pada dirinya dengan cepat. Melihat ke arahnya, siapapun akan berpikir bahwa pria ini seperti babi. Babi-babi adalah binatang yang pintar dan menawan dan menyukai hal-hal yang bersih. Namun, dalam kasus ini, babi itu bodoh dan hina, digunakan sebagai cacian.

Namanya adalah Stafan Hevish.

Dia menurunkan tinjunya yang terangkat - ke arah kasur. Suara benturan daging terdengar.

Sebuah tampang gembira muncul di wajah lembek Stafan. Itu karena sensasi menggilas daging disalurkan ke tangannya dan dia merasa getara kenikmatan yang naik ke tulang belakangnya. Tubuhnya lalu gemetar.

"Ohhhh...."

Saat dia pelan-pelan mengangkat tangannya, ada darah yang lengket di sana.

Stafan sedang berbaring di atas wanita yang sedang telanjang.

Wajah wanita itu bengkak-bengkak dan kulitnya berwarna titik-titik merah karena pendarahan dalam. Darah yang mengalir dari hidungnya yang hancur membuat wajahnya kusut. Baik bibir dan matanya juga bengkak dan wajahnya yang pernah menarik sudat tak terlihat lagi. Tempat tidur itu menjadi berubah warna, darah yang menyebar menodai kain spreinya.

Tangan yang diangkat ke udara untuk mencoba melindungi wajah gadis itu sekarang tergeletak di tempat tidur. Gambaran dari rambut wanita itu yang tersebar di atas kain membuatnya terlihat seakan dia sedang mengambang di air.

"Hey, apa, sudah selesai? Ahn?"

Wanita itu sudah tidak sadar lagi.

Stafan mengangkat tangannya dan membantingnya ke bawah.

Smack. Tinju dan pipi, bersama dengan tulang pipi yang ada di dalam, luka dari benturan itu juga mengalir ke tangan Stafan.

"Che, sakit juga!"

Dalam amarahnya, dia menghujam lagi.

Tempat tidur itu berderit berbarengan dengan suara pukulan. Kulit wanita yang bengkak itu seperti bola yang terbelah dan tangannya telah ditutupi oleh darah. Darah yang segar dan lengket tersebar ke atas sprei tempat tidur dan menodai mereka dengan warna merah.

".....Uuu."

Meskipun dia dihajar, wanita itu tidak lagi bergerak dan tubuhnya hampir tidak menunjukkan reaksi apapun.

Jika ini gebukan ini berulang terus, nyawa gadis itu akan berada dalam bahaya. Meskipun begitu, alasan dia masih hidup bukan karena Stafan mengendalikan kekuatannya. Itu karena benturannya diserap oleh kasur. Jika dia dihajar di lantai yang keras, wanita itu pasti sudah mati.

Stafan tidak menahan kekuatannya bukan karena dia tahu ini, tapi karena tidak ada masalah apapun meskipun jika wanita ini mati. Jika dia hanya membayar biaya untuk menyingkirkannya, maka semuanya akan beres.

Pada kenyataannya, Stafan telah membunuh banyak wanita di toko ini.

Karena dia harus membayar biaya pembuangannya dulu, membuat kantong uangnya semakin ringan, mungkin dia secara tidak sadar menahan kekuatan dari lengannya.

Stafan menjilati bibirnya saat dia menatap wajah wanita yang sudah tidak bergerak itu.

Rumah bordil ini adalah tempat terbaik untuk memenuhi fetish tertentu. Suatu hal seperti ini takkan pernah diperbolehkan di rumah bordil biasa. Tidak, meskipun itu diperbolehkan, Stafan tidak tahu tempat semacam itu.

Dia senang dengan hari-hari dimana ketika masih ada budak-budak.

Budak-budak dianggap sebagai properti dan mereka yang menyalahgunakannya memiliki tendensi mengundang cercaan. Itu adalah alasan yang sama atas dengan orang-orang yang mengerutkan dahi terhadap siapapun yang menyia-nyiakan harta mereka. Tapi bagi seseorang seperti Stafan, yang memiliki fetish tertentu, para budak adalah yang paling mudah dan hanya satu-satunya jalan baginya untuk memuaskan nafsunya. Sekarang setelah mereka diambil darinya, Stafan tidak ada pilihan lain selain mencurahkan nafsunya ke tempat seperti ini. Apa yang akan dia lakukan jika dia tidak tahu tempat seperti ini?

Tidak diragukan lagi, dia tidak akan bisa menahannya. Dia pasti akan melakukan kejahatan dan ditahan.

Dan siapapun yang memperkenalkan rumah bordil ini kepada Stafan - meskipun dia harus membuat persetujuan di belakang dan menggunakan pengaruh legal dirinya untuk keuntungan mereka - dia benar-benar berterima kasih kepada tuannya, bangsawan yang dia layani.

"Terima kasih- tuan."

Sebuah emosi yang cukup kuat muncul di mata Stafan. Meskipun sulit dipercaya mempertimbangkan kebiasaan dan kepribadiannya, setidaknya, dia merasa berterima kasih sangat dalam terhadap tuannya.

Hanya saja-

Api muncul dari dalam perutnya - sebuah kemarahan.

Itu adalah emosi miliknya terhadap gadis yang menjadi satu-satunya alasan mengapa dia kehilangan budaknya, jalan keluar dari nafsunya.

"-Dasar pelacur itu!"

Wajahnya merah karena marah, matanya menjadi merah.

Wajah dari bangsawan yang harus dia layani - sang putri, bertumpuk dengan wajah dari wanita yang dia naiki. Stafan mengumpulkan kemarahan yang berkumpul di dalam dirinya dan di dalam tinjunya dan meluncurkannya ke bawah.

Dengan sebuah suara pukulan, darah segar berhamburan sekali lagi.

"Betapa, menyegarkan, rasanya, jika, mengacak-acak, wajahnya!"

Lagi dan lagi, dia menghajar wajah wanita itu.

Di dalam mulutnya pasti sudah terbuka sobek oleh giginya. Jumlah darah yang besar dan membahayakan mengalir keluar di antara bibir-bibirnya yang lebam.

Reaksi wanita itu sekarang hanya mengejang setiap kali dia dipukul.

"-Haa, haa."

Setelah beberapa kali pukulan, bahu Stafan terangkat dan baik dahi dan tubuhnya basah oleh keringat yang licin.

Stafan melihat ke bawah ke arah wanita di bawahnya. Penampilannya sekarang sudah jauh dari kata mengerikan. Dia sudah separuh mati, tidak; tubuhnya sudah beberapa langkah dari jurang kematian. Dia benar-benar seperti sebuah boneka yang terputus talinya.

Gulp. Suara tenggorokan Stafan terdengar.

Tak ada yang membuatnya lebih gembira selain melakukannya dengan wanita yang sudah babak belur. Terutama jika mereka dulunya cantik, semakin cantik mereka semakin baik. Tidak ada yang bisa memuaskan rasa sadisnya selain ketika dia menghancurkan sesuatu yang cantik.

"Seenak apa rasanya jika aku bisa menghajar gadis itu seperti ini?"

Stafan teringat dengan nona dari kediaman yang dikunjunginya tadi. dia teringat dengan wajah arogan dari wanita yang kecantikannya setara dengan putri dari negeri ini, orang yang dipuji sebagai yang paling cantik.

Tentu saja, Stafan tahu bahwa dia tidak bisa melakukan apapun kepada wanita sepertinya. Yang bisa menangani dahaga miliknya setiap hari adalah sisa-sisa harian dari rumah bordil ini sebelum mereka dibuang.

Seorang wanita cantik sepertinya akan dibeli oleh bangsawan kuat dengan jumlah uang yang besar dan memenjarakannya di tempat mereka agar tidak bisa membuka perdagangan terlarang mereka.

"Sekali saja, jika aku bisa menghajar wanita seperti itu - menghajarnya hingga tewas."

Jika sesuatu semacam itu bisa dilakukan, betapa nikmat dan puasnya nanti?

Tak usah dikatakan, itu adalah mimpi yang mustahil.

Stafan meliha ke arah wanita yang terbaring di bawahnya. Dadanya yang tak tertutup sedikit bergerak naik dan turun. Memastikan hal ini, bibirnya menjadi hancur tak beraturan.

Stafan menggenggam dada wanita itu, membuatnya jadi sangat berubah bentuknya di tangan.

Wanita itu menunjukkan reaksi yang benar-benar nol. Dia tidak lagi bisa bereaksi terhadap luka level ini. Saat ini, satu-satunya perbedaan antara wanita di bawahan Stafan dan boneka manekin adalah bahwa dia masih lunak.

Hanya saja Stafan merasakan ketidakpuasan kecil terhadap kurangnya perlawanan darinya.

Tolong jangan bunuh saya.

Tolong maafkan saya.

Maafkan saya.

Tolong hentikan.

Teriakan wanita itu terbangun di otak Stafan.

Apakah dia harus memperkosanya ketika dia masih bisa bicara seperti itu?

Dengan sedikit perasaan menyesal, Stafan melanjutkan permainan dengan dada wanita itu.

Hampir semua wanita berakhir di rumah bordil ini, otak mereka sudah hancur dan hati mereka kabur ke tempat lain. Melihat seperti itu, bisa dikatakan bahwa partner Stafan hari ini lebih baik dari biasanya.

"Apakah gadis itu seperti ini juga?"

Apa yang diingat Stafan di otaknya adalah Tsuare. Dia bahkan tidak ingin mendengar apa yang terjadi dengan orang yang membiarkannya pergi.

Namun, Stafan tidak bisa menghentikan ejekan yang ditunjukkan di wajahnya ketika dia memikirkan kepala pelayan tua yang dia kunjungi tadi.

Apa gunanya melindungi seorang gadis yang telah telah melakukannya dengan banyak pria dan ketika situasinya memerlukan, dengan wanita bahkan dengan non manusia? Dia hampir tidak bisa menahan tawanya ketika kepala pelayan tua itu menunjukkan bahwa dia mau membayar mahal ratusan keping emas.

"Setelah aku pikirkan sekarang, suara wanita yang kabur itu sangat bagus."

Dia mencari di ingatannya dan teringat teriakan gadis itu. Dibandingkan yang lainnya yang berakhir di sini, dia tidak seburuk itu.

Stafan menyeringai dan bergerak untuk memenuhi nafsu badannya. Dia menggenggam kaki wanita itu dengan satu tangan merobek dan mematahkannya. Tulang muncul dari kakinya yang kurus dan cukup tipis untuk muat di satu tangan Stafan.

Dengan pangkal paha wanita itu yang terbuka lebar, Stafan menindihnya.

Dia menggenggam barang yang keras karena nafsunya dan-

Dengan sebuah suara klik, pintu terbuka pelan-pelan.

"Apa?!"

Stafan cepat-cepat berbalik ke arah pintu dan melihat seorang pria tua yang kelihatannya akrab. Dia lalu teringat langsung dengan identitas pak tua itu.

Dia adalah kepala pelayan yang dia temui di rumah itu.

Pak tua itu - Sebas masuk ke dalam kamar tanpa halangan, langkahnya nyaring terdengar dari tumit sepatuhnya. Dari caranya berjalan yang sangat alami, Stafan tidak bisa berkata apapun.

Mengapa kepala pelayan dari rumah itu disini? Mengapa dia masuk ke kamar ini? Menghadapi situasi yang tidak bisa dia mengerti, Otak Stafan menjadi kosong.

Sebas berdiri di samping Stafan. Dan setelah melihat wanita yang terbaring di bawahnya, Sebas mengarahkan mata dinginnya ke arah Stafan.

"Apakah kamu menikmati menghajar orang lain?"

"Apa?"

Atmosfir aneh mendesak Stafan untuk langsung bangun dan mengambil bajunya.

Namun, sebelum itu, Sebas sudah mulai bergerak.

Plakkk. Suara tamparan terdengar nyaring dari samping Stafan dan di waktu yang sama, pandangannya terguncang hebat.

Beberapa saat kemudian, pipi kanannya semakin panas dan dia bisa merasakan luka yang menyebar dengan liar.

Sebas telah memukulnya- tidak, dia hanya ditampar di wajah. Stafan akhirnya berhasil menyadari apa yang telah terjadi.

"Dasar brengsek, melakukan hal seperti-"

Plakkk. Lagi, pipi Stafan mengeluarkan tangisan perih. Dan seperti itu, tidak berhenti.

Kiri, kanan, kiri, kanan, kiri, kanan, kiri, kanan-

"Plaaakkk, plaakkkk, plaaakkk, plaaaakkk, plaaakkk, plaakkk, plaakkk!"

Stafan selalu yang memukul orang lain tapi tak pernah terkena pukulan sendiri. Air matanya mengalir.

Dia menutupi pipinya dengan kedua tangan sambil bergerak mundur.

Saat pipinya semakin terbakar, luka itu pelan-pelan mulai menjalar.

"Va--vamu vavingan! vamu vira vamu visa vavur vevelah vevavuvan vini!!" (Ka--kamu bajingan! kamu kira kamu bisa kabur setelah melakukan ini!!)

Pipinya yang lebam merah berdenyut setiap kali dia bicara.

"Tidak bisakah aku?"

"Ventu vaja vidak! Vasar vungu! Vamu vira viapa vaku!" (Tentu saja tidak! Dasar dungu! Kamu kira siapa aku!)

"Orang yang Bodoh."

Sebas dengan mudah memperpendek jarak yang dibuat Stafan diantara mereka dan - Plak! Sekali lagi, pipi Stafan terbakar.

"Vshtoop! Volongg ventivan!" (Stooop! Tolongg hentikan!)

Stafan menutupi pipinya seperti seorang anak kecil yang dimarahi oleh orang tuanya.

Meskipun dia menyukai kekerasan, orang yang dia hajar selalu adalah orang yang tak punya daya untuk melawan. meskipun dia bangun melawan Sebas, yang terlihat seperti orang tua di luar, Stafan terlalu takut memukulnya. Dia tidak bisa ketika dia tidak memiliki jaminan lawannya tidak akan melawan balik.

Seakan mengerti apa yang ada di hati Stafan, mata Sebas kelihatannya kehilangan ketertarikan saat dia mengalihkan pandangan ke arah wanita itu.

"Benar-benar hal yang mengerikan yang sudah kamu lakukan..."

Stafan berlari melewati Sebas yang sedang berjalan ke samping wanita itu.

"Dasar bodoh!"

Kepala Stafan dipenuhi dengan panas. Dasar pak tua bodoh.

Dia akan memanggil orang-orang yang ada di bangunan ini dan memberinya pelajaran. Sekarang setelah dia telah melakukan hal semacam ini kepadanya, dia takkan pernah mengampuninya dengan mudah. Stafan akan membuatnya merasakan luka dan rasa takut yang mengerikan.

Di dalam otaknya, dia berpikir tentang tuan yang cantik dari kepala pelayan itu.

Tuan yang bertanggung jawab atas error pelayannya. Dia akan membuat mereka berdua bertanggung jawab terhadap rasa luka ini. Dia akan membuat mereka menyadari siapa yang sudah mereka pukul.

Dengan pemikiran seperti itu di otaknya dan perutnya yang kembang kempis, Stafan berlari ke luar.

"Vey! vavavah vava vovang viviini!?!" (Hey! apakah ada orang disini?!)

Dia berteriak dengan suara kencang. Salah satu pegawai seharusnya segera datang.

Namun, dia menyadari bahwa otaknya sudah mengkhianatinya setelah melangkah keluar ke aula.

Sepi sekali.

Sangat sepi sehingga bisa terasa tempat ini kosong.

Sambil telanjang, Stafan dengan gugup melihat ke arah sekalilingnya.

Keheningan yang menggantung di lorong itu - atmosfir aneh yang membuat ketakutan mengalir ke arah Stafan.

Melihat ke setiap sisinya, ada banyak pintu, tak usah dikatakan lagi tak ada siapapun yang keluar dari pintu tersebut. Sebuah toko dimana orang-orang dengan fetish spesial - meskipun berbahaya, sering sekali kedap suara.

Tapi tidak mungkin para pegawai itu tidak bisa mendengarnya.

Dia telah melihat beberapa pegawai ketika dia diantarkan ke kamarnya. Semuanya adalah pria dengan tampang kasar dan memiliki tubuh yang menakjubkan yang tidak bisa dibandingkan dengan orang tua seperti Sebas.

"Vengava vak vava vovang vang vavang?" (Mengapa tak ada orang yang datang?)

"-Karena mereka jika tidak sudah tewas atau pingsan."

Sebuah suara lirih merespon teriakan Stafan. Dia cepat-cepat berputar dan melihat Sebas yang berdiri tanpa bicara.

"Kelihatannya ada beberapa di dalam... kebanyakan dari mereka sedang tidur."

"Vi-Vivu vivak vungvin! Vavu vivir vevapa vanyak veveva?" (I-Itu tidak mungkin! Kamu pikir berapa banyak mereka?)

"...Tiga orang yang kelihatannya adalah pegawai, sepuluh di bawah. Dan ada tujuh orang yang seperti dirimu."

Apa yang dia katakan?

Stafan menatap Sebas dengan ekspresi semacam itu.

"Untuk sementara, tak ada orang yang akan datang membantumu. Meskipun jika mereka siuman, Aku hancurkan kaki dan lengan mereka. Mereka akan merangkak kemari seperti ulat."

Sebuah ekspresi terkejut muncul dari wajah Stafan. Dia mengira bahwa itu tidak mungkin, tapi atmosfir aneh di dalam rumah bordil ini membuatnya sadar bahwa Sebas berbicara yang sebenarnya.

"Namun, aku merasa tidak perlu membawamu hidup-hidup. Aku harus membuatmu mati disini."

Sebas tidak membuat gerakan menghunus pedang atau senjata dan hanya mendekatinya tanpa bicara, kelihatannya tidak perduli. Stafan takut terhadap gerakan biasa yang menakjubkan itu. Dia menyadari bahwa Sebas benar-benar akan membunuhnya.

"Vungvu! Vungvu! vavu vunya vevavavan vang vavus vunvukvvu!" (Tunggu! Tunggu! Aku punya penawaran yang bagus untukmu!)

"...Sulit bagiku untuk mengerti perkataanmu. Apakah yang kamu maksud bahwa kamu memiliki penawaran yang bagus untukku? Biar kupikir lagi..... Aku tidak tertarik."

"Vavu vengava vavu vevavuvan val vevavam vivi!" (Lalu mengapa kamu melakukan hal semacam ini!)

Tidak ada alasan baginya untuk berakhir seperti ini. Alasan apa yang membuatnya harus mati? Untuk pertama kalinya, Sebas mampu memahami pemikiran Stafan.

"...Meskipun kamu memikirkan semua yang sudah kamu lakukan selama ini, kamu masih tidak tahu?"

Stafan mencoba mengingatnya. Apakah dia melakukan hal yang seharusnya tidak dia lakukan?

Sebas menghela nafas.

"...Ternyata begitu."

Bersamaan dengan ucapannya, Sebas meluncurkan tendangan depan yang sangat kuat ke perut Stafan.

"Jadi ini maksudnya orang yang tak layak untuk hidup."

Stafan diserang dengan rasa perih yang luar biasa dan beberapa organ dalamnya meledak. Meskipun tidak aneh baginya jika jatuh pingsan dari rasa luka itu dan mati, dia hanya merasakan rasa perih yang samar sementara kesadarannya masih ada.

Sakit sekali!

Sakit sekali!

Sakit sekali!

Meskipun dia ingin berteriak dan berontak kesana kemari, rasa luka itu sangat kuat sehingga membuatnya bahkan tidak bisa bergerak.

"Matilah seperti itu."

Stafan mendengar suara yang dingin. Meskipun dia ingin memohon ampunan terhadap nyawanya, tenggorokannya tidak bergerak.

Keringat masuk ke dalam matanya dan pandangannya semakin suram. Dari dalam pandangannya, dia melihat punggung Sebas saat dia pergi menjauh.

Selamatkan aku!

Selamatkan aku!

Aku akan memberimu uang sebanyak yang kamu inginkan jadi selamatkan aku!

Satu-satunya orang yang bisa merespon suara yang hening memohon ampunan sudah hilang.

Pada akhirnya, Stafan mati perlahan-lahan dengan luka mengerikan terbakar dari perutnya.

Part 2[edit]

Bulan Api Bawah (Bulan ke 9), Hari ke 3, 12:12

"Climb, aku akan membunuh seluruh orang yang ada di atas. Kita tidak punya apapun untuk mengikat mereka dan akan gawat jika ada yang tidak beres dan mereka berteriak meminta pertolongan. Meskipun aku bisa membuat mereka pingsan, akan bahaya jika mereka bangun ketika kita akan...apa, ada apa?"

"Ti-Tidak, bukan apa-apa."

Climb menggelengkan kepalanya untuk menyingkirkan rasa tidak enak dalam dirinya. Meskipun hatinya berdebar kencang seperti ketika dia berlari dengan seluruh tenaga, dia mengabaikannya.

"Maafkan aku, aku tidak apa sekarang. Aku sudah siap untuk mulai kapanpun."

"Begitukan?...Hmm, kelihatannya kamu telah merubah cara berpikirmu. Kamu telah berbeda sejak kita tiba disini. Sekarang ini, kamu telah memiliki wajah seorang warrior. Aku tahu kamu gelisah. Lagipula, ada banyak orang disini yang tidak bisa kamu kalahkan. Tapi tenanglah, aku disini dan Sebas-sama juga. Fokus saja untuk bertahan hidup demi orang yang mendukungmu."

Dia menepuk bahu Climb dan dengan katana yang telah terhunus, Brain memukul pintu empat kali.

Climb juga menggenggam pedangnya.

Mereka bisa mendengar suara langkah kaki yang mendekat dari sisi lain pintu dan suara pintu itu dibuka kuncinya terdengar tiga kali.

Seperti yang mereka rencanakan, Climb mendorong pintu hingga terbuka.

Sebelum mereka bisa mendengar suara panik apapun, Brain menyerang. Suara daging yang tersayat bisa terdengar, lalu diikuti dengan suara sesuatu yang jatuh ke lantai dengan suara gedebuk.

Overlord vol 05 ch 5 01.jpg

Climb mengikutinya ke dalam.

Brain yang telah pergi duluan darinya sudah menebas pria kedua. Selain dari itu, Climb melihat seorang pria dengan armor kulit sedang memegang pedang. Climb memperpendek jarak mereka dalam sekejap.

"Ap! Siapa kamu?!"

Dalam kepanikan, pria itu mengayunkan pedangnya tapi dengan mudah bisa dipentalkan oleh pedang Climb.

Dia lalu menurunkan ayunan di atas kepala dalam satu nafas.

Pria itu mencoba untuk menahannya dengan semacam pedang pendek tapi tidak cukup untuk menghentikan tebasan yang memiliki seluruh berat tubuh Climb. Pedang Climb membuat pedang lawan terlempar dan menebas menembus bahu pria itu dan menembus tengkuk lehernya.

Saat pria itu roboh dengan mengerang kesakitan, darah dalam jumlah besar merembes keluar menuju lantai; cukup bisa membuat seseorang bertanya-tanya dari mana semua darah itu. Tubuhnya bergerak aneh saat dia mendekati kematian.

Setelah memutuskan bahwa itu adalah luka fatal, Climb mempertahankan kuda-kudanya dan tetap waspada saat dia mundur ke sudut ruangan. Di belakangnya, dia mendengar Brain yang berlari di tangga yang menuju lantai dua.

Setelah memastikan bahwa satu-satunya benda di dalam interior adalah perabotan biasa, Climb berlari ke kamar selanjutnya.

Satu menit kemudian.

Setelah mencari berkeliling ke setiap lantai bagian mereka dan memastikan bahwa tidak ada lagi musuh, Climb dan Brain bertemu di pintu masuk.

"Aku mencari di lantai satu dan tidak melihat tanda-tanda apapun akan adanya orang lain."

"Sama juga dengan lantai dua. Fakta bahwa tidak ada tempat tidur satupun di sini mungkin berarti bahwa ini bukan tempat mereka tidur... Seperti yang kuduga, ada lorong rahasia dan mereka hidup di sisi lain."

"Tentang lorong rahasia itu, apakah kamu berhasil menemukannya? Aku ragu jika itu ada di lantai dua."

"Tidak, aku tidak bisa menemukan apapun seperti itu. Seperti yang kamu bilang, mungkin saja ada di lantai satu."

Climb dan Brain saling melihat dan mencari ke dalam lantai.

Climb tidak memiliki skill thief satupun dan tidak bisa menemukan apapun hanya dengan mencari di area tersebut. Jika mereka bisa mencarinya dengan santai dan memiliki tepung untuk digunakan menemukannya, mereka bisa menyebarkan tepung itu ke seluruh area dan meniupkannya. Tepung itu akan jauh ke dalam celah dari pintu masuk rahasia dan membuatnya lebih mudah ditemukan. Namun, mereka tidak memiliki baik tepung atau waktu yang lama. Climb mengeluarkan sebuah item magic dari kantongnya.

Itu adalah satu set lonceng tangan kecil yang diberikan oleh Gagaran dari Blue Rose.

[Meskipun bahaya berpetualang tanpa seorang thief, akan ada waktu ketika kamu tak punya pilihan. Ketika itu terjadi, ini akan membuat perbedaan besar.]

Itulah yang dikatakan oleh Gagaran ketika dia memberikan item ini kepada Climb. Climb membandingkan gambar yang ada di setiap sisi dari tiga lonceng dan mengambil yang dia inginkan.

Nama dari item magic item yang dia keluarkan adalah 'Bell of Detect Secret Doors'.

Dia bisa merasakan Brain melihat dirinya dengan penuh tanda tanya saat dia menggoyang lonceng itu sekali. Sebuah nada menyegarkan terdengar, sebuah suara yang hanya bisa di dengar oleh pemakai lonceng itu.

Dalam balasannya, sebuah cahaya pucat berkumpul di satu bagian dari lantai. Cahaya yang berkedip berulang kali, menunjukkan lokasi dari pintu rahasia.

"Hoh, itu adalah item yang praktis. Semua item milikku hanya untuk memperkuat diriku dan hanya berguna dalam bertempur."

"Tapi bukankah itu sudah jelas bagi seorang warrior?"

"Seorang warrior huh..."

Setelah mengingat titik itu, Climb berpisah dari Brain yang mengeluarkan senyum pahit dan mengelilingi lantai itu sekali lagi. Efek magic dari item ini memiliki batas waktu. Sangat penting menginvestigasi sebanyak mungkin tempat sebelum waktu habis. Meskipun dia melakukan sebuah putaran mengelilingi lantai, selain dari yang pertama, tidak ada area lain yang bereaksi terhadap magic tersebut.

Arah mereka selanjutnya adalah menyusup melalui pintu ini. Namun, Climb memicingkan matanya dan menatap pintu masuk. Dia lalu menghela nafas lagi dan lagi, mengeluarkan satu set tiga lonceng tangan.

Yang dipilih kali ini adalah gambar yang berbeda dari yang sebelumnya. Dan seperti sebelumnya, dia menggoyangkan item itu.

Sebuah suara yang mirip namun berbeda dari yang sebelumnya bisa terdengar.

'Bell of Remove Trap.' (Lonceng Penghapus Jebakan)

Hati-hati dengan sekitarmu. Sebagai seorang warrior, Climb tidak memiliki kemampuan apapun untuk mendeteksi jebakan ataupun cara untuk menangani mereka jika mereka jatuh ke dalamnya. Jika mereka memiliki seorang magic caster, maka meskipun jika dia terkena racun yang melumpuhkan, dia bisa diobati. Namun, hanya ada dua warrior di sini. Diantara skill-skill martial art, yang bisa menetralkan racun memang ada. Namun, Climb belum mempelajarinya dan tidak memiliki antidot yang dibawa. Dia harus menganggap bahwa dia akan binasa jika dia terkena sekali saja.

Itulah kenapa dia harus menggunakan sebuah item dengan batasan jumlah pemakaian perhari tanpa ragu.

Sebuah suara klik berat terdengar dari pintu rahasia.

Climb menancapkan pedangnya di antara ujung pintu dan memaksa membukanya.

Sisi yang bengkok dari pintu kayu muncul dan jatuh ke sisi lain. Sebuah crosbow sudah dipasang di dalam pintu masuk rahasia. Ada cahaya aneh yang terpantul di ujung anak panah dengan ujung empat sisi itu.

Climb merubah posisinya dan menatap ke arah crossbow.

Ujung anak panahnya ditutupi oleh semacam cairan kental. Kemungkinan sepuluh banding satu itu adalah racun. Jika mereka mencoba membukanya dengan tanpa hati-hati, anak panah dengan ujung empat sisi yang ujungnya sudah dicelup dengan racun tersebut akan menembak.

Dengan nafas lega yang kecil, dia mencari sebuah jalan untuk menyingkirkan crossbow itu. Sayangnya, crossbow tersebut dipasang dengan kuat dan kelihatannya tidak akan bisa dilepaskan tanpa alat.

Setelah menyerah, Climb menatap ke arah pintu masuk rahasia.

Sebuat set tangga curam yang menuju ke bawah dan dia tidak bisa melihat apapun seterusnya karena sudut pandang. Baik tangga dan area di sekitarnya dipenuhi dengan batu, membuatnya sangat kuat.

"Jadi, apa yang akan kamu lakukan? Apakah kamu akan menunggu disini?"

"Sedikit sulit bagiku untuk bertarung di dalam ruangan, aku ingin pergi dan mencari tempat yang lebar dan mudah untuk bertarung di dalamnya dan menyerang posisi mereka disana."

"Memperhitungkan situasi 1 lawan 1, kamu akan memiliki peluang menang yang lebih besar jika kamu menunggu di ujung atas tangga. Tapi jika ada pertempuran, ada kemungkinan bahwa aku juga akan jauh di dalam dan tak bisa mendengarnya... Dan karena bala bantuan mungkin akan datang, kita pastinya harus melupakan ide itu. Kalau begitu ayo pergi sama-sama."

"Ya. Aku mengandalkanmu."

"Aku akan memimpin jalannya. Ikuti agak sedikit jauh di belakangku"

"Aku mengerti. Dan meskipun item yang aku gunakan beberapa saat yang lalu untuk membersihkan jebakan bisa digunakan tiga kali sehari, item itu tidak bisa digunakan secara berturut-turut dan membutuhkan waktu setidaknya tiga puluh menit interval diantara masing-masing penggunaannya. Kita tidak bisa mengandalkan item."

"Aku paham. Aku akan maju dengan sikap sangat hati-hati. Dan jika kamu mendeteksi sesuatu maka berteriaklah."

Setelah berkata demikian, Brain bergerak ke depan dan berjalan menuruni tangga. Untuk berjaga-jaga, dia maju satu langkah demi satu langkah sambil mendorong-dorong lantai di depannya dengan katana. Climb mengikutinya dari belakang.

Di ujung bawah tangga, lantai dan bahkan dinding-dindingnya terdiri dari batu-batuan keras. Beberapa meter di depan, mereka melihat pintu kayu dengan ujung yang diberi baja.

Meskipun sulit untuk membayangkan jika mereka akan membuat jebakan dengan level crossbow pada jalanan pintu keluar darurat, sangat umum bagi seorang warrior dengan senjata lengkap dihabisi dengan jebakan satu lantai. Itu harus dihindari bagaimanapun caranya.

Meskipun jaraknya pendek, Brain bergerak maju dengan hati-hati dan pelan-pelan mendekati pintu. Climb berjaga di ujung bawah tangga. Dia melakukannya untuk menghindari terseret ke dalam kecelakaan apapun yang bisa saja akan terjadi.

Pertama Brain menusuk pintu dengan pedangnya. Setelah beberapa kali mengulanginya, dia menggenggam gagang pintu dan memutarnya. Gerakannya terhenti.

Saat dia khawatir tentang apa yang akan terjadi, Brain berputar ke arah Climb dengan suara yang sedih.

"...Pintu ini terkunci."

Tentu saja. Sebuah pintu pasti akan terkunci.

"Ah, aku punya sesuatu. Tunggu sebentar."

Dia membunyikan tiga lonceng tangan yang terakhir ke arah pintu.

Dengan kekuatan 'Bell of Open Lock', suara samar dari kunci yang terbuka di pintu bisa terdengar.

Brain memutar gagang dan membuka pintu itu sedikit, mencari keberadaan manusia di dalamnya.

"Tak ada orang di sini. Aku akan pergi dulu."

Climb mengikuti di belakang Brain dan masuk juga.

Mereka berada di dalam sebuah aula.

Di satu sudut ruangan, ada sebuah kurungan yang cukup lebar untuk ditempati satu orang. Banyak peti-peti kayu yang disusun menempel di dinding. Apakah ini tempat mereka meletakkan barang-barang? meskipun begitu, kelihatannya sedikit terlalu luas.

Ada sebuah pintu tanpa kunci di ujung yang berlawanan. Ketika Climb mendengarkan dengan teliti, dia mendengar sebuah suara samar-samar, seakan ada keributan di kejauhan.

Brain berputar dan bertanya kepada Climb.

"Bagaimana dengan disini? Jelas sekali cukup besar, tapi.... kamu mungkin akhirnya akan melawan beberapa orang bersamaan."

"Jika itu nanti masalahnya, aku akan membuka pintu yang menuju ke pintu keluar dan bertarung di tangga."

"Baiklah. Aku akan melihat sedikit di sekeliling dan akan segera kembali. Jadi jangan sampai mati, Climb."

"Semoga beruntung. Brain-sama juga, hati-hati."

"Jika kamu tidak keberatan... bisakah aku meminjam item yang tadi?"

"Tentu saja. Maaf tidak berpikir terpikirkan."

Climb menyerahkan ketiga lonceng tadi kepada Brain yang meletakkan di kantung ikat pinggangnya. Dia lalu memasang wajah seorang warrior yang sudah bertekad.

"Kalau begitu aku akan pergi."

Meninggalkan kalimat itu, Brain melalui pintu tanpa kunci dan bergerak semakin dalam ke rumah bordil.

Setelah dia sendirian, Climb melihat sekeliling bagian dalam yang hening.

Pertama, dia memeriksa untuk melihat jika ada seseorang dibalik peti-peti itu dan apakah ada jalan keluar yang lain. Meskipun itu adalah skill pencarian milik warrior paling banter, kelihatannya tidak ada pintu tersembunyi lainnya. Dia lalu memeriksa peti-peti kayu yang berjumlah banyak.

Jika mungkin, dia ingin mendapatkan informasi tentang fasilitas Eight Finger selain dari yang ini. Akan lebih bagus jika ada barang selundupan atau barang ilegal. Tentu saja, pencarian yang sebenarnya harus menunggu setelah tempat ini diambil alih. Tapi dia harus melakukan investigasi sendiri dengan cakupan yang dia mampu.

Diantara banyak peti-peti kayu tersebut, baik yang besar dan kecil, dia mendekati yang terbesar diantara mereka. Baik panjang, lebar dan semuanya, semuanya sekitar dua meter.

Dia memeriksa peti-peti kayu besar jika ada jebakan apapun. Tak usah dikatakan, sama seperti sebelumnya. Dia tidak memiliki skill pengamatan dan tidak bisa meniru skill dari seorang thief.

Dia menekankan telinganya ke arah peti tersebut dan mendengarkan.

Meskipun kelihatannya tidak ada sesuatu yang terkunci di dalam, di tempat seperti dunia bawah tanah, apapun bisa terjadi. Mereka bahkan bisa menyelundupkan makhluk-makhluk ilegal.

Di lain pihak, mungkin sudah bisa diduga jika dia tidak mendengar suara apapun. Climb lalu meletakkan tangannya di atas peti tersebut dan membukanya.

-Tidak bisa dibuka.

Peti tersebut tidak bergeming.

Dia lalu melihat ke sekeliling untuk mencari sesuatu seperti papan kayu atau tongkat tapi setelah melihat-lihat sebentar tidak ada benda semacam itu.

"...Kalau begitu tidak ada pilihan."

Selanjutnya, dia berpindah untuk mencoba membuka peti kayu terbesar selanutnya dengan ukuran sekitar satu meter di semua sisi.

Yang ini bisa dengan mudah terbuka. Mengintip di dalamnya, ada bermacam-macam pakaian. Dimulai dengan one-piece yang buruk, bahkan ada beberapa pakaian yang biasa dikenakan oleh putri bangsawan.

"Apa ini? Apakah ada benda sembunyi di bawah ini... kelihatannya tidak seperti itu. Apakah ini pakaian cadangan? Beberapa diantaranya terlihat seperti pakaian kerja, dan ini adalah pakaian pelayan? Apa ini?"

Climb tidak mengerti apa arti semua pakaian ini. Dia memegang satu buah di tangannya tapi hanya pakaian biasa. Jika ini berhubungan dengan sebuah kejahatan, maka ini pasti adalah barang curian. Namun, ini tidak cukup dikategorikan sebagai bukti untuk menghancurkan rumah bordil ini.

Meninggalkan barang-barang yang tidak dia mengerti sendiri, Climb menuju ke arah peti kayu yang mirip ukurannya dengan sebelumnya. Saat itulah dia mendengar suara berisik yang memenuhi ruangan.

Itu tidak mungkin. Dia telah memeriksa seluruh ruangan dan memastikan bahwa tidak ada seorangpun di sini. Saat itu, sebuah pemikiran berkelebat di otaknya. Seseorang bisa saja menggunakan 'invisibility' untuk menyembunyikan diri dari awal.

Climb mulai gugup karena pemikiran tersebut dan cepat-cepat berputar ke arah suara, peti dengan ukuran 2 meter yang tidak bisa dibuka. Salah satu sisi dari peti itu menempel di dinding, dan sisi lainnya sekarang terbuka.

Tidak ada barang di dalam peti tersebut. Malahan, ada dua orang pria. Di dalamnya ada sebua lorong dan ada sebuah lubang dimana ada dinding seharusnya di sana. Di dalam peti tersebut telah tersambung ke terowongan rahasia.

Ketika Climb berkedip, para pria itu melangkah keluar dari peti tersebut sekal lagi.

Keringat dingin mengalir ke lehernya.

Penampilan dari salah satu pria itu dari dekat mirip dengan ciri-ciri yang dia dengar dari Sebas. Namanya adalah Succulent, yang dianggap sebagai rintangan terbesar di dalam serangan ini dan di waktu yang sama, yang paling ingin mereka tangkap.

Dia adalah anggota dari 'Six Arms' yang disebut-sebut setara dengan petualang peringkat adamantium. Musuh yang tidak ingin dikalahkan oleh Climb menghunuskan pedangnya dan berbicara sambil memicingkan matanya.

"Aku tahu ada penyusup dari 'Alarm' jadi aku sampai mengambil jalan rahasia tapi... Mungkin kamu sudah mempersiapkan lebih banyak jalan?"

Pria di belakangnya merespon dengan suara melengking.

"Meskipun sekarang kamu berkata demikian, entahlah."

Sementara itu, pria tersebut melihat Climb dan bicara sambil memiringkan kepalanya.

"Huh? Aku pernah melihat bocah itu entah darimana."

"Seorang bocah yang kamu kenal? Bahkan aku pun marah jika kamu berkata demikian di situasi ini."

"Ada apa denganmu, Succulent? Bukan itu yang kumaksud. Tidak diragukan lagi, dia adalah bawahan dari wanita yang paling kubenci di dunia."

"Kamu bilang bahwa dia adalah bawahan dari si putri?"

Succulent melihat ke arah Climb dari atas hingga bawah seperti menjilatinya.

Meskipun mata dari pria di belakangnya, cukup ketakutan, dan dipenuhi dengan nafsu, matanya terlihat seperti mencoba mengukur kemampuan Climb sebagai seorang warrior. Mereka seperti mata dari ular yang mencoba untuk mengukur mangsanya apakah muat di dalam mulutnya.

Pria di belakangnya menjilat bibirnya sendiri dengan lidahnyd dan bertanya kepada Succulent.

"Aku ingin membawanya denganku, boleh kan?"

Merinding mengalir di punggung Climb dan dia merasa gatal di pantatnya.

Si brengsek itu, ternyata dia seperti itu!

"Aku akan meminta biaya tambahan."

Succulent mengabaikan teriakan di otak Climb dan menghadapinya. Meskipun Climb tidak melihat celah apapun dari awal, dia terjerat oleh perasaan bahwa dia sedang menghadapi benteng yang kuat.

Succulent melangkah maju dengan kasar.

Tekanan itu membuat Climb mengambil langkah mundur.

Tidak diragukan lagi, tidak lama sebuah pertarungan di mana perbedaan kemampuan yang jelas harus diselesaikan. Namun, Climb, sudah melangkahi kesulitan itu.

Jika aku mempertahankan pertahananku dan terfokus untuk menghadang, maka aku akan bisa mengulur waktu hingga Brain-sama atau Sebas-sama tiba.

Tapi ada suatu hal yang dia harus lakukan sebelum itu.

Climb menghirup sebuah nafas panjang.

"Tolong aku-!!"

Dia meneriakkan sebuah suara yang cukup kencang untuk memaksa seluruh udara keluar dari paru-parunya.

Memenangkan pertarungan individu bukanlah sebuah kemenangan. Mereka akan menjadi kemenangan jika mereka bisa mengikat pria-pria disini agar tidak bisa lari. Cara lain untuk menyebutnya adalah jika mereka membiarkan seorang pria dengan kemampuan seperti itu - dan juga, seorang pria yang kelihatannya memiliki banyak informasi kabur, maka itu artinya mereka kalah. Jika begitu, tidak ada alasan baginya untuk ragu-ragu berteriak minta bantuan.

Wajah Succulent berubah menjadi liar.

Pihak lain sekarang tertekan oleh kebutuhan untuk menyelesaikan pertarungan ini secepat mungkin. Dengan kata lain, ada peluang yang lebih besar jika dia akan menggunakan skill yang lebih besar.

Climb tidak mengendurkan sikap waspadanya dan mengamati mereka.

"Cocco Doll-sama, kelihatannya akan menjadi sedikit sulit untuk membawa orang ini dengan kita. Kelihatannya kita harus menghabisinya sebelum bala bantuan datang."

"Apa! Bukankah kamu bilang bahwa kamu adalah anggota dari Six Arms? Kamu tidak bisa menghajar seorang bocah sepertinya? Kamu membuat namamu menangis, Devil of Illusions!"

"Jika anda berkada demikian, maka anda telah meletakkan saya di posisi yang sulit. Kalau begitu, aku akan melakukan sebaik-baiknya tapi jangan lupa jika kemenangan kita berada pada Cocco Doll-sama yang bisa kabur dari sini dengan selamat."

Climb mempertahankan kewaspadaannya dan menatap Succulent saat dia mencoba mencari tahu mengapa dia disebut Devil of Illusions. Dia tidak akan mendapatkan julukan jika kemampuannya benar-benar tidak sesuai. Dengan begitu, jika dia bisa menemukan asalnya, maka dia bisa membaca setidaknya sedikit kemampuan lawannya. Tapi sayangnya, dia tidak bisa mengetahui apapun dari penampilan pria tersebut atau perlengkapannya.

Meskipun dia tahu bahwa dia berada dalam posisi yang tidak menguntungkan, Climb berteriak untuk memberi semangat diri.

"Aku menjaga pintu ini. Sementara aku masih berdiri, aku tidak akan membiarkan kalian kabur!"

"Kita akan segera tahu. Ketika kamu roboh dengan menyedihkan di lantai, begitulah."

Succulent perlahan-lahan mengangkat pedangnya.

Hmm?!

Climb meragukan matanya.

Pedangnya mengayun. Matanya tidak salah. Meskipun itu adalah fenomena aneh itu hilang dalam sekejap, dia melihatnya dengan jelas.

Semacam Martial Art-?

Mungkin itu ada hubungannya dengan alasan dia disebut Devil of Illusions. Jika begitu, itu artinya bahwa lawannya telah mengaktifkan sebuah kekuatan. Meskipun dia tidak mengendurkan kewaspadaannya, dia sekarang harus lebih berhati-hati.

Succulent mendekati Climb sambil mengangkat pedang.

Tidak bisa dikatakan sebagai gerakan seseorang yang setara dengan petualang peringkat adamantium. Namun lebih tepatnya, terlihat sebagai gerakan saja, jatuhnya sedikit di bawah perkiraan Climb. Dia mengangkat pedangnya untuk menyamakan dengan jalan dari ayunan dan - merasakan sedikit rasa gemetar yang menyebabkannya harus cepat-cepat menarik mundur.

Dalam sekejap, dia merasakan luka yang tajam dari samping tubuhnya dan hampir roboh.

"Ugh!"

Dia terhuyung-huyung ke belakang menempel ke dinding. Dia tidak bisa bersantai memikirkan apa yang baru saja terjadi. Succulent sudah ada di depannya.

Pedangnya diangkat seperti sebelumnya. Climb mengangkat pedangnya ntuk melindungi kepalanya dan melompat ke samping saat dia bergulung dengan kepala dahulu.

Rasa perih menjalan di lengan kanan atasnya.

Dia bergulang menggunakan momentum dan segera berdiri, mengayunkan pedangnya bahkan tanpa melihat.

Pedang itu membelah udara.

Dia menydarai bahwa musuhnya tidak berniat mengejarnya dan melihat sekeliling sambil menekan lengan kanannya. Dia melihat Succulent berlari ke arah pintu yang menuju tangga sambil berhati-hati terhadap Climb.

Climb mengabaikan Succulent yang akan membuka pintu dan mengarahkan tatapannya kepada Cocco Doll. Dia yakin bahwa Succulent bertanggung jawab terhadap perlindungan Cocco Doll, ini akan cukup menjaganya. Perkiraannya benar.

Tangan Succulent berhenti tiba-tiba. Dia lalu meletakkan dirinya diantara Climb dan Cocco Doll lalu membuat suara klik dengan lidanya. Matanya bergerak ke arah pintu, Climb, dan Cocco Doll dengan urutan seperti itu dan wajahnya menjadi bingung.

"Dia mendapatkanku! Maafkan saya tapi saya harus membunuh bocah ini disini."

"Apa~? jika kita membiarkannya tetap hidup maka dia akan menjadi kartu yang bagus untuk digunakan melawan pelacur itu."

"Saya melakukan kesalahan karenanya. Saya terfokus pada kenyataan bawa dia sedang menjaga pintu ini dan ... itu adalah alasan mengapa dia merancau tentang menjaga pintu ini. Si brengsek ini... bermain-main dengan saya."

...Baiklah, dia kena jebakan! Seperti yang kuduga, mereka kelihatannya tidak memiliki informasi apapun mengenai apa yang terjadi di luar. Sekarang mereka tidak akan bisa lari.

Di dalam situasi dimana Succulent hanya bodyguard satu-satunya, adalah ide yang bodoh untuk berlari sambil membiarkan Climb hidup dan mampu melanjutkan pertarungan. Alasannya karena mereka akan terkena serangan kepungan jika ada salah satu dari sekutu Climb yang ada di atas tangga. Entah kenapa, dia juga tidak bisa membiarkan Cocco Doll kabur sendirian sebelum dia menyelesaikan pertarungannya dengan Climb.

Climb memisahkan diri dari pintu setelah berkata bahwa dia akan menjaganya dan menunjukkan tanda bahwa dia sedang mengincar Cocco Doll menyebabkan Succulent jatuh ke dalam kebohongannya. Dia sekarang sedang bingung karena berpikir ada orang yang berjaga di balik pintu sana dan bahwa mereka akan menggunakan serangan kepungan untuk menangkap Cocco Doll hidup-hidup. Agar bisa membuat lepas dengan aman, dia harus bertekad bahwa dia harus mengalahkan Climb di sini terlebih dahulu.

Tentu saja, ini karena dia tidak tahu situasi di luar. Jika dia tahu dia hanya membuka pintu itu dan kabur.

Setelah memenangkan perjudian ini, Climb menerima nafsu membunuh yang naik dan mengangkat pedangnya.

"Haa...."

Climb menahan rasa perih yang mengalir dari samping dan lengan kanan atasnya. Beberapa tulangnya mungkin sudah patah tapi dia beruntung masih bisa bergerak. Tidak, jika si mesum itu tidak menyandarkan nafsu aneh apapun kepadanya, maka Climb mungkin bisa mati dengan satu tebasan pedang. Meskipun dia sedang menggunakan chain shirt, itu tidak melindunginya dari tebasan dengan sepenuhnya.

Tapi serangan apa itu tadi? Apakah dia menyerang dengan kecepatan yang menakjubkan? Tapi kelihatannya tidak seperti itu...

Wajah Gazef muncul di otak Climb.

Martial Art asli milik Gazef Stronoff, 'Sixfold Slash of Light', dikatakan mengirim enam serangan sekaligus. Jika begitu, mungkin dia menggunakan hal yang mirip, tapi tidak cukup kuat, sebuah 'Twofold Slash of Light'.

Namun, itu artinya bahwa Succulent menggunakan teknik aneh dimana serangan pertama memiliki kecepatan biasa dan hanya serangan kedua yang cepat.

Bukan begitu. Aku bisa menghadapinya jika aku tahu serangan macam apa itu tapi... lagipula, bahaya jika aku hanya bertahan. Apakah aku harus menyerang?

Climb menelan air ludahnya. Matanya berganti dari Succulent ke arah Cocco Doll meneybabkan wajah Succulent berubah hebat.

Seorang bodyguard tidak akan senang jika kamu mengincar target mereka, meskipun hanya sebuah ancaman. Aku tahu pengalaman itu.

Mendekati sambil melakukan semuanya yang dia sendiri tidak akan menikmati.

Devil of Illusions; seorang iblis yang menggunakan ilusi...ada sebuah peluang bahwa julukan itu sendiri adalah sebuah tipuan tapi... layak untuk diperiksa.

Dia menurunakan pedangya sambil memperpendek jarak. Tapi seperti yang diduga, dengan mudah bisa di pentalkan. Dia menahan benturan yang disalurkan dan mengayunkan pedang lagi. Itu bukan sebuah serangan yang ditingkatkan jadi tidak ada kekuatan di dalamnya. Bagaimanpun juga itu cukup.

Saat Broadsword miliknya sekali lagi dipentalkan oleh pedang Succulent, Climb menganggukkan kepalanya puas dan melebarkan jarak.

"Sebuah ilusi! Bukan martial art!"

Dia merasa ada yang tidak beres ketika pedangnya dipentalkan. Daripada senjata yang tidak bisa dia lihat dengan mata, dia merasa pedangnya di pentalkan oleh sesuatu yang sedikit di depannya.

"Lengan kananmu sendiri ada ilusi. Lengan dan pedangmu yang sebenarnya tidak terlihat!"

Pedang yang dia kira dia tahan adalah sebuah ilusi dan pedang yang tidak terlihat adalah yang menebas tubuhnya.

Succulent menghapus seluruh ekspresi di wajahnya dan mulutnya bicara dengan suara datar.

"...Benar sekali. Aku hanya menggabungkan sebuah mantra yang membuat bagian dari tubuh tidak terlihat dengan magic ilusi karena aku memilih kelas dalam ilusionist dan Fencer. Setelah kamu tahu sekarang, itu adalah trik yang membosankan, ya kan? Kamu bisa tertawa jika kamu menginginkan."

Bagaimana munkin dia bisa tertawa? Tidak diragukan lagi, memang kedengarannya sangat sederhana ketika disebutkan dan bahkan membuat seseorang penasaran bagaimana mereka tidak menyadari itu sebelumnya. Namun, di dalam pertempuran dimana sebuah tebasan bisa berarti kematianmu, tidak ada yang lebih menakutkan selain dari sebuah pedang yang tidak bisa dilihat. Dan kenyataannya bahwa ada ilusi yang kelihatan membuatnya mudah melupakannya.

"Kekuatanku murni seorang warrior mungkin lebih rendah darimu karena kemampuanku terpisah, tapi.."

Succulent merubah tangannya yang sedang memegang pedang dengan sebuah jentikan. Tapi apakah itu adalah lengan dia yang sebenarnya? Ada peluang bahwa lengan yang bisa dia lihat adalah ilusi dan lengannya yang sebenarnya sedang memegang belatih sambil mencari peluang untuk melemparkannya.

Keringat dingin mengalir turun di tubuh Climb saat dia menyadari terror akan ilusi.

"Diantara para magic caster, seorang ilusionist hanya bisa menggunakan mantra ilusi. Semakin tinggi tingkatannya memiliki mantra yang bisa menyerang dengan ilusi dan membunuh dengan menipu otak, namun.... aku belum tiba di level itu."

"Itu kedengarannya seperti sebuah kebohongan. Dimana buktimu?"

"Kurasa kamu benar."

Succulent bicara dengan sebuah senyuman.

"Yah, tidak ada alasan kamu harus percaya padaku. Jadi, hmm, apa yang akan kukatakan.. benar. Oleh karena itu, aku tidak bisa merapal mantra apapun untuk memperkuat diriku atau melemahkanmu. Namun... bisakah kamu membedakan perbedaan antara ilusi dan realita?"

Segera setelah kalimatnya berakhir, tubuh Succulent menjadi terpisah dan terlihat seperti beberapa Succulent yang saling bertumpuk.

"[Multiple vision]"

Meskipun kelihatannya memang hanya satu yang asli, tidak ada jaminan itu benar.

Mengapa aku memberikan waktu untuk Magic Caster!

Tujuan Climb adalah untuk mengulur waktu, tapi memberi waktu kepada Magic Caster untuk merapalkan mantra sangatlah berbahaya.

Dengan sebuah raungan, Climb mengaktifkan martial art 'Ability Boost' dan 'Strengthen Perception' dan mengurangi jarak dengan Succulent dalam sekali nafas.

"[Scintillating Scotoma]"

"Ugh!"

Climb merasa sebuah bagian dari pandangannya kabur. Namun, efek itu hilang dalam sekejap. Kelihatannya pertahanan terhadap magic miliknya telah sukses.

Setelah bertahan dengan kaki tertancap, Climb mengayunkan pedangnya seperti sedang mencoba menebas menembus seluruh tiruan. Tapi hanya satu diantara mereka yang berada dalam jangkauan dari ayunannya. Seperti yang diduga, jika dia ingin mengenai mereka semua, dia harus menghadapi yang asli. Selain itu, tidak ada gunanya dia memiliki pedang.

Succulent yang terkena tebasan terbelah menjadi dua. Namun, tidak ada darah dan pedang itu seperti menembusnya tanpa halangan.

"-Salah."

Sebuah hawa dingin muncul dari perutnya dan area di sekeliling lehernya menjadi semakin panas. Climb menyelimuti area di mana dia merasa panas dengan tangan kiri.

Dia merasakan luka perih dari tangan yang menutupi lehernya dan sensasi yang tidak tidak menyenangkan dari pakaiannya yang menjadi merah karena darah. Jika dia tidak merasakan nafsu membunuhnya, jika dia ragu mengorbankan tangannya, lehernya pasti akan putus. Lega karena bisa lepas dari kematian, dia menggeretakkan gigi-giginya untuk menahan luka dan menebaskan pedangnya secara horizontal.

Sekali lagi, pedang itu hanya memotong udara tanpa ada hambatan.

Sekali lagi bisa bahaya.

Setelah menyadari ini, Climb menggunakan 'Evasion' dan mundur. Matanya memantulkan gambaran dua Succulent yang mengangkat pedang mereka berturut-turut. Climb tahu jika seluruh pedang itu adalah ilusi dan memfokuskan telinganya.

Chain Shirt yang dia pakai dan degup jantungnya terdengar berisik di telinganya. Satu-satunya hal yang bisa dia dengar adalah suara yang datang dari pria di depannya.

-Tidak. -Tidak. -Yang ini!

Suara yang datang dari pedang yang mengarah kepadanya. Suara samar dari pedang yang memotong menembus udara yang datang dari ruang kosong di depannya. Mengarah ke tengah wajah Climb.

Climb cepat-cepat memutar wajahnya dan dia merasakan gesekan yang melewati pipinya begitu juga dengan luka dari dagingnya yang ditebas. Cairan panas mengalir dari pipinya dan mengalir ke bawah lehernya.

"Satu dari dua peluang!"

Climb meludahkan darah yang mengalir ke mulutnya dan mengeluarkan seluruhnya ke dalam serangan ini.

Karena dia telah menggunakannya tadi untuk melindungi diri, dia tidak bisa merasakan apapun kecuali luka di bawah pergelangan lengan kirinya. Dia tidak yakin jika jarinya bisa digerakkan dengan baik. Mungkin juga syarafnya sudah putus. Tapi meskipun dia tidak bisa bergantung kepadanya, Climb menggenggam pegangan dari pedangnya.

Luka itu meledak dan membuat giginya bergemerakan. Namun, lengan kirinya bergerak dengan baik dan dia bisa menggenggam pegangan pedangnya. Mungkin luka itu adalah alasan tangannya yang membengkak seperti balon.

Dia memegang pedang itu dengan erat menggunakan kedua tangan dan menurunkan pedangnya dari atas kepala dengan kekuatan sebanyak mungkin.

Darah - terpancar. Bersama dengan sensasi menebas sesuatu yang keras, darah mengucur seperti air mancur. Kelihatannya dia berhasil mengenai yang asli kali ini.

Succulent roboh ke lantai seperti ditebas di tempat vital. Meskipun sulit dipercaya bahwa dia telah menang melawan seorang pria yang memiliki skill menyamai petualang dengan peringkat adamantium, kenyataan bahwa dia telah roboh adalah kebenaran yang tidak bisa dibantah. Climb memaksa kegembiraannya reda dan melihat ke arah Cocco Doll yang menatapnya diam-diam. Dia kelihatannya tidak ada niat untuk kabur.

Mungkin karena dia kehilangan sedikit tekanan, luka yang terbakar dari pipi dan lengan kirinya membuat Climb muntah.

"Ini...tidak bisa disebut sebagai kemenangan penuh."

Meskipun bagus sekali jika bisa menangkap Succulent hidup-hidup, itu tidak mungkin bagi Climb. Meskipun begitu. mereka seharusnya bisa mendapatkan banyak informasi jika mereka menangkap pria yang dilindungi dan dibantu untuk kabur oleh Six Arms tersebut hidup-hidup.

Climb melangkah maju untuk menangkapnya tapi dia merasakan ada yang aneh dengan ekspresi Cocco Doll. Dia terlalu tenang.

Apa dasar dari ketenangan itu?

Saat itu dia merasakan sensasi hangat yang menusuk menembus perutnya.

Seakan seperti boneka yang terputus benangnya, kekuatan meninggalkan tubuhnya. Dalam sekejap, pandangannya berubah menjadi gelap dan ketika dia menyadarinya di roboh di lantai. Dia tidak bisa mengerti apa yang terjadi. Rasanya seperti logam panas yang masuk ke perutnya. Luka tersebut menyebar dan mengeluarkan udara dari paru-parunya dengan liar. Sebuah kaki masuk ke dalam pandangannya yang hanya bisa dilihat dari lantai.

"Sayangnya, kelihatannya kamu tidak bisa menyebutnya dengan kemenangan sama sekali."

Climb mati-matian mengangkat wajahnya dan melihat Succulent yang hampir tidak terluka sama sekali.

"'Fox Sleep'. Itu adalah sebuah ilusi yang bisa diaktifkan setelah meneirma luka. Rasanya sakit. Kamu mungkin mengira kamu sudah membunuhku, ya kan?"

Dia memindahkan jarinya dan pelan-pelan menuruni garis lurus di sekitar pinggangnya. Itu mungkin jalan dari pedang Climb.

"Haa. Haa. Haa. Haa."

Nafasnya pendek dan kacau. Climb bisa merasakan darah yang menguucur dari perut menodai chain shirt dan pakaiannya.

-Dia akan mati.

Climb mati-matian bertahan kepada kesadarannya yang meredup yang terlihat seakan dirobek oleh luka yang luar biasa.

-Kehilangan kesadaran di sini berarti mati.

Namun, jika dia tetap bangun, hanya masalah waktu. Succulent mungkin akan datang untuk menghabisinya sendiri.

Dia bertarung dengan baik, mempertimbangkan bahwa dia melawan orang yang berada pada level petualang dengan peringkat adamantium. Karena berakhir seperti ini, dia tidak ada pilihan selain menyerah pada takdir. Perbedaan kekuatan sangat jelas.

Namun - dia tidak bisa menyerah.

Bagaimana bisa dia menyerah?

Climb menggeretakkan giginya seakan mencoba untuk mengancurkannya.

Dia tidak bisa menerima kematian. Dia tidak bisa membiarkan dirinya mati tanpa perintah Renner.

"Ku, guh! Ugh, urk."

Dengan suara geretakan gigi dan teriakan yang dipaksakan yang lebih mirip seperti erangan, dia memenuhi hatinya dengan kemarahan, hati yang diselimuti oleh luka.

Dia masih belum bisa mati. Dia tidak boleh mati.

Climb memikirkan Renner mati-matian. Hari ini juga, dia ingin kembali ke sisinya-

"Tidak banyak waktu jadi aku harus menghabisimu. Matilah."

Succulent mengarahkan pedangnya ke arah bocah yang mengerang itu.

Itu adalah luka yang fatal; kematiannya hanya masalah waktu. Namun, Succulent memiliki firasat sebaiknya membunuh dia disini untuk memastikannya.

"..Um, tidak bisakah kita membawanya dengan kita?"

"Cocco Doll-san, tolong berhentilah. Ada peluang bagus jika sekutu bocah ini akan ke pintu itu. Dan meskipun jika kita membawanya dengan kita, dia mungkin hanya akan mati sebelum kita sampai di tempat yang aman. Aku mohon menyerah saja."

"Kalau begitu setidaknya, mari kita bawa kepalanya. Aku akan mengirimkannya ke pelacur itu dengan beberapa bunga."

"Ya, ya. Jika hanya segitu boleh saja... huh?!"

Succulent melompat ke belakang.

Bocah itu mengayunkan pedangnya.

Bagi seorang bocah yang hampir mati, tebasan itu sangat tajam dan stabil. Saat Succulent memberinya wajah menghina terhadap perlawanan terakhir dari mangsanya yang menyedihkan, matanya semakin lebar.

Bocah itu bangkit di kakinya dengan menggunakan pedang sebagai penopang.

Itu tidak mungkin.

Succulent, yang telah membunuh banyak orang dan sudah tak bisa dihitung lagi dalam ratusan, sangat yakin jika serangannya dari beberapa saat yang lalu adalah fatal. Itu adalah luka yang tidak bisa membuat dirimu berdiri.

Tapi pemandangan di depan matanya terlalu mudah mengkhianati pengetahuan yang sudah dia bangun dari pengalamannya saat ini. "Ba-Bagaimana mungkin dia bisa berdiri?"

Succulent merasa berdebar. Dia benar-benar seperti seorang undead.

Dengan air liur yang mengalir ke bawah dari mulutnya, wajah pucat bocah itu hanya bisa diutarakan sebagai seseorang yang telah membuang kemanusiaannya.

"Aku...belum...boleh...mati. Tidak...sebelum... membalas...kebaikan...Renner-sama."

Dalam sekejap, nafasnya berhenti di tenggorokan ketika mata mengerikan bocah itu terarah kepada Succulent. Itu adalah terror. Dia ketakutan oleh bocah yang melakukan hal yang mustahil.

Melihat bagaimana bocah itu sempoyongan di kakinya, Succulent kembali sadar. Apa yang merampasnya adalah rasa malu. Bagi seorang anggota Six Arms yang ketakutan terhadap seseorang yang jauh di bawahnya, dia tidak bisa menerima itu.

"Dasar kau brengsek setengah mayat! Matilah!"

Succulent merangsek maju. Dia sangat yakin jika bocah itu akan mati jika dia menusuknya.

Tapi Succulent terlalu sombong.

Melihat mereka secara keseluruhan, tidak diragukan lagi bahwa ada perbedaan luar biasa antara Climb dan Succulent. Tapi Succulent yang berada dua kelas di dalam ilusionist dan Fencer dan Climb yang hanya berlatih di kelas Warrior, ketika dibandingkan keduanya dari sudut pandang warrior, tidak ada begitu besar perbedaannya. Namun, Climb akan berada di atas Succulent. Satu-satunya alasan Climb lebih lemah dari Succulent adalah karena kehadiran magic. Di dalam situasi dimana dia tidak diperkuat oleh magic, Succulent adalah yang lebih lemah.

Dengan suara membelah udara, pedang terangkat tinggi dan suara benturan metal dengan nada tinggi yang terdengar.

Alasan dia mampu menahan serangan dari atas kepala si bocah adalah karena tubuhnya yang sudah mendekati mati dan gerakannya semakin tumpul.

Keringat dingin mengalir turun dari wajah Succulent. Dia terlalu fokus pada kenyataan bahwa lawannya hampir mati. Pertimbangan sebelumnya ini benar-benar terbuang.

Sebagai seorang Fencer, Succulent yang terlatih pada bagaimana menghindari serangan musuh, telah menggunakan pedangnya untuk mempertahankan diri. Sejauh itulah serangan bocah yang diluar dari batas normal itu terjadi.

-Itu bukan sebuah serangan yang bisa dilakukan oleh manusia yang sudah separuh mendekati ajal.

Pemikiran inilah yang terbersit pada otak Succulent yang gelisah.

Tidak, kecepatan dari pedang si bocah itu semakin cepat daripada sebelum dia terluka.

"Brengsek, ada apa denganmu?!"

Menjadi lebih kuat di tengah pertarungan. Meskipun itu tidak mungkin, Succulent tak pernah melihat sesuatu yang seperti ini di kenyataan.

Namun, rasanya dia telah memiliki sebuah lapisan sesuatu.

"Apa yang terjadi?! Apakah itu adalah item magic? Sebuah martial art?"

Suaranya yang panik terdengar menyedihkan, sangat menyedihkan sehingga sulit dibedakan pihak mana yang memiliki keunggulan.

Apa yang terjadi dengan Climb adalah sederhana.

Berkat latihann Sebas, fungsi dari otaknya yang melindungi tubuh menjadi tidak teratur.

Dia telah mengalami kematian ketika latihan Sebas. Kegigihannya untuk bertahan hidup menutupi kematian yang dia hadapi dan seperti sebelumnya, batasan dari otaknya dikeluarkan, memberinya kekuatan manusia super yang mirip dengan yang kadang-kadang ditunjukkan pada gambaran kebakaran.

Meskipun dia hanya melihat sebuah pukulan selama latihan, tanpa itu, dia akan mati disini tanpa bisa melakukan apapun.

Succulent menahan pukulan yang kuat dan tiba-tiba terlempar ke belakang dengan jarak yang lebar.

Benturan karena melayang di tanah keluar lewat punggungnya dan menggoncangkan perutnya. Meskipun Chain Shirt Orichalcum menahan benturan itu, dalam sekejap, udara di paru-parunya keluar dan dia tidak bisa bernafas.

Apa yang terjadi? Meskipun Succulent, yang menerima benturan, tidak tahu, jelas sekali bagi Cocco Doll yang sedang mengamati dari samping.

Dia telah menendang Succulent dengan kakinya. Segera setelah tebasan dari atas kepala ditahan, bocah itu langsung mengirimkan sebuah tendangan kepada Succulent.

Tidak mampu memahami apa yang terjadi, Succulent cepat-cepat bangun kembali. Bagi seorang Fencer, menjadi lincah adalah kepercayaan mereka. Berbaring terlentang di tanah adalah hal yang fatal.

"Sialan! Si brengsek ini tidak bersikap seperti prajurit! Tidak kukira kamu bahkan menggunakan kakimu! Kamu harus tetap dengan petunjuk buku teknik berpedang!"

Succulent bergulung di lantai sambil cepat-cepat bangun dengan suara klik di lidahnya, dia mengeluarkan kritikannya.

Itu adalah gaya yang berbeda dari apa yang dilatih oleh prajurit. Itu lebih kotor; rasanya seperti melawan seorang petualang. Itulah kenapa dia tidak bisa menurunkan kewaspadaannya.

Sebuah perasaan gusar mengalir di punggung Succulent.

Pertama, dia mengira dia akan menang dengan mudah, oleh karena itu dia cepat-cepat menghabisi si bocah seperti ini. Namun, sekarang dia bisa merasakan bahwa ketenangannya mulai menghilang.

Succulent menarik nafas dalam saat dia melihat bagaimana si bocah yang dianggap berbahaya pelan-pelan melemah.

Tampangnya terlihat seperti bentrokan-bentrokan sebelumnya telah membakar api dalam hidupnya. Tidak, itu mungkin yang sebenarnya. Seperti bagaimana sebuah lilin terbakar cerah sebelum padam, kekuatan itu sama.

Sekarang, dia akan benar-benar mati meskipun jika Succulent hanya menyentuh Climb.

Succulent merasa sedikit lega dan setelah beberapa saat ragu-ragu, akhirnya didominasi oleh kemarahan.

Dia marah pada kenyataan bahwa sebagai salah satu Six Arms, dia telah mengalami kesusahan dengan seorang prajurit. Juga kepada dirinya yang berpikir itu adalah bahaya. Namun, pertarungan sudah diputuskan. Dia hanya perlu membunuh Climb dan lari.

Namun--

"-Sudah cukup."

Dia hampir tidak tepat waktu.

Climb yang sedang tergeletak di tanah, wajahnya berantakan karena kotoran dan keringat. Sudah melewati titik berubah biru dan benar-benar pucat. Meskipun begitu, dia masih hidup. Tapi tertusuk menembus perut adalah luka yang fatal dan jika dia tidak segera dirawat, dia akan mati dalam hitungan menit.

Brain masuk ke dalam ruangan, tak mampu merasa lega.

Di dalam, ada dua orang pria. Salah satunya terlihat seperti bukan seorang petarung.

"Tidak bisakah kamu membunuh si bocah itu cepat-ceat tanpa memperdulikan pria mencurigakan di sebelah sana?"

"Jika aku melakukan itu pria tersebut akan memperpendek jaraknya dalam sekejap dan menghempaskanku dengan sebuah tebasan. Dia berada di level yang benar-benar berbeda dibandingkan si bocah ini. Aku takkan bisa menang jika tidak berkonsentrasi penuh dan bertarung dengan segala yang kumiliki. Jika aku mengendurkan kewaspadaan sedikitpun atau membiarkan otakku berkelana, aku bisa tamat nanti."

-Kalau begitu yang baru saja menjawabku adalah Succulent.

Begitulah Brain memahami. Jelas sekali bahwa dia mirip dengan ciri-cirinya. Sejujurnya, itulah yang dia pikirkan dulu ketika dia melihatnya dengan sebuah tiruan dan sedang menggenggam belati penuh darah. Tapi dia sudah memastikannya.

Brain melangkah tanpa bicara sepatah katapun dan menghunus pedang dengan setengah hati dengan tebasan dari sarung pedang. Tapi Brain hanya menyerang dengan niat untuk memisahkan musuh dari Climb. Dia melangkah ke arah Climb yang roboh dan menghentikan kakinya di tempat dimana dia bisa melindungi Climb.

"Climb, kamu tidak apa? Apakah kamu memiliki item untuk menyembuhkan luka?"

Dia tidak memiliki banyak waktu dan lalu bicara dengan cepat. Jika tidak ada yang bisa digunakan untuk merawatnya, mereka akan cepat-cepat mencari cara lain.

"Haa, haa, haa, haa. Aku .. punya."

Dia menatap lagi dan melihat jika Climb meletakkan pedangnya dan menggerakkan badannya.

"Ternyata begitu."

Brain membalas dengan perasaan lega yang dalam dan melihat ke arah Succulent dengan tatapan yang menusuk.

"Aku akan jadi lawanmu mulai sekarang. Aku harus balas dendam atas orang ini."

"...Tidak heran kamu terlihat percaya diri. Kamu memiliki sebuah katana, sebuah senjata mahal yang jarang berpindah dari selatan. Aku tak pernah mendengar jika seorang warrior sepertimu ada di Kingdom.. Boleh aku tanya siapa namamu?"

Dia tidak berniat menjawabnya.

Climb ada seseorang yang berbagi tujuan dengannya - temannya. Di dalam situasi dimana seorang rekan mungkin bisa mati, dia tidak memiliki waktu untuk maju mundur dengan pertanyaan dan...

Tiba-tiba, Brain bertanya kepada dirinya.

Apakah ini aku?

Bukankah dia telah membuang segala hal yang tidak meningkatkan kemampuannya dengan pedang? Saat Brain sedikit mengangkat dagunya, dia mengeluarkan tawa lepas.

...Ahh, aku tahu sekarang.

Hatinya, impiannya, tujuannya, jalannya dalam kehidupan, apa yang membuat hidupnya berharga, seluruhnya telah dihancurkan oleh monster itu, Shalltear Bloodfallen. Dan yang menemukan tempat di patahannya adalah Climb. Ketika dia sendiri hancur di bawah nafsu membunuh liar dari figur misterius bernama Sebas, figur dari Climb yang bertahan meskipun lemah memenangkan rasa hormat dan kekaguman Brain. Dia melihat kilauan dari seorang pria yang memiliki apa yang tidak dia miliki.

Sambil berdiri di depan Climb, dia dan Succulent saling menatap satu sama lain. Melihatnya seperti ini, apakah Climb melihat kemilau yang sama yang dilihat Brain dari punggungnya?

Jika dirinya yang dulu melihat situasi ini, dia pasti akan tertawa hingga air mata jatuh dari matanya, berkata bahwa dia telah menjadi lemah.

Dia telah berpikir bahwa seorang warrior akan semakin lemah jika dia harus memikul sesuatu. Dia dulu berpikir bahwa satu-satunya hal yang dibutuhkan oleh seorang warrior adalah ketajaman.

Namun - sekarang dia mengerti.

"Jadi hidup semacam ini juga ada... aku tahu sekarang. Gazef... kelihatannya aku masih tidak setara denganmu."

"Apa kamu tidak mendengarku? Keberatankah kamu kutanya lagi? Siapa namamu?"

"Maaf tentang itu. Aku tidak mengira ada makna apapun jika mengatakan hal ini padamu tapi aku akan menjawabnya... namaku adalah Brain Unglaus."

Mata Succulent terbuka lebar.

"Apa! Kamu!?"

"Oh ya ampun! Yang asli!? Dia bukan tiruan!?"

"Tidak, tak diragukan lagi, Cocco Doll-san. Sebuah senjata mahal menunjukkan nilai dari warrior. Bagi Brain Unglaus yang aku kenal, sebuah katana adalah senjata yang cocok."

Brain tersenyum pahit.

"Kebanyakan orang yang kutemui untuk pertama kali hari ini kelihatannya tahu tentang aku... jika ini adalah masa lalu maka aku akan senang tapi aku tidak yakin bagaimana rasanya sekarang."

Senyum Succulent tiba-tiba berubah jadi bersahabat. Brain bingung tapi kebingungannya langsung terangkat.

"Dengar, Unglaus! Bagaimana kalau kita berhenti bertarung? Seseorang sepertimu jauh lebih layak menjadi rekan kami. Bagaimana kalau bergabung dengan kami? Jika itu adalah kamu, aku bisa tahu bahwa hanya dengan sekali lihat kamu sudah cukup kuat untuk menjadi anggota Six Arms. Kamu sama seperti kami. Bukankah kamu mencari kekuatan? Itulah yang dikatakan oleh matamu."

"...Kamu tidak salah."

"Kalau begitu Eight Finger adalah hal yang bagus untukmu. Itu adalah organisasi terhebat bagi mereka yang memiliki kekuatan! Kamu bisa mendapatkan item magic dengan kemampuan yang luar biasa. Lihatlah Orichalcum Shirt ini! Pedang Mythrill ini! Cincin! Sepatu! Mereka semua adalah item magic! Sekarang, Brain Unglaus, jadilah teman kami. Seperti aku, kamu akan menjadi anggota Six Arms."

"...Betapa membosankan. Hanya itu nilai gang mu?"

Sikap dinginnnya yang luar biasa dipenuhi dengan rasa jijik membuat wajah Succulent membeku.

"Apa?"

"Apa kamu tidak mendengarku? Aku bilang bahwa gang milikmu hanya dengan kekuatan segitu bukanlah hal yang spesial."

"Da-Dasar brengsek!.. H-Hmph. Kalau begitu itu artinya kamu tidak sekuat itu!"

"Kamu memang benar. Setelah melihat monster yang benar-benar kuat, seseorang sepertiku bukanlah apapun."

Brain merasa kasihan dengan katak yang berada dalam kolam yang kecil yang percaya bahwa dia kuat dan memberinya peringatan yang ramah dan sejujurnya.

"Kekuatan yang kamu katakan itu sama saja. Kita mungkin berbicara mengenai hal yang sama jadi biar kuberi kamu peringatan. Meskipun kita merasa bahwa kita kuat, kita bukanlah apa-apa."

Brain melihat ke bahunya dan memastikan bahwa Climb telah selesai meminum potionnya.

"Dan ada sesuatu yang tidak kamu pahami. Kekuatan demi orang lain lebih hebat daripada kekuatan yang hanya untuk dirimu sendiri."

Brain tersenyum. Itu adalah senyum dengan hati ringan yang ramah.

"Perbedaannya mungkin kecil. Tapi aku masih menyadarinya."

"Aku tidak mengerti ucapan yang kamu katakan.. Sayang sekali, Unglaus. Sayang sekali jika aku harus membunuh swordsman jenius yang setara dengan Stronoff."

"Kamu? Kamu kira dirimu yang hanya memegang pedang untuk dirimu sendiri bisa membunuhku?"

"Tentu saja aku bisa membunuhmu, malahan bisa dengan sangat mudah. Aku akan membunuhmu, dan lalu aku akan membunuh si bocah yang tergeletak di sana. Tidak ada alasan lain bagiku untuk menahan diri dan aku juga tidak akan main-main. Aku akan datang kepadamu dengan segala yang aku miliki."

Sambil menjaga Succulent yang mulai mempersiapkan magicnya pada garis penglihatannya, dia merasakan seseorang di belakangnya yang mulai bergerak dan mengirimkan peringatan.

"Tetaplah disana, Climb. Kamu masih belum sembuh, ya kan?"

Twitch. Gerakan itu berhenti.

Brain tersenyum dan bicara, meskipun merasakan rasa keterkejutan yang sama yang dia rasakan beberapa saat yang lalu di sisi ini sendiri.

"Biar kutangani sisanya sendiri."

"-Aku serahkan padamu."

Daripada membalas, Brain tertawa dan menyarungkan katana miliknya saat dia merendahkan kuda-kudanya. Di waktu yang sama, dia membalik katana, sarungnya dan semunya, jadi yang atas dan bawah menjadi tertukar.

"Hati-hati. Succulent menggunakan ilusi. Hanya karena kamu bisa melihatnya tidak berarti itu nyata."

"Oh, jadi begitu... kelihatannya seperti lawan yang menjengkelkan tapi... itu bukan masalah."

Brain diam-diam melihat Succulent tanpa bergerak. Dia pasti telah menyelesaikan rapalan mantranya, karena banyak bayangannya yang muncul hingga lima. Bukan hanya itu, dia mengenakan jubah yang terlihat seperti terbuat dari bayangan. Dia bahkan tidak mulai menebak mantra macam apa yang dirapalkan.

"Terima kasih sudah memberiku waktu untuk bersiap. Seorang magic caster dengan cukup waktu akan menjadi lebih kuat bahkan dari seorang warrior. Kekalahanmu sudah pasti, Unglaus!"

"Benar, jangan khawatir tentang itu. Itu juga sama halnya denganku. Setelah berkata dengan temanku disini... Aku kira aku tidak akan kalah."

Crunch. Dia mendengar suara Climb, yang sedang tergeletak di lantai, bergerak.

Dia menyesali kenyataan karena dia, mereka memperbolehkan musuh merapal buff. Itulah kenapa Brain membuat pengumuman agar Climb bisa mendengarnya dengan jelas.

"-Satu kali pukulan."

"Apa?!"

"Aku bilang bahwa aku akan mengakhiri ini dalam satu pukulan, Succulent."

"Coba saja jika kamu bisa!"

Succulent berlari ke arah Brain dengan bayangan-bayangannya.

Saat dia memasuki jangkauan dari katananya, Brain memutar tubuhnya agar ketenangan dan punggungnya yang tidak terjaga bisa dilihat oleh Succulent yang maju menyerang. Dan - tebasan dengan kecepatan dewa melayang ke ruang kosong, tepat di sebelah Climb.

Smack.

Suara itu terdengar keras dan dinding-dinding bergetar.

Baik Cocco Doll dan Climb melihat ke arah tempat di mana suara itu datang.

Disana, tubuh Succulent tergeletak di lantai dan tidak bergeming. Sebuah pedang menggelinding di lantai di dekatnya.

Tebasan Iai dari Brain telah melemparkan tubuh Succulent ke belakang dan akhirnya menabrak dinding dengan kecepatan yang luar biasa. Jika dia tidak menggunakan punggung pedangnya, meskipun dengan kaos berantai yang terbuat dari orichalcum, tubuh Succulent pasti akan terbelah menjadi dua. Sebanyak itulah kekuatan dibalik serangan itu. (TL Note : Tebasan Iai teknik menebas yang terkenal dari Jepang dengan cara menghunus pedang dari sarung lalu diteruskan hingga menebas musuh. Lebih dikenal dengan Iaido.)

"...'Field' milikku bisa mendeteksi kehadiranmu meskipun aku tidak bisa melihat dengan mataku sendiri. Tidak kukira kamu akan menggunakan ilusi yang berhubungan dengan pendengaran untuk mencoba membuat fokus perhatianku ke depan agar kamu bisa menyerang dari belakang... Itu adalah trik yang hebat, tapi sayangnya lawanmu adalah aku. Dan mengarahkan pedangmu ke arah Climb adalah hal yang bodoh. Kamu mungkin berencana untuk membunuhnya dan sesumbar tentang bagaimana kamu tidak bisa melindunginya atau apalah, tapi kamu terlalu banyak memfokuskan perhatianmu untuk menyerang Climb yang berada di lantai. Apakah kamu lupa siapa yang kamu hadapi?"

Brain menyarungkan pedangnya dan tersenyum ke arah Climb.

"Lihat, satu kali pukulan, ya kan?"

"Itu menakjubkan!"

Suaranya bertumpang tindih dengan suara lain yang juga berkata "Itu memang menakjubkan". Keduanya terkejut. Suara yang mereka dengar adalah milik Sebas, tapi itu sendiri bukan hal yang mengejutkan. Apa yang mengejutkan bagi mereka adalah arah dari suara itu.

Kedunya mengarahkan mata mereka ke arah Cocco Doll.

Disana, mereka melihat Sebas. Cocco Doll roboh di dekatnya.

"Kapan anda tiba?"

Sebas dengan tenang membalas pertanyaan Brain.

"Saya baru saja tiba. Kelihatannya perhatian semua orang terfokus pada Succulent dan tidak menyadariku."

"Te-ternyata begitu."

Meskipun saat dia menjawab, Brain tidak mengira itu mungkin.

Tapi aku masih mengaktifkan 'Field' milikku. Jaraknya memang dekat tapi seharusnya masih bisa menangkap siapapun yang berlari dalam garis lurus. Dan aku masih tidak bisa merasakannya...? Satu-satunya yang mampu bergerak seperti itu hingga sekarang adalah monster itu, Shalltear Bloodfallen. Aku sudah memikirkan hal ini ketika aku terkena nafsu membunuhnya, tapi apakah dia berada dalam level yang sama dengan monster itu? Siapa dia sebenarnya?

"Bagaimanapun juga, aku telah menyelamatkan siapapun yang ditawan. Dan aku harus minta maaf kepada Climb-kun, beberapa penjaga melawan balik dengan ganas sehingga aku tidak ada pilihan selain membunuh mereka. Maafkan aku.. atau begitulah. Kelihatannya sebelum aku minta maaf, sebaiknya aku merawat lukamu."

Sebas berjalan ke samping Climb dan menyentuh perutnya dengan tangan. Dia dalam sekejap menekankan tangannya ke perut tanpa terlalu berat dan langsung menariknya. Tapi efeknya dramatis. Wajah Climb yang pucat setelah meminum potion langsung mendapatkan coraknya yang sehat.

"Perutku sembuh...! Apakah anda seorang priest?"

"Bukan, aku tidak menggunakan kekuatan Tuhan, tapi lebih mencurahkan Ki milikku untuk merawatmu."

"Jadi anda adalah seorang monk! Tidak heran, akhirnya aku mengerti."

Brain menganggukkan kepalanya, sekarang dia mengerti mengapa dia tidak memiliki senjata atau armor satupun. Sebas menunjukkan senyum tanda setuju.

"Kalau begitu apa yang akan kalian berdua lakukan mulai sekarang?"

"Pertama, aku berencana untuk lari ke kantor penjaga untuk menjelaskan apa yang terjadi di sini dan membawa beberapa prajurit kembali kemari. Sementara itu, aku ingin meminta Sebas-sama dan Brain-sama untuk berjaga di sini. Bagaimanapun, Eight Finger mungkin akan mengirimkan bala bantuan."

"...Aku sudah naik perahu ini, aku akan menaikinya hingga akhir."

"Aku tidak keberatan juga. Namun, bisakah kamu tidak menyebutkan aku tentang masalah ini dan menjadikannya rahasia? Aku hanya datang ke negara ini untuk berbisnis dan tidak ingin melibatkan diri lebih jauh dengan kegelapan di tanah asing."

"Aku tidak perduli kamu sebutkan atau tidak, Climb. Yah, ketahuilah jika yang menjadi jaminanku sekarang adalah Stronoff jadi aku akan serahkan ini padamu."

"Ternyata begitu. Aku mengerti. Kalau begitu kepada kalian berdua, saya minta maaf tapi tolong berikan sedikit waktu."

Part 3[edit]

Bulan Api Bawah (Bulan ke 9), Hari ke 3, 19:05

Saat malam mulai turun ke Kingdom, Climb akhirnya kembali ke istana.

Meskipun lukanya sudah sembuh seperti sedia kala, tubuhnya masih lelah. Bukan hanya karena pertarungan, dia harus melakukan meditasi beberapa kali untuk menangani akibat setelahnya dan itu memakan waktu. Alasan itu bisa berhasil pada akhirnya adalah bukan karena Climb adalah bodyguard Renner, tapi karena ketakutan dengan Eight Finger dan tetap pasif. Apa yang menjadi masalah signifikan adalah tanggung jawab.

Yang bertanggung jawab akan menjadi contoh dan akan dibunuh oleh Eight Finger - itu bukanlah hal mengkhawatirkan tanpa alasan. Ada kemungkinan yang tinggi hal itu bisa terjadi. Itulah kenapa dia memerintahkan prajurit untuk mengirimkan dokumen yang mengandung situasi yang sebenarnya kepada Renner. Dia lalu menerima izin untuk menulis namanya dan nama dari tuannya yang menjadi tanggung jawab.

Meskipun jelas sekali memiliki kerugian, setidaknya ada dua keuntungan.

Satu yang jelas; itu akan menaikkan reputasi Renner.

Mereka adalah organisasi yang mengotori Kingdom. Dan bukan hanya itu, dia juga membuka orang-orang yang melakukan tindakan kotor sambil terlibat dalam perdagangan budak. Bahkan lebih baik, bagi Renner yang tidak keluar dari istana, fakta bahwa dia mengirimkan bodyguard miliknya ke depan akan meningkatkan penilaian terhadapnya.

Selanjutnya adalah Sebas dan kenyataan bahwa mereka bisa melindungi gadis yang dia lindungi. Jika mereka menjadi pihak yang bertanggung jawab, mereka bisa menyembunyikan gadis itu karena dia ingin mencoba untuk tidak terlalu mencolok. Dan ketika itu sudah dilakukan, akan sulit bagi mereka untuk menjadi target utama dari Eight Finger.

Aku tidak bisa membantu banyak ketika kita menyerang jadi setidaknya aku melakukan setidaknya hal ini...

Brain berakta bahwa dia akan mengirimkan berita itu kepada Gazef secara pribadi dan bilang kepadanya untuk tidak mengkhawatirkan hal itu.

Climb yang bengong memikirkan hal semacam itu saat dia mengetuk pintu Renner.

Biasanya, dia bisa masuk begitu saja tanpa harus mengetuk. Tapi dia menolak melakukannya ketika sudah larut, berpikir bahwa itu adalah hal yang tidak sopan. Setelah sekali itu ketika dia menemui Renner yang hanya memakai gaun sutra tipis, bahkan tuannya mempersilahkan dia hingga titik itu.

Climb mencium tubuhnya sendiri sebelum bisa menjawab. Meskipun dia sudah mandi, hidungnya terbiasa dengan bau dan dia tidak percaya diri apakan itu adalah bau darah atau tidak yang telah hilang dari tubuhnya. Tidak mungkin cara berpakaiannya sudah cukup bagus untuk masuk ke dalam kamar sang putri. Namun, itu perlu karena dia harus melaporkan kejadian hari ini dengan mulutnya sendiri.

Lebih dari apapun, orang-orang yang ditahan adalah yang terpenting. Untuk sekarang, wanita-wanita itu telah dipercayakan penempatannya, tapi mereka harus dipindah ke tempat yang aman di masa depan. Dan karena beberapa dari mereka terluka, mereka akan dikirimkan ke seseorang seperti seorang priest yang bisa menggunakan magic healing.

Renner-sama yang baik hatinya pasti akan mengulurkan tangan untuk membantu penduduk yang menderita.

Itu membuatnya terluka karena menyebabkan semua ini untuk tuannya. Jika saja dia sudah sedikit lebih kuat... dia akhrnya tidak tahu diri dan berharap untuk hal semacam itu. Meskipun itu semua berkat Renner sehingga dia bisa melayani tuan yang luar biasa itu, sehingga dia bisa hidup seperti ini.

...Huh? Tidak ada jawaban.. ya kan?

Dia tidak mendengar jawaban yang memberikannya izin untuk masuk.

Tidak ada penjaga malam di depan pintu dan menurut waktunya, Renner seharusnya belum tidur. Atau apakah dia hanya jatuh tertidur tanpa memberitahu orang yang melakukan tugas malam?

Climb mengetuk pintu lagi.

Kali ini, dia mendengar suara sama dari dalam memberinya izin masuk. Climb merasa lega dan masuk ke dalam. Apa yang harus dia lakukan pertama telah diputskan.

"Saya minta maaf sudah datang larut malam."

Dia membungkukkan kepala dalam-dalam.

"Aku khawatir!"

Kemarahan adalah bukti di dalam suara Renner. Mengagetkan. Tuan Climb jarang sekali marah. Meskipun dia diejek, di depan Climb, dia tidak menunjukkan tanda-tanda apapun yang seperti marah. Itulah kenapa dia mengerti jika Renner khawatir dari lubuk hatinya yang paling dalam.

Dia merasa seakan sesuatu yang hangat akan mengalir dari matanya. Dia menahan itu dan membungkukkan kepalanya dan meminta maaf dengan tulus lagi dan lagi.

"Aku benar-benar khawatir! Aku kira mungkin Eight Finger sudah menyerang duluan dan telah melakukan sesuatu kepada Climb dan.. jadi apa yang terjadi, sebenarnya? Aku menerima laporang singkat tapi bisakah kamu menjelaskan dalam detil kepadaku?"

Ketika Climb akan mulai berbicara sambil berdiri, Renner menawarkan kepadanya sebuah kursi seperti biasa.

Sekarang setelah dia duduk, teh hitam dari 'Warm Bottle' diseduhkan ke dalam cangkir teh yang ada di depannya. Sebuah uap samar naik ke udara.

Dia berterima kasih dan minum seteguk teh yang berada pada suhu yang optimal.

Climb mengatakan semua yang dia lewati. Dia berkata bahwa dia mengandalkan kekuatan Renner dan ada beberapa orang yang ingin dia bantu.

"Jadi bagaimana menurutmu ketika kamu melihat mereka?"

Ketika ceritanya kurang lebih sudah berakhir, pertanyaan pertama yang ditanyakan oleh Renner kelihatannya aneh. Tapi selama dia bertanya, Climb harus menjawab.

"Saya merasa kasihan kepada mereka. Saya kira jika saya lebih kuat, saya bisa menyelamatkan orang-orang itu sebelum mereka jatuh menderita."

"Jadi begitu.. Climb berpikir mereka kasihan."

"Ya."

"Ternyata begitu. Climb itu baik."

"Renner-sama, jika wanita-wanita itu membutuhkan penjaga maka saya siap pergi kapanpun."

"Aku akan mengandalkanmu jika hal itu datang. Terlebih penting lagi, aku harus bilang padamu sebelumnya. Besok, atau dua hari lagi setidaknya, kita akan menyerang fasilitas yang ada di perkamen yang dibawah oleh Lakyus. Karena serangan di rumah bordil, aku memperkirakan jika mereka akan semakin waspada dengan semakin banyak berlalunya waktu."

"Saya minta maaf! Itu karena saya bertindak sendiri!"

"Tidak bukan itu, jangan khawatir tentang itu. Namun, aku bisa membuat keputusan berkatmu. Disamping itu, apa yang Climb lakukan adalah hal yang dijunjung tinggi. Kamu berhasil menangkap Succulent, seorang anggota Six Arms, dan pemimpin dari kelompook perdagangan budak, Cocco Doll. Ini seharusnya sudah lebih dari cukup untuk menggoyang lawan kita di akarnya. Itulah kenapa aku ingin memberikan serangan tambahan kepada musuh kita."

Renner memukul udara, sebuah pukulan manis tanpa kekuatan ataupun kecepatan.

"Kita akan memukul mereka lagi sebelum mereka mencuri informasi dari ibukota!"

"Saya mengerti! Saya akan beristirahat dan mengumpulkan tenaga untuk hari esok!"

"Tolong. Anggap hari esok sebagai hari yang ganas."

Climb meninggalkan kamar. Dia kelihatannya sedikit tercium bau darah.

"Pasti sulit bagimu, Climb. Sekarang kalau begitu..."

Renner meminum sisa teh hitam yang telah menjadi hangat dan berdiri dari tempat duduknya. Dia menuju ke lonceng tangan. Itu adalah item magic yang ketika digoyangkan, yang ada di kamar sebelah yang tersambung juga akan bergoyang. Dia membayangkan wajah dari pelayan yang sedang berjaga di ruangan sebelah. Untungnya, itu adalah giliran gadis itu hari ini, berpikir demikian, Renner tersenyum dingin.

"Sial, wajah mana yang bagus disini?"

Renner berdiri di depan cermin dan meregangkan wajahnya ke atas dan ke bawah sambil memegang pipinya dengan kedua tangan. Meskipun seorang manusia sepertinya melakukan hal semacam itu, wajahnya pasti sulit berubah. Apa yang dia lakukan adalah suatu persetujuan.

Renner melepaskan tangannya dan tersenyum.

"Tidak. Ini adalah untuk ketika aku berperan sebagai seorang putri.."

Kali ini Renner mencoba menyeringai lalu tersenyum lain lagi. Satu persatu dan akhirnya, dia mengeluarkan senyum yang bersih.

"Aku rasa yang ini adalah yang terbaik."

Setelah bertekad bahwa dia telah menyelesaikan persiapannya, Renner membunyikan loncengnya. Segera setelahnya, seorang pelayan mengetuk pintu dan masuk ke dalam kamar.

"Aku punya permintaan. Bisakah kamu mempersiapkan air panas?"

"Saya mengerti, Renner-sama."

Renner tersenyum kepada pelayan yang sedang membungkukkan kepalanya.

"Apakah ada sesuatu yang terjadi? Anda kelihatannya sedang berada di dalam mood yang bagus. Anda terlihat seperti ada hal menggembirakan yang terjadi kepada anda."

Renner dengan gembira tersenyum lagi saat dia memastikan bahwa mangsa telah mengambil umpan.

"yeah! ini benar-benar menakjubkan! Climb melakukan hal yang menakjubkan!"

Dia berbicara seperti seorang gadis muda; sangat cocok dengan putri bodoh yang mengeluarkan informasi yang berharga.

"Selamat, yang mulia."

Meskipun pelayan itu dengan lihainya menyembunyikan rasa permusuhan dia kepada Climb, dia akhirnya menunjukkan perasaan yang tak bisa dia sembunyikan. Reaksi itu membuat sebuah kekacauan di hati Renner.

-Akan kubunuh dia.

-Akan kubunuh pelayan ini juga.

-Akan kubunuh siapapun yang menganggap remeh Climbku.

Tetapi ekspresi Renner tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa dia tahu hal yang sebenarnya. Karena Renner saat ini adalah putri yang bersih; tipe yang jelas dengan keburukan orang lain dan yang memaafkan kekurang ajaran pelayannya, kenaifan semacam itu - putri yang bodoh.

"Menakjubkan! Benar-benar menakjubkan! Climb mengalahkan beberapa orang-orang yang benar-benar jahat dan membebaskan semua orang yang telah ditangkap. Sekarang mereka seharusnya.. um, dia bilang bahwa dia meninggalkan mereka di kantor penjaga. Sekarang kita bisa menghukum para bangsawan yang membantu orang-orang jahat itu!"

"Ternyata begitu. Itu benar-benar luar biasa. Seperti yang kuduga, Climb-san dari Renner-sama memang luar biasa. Tapi bisakah saya mendengar hal luar biasa yang dia lakukan itu dengan detil?"

Dasar gadis bodoh, Renner menyebarkan racun kepada si bodoh yang bahkan tidak curiga sedikitpun.

Dia mengendalikan semuanya di telapak tangannya, semuanya untuk mendapatkan obyek dari yang dia inginkan.

Bulan Api Bawah (Bulan ke 9), Hari ke 3, 22:10

Ada sekelompok orang mencurigakan yang terlihat seakan melebur ke dalam kegelapan.

Seluruhnya memakai perlengkapan berbeda dan atmosfir mereka benar-benar berbeda dari prajurit biasa. Jika seseorang harus menyebutkan bau dari mereka yang paling dekat, mungkin adalah para petualang.

Yang ada di depan adalah seorang pria dengan fisik yang kasar. Selanjutnya adalah pria kurus dengan seorang wanita yang mengenakan kain sutra tipis. Seseorang dalam jubah yang mengikuti mereka dari belakang dan akhirnya, ada seseorang yang mengenakan armor full plate.

Pada arah kelompok yang mereka tatap itu, ada sebuah pintu yang terbuka lebar. Di dalamnya tertutup oleh kegelapan dan tidak ada lagi kehadiran orang lain. Meskipun ketika melihat ke sekeliling, kelihatannya tidak ada siapapun.

Ini aneh. Semua barang yang ada di dalam rumah bordil telah dibawa dan dikirim kepada salah satu kantor prajurit. Namun, itu bukan hal yang wajar jika mereka tidak meninggalkan satupun prajurit penjaga hanya karena tidak ada apapun disana. Jika seseorang benar-benar melihat ke arah pintu masuk yang tidak ada orangnya. mereka akan melihat api yang menyala dan menyadari bahwa mereka sedang berjaga di malam hari. Tapi alasan mengapa tidak ada seorangpun yang terlihat adalah karena orang-orang itu menggunakan otoritas mereka untuk menyingkirkan para penjaga.

Pria yang mirip dengan batu besar berdiri di depan - Zero, mengirimkan tatapan menakutkan ke arah rumah bordil yang tertangkap dan berbicara dengan suara lirih, seakan dia menemukan itu adalah hal yang hina.

"Benar-benar sebuah lelucon. Aku akan meminta maaf kepada Cocco Doll. Aku meminjamkan Succulent padanya, seorang anggota Six Arms dan mereka masih jatuh dengan mudah begini. Dan itu bahkan di hari yang sama... benar-benar, lelucon macam apa ini..."

Zero mengirimkan tatapan tajam ke arah bahunya kepada orang yang tertawa terkekeh-kekeh yang datang dari belakang. Wanita yang memakai kain sutra tipis mengetahui kepribadian Zero dengan baik dan cepat-cepat merubah topik.

"Ah, benar benar. Jadi boss, apa yang harus kita lakukan? Apakah kita akan membunuh Succulent yang tertangkap? Dia ada di kantor penjaga jadi sulit untuk menggunakan kekuatan. Kalau begitu kita harus meminjam seorang assassin dari divisi yang berbeda... apa yang harus kita lakukan?"

"Tidak, kita tidak akan melakukan hal itu. Dia masih berguna. Aku akan meminta kepada pangeran untuk segera melepaskannya... Ini akan menjadi pengeluaran yang tidak terduga. Cari tahu selera sang pangeran."

Pria kurus dengan penampilan yang terlihat sembrono menanyakan sesuatu.

"Dan Cocco Doll?"

"Dia kelihatannya akan menggunakan koneksinya sendiri. Jika dia meminta, maka dia akan menggunakan koneksi kita sebagai permintaan maaf. Dan juga, apa yang terjadi dengan daftar dari Clieng? Tidak ada informasi apapun tentang jatuhnya daftar itu kepada petugas patroli."

"Tidak ada berita mengenai hal itu sejauh ini. Lebih tepatnya, saya belum mendengar detil lebih jauh apapun dari masalah ini."

Suara yang datang dari jubah itu gelap. Itu seperti sebuah suaea gong kosong yang mengalir ke dalam lubang di dalam makam yang mengirimkan getaran yang mengalir ke bawah tulang belakangnya.

"Itu adalah sesuatu yang sangat ingin aku dapatkan. Itu bisa digunakan untuk membuat segala macam ancaman."

"Jangan mengatakan hal yang bodoh. Jika kita ingin menyimpannya, itu hanya akan membuat kita terlihat jauh lebih mencurigakan. Yang lain mungkin akan berpikir bahwa kita sudah merencanakan semua ini terjadi. Jika kita menemukan daftar itu, kita akan menyembunyikannya di lokasi yang aman dan menyerahkannya nanti kepada Cocco Doll dengan sebuah permintaan maaf. Disamping itu, mungkin saja itu ditulis dalam sebuah kode yang tak bisa dipatahkan oleh metode biasa jadi bagaimanapun juga tidak berguna bagi kita."

Atas ucapan Zero, pria kurus itu mengangkat bahunya saat dia bicara.

"bagaimanapun, aku akan pergi ke dalam nanti dan mencoba mencari tahu apa yang terjadi dengan daftarnya. Jika mereka memilikinya, mungkin saja ada di tempat penyimpanan rahasia atau sesuatu. Dengan begitu, ini memang menakjubkan. Bagaimana lubang itu dibuat? Senjata... apakah itu magic?"

"Itu adalah sebuah tinju."

Mata setiap orang jatuh kepada Zero. Dia mengulangi lagi dirinya sendiri, menyatakan bahwa bekas ini dibuat oleh sebuah tinju.

"Sebuah tinju huh.. itu menakjubkan~"

"-Dasar bodoh. Ini bukan apa-apa."

Dia memotong kekaguman si wanita dan, mengumpulkan nafasnya, Zero menusuk pintunya dengan tinjunya. Tangannya masuk ke dalam pintu itu seakan merobeknya seperti kertas. Saat Zero pelan-pelan menarik tinjunya, meninggalkan lubang yang sama dengan yang sebelumnya dibuat oleh Sebas.

Terlihat bengong, pria kurus itu membuka mulutnya.

"Kamu tak bisa menggunakan bos sebagai perbandingan... Yah, musuh memiliki skill yang cukup untuk bisa menembus pintu yang diperkuat dengan baja dan mengalahkan Succulent, meskipun dia adalah yang terlemah diantara Six Arms. Aku rasa kita harus mempertimbangkannya sebagai musuh yang tangguh, ya kan?"

"Omong kosong. Hanya karena orang itu kalah tidak berarti bahwa lawannya kuat."

Yang tudungnya ditarik dalam ke atas kepalanya berbicara dengan suara yang dipenuhi dengan penghinaan.

"Jika ilusinya sudah diketahui, maka kekuatan tempurnya akan jatuh jauh di bawah kita. Dia memang kuat ketika ada perbedaan besar dalam kemampuan antara dia dan lawannya. Tapi jika mirip atau dia jatuh sedikit di bawahnya, maka kekalahannya sudah pasti terjadi. Kalian semua seharusnya tahu ini baik-baik."

Ada tawa samar. Itu adalah sebuah tawa yang setuju dengan komentarnya dan di waktu yang sama, sebuah hinaan bagi seseorang yang memiliki skill di bawah mereka.

"Dengan begini, biar kutanya, apa yang harus kita lakukan? Apakah kamu akan cuci tangan? Aku kira bentrokan tidak akan terbukti menguntungkan, mempertimbangkan kerugiannya."

"Bodoh."

Suara Zero dipenuhi dengan sebuah kemarahan yang tidak bisa dia tahan.

"Jika kita tidak membunuh yang menyerang rumah bordil ini dan memberikan sebuah contoh, nilai kita akan jatuh. Dari titik ini, jangan berpikir tentang kerugian. Seluruh Six Arms akan melangkah ke depan dan membunuh penyusup - 'Undying King' (Raja yang tak bisa mati Deibanock)"

Yang memakai jubah mengangkat tangannya. Tangan yang bukan milik orang yang hidup menggenggam sebuah bola dengan erat. Bola itu merespon emosi dari pemiliknya dan mengeluarkan aura aneh.

"'Void Executioner' (Algojo Hampa) Peshurian."

Yang memakai armor full plate yang terdiam hingga sekarang memukulkan tinjunya ke arah dada dan suara keras bisa terdengar.

"'Dancing Scimitar' (Scimitar menari) Edstrom."

Dengan sebuah denting dari gelang logam di sekeliling lengannya, wanita yang memakai sutra tipis dengan anggun membungkukkan kepalanya.

"'Thousand Kills' (Seribu membunuh) Malmvist."

Pria kurus itu mengumpulkan tumit sepatunya dengan suara klik.

"Dan aku, 'Battle Demon' (Demon Pertempuran) Zero!"

Seakan setuju, mereka yang ada di sekeliling Zero semuanya menganggukkan kepala mereka.

"Pertama, kita akan membayar uang jaminan untuk Succulent dan yang lainnya yang tertangkap dan mengumpulkan informasi. Ketika sudah selesai... cari orang yang tahu caranya menyiksa. Kita akan menunjukkan penyusup itu neraka. Dia akan menyesal dengan hebat kebodohannya!"

Bulan Api Bawah (Bulan ke 9), Hari ke 3, 17:42

Ketika Sebas menyelesaikan semuanya dan sedang menuju kembali ke mansion, matahari sudah mulai tenggelam.

Climb-kun melindungi orang yang ditangkap dan Succulent dan pemilik dari rumah bordil semuanya ditangkap. Kelihatannya mereka akan sangat sibuk jadi seharusnya bisa memberi sedikit waktu.

Lalu apa yang harus dia lakukan dengan Tsuare? Pilihan yang terbaik adalah membawanya ke tempat yang aman. Namun, sejauh yang diketahui oleh Sebas, hanya satu tempat yang cocok dengan deskripsi itu.

Sambil mengkhawatirkan hal itu, Sebas tiba di kediaman.

Dia menghentikan tangannya yang akan membuka pintu. Ada seseorang di sisi lain yang dekat. Meskipun kehadirannya adalah milik Solution, dia tidak mengerti mengapa dia berdiri tepat di depan pintu masuk.

Apakah ada hal darurat?

Merasa tidak enak, Sebas membuka pintu. Apa yang dia lihat selanjutnya adalah hal yang tidak terduga sehingga dia menjadi kaku.

"Selamat datang kembali, Sebas-sama."

Itu adalah Solution yang sedang memakai seragam maid miliknya.

Sebuah getaran mengalir di punggung Sebas.

Sambil berperan sebagai putri dari seorang pedagang, di rumah ini dimana keadaan dari seorang manusia tidak diketahui - Tsuare - ada di sini, Solution sedang memakai seragam maid miliknya. Apakah itu karena aktingnya sudah tidak perlu lagi? Atau apakah ada alasan lain yang muncul sehingga membuat dia harus memakai seragam maid?

Jika itu adalah yang pertama, maka itu artinya ada sesuatu yang terjadi kepada Tsuare. Jika itu adalah yang terakhir -

"-Sebas-sama, Ainz-sama sedang menunggu anda."

Sebas mendengar suara lirih dari Solution dan merasakan detak jantungnya semakin keras.

Dia yang biasanya tenang dihadapan musuh kuat, di depan kehadiran kelas Guardian, Sebas yang itu menjadi semakin gugup dengan berita kedatangan tuannya.

"Me-Mengapa..."

Dia menekan ucapannya, seakan lidahnya melintir. Solution menatap ke arah Sebas tanpa berkata apapun.

"Sebas-sama, Ainz-sama sedang menunggu anda."

Tidak ada hal lain yang diperlukannya saat ini. Sikapnya sudah berkata dengan jelas. Sebas mengikuti di belakang Solution dan mulai berjalan.

Langkah itu sangat berat, seperti langkah seorang kriminal tersangka yang menuju panggung eksekusinya.