Seirei Tsukai no Blade Dance:Jilid16 Bab 5

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 5 - Tangan Iblis[edit]

Bagian 1[edit]

Sebelum Fajar. Kapal yang membawa Kamito dan rekan-rekannya, Revenant, mendarat di sebuah gua besar dari Demon's Fist yang seperti sebuah lubang raksasa disisi gunung.

Bahkan setelah memasuki kawasan udara Theocracy, tak satupun kapal militer yang menghadang mereka. Ini cukup mengejutkan bagi Kamito dan rekan-rekannya. Kabar bahwa militer bagian perbatasan tak bisa berfungsi secara normal dikarenakan kekacauan sipil ternyata memang benar.

Meninggalkan Lily, Vivian Melosa si mekanik dan si kembar dari Sekolah Instruksional tetap dikapal, Kamito dan yang lainnya berangkat.

"Setelah makan hidangan tahu itu, aku merasa seperti bisa menyemburkan api..."

Menjulurkan lidahnya yang merah, Claire berkomentar.

"Aku nggak pernah menyangka itu akan sepedas ini."

"Namun, yang aneh adalah gimana bisa rasa pedas itu membuatmu makan tanpa henti."

"Ya, saat aku menyadarinya, semuanya sudah selesai."

"Aku, Muir, nggak bisa menahan yang terlalu pedas...."

Apa yang diobrolkan Claire dan para cewek adalah tentang kemampuan khusus Rinslet dalam membuat hidangan pedas. Tentu saja, Kamito mencicipinya juga, dan memang, itu sangat pedas hingga dia merasa seperti menyemburkan api, tapi rasanya sangat lezat.

Saat ini kembali ke wujud pedang, Est tampaknya dia sangat menikmati hidangan tahu tersebut yang dimasak dalam gaya asing.

(...Bisa dikatakan, pada akhirnya, aku masih tak bisa mendapatkan apapun mengenai Raja Iblis.)

Sambil menuruni tangga, Kamito bergumam dalam hatinya.

Setelah apa yang terjadi sebelumnya, Kamito dan Claire mencari-cari di rak buku milik , tetapi informasi yang mereka temukan kebanyakan adalah kisah-kisah mitos. Adapun untuk buku-buku terlarang yang tercatat dalam bahasa Ancient High, bahkan Claire tak bisa menerjemahkan buku-buku itu secara keseluruhan.

(Haaaaa, Kurasa aku harus bertanya rinciannya pada Rubia nanti.....)

Kesimpulan itulah yang dia dapatkan.

"—Selamat datang, semuanya."

Saat kelompok itu turun dari kapal, seorang cewek muda berpakaian seragam tempur kulit menyambut mereka.

Namanya adalah Siska dan merupakan salah satu dari anak yatim dari Sekolah Instruksional yang diadopsi Rubia. Pertama kali mereka mereka menaiki Revenant, dia adalah orang yang menandu mereka untuk menemui Rubia.

"Aku akan memandu ke lokasi Master. Silahkan ikuti aku—"

Setelah mengatakan itu tanpa ekspresi, cewek itu mulai berjalan masuk kedalam gua besar itu.

Bagian 2[edit]

Dipandu oleh Siska, Kamito dan rekan-rekannya berjalan di bagian yang luas dari Demon's Fist.

"K-Kali ini mereka nggak akan meminta kita untuk melepas daleman kita atau semacamnya, kan...?"

"Nggak, aku nggak berpikir kita perlu khawatir tentang hal itu."

Melihat Claire menggosokkan kakinya penuh kekhawatiran, Kamito menyakinkan dia.

....Atau lebih tepatnya, dia berharap bahwa Dracunia adalah satu-satunya dari sekian banyak negara yang memiliki peraturan semacam itu.

"Asal kau tau, Onii-sama, dalemanku sudah aku lepas♪"

Memegang tangan Kamito, Muir menyandarkan dirinya pada dia.

"M-Muir?"

"T-Tunggu, apa yang kau lakukan! Menjauh dari dia!"

"Nggak mau, Onii-sama adalah milikku."

"—Kalian berdua, diamlah."

Berjalan didepan, Siska menghadap ke belakang dan tanpa ekspresi memperingatkan kedua cewek itu.

Didalam basis itu, hampir tak ada seorangpun. Meskipun kedua benteng militer tersebut dibangun didalam gunung, tempat ini benar-benar berbeda dari benteng bukit naga di Dracunia yang memanfaatkan sebuah gua alami. Entah itu lantai atau langit-langitnya, tenpat ini dipenuhi dengan permukaan batu yang datar dan rata, memberikan sebuah perasaan klaustrophobia.[1]

Pada saat itu, Ellis yang berjalan di samping Kamito, bergumam pelan:

"Suasana disini mengingatkan aku pada tambang di Gado."

"Ya, pastinya..."

Gado kota tambang terabaikan di Ordesia adalah tempat dimana roh militer kelas strategik, Jormungandr, disegel. Bagi Ellis, ini juga merupakan sebuah tempat dengan kenangan menyakitkan dimana dia kalah pada Jio Inzagi, yanb mana menuenankani rekan-rekannya, Rakka dan Reishia terluka.

"Jio Inzagi huh? Pria itu mengocehkan tentang Raja Iblis juga—"

"Hanya seorang gadungan."

Mendengar itu, Claire mengangkat bahu.

"Ngomong-ngomong, kakak, kau merupakan tahanan bersama pria itu di Penjara Balsas kan?"

Mendengar pertanyaan Ellis, Velsaria mengangguk sambil terus berjalan.

"Memang. Di penjara itu, pria itu terus bersikeras bahwa dia adalah penerus Raja Iblis. Tentunya, tak seorangpun yang memperhatikan dia—"

Lalu dia bergumam seolah baru mengingatnya.

"Aku ingat bahwa dia kabur ketika Cardinal menyerang penjara itu."

"Apa!?"
"Apa kau seriuk, kak!?"

Claire dan Ellis berteriak terkejut.

"Ya. Cardinal awalnya berencana untuk merekrut dia, tapi dia dengan cepat mengingkari janjinya dan kabur."

"Nggak mungkin—"

"Ternyata wanita itu naif juga...."

Mendengar itu, Muir berkomentar pasrah.

"Semoga saja, hal itu nggak menyebabkan masalah..."

Jio Inzagi, yang menyatakan dirinya sendiri sebagai penerus Raja Iblis, sangat terobsesi pada Kamito, orang yang memilki kekuatan Raja Iblis. Abaikan dulu itu, tak ada yang tau apa yang akan dilakukan Jio.

—Lalu....

"Jangan khawatir. Aku sudah menyegel semua ingatan tentang Kamito."

Turun pelan-pelan disertai dengan bulu-bulu hitam, seorang cewek mengenakan pakaian hitam tiba-tiba muncul.

Itu adalah Restia, yang sampai sekarang tetap dalam wujud pedang iblis.

"Akan jadi masalah kakau dia memberitahu para ksatria Ordesia mengenai kamu dan aku kan?"

"....Yah, itu melegakan."

"Ngomong-ngomong, Muir Alenstarl—"

Tiba-tiba, mata Restia yang berwarna senja menatap muir.

"Ada apa, roh kegelapan?"

"Siapa yang mengijinkan kau untuk memegang tangan Kamito? Tangan kanannya memang aku pinjamkan pada Nona Pedang Suci, tapi aku nggak ingat memberikan hak atas tangan kirinya padamu."

"Diam kau. Berhati-hatilah atau aku akan menggunakan Jester's Vice untuk menghancurkanmu, paham?"

Muir menatap balik Restia dengan kesal.

"H-Hei, kalian berdua...."

Melihat pertarungan hendak terjadi diantara mereka berdua, Kamito buru-buru berusaha menghentikan mereka.

Karena suatu alasan, mereka berdua memang punya hubungan yang buruk sejak di Sekolah Instruksional. Hal itu bahkan sering mengarah pada pertarungan yang merusak benteng Sekolah, Cave Castle.

"Ya ampun, ternyata mulutmu semakin nggak tau diri, Muir Alenstarl. Namun dimasa lalu, kau sering sekali ngompol, terlalu takut untuk berjalan ke toilet dimalam hari."

Mendengar ejekan Restia—

"...!?"

Wajah Muir perlahan-lahan menjadi pucat.

"....A-Apa, r-roh kegelapan... k-k-kenapa kau bisa tau..."

"Fufu, aku tau segalanya. Termasuk banyak rahasia yang lainnya..."

Restia tersenyum penuh kepercayaan diri.

"...Ah, ooh.. T-Tidak, jangan percaya dia, Onii-sama, ngompol, mana mungkin—"

Berlinang air mata, Muir mati-matian membantahnya.

"Uh, ya, tentu...."

Kamito memalingkan tatapannya sebagai tanggapan.

Dalam kenyataannya, Kamito mencuci pakaian dalam dan selimut milik Muir berkali-kali dimasa lalu, tetapi Muir tetap nggak menyadarinya.

"Kau masih anak kecil saat itu kan? Kurasa nggak perlu malu tentang hal itu."

Apa dia mengasihani Muir? Ellis menghibur Muir.

"Memang. Claire masih ngompol saat berusia sembilan tahun."

"B-Benarkah?"

"T-Tunggu, Rinslet!?"

Nggak pernah menyangka rahasianya sendiri akan terbongkar, Claire buru-buru menutup mulut Rinslet.

"Tolong diam semuanya—"

Siska melihat kebelakang dan berkata dengan dingin.

Bagian 3[edit]

Kamito dan kelompoknya masuk semakin dalam. Lalu sampai pada sebuah perangkat elevator yang digerakkan oleh kristal roh berelemen angin.

Dengan suara keras, lantai dibawah kaki turun. Ini adalah suatu penerapan dari teknis roh termutakhir yang bahkan Akademi Roh Areishia tak memiliki perangkat semacam itu.

"Kita mau pergi kemana?"

"Tempat perkumpulan dibawah tanah."

Siska menjawab tanpe ekspresi.

Setelah beberapa saat, perasaan mengambang yang aneh menghilang dan pintu elevatornya terbuka.

Lalu, yang memasuki pandangan mereka adalah—

"...!?"

Berkumpul di sebuah ruangan yang menyerupai sebuah ruangan bioskop raksasa adalah suatu kerumunan orang yang besar, jumlahnya ribuan orang.

Kebanyakan dari mereka adalah orang tua dan anak-anak mengenakan jubah abu-abu.

"Orang-orang ini...."

Saat Kamito tak bisa berkata apa-apa—

"Ini adalah para pengungsi yang dianiaya oleh Sjora Kahn dan melarikan diri ke Mordis."

Velsaria berbicara sambil menatap para anggota dari kerumunan yang ada dibawah mereka, satu per satu.

"Rakyat jelata yang campur aduk, hidup dengan nama 'pasukan pemberontak'."

"Disini, siapa sebenarnya Rubia-sama...."

Saat Fianna mengernyit dan mengungkapkan rasa bingungnya....

"—Si perampas tahta, Sjora Kahn, telah mengambil kendali atas ibu kota Raja Iblis, Zohar, untuk melakukan segala macam kejahatan. Akan tetapi pemerintahannya yang tidak sah akan segera runtuh dan hancur!"

Suara yang akrab dan bermatabat bergema didalam seluruh gua bawah tanah yang sangat besar itu.

"N-Nee-sama!?"

Claire berteriak terkejut.

Tatapan Claire diarahkan pada sosoknya, yang berdiri ditengah kerumunan orang yang berkumpul.

Seorang princess maiden mengenakan sebuah topeng iblis, rambut crimsonnya yang panjang berkibar dibelakangnya, terlihat seolah-olah itu adalah kobaran api.

Mengenakan pakaian ritual berwarna putih polos, dia tak lain tak bukan adalah Rubia Elstein.

"—Saat-saat yang telah lama diantisipasi akhirnya datang! Malam ini, di Demon's Fist ini, mari kita sambut kebangkitan dari Raja Iblis sejati yang telah kita tunggu selama seribu tahun!"

Yeahhhhhhhhhhhhhhhhh!

Seperti gelombang yang mengamuk, sorakan memekakan telinga dari kerumunan itu mengguncang gua bawah tanah yang besar tersebut.

"—Sekarang adalah saatnya untuk berdoa atas kembalinya sang Raja Iblis, para penganut kultus Raja Iblis yang tertindas!"

Raja Iblis! Raja Iblis! Raja Iblis! Raja Iblis! Raja Iblis! Raja Iblis! Raja Iblis! Raja Iblis! Raja Iblis! Raja Iblis!

Gelombang demi gelombang, sorakan yang kuat bergema diseluruh gunung berbatu, Mordis.

"....A-Apa yang dia bicarakan?"

....Kamito dan rekan-rekannya hanya bisa berdiri tertegun, menyaksikan pemandangan dibawah.

Bagian 4[edit]

Setelah pidato yang meriah dari Rubia, para pengikut kultus Raja Iblis bubar—

Kamito dan rekan-rekannya dibawa ke tingkat paling bawah di gua tersebut, suatu aula mirip dengan ruangan pertemuan.

Menurut Siska, yang telah pergi segera setelah memimpin kelompok Kamito ke tempat itu, ruangan itu dulunya digunakan sebagai markas besar bagi staf pasukan selama Perang Ranbal.

Dikelilingi dinding batu yang kokoh, aula tersebut tidak hanya kedap suara tetapi juga terdapat sihir isolasi yang terukir untuk memblokir penyusupan dari roh militer tipe mata-mata.

Kamito dan rekan-rekannya duduk di meja panjang di tengah dan menunggu datangnya Rubia.

Restia kembaki menjadi pedang untuk standby, sedangkan Muir tidur, berbaring telentang di meja. Kemampuan untuk tidur dengan cepat tak peduli ada dimana adalah sebuah kemampuan yang dimiliki oleh semua orang yang berlatih di Sekolah Instruksional.

"Apa yang direncanakan Nee-sama....?"

Claire bergumam penuh kekhawatiran.

...Yah, seseorang tak bisa menyalahkan kekhawatirannya. Rubia yang menyampaikan pidato sebelumnya benar-benar berbeda dengan Rubia yang mereka kenal.

"....Dia nampaknya berbicara tentang kebangkitan Raja Iblis. Apaan sih yang dia maksudkan?"

"Para pengungsi yang berkumpul disini semuanya merupakan pengikut kultus Raja Iblis yang dianiaya oleh Sjora Kahn sebagai penguasa. Cardinal berniat meningkatkan keyakinan dan kesetiaan mereka, itulah yang aku duga."

Velsaria mengatakan penilaiannya sendiri.

"Kalau begitu pembicaraan tentang kebangkitan Raja Iblis hanyalah sekedar penyesatan...?"

"Mungkin—"

Sambil menopang dagunya, Fianna berbicara secara ambigu.

"Dengan menggunakan sihir Soul Recall, contohnya, Raja Iblis benar-benar bisa dibangkitkan atau semacamnya—"

Mendengar gumamannya yang pelan, tiba-tiba Kamito menyadarinya.

(...Ngomong-ngomong, Rubia pernah membangkitkan Nepenthes Lore sebelumnya.)

Kalau dipikir-pikir lagi, itu sudah lama, tapi hal itu terjadi selama babak awal dari Blade Dance.

Pada saat itu, dia menggunakan mantra tabu, Soul Recall, untuk membangkitkan Nepenthes Lore, monster yang mewarisi kekuatan Raja Iblis. Pada dasarnya merupakan spesimen Raja Iblis gagal, monster yang seorang diri menghancurkan tim milik Milla Bassett dari Kerajaan Rossvale dan sepenuhnya menghancurkan basis Tim Scarlet.

"Akan tetapi, bahkan bagi Rubia-sama, membangkitkan Raja Iblis yang sebenarnya akan sepenuhnya mustahil."

"Memang, tak seorangpun tau dimana jasad Raja Iblis menghilang."

"Ya, aku tau, tapi ini hanyalah spekulasi—"

Fianna mengangkat bahu dan menggeleng. Lalu...

"—Terimakasih sudah mau menunggu."

Pintu ke aula tersebut terbuka dan Rubia muncul.

"...!"

Semua orang yang hadir menatap Rubia.

Dia telah melepas pakaian princess maiden yang barusan dan berganti menjadi seragam militer Theocracy.

Topeng iblisnya juga dilepas untuk mengungkapkan wajah aslinya.

Duduk di ujung meja, Rubia mengarahkan tatapannya pada wajah semua orang secara bergantian, lalu perlahan-lahan mulai bicara.

"Pertama-tama, aku minta maaf karena tak bisa menemui kalian di Dracunia. Selama beberapa hari belakangan, situasi di Theocracy telah berubah secara drastis. Akibatnya, itu menjadi penting untuk mengambil kendali atas kota ini lebih awal dari yang dijadwalkan—"

"Dari apa yang kami lihat tadi, tampaknya kau berhasil."

Kali ini Kamito berkomentar.

"Ya, aku sudah mencapai kesepakatan dengan kader kultus Raja Iblis yang memimpin para pengungsi. Sebagai pertukaran untuk menyelamatkan Saladia Kahn, mereka telah meminta untuk ikut dalam aliansi dengan Ordesia Yang Sah."

"....Seperti yang diharapkan darimu."

Sembari merasa terkesan, Kamito menatap Rubia dengan tajam.

"—Akan tetapi, memfabrikasikan harapan palsu dengan kebohongan tentang kebangkitan Raja Iblis, itu sedikit berlebihan."

Dia menyuarakan keraguan yang ada didalam hatinya sejak tadi.

Banyak pengungsi yang terpesona oleh pidato Rubia.

Mereka percaya dari lubuk hati mereka bahwa penyelamat mereka, sang Raja Iblis, akan dibangkitkan.

Dia sangat tidak senang dengan metode Rubia dalam mengeksploitasi keyakinan orang lain, meskipun untuk memenangkan hati dari pasukan pemberontak.

Dari apa yang bisa Kamito katakan, Claire dan para cewek memilki perasaan yang sama.

Akan tetapi, Rubia menerima tatapan Kamito secara langsung—

"Aku nggak punya niat memfabrikasi harapan palsu."

Lalu Rubia mengatakan hal itu.

"...?"

Kamito menatap dia dengan terkejut.

"Jangan bilang kau benar-benar akan membangkitkan Raja Iblis Solomon?"

"Tidak—"

Rubia menggeleng dan menyatakan secara perlahan-lahan:

"—Sang Raja Iblis sudah ada disini."

"...Huh?"

Semua orang yang hadir mulai meragukan apa yang telah mereka dengar.

Catatan Penerjemah[edit]

  1. Phobia terhadap tempat tertutup dan sempit.


Sebelumnya Bab 4 Kembali Ke Halaman Utama Selanjutnya Bab 6