Shinigami wo Tabeta Shoujo Indo:Bab 22

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 22 - Kentang Wealth Bikin Kenyang, Nikmat Rasanya[edit]

Di Tempat Perkemahan Pasukan Kekaisaran, diterangi oleh api unggun, rapat perang diadakan untuk membahas rencana mereka untuk merebut Madros. Para spesialis paling ahli dalam setiap bidang mengerahkan kemampuan penuh pada komandan Pasukan Pertama, pangeran pertama Kekaisaran, Alexander Keyland.
Alexander mengenakan pakaian perang yang mewah, dan sebuah pedang berhiaskan ornamen berlebihan terselip di pinggangnya. Dia juga memiliki rambut emas, simbol keluarga Keyland, yang diwarisi dari ayahnya. Keluarga Keyland sangat menjunjung warna emas itu, nyaris fanatik. Jika ada yang salah dan anak yang dilahirkan berambut perak, haknya atas tahta kemungkinan akan dicabut, meskipun dia adalah putra tertua.
Jika Alexander mewarisi tahta kekaisaran, para perwira elit yang ditugaskan ini mungkin akan menjadi penasihatnya. Mereka semua tanpa terkecuali dipilih secara pribadi oleh Alexander, dan mereka adalah orang-orang yang unggul dalam kecerdikan dan keberanian.
Tapi sekarang ini, semua orang memasang wajah berat, yang mana membuat siapapun bisa merasakan situasi yang menyedihkan.


"Apa yang terjadi pada persediaan perbekalan?"


Alexander bertanya dengan lembut, sambil menggetukkan jarinya pada meja.


"Siap-, semua ladangnya telah terbakar menjadi abu, dan rumah-rumah di desa-desa pertanian benar-benar kosong. Sumur-sumur juga sudah diracuni. Orang-orang itu sangat teliti dalam taktik bumi hangus mereka."


"Jadi sangat sulit untuk meningkatkan pasokan secara lokal. Kita harus minta pasokan dari negara asal kita."


“Unit-unit komando Pasukan Kerajaan telah berulang kali menyergap pengiriman Pasukan. Jika kita membagi tentara untuk menghadang pertahanan mereka, itu mungkin akan menghambat kereta persediaan kita."


Jalur pasokan mereka telah membentang disepanjang invasi mereka ke wilayah Kerajaan. Pasukan Kelima milik Kerry telah beralih ke perang gerilya dan dengan cermat mengganggu jalur pasokan mereka berulang kali. Saat ini, jumlah pasokan yang bisa sampai ke garis depan dengan aman bahkan tidak sampai 50%. Pada tingkat ini, mungkin akan terjadi kekurangan perbekalan yang parah.


".......Yang Mulia. Kita telah merebut Benteng Pertama. Bagaimana jika menunggu disini sampai musim semi? Transportasi barang akan meningkat, dan kecepatan pergerakan kita juga akan meningkat. Kita tidak perlu buru-buru menyerang lebih jauh."


Seorang jenderal mengusulkan untuk menghentikan pergerakan. Itu adalah sebuah pendapat yang disertai dengan alasan, dan Alexander dalam hati juga berpikir bahwa itu merupakan tindakan yang terbaik.
Tapi, dia berada dalam situasi dimana dia tak bisa berhenti. Dia telah diberi perintah: "Kuasai Madros dengan segala cara."
Itu adalah perintah dari ayahnya, dan sekaligus Kaisar, Alf Keyland. Seiring bertambahnya usia, dia menjadi semakin tak mampu berpikir secara fleksibel. Meski begitu, sampai dia naik tahta, Alexander tak boleh membuat ayahnya tak senang.


"Kalau aku bisa, aku tak akan melakukan pergerakan di musim ini sejak awal. Yang Mulia memerintahkan agar kita membuat Madros jatuh sesegera mungkin. Saat ini kita harus berfokus pada bagaimana kita menembus garis pertahanan musuh dan merebut Madros. Tuan-tuan, mari kita pikirkan solusinya."


Ucap Alexander dengan nada yang kuat. Menanggapi dia, Letjen Gustav, komandan Korp Ketujuh, berkomentar.


"Menggerakkan pasukan sebesar 100.000 lebih jauh lagi merupakan tindakan bunuh diri. Kita harus menempatkan prajurit biasa pada pertahanan Benteng Pertama dan mengawal pengiriman pasokan. 50.000 tentara elit dari Korp Pertama dan Ketujuh akan meluncurkan serangan terkonsentrasi pada satu titik dari garis pertahanan, menerobos, dan membuat Kastil Madros jatuh dalam satu gerakan. Aku yakin inilah yang terbaik."


Seorang pria ramping dan paranoid, Gustav adalah penguasa Wilayah Wealth sekaligus komandan Korps Ketujuh. Dia telah berselisih dengan Kerry yang memerintah Madros berkali-kali dalam pertempuran kecil.
Dia sangat curigaan, dan seorang pria yang mencontohkan kebijaksanaan dan ketenangan. Pada dasarnya dia tak peduli dengan orang asing, tapi para prajurit yang lahir di Wealth menjunjung tinggi harga dirinya. Dia terus berjuang dan hidup hanya untuk melindungi dan mengembangkan Wealth.


Para prajurit dengan jumlah pelatihan yang sedikit akan disiagakan, dan meskipun sedang dalam penaklukan, mereka akan terus bergerak dengan jumlah yang diperlukan saja. Dalam situasi ini dimana perbekalan jauh dari kata cukup, pendapat Gustav memang tepat.
Pasukan Kelima Kerajaan memiliki jumlah yang kira-kira sama banyaknya pada garis pertahanan benteng mereka, tapi mereka harus membagi pertahanan mereka.
Pasukan Kekaisaran memiliki keunggulan dalam hal bisa memilih jalur pergerakan mereka. Kemana tujuan mereka? Pertanyaan itulah yang akan menentukan nasib Madros.


"Sungguh rencana yang pragmatis. Tanpa makanan, kita tak bisa bertempur, dan kita tak bisa bergerak maju sembarangan. Selanjutnya, yang bisa kita lakukan hanyalah berdoa mengharap nasib baik. Beruntungnya, aku adalah penganut setia Gereja Bintang. Kita pasti akan mendapatkan perlindungan surga."


Alexander tertawa sinis, sarkastik, dan menghabiskan minuman digelasnya. Dia tak percaya pada hal yang disebut agama. Tapi jika terlalu blak-blakan mengakuinya akan dianggap penistaan (agama), jadi dia diam saja. Dengan meyakini agama bisa memdapatkan pangkat, uang, dan kekuasaan. Kalau dengan yakin saja bisa memperoleh semuanya, itu tak ada seninya. Itu sebabnya dia mengincar tahta yang memiliki segalanya. Dia memanfaatkan keberuntungan bahwa dia dilahirkan sebagai putra tertua semaksimal mungkin, dan dia mengabdikan diri untuk belajar tanpa istirahat sampai dia hampir mati.
Hal itu telah diakui, dan sekarang tinggal selangkah lagi dari hadiahnya, tahta. Dia tak boleh gagal disini. Ada banyak orang yang mengincar tahta.
Satu-satunya orang yang tak perlu dia waspadai adalah adik kandung laki-lakinya, Alan, yang sudah mundur dari persaingan memperebutkan tahta dan keluar dari Ibukota Kekaisaran untuk bergabung dengan Pasukan Pembebasan. Begitu Alexander memperoleh tahta, dia bermaksud memanggil Alan kembali dan memberi dia posisi kepengurusan yang penting.
Sekarang setelah rencana dasarnya telah diputuskan, mereka beralih ke berunding bagaimana caranya merebut target paling penting mereka, lalu seorang utusan masuk ke ruangan. Para pengawal yang mengenakan zirah menyilangkan tombak panjang mereka, menghalangi jalan si utusan. Alexander memerintahkan mereka untuk membiarkan dia lewat. Si utusan itu sadar kalau dirinya tidak sopan namun dia tetap masuk. Mungkin itu sebuah laporan yang mendesak, prediksi Alexander.


"Kami sedang rapat perang. Ada apa?"


"Siap–, sebuah unit kavaleri dari Pasukan Kerajaan datang menyerahkan diri. Jumlah mereka 2.000 penunggang. Komandannya adalah seorang perwira wanita, dan dia datang kesini ingin menghadap Yang Mulia."


"Hohh? Bukankah itu berita bagus. Bagaimana menurutmu, Gustav?"


Tertarik, bibir Alexander tersenyum, dan dia menanyai Gustav. Dia tau kalau Gustav punya perasaan yang lebih kuat daripada kebencian terhadap orang Madros. Dia ingin menguji reaksi apa yang akan ditunjukkan Gustav.
Gustav mengernyit. Orang Madros tak akan pernah tunduk pada Kekaisaran. Jika mereka begitu saja diijinkan menghadap, itu mungkin berbahaya untuk Alexander.


"........Apa komandan wanita yang kau sebutkan itu orang Madros?"


"Bukan, dia bilang dia berasal dari Zona Perbatasan Tengah. Dan juga, dia membawa seseorang yang memiliki hubungan dengan komandan musuh, Darus Madros."


"Darus kau bilang? Bukankah dia putranya si Kerry yang menjengkelkan itu!?"


"Tidak sopan kan membuat mereka menunggu terlalu lama? Bagaimana kalau kita segera menemui mereka? Seorang perwira wanita memimpin kavaleri Pasukan Kerajaan huh. Sungguh lucu sekali."


"......Ambil senjata mereka. Bawa perwira wanitanya saja, dan perketat pengawasan. Kita harus memasang kewaspadaan penuh supaya tak ada peluang sesuatu menimpa Yang Mulia. Jangan sampai lengah memperhatikan perilaku mereka."


Gustav memberi perintah yang sangat ketat pada para pengawal. Mereka memberi hormat dan mulai melaksanakam perintahnya. Jika mereka sampai membiarkan sang Pangeran terluka, nyawa mereka akan melayang.


"Kau sungguh penuh kekuatiran, Gustav. Kau tak akan bisa hidup lama seperti itu."


"Berkat kepribadian inilah aku bisa hidup selama ini. Jika dia ternyata mencurigakan, aku tak akan memberi dia belas kasihan. Perlakuan dia sebagai musuh saat anda bertemu dengan dia, Yang Mulia. Dibalik senyumnya bisa saja tersembunyi sebuah pedang."


"Kau tak perlu memberitahuku, aku tau. Yang semacam ini membuatku jengkel."


Alexander mengangguk tanpa ekspresi. Dibalik senyum ada keinginan... dan tipu muslihat. Dia sudah sering berhadapan dengan perasaan kotor semacam itu sejak kecil. Dia punya keyakinan atas kemampuannya untuk mengendus akal bulus.


Seraya dikelilingi oleh pengawal bersenjata yang berlapis-lapis, Schera dibawa ke tenda tempat Alexander berada. Ujung tombak diarahkan pada dia, dan jika dia membuat pergerakan mencurigakan, dia akan langsung dibantai. Seraya menatap mereka tanpa rasa ketertarikan, Schera berjalan dengan sabitnya bertengger di pundaknya.
Didepan tenda, dia dihentikan oleh dua pengawal yang memakai zirah mewah. Itu sangat tak realistis dibiarkan masuk sambil membawa senjata.


"Berhenti. Didepan kita adalah tenda untuk orang-orang berkelas tinggi. Kau tidak diijinkan masuk sambil membawa benda berbahaya semacam itu."


"Jadi aku harus nyerahin ini sama kamu?"


Schera menepuk sabit dipundaknya. Seorang pengawal mengangguk dengan ekspresi tak senang.


"......Sabit itu aku tahan. Jangan berpura-pura bodoh."


Si pengawal mendekat dan dengan kasar mengambil sabit itu, tapi karena beratnya sabit itu yang gak masuk akal, dia secara tak sengaja menjatuhkannya. Sabit besar itu jauh lebih berat dari yang terlihat. Dia tak bisa percaya bahwa sosok mungil cewek yang ada didepannya ini bisa membawanya. Cewek itu dengan mudah meletakkan di pundaknya.


"Fufu-, kau nggak apa-apa? Kayaknya tanganmu gemetaran sih. Kau jangan terlalu memaksakan diri deh. Nanti kau sengsara."


"–K-Kekuatiranmu itu gak perlu. Kemari, kau harus segera masuk. Yang Mulia sedang menunggu."


Saat Schera masuk kedalam tenda, ditengah tenda ada seorang pria muda berambut emas duduk di kursi. Disampingnya berdiri 10 orang, semuanya punya medali yang mencolok. Lalu, di area sekitarnya dikelilingi para pengawal yang tegang dengan mata berkilauan. Tentu saja, mereka juga ditempatkan dibelakang Schera. Schera dengan berani berjalan masuk dan dengan hormat berlutut ditempat agak jauh dari pria muda itu.


"Kau orang yang ingin bergabung dengan Pasukan Kekaisaran kami? Tak kusangka kau semuda ini."


"Siap-, aku Schera Zade. Pangkat Letnan Kolonel dalam Kerajaan. Aku mengkomando kavaleri. Aku datang kesini dengan harapan ingin menjadi anggota Pasukan Kekaisaran."


Alexander menatap Schera. Sekilas, dia kelihatan seperti cewek normal yang mengenakan zirah. Tapi, tak mungkin orang seperti itu mengkomando 2.000 kavaleri. Selain itu, meski datang ketempat ini, yang pada dasarnya adalah wilayah musuh, dia tak menunjukkan sikap gelisah sedikitpun. Sepertinya dia memiliki kekuatan mental yang besar.


"Meski seorang wanita, kau mendapatkan pangkat Letnan Kolonel di usia semuda itu. Sepertinya kau cukup hebat. Aku ingin kau memberitahuku apa yang membuatmu tidak puas pada Kerajaan. Aku ingin mendengar alasanmu untuk menyerah."


"Tindakanku tidak dinilai dengan baik, dan juga, Kerajaan sudah tak punya masa depan. Bagian dalamnya sudah membusuk, dan para petinggi hanya memikirkan soal diri mereka sendiri. Mereka tak layak diperjuangkan dengan mempertaruhkan nyawaku. Aku juga memimpin 2.000 prajurit. Aku hanya ingin menghindari mati sia-sia."


Schera mengkritik Kerajaan habis-habisan. Lalu, dia memasukkan tangannya pada kantong dadanya dan mengeluarkan sebuah surat yang disegel dengan lilin. Dia menyerahkannya pada seorang pengawal yang berdiri disampingnya.
Alexander menerima surat itu dan bertanya.


".......Surat apa ini?"


"Dari perwira atasanku, Yalder. Beliau saat ini bertindak sebagai komandan pertahanan untuk Benteng Kedua. Jika pangkat dan posisi beliau dijamin, beliau akan mengosongkan benteng dan menyerah. Kobaran api dari Benteng Kedua bertindak sebagai buktinya."


Para jenderal menjadi riuh. Jika itu benar, ini adalah kesempatan yang sangat bagus. Alexander membuka segelnya dan membaca suratnya.


[Aku telah menerima sebuah penghinaan layaknya bukan siapa-siapa yang tak punya jasa, padahal aku sudah melayani penuh kesetiaan, dan oleh karena itu, aku ingin menyerah. Jika kau bisa menjamin posisiku dan nyawa dari pasukan di benteng, aku berjanji akan membuka gerbang Benteng Kedua tanpa perlawanan.
Di sebuah lokasi timur benteng agak jauh tersembunyi gudang penyimpanan makanan milik Kerajaan. Melakukan serangan disana bersamaan pada Kastil Madros akan menimbulkan kerusakan yang sangat besar.]


Itulah yang tertulis pada surat itu. Sebuah peta rinci juga diikut sertakan. Alexander menyerahkan surat itu pada para jenderal, dan didalam tenda itu seketika dipenuhi kegembiraan.


"Tahan dulu-! Masih terlalu dini untuk menganggap ini asli. Ada hal-hal yang harus kita pastikan soal perwira ini. Prajurit utusan! Bawa Darus dan beberapa tahanan dari Pasukan Kerajaan–!"


"Siap-!"


Teriak Gustav pada para jenderal yang bersorak. Masih terlalu dini untuk menganggap ini asli. Jika ini adalah penyerahan palsu, mereka lah yang akan jatuh kedalam keadaan sulit.
Gustav sama sekali tidak mempercayai Schera. Tak ada emosi pada kata-kata cewek ini. Tidaklah aneh kalau cewek itu akan menyerang mereka sebentar lagi. Memang, Gustav tak bisa merasakan kemanusiaan dalam diri Schera. Bahkan saat dia menatap Schera dengan tatapan yang dipenuhi niat membunuh, Schera dengan tenang mengabaikannya.
Itu bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan oleh seorang prajurit wanita muda. Gustav berhati-hati.
Alexander diam-diam memperhatikan rantai kejadian yang terjadi. Waktu yang tepat untuk memastikan ketulusannya, pikirnya.


"Letnan Kolonel, maaf atas ketidaksopanan ini, tetapi ada sesuatu yang ingin kuperiksa terlebih dahulu. Didadamu, apakah ada tato gambar binatang?"


Tanya Gustav pada Schera. Tak ada bukti yang lebih falid soal ini tentang orang Madros. Kalau ternyata ada tato didadanya, tak lagi diperlukan percakapan lebih lanjut. Dia akan langsung membunuh Schera.
Schera dalam diam melepas plat dadanya dan perlahan menunjukkan dadanya. Tak ada luka pada tubuh mungilnya, apalagi sebuah tato.


"Apa ini cukup? Jika kau mau, aku tidak keberatan melepas semua yang kupakai."


Para jenderal memalingkan mata mereka dari tubuh Schera. Gimanapun juga, terus menatap akan melanggar norma kesopanan kekesatriaan.


"......Aku minta maaf atas ketidaksopanan Gustav, Letnan Kolonel. Aku paham, kau bukanlah orang Madros. Gustav, apa kau sependapat?"


"Siap-, aku, Gustav, sudah terlalu berlebihan memikirkannya. Letnan Kolonel, maafkan ketidakpercayaanku."


Saat Alexander meminta maaf, Schera tak berkata apa-apa dan tanpa ekspresi merapikan pakaiannya. Dia tak menunjukkan rasa malu ataupun marah.


Tak lama setelah itu, Darus, yang terikat tambang dan disumpal mulutnya, serta beberapa tahanan perang dibawa masuk ke tenda.
Saat para pengawal melepas sumpalnya, Darus menoleh dan mengucapkan kata-kata kotor pada Schera. Dia berada di Benteng Kedua, tapi Schera menyerang dia entah darimana, dan pada akhirnya, dia ditangkap.


"Schera! Apa maksudnya ini-!!? Apa kau menghianati Kerajaan yang sudah mempromosikanmu dari prajurit biasa menjadi Letnan Kolonel!!? Dasar penghianat! Karena lonte gak tau diri macam kau, kami berada dalam keadaan sulit ini-!!"


"Kau berada di depan Yang Mulia. Jaga mulutmu, brengsek."


"Diam kau babi Wealth! Ayahku akan memusnahkan keluargamu-, bahkan, dia akan membantai semua orang Wealth-!"


"Diam-! Dasar anjing Madros- !!"


Gustav menendang wajah Darus dengan segala kekuatannya, dan Darus tersungkur seraya batuk darah. Dia bangkit dan mulai mengutuk Alexander kali ini, jadi dia disumpal lagi. Para tahanan lain juga dipaksa berlutut, dan kepala mereka didorong ke tanah.


"–Yang mulia. Bagaimana kalau menyerahkan eksekusi mereka ini pada Letkol Schera? Kita bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk dia untuk menunjukkan kesetiaannya kepada Kekaisaran. Letkol, tentu saja kau tidak akan bilang tidak mau, kan?"


"Pemikiran yang bagus Gustav. Letkol Schera, ini misi pertamamu. Eksekusi hama ini. Mereka adalah orang-orang tak tau malu yang pernah menyerah dan kemudian berkonspirasi untuk berhianat lagi. Aku ingin kau segera mengeksekusi mereka. Aku tidak keberatan jika kau melakukannya disini, sekarang. Tentu saja, kau bisa melakukannya kan?"


Alexander tersenyum sinis saat dia memerintahkan Schera. Lalu dia bertukar tatap dengan para pengawalnya dan membuat mereka bersiap bertempur. Ini adalah tindakan pencegahan jika Schera bilang tidak.


"Dimengerti. Senjataku disita, jadi apa tidak apa-apa kalau aku minta senjataku dikembalikan?"


Schera menyetujuinya tanpa keraguan sedikitpun dan berdiri. Saat Alexander memerintahkan agar senjatanya dikembalikan, dua orang pengawal muncul, membawa sabit besar miliknya, dan dengan nafas tersenggal-sengggal, mereka menyerahkannya pada Schera.
Setelah menggerakkan sabitnya layaknya tarian, Schera menepatkan ujung sabitnya pada leher Darus. Bilahnya yang melengkung terpapar cahaya dari anglo, dan memancarkan sinar yang menakutkan. Setelah tersenyum sadis, dia mengucapkan kalimat kematian.


"Kapten Darus. Gak ada yang menentangmu. Tapi kau gak perlu kuatir. Aku akan melakukannya dengan cepat dan gak menyakitkan. Aku sudah cukup terbiasa dengan itu."


Darus menjerit, memohon supaya dia berhenti.
Alexander, menilai bahwa Schera serius, mempertimbangkan kembali tindakan ini. Pria ini, Darus, adalah putra komandan musuh, dan dia masih punya nilai yang bisa dimanfaatkan. Dia bisa digunakan sebagai chip tawar-menawar. Kalaupun mereka akan mengeksekusinya, akan lebih efektif kalau melakukannya dihadapan musuh. Membunuh dia disini akan sia-sia saja. Alexander segera mendapat sebuah kesimpulan.


"Tunggu, Letkol Schera. Kita tunda dulu eksekusi orang ini untuk sementara waktu. Aku lupa bahwa masih ada hal-hal yang ingin kutanyakan pada dia. Eksekusi tahanan lainnya. Aku tidak keberatan. Jangan khawatir soal pembersihan. Lakukan saja apa yang kau mau pada mereka."


Alexander membuat gerakan memotong lehernya sendiri dan menekankan eksekusi mereka. Dia bukannya tidak suka melihat darah.


"Dimengerti."


"H-Hentikan."


"Aku gak akan kabur lagi, jadi maafkan aku!"


"A-Ampuni aku!"


Para tahanan itu bersujud dan memohon ampun. Schera menggeleng pelan.


"Maaf. Tapi, manusia harus menerima nasib mereka."


Setelah berjalan menjauh dari Darus, dia memenggal lima kepala dengan gerakan yang mengalir. Nyawa dari para tahanan itu direnggut tanpa punya waktu untuk menjerit. Arah ke pintu masuk tenda berlumuran cipratan darah merah. Darus terdiam membisu saat dia menyaksikannya.
Kalau Alexander tidak menghentikan dia, kepala Darus pasti sudah terpisah dari badannya.
Melihat tanggapan dan tindakan Schera sampai sejauh ini, Alexander kurang lebih sudah memahami sifat Schera. Cewek ini adalah tipe manusia yang dia sebut tentara bayaran. Mereka adalah manusia yang mudah diatur kalau seseorang menghargai kinerja mereka dengan tepat, atau jika seseorang memberi apa yang mereka cari. Tak ada ruang untuk ideologi atau kehormatan. Selama mereka dibayar, mereka tak akan berhianat. Mereka bisa dengan mudah mengabaikan kampung halaman mereka dan membunuh masyarakat mereka.
Dari sudut pandang Alexander, mereka adalah orang-orang baik, sangat mudah ditangani dan mudah digunakan. Dan melihat cara Schera menggunakan sabit itu, sepertinya dia juga punya kekuatan yang besar. Bahkan cukup untuk membuat para pengawalnya pucat melihatnya.
Dan yang paling menarik minat Alexander diatas semua itu adalah wujud dan ekspresi Schera saat membunuh. Dia jauh dari kata cantik, tapi, dia meninggalkan kesan yang lebih kuat pada Alexander daripada wanita manapun yang ada di Istana Kekaisaran.


"Gustav. Aku percaya dia sudah menunjukkan loyalitasnya pada Kekaisaran, tapi, bagaimana menurutmu?"


"......Siap, dia memang sudah menunjukkannya. Dia akan menjadi seorang sekutu kita yang bisa diandalkan kedepannya."


Gustav mengangguk dengan ekspresi suram. Dia tak sepenuhnya setuju, tapi tak ada lagi kecurigaan yang perlu dibuktikan. Dia membunuh prajurit Kerajaan seperti yang diperintahkan. Kalau dia adalah seseorang yang masih memiliki keterikatan pada Kerajaan, dia pasti akan menunjukkan sedikit keraguan. Namun dia sama sekali tak menunjukkannya sedikitpun.


"Kedudukanmu sekarang berbau darah segar, tapi kami memberimu sambutan sepenuh hati, Letnan Kolonel Schera. Aku akan memberimu instruksi nanti, jadi hari ini beristirahatlah. Jika kau butuh makanan, kau boleh mengunjungi kereta pasokan kami."


"Siap–, terimakasih banyak. Aku bersumpah kesetiaan yang tak berubah. Kalau begitu, aku undur diri."


Schera memberi hormat, dan meninggalkan tenda. Cairan merah menetes dari sabit ditangannya.


"Seorang wanita yang cukup menarik. Nampaknya dia lumayan hebat juga. Bergantung pada tindakannya, dia mungkin sangat berguna. Ada bagian dari dirinya yang tidak seperti manusia, tapi dia akan menjadi bidak yang bagus kalau kita menangani dia."


".....Yang Mulia. Wanita itu berbahaya. Harap jangan terlibat terlalu dalam dengannya. Aku tak bisa memahami apa yang dia pikirkan."


"Tak pasti seperti biasa, huh, Gustav. Asalkan kita memberi dia uang, status, dan tempat kerja, semuanya akan baik-baik saja. Orang seperti itulah dia. Aku tak yakin kau bisa memahaminya sih."


"......Aku hanya memastikan. Kita harus memecah kavaleri milik Letkol Schera dan membagi mereka kedalam pasukan lain."


Dia akan memecah 2.000 unit kavaleri menjadi empat kelompok dan menggabungkan mereka kedalam kavaleri Kekaisaran. Meski mereka merencanakan sesuatu, dengan jumlah yang lebih sedikit maka kerusakannya akan lebih kecil, dan yang paling penting, mereka mungkin gak akan bisa berkumpul satu sama lain. Dia juga tak lupa memerintahkan unit mata-mata untuk mengamati.


"Lakukan saja sesukamu, aku tak keberatan. Namun, pastikan jangan merusak suasana hati Letkol. Oh iya, beri dia hadiah karena sudah memberi informasi yang berharga dan membawa kepala dari para prajurit Kerajaan. Aku tak mau dia meyakini kalau ketulusan kita ini setengah hati."


Alexander memberi perintah, dan seorang staf perwira mengangguk.


"Dipahami. Aku akan segera mengaturnya."


"Bagus, kalau begitu mari kita berkonsentrasi pada operasinya lagi. Mulai dari sini, kemungkinan besar ekpedisinya akan berubah."


Dengan desakan Alexander, para jenderal sekali lagi menyumbangkan pendapat mereka sambil menatap peta yang dibawa Schera. Situasinya berbeda dari sebelumnya–moral mereka telah meningkat pesat.


(...... Aku tidak meragukan mata Yang Mulia, tapi wanita itu sudah pasti tidak bisa dipercaya.)


Gustav memutuskan untuk terus mengawasi Schera. Sampai sejauh ini hal ini belum pernah terjadi sebelumnya, tapi seperti yang dia duga, dia tak bisa menghilangkan perasaan was-was ini. Dia menugaskan Letda Karl pada Schera dan memerintahkan dia untuk melapor jika ada pergerakan mencurigakan.
Si Karl ini bukannya dikenal karena kepintarannya, tetapi dia bisa diandalkan dalam menjalankan perintah yang dia terima. Tugas semacam ini sangat cocok untuknya.

(TL note: akhirnya selesai juga sesi ini, capek banget nerjemahin pake bahasa rada formal...)


Tempat Perkemahan Pasukan Kekaisaran.


Para prajurit mengistirahatkan tubuh mereka, dan semua orang menghibur diri dengan obrolan dan makanan. Suasananya sangat dingin, dan ada banyak api ditempatkan di seluruh tempat perkemahan untuk penghangatan.
Langkanya makanan dan rasa dingin yang gak tertahankan–dua hal ini mengikis moral para prajurit Kekaisaran. Mereka masih belum sampai ke titik kandas, tapi situasinya sangat serius.
Schera berjalan cepat menuju perkemahan dimana kavaleri miliknya berada. Kalau dia gak buru-buru, dia gak akan kebagian makanan. Gak lama setelah itu, dia melihat Katarina, yang ada disamping api unggun mempelajari sekeliling mereka. Kayaknya Katarina juga melihat diri Schera, dan dia berjalan kearah Schera


"Apa semuanya berjalan lancar? Letkol."


"Ya. Gak ada masalah. Yang lebih penting, apa yang kalian makan?"


Dia mengarahkan tatapannya pada para prajurit yang sedang makan. Itu sejenis kentang, dan mereka mengoleskan sesuatu diatasnya dan memakannya. Cahaya dari api unggun meneranginya, dan itu kelihatan sangat lezat. Schera menelan ludah.


"......Jatah yang didistribusikan. Malam ini adalah roti dan kentang."


Katarina mengernyitkan alisnya dan menjawab. Kenapa dia nggak memasang ekspresi senang, alasannya sederhana. Kentang ini nggak enak.


"Apa jatahku ada. Aku sudah mau mati kelaparan."


"Aku akan segera mengambilnya. Tunggu sebentar."


Tepat saat Katarina mau pergi ke kereta persediaan, seorang pemuda memanggil mereka–sambil memegang roti dan kentang dikedua tangannya.


“Itu tidak perlu. Aku sudah membawa bagian Letnan Kolonel. Silakan, ndan."


Sambil tersenyum ramah, dia menyerahkan roti dan kentang itu pada Schera. Dengan ekspresi ragu, Katarina menanyai pemuda itu.


"Kau siapa?"


"Maaf atas perkenalanku yang terlambat. Namaku Karl. Pangkatku Letda. Aku menerima perintah dari Jenderal Gustav untuk ditempatkan pada unitmu. Jika ada sesuatu yang kau butuhkan, apapun itu, katakan saja padaku. Aku siap melayani."


Dia menghadap Schera dan memberi hormat.


"Oh. Kalau begitu, salam kenal. Sekarang ini aku mau makan dulu, jadi ceritanya nanti saja."


Dia segera menggigit rotinya, dan menancapkan kentangnya pada sebuah tongkat dan mulai memanggangnya diatas api. Aroma gurih menggelitik hidung Schera. Perlahan-lahan mulai hangus, dan panasnya meresap ke dalam.


"Akan lebih baik jika mengoleskan keju atau mentega saat memakannya. Ijinkan aku memperkenalkan. Keistimewaan dari Wealth kami, kentang Wealth ini memiliki banyak nutrisi dan bisa dipanen dalam jumlah besar, meskipun rasanya biasa-biasa saja. Tak ada yang sempurna didunia ini."


Kentang Wealth tahan terhadap penyakit dan serangga, kentang ini memiliki nilai gizi tinggi, dan bisa menawarkan hasil yang besar. Selain saat musim dingin, kentang ini bisa dibudidayakan di lokasi manapun. Mereka membawanya dalam jumlah besar sebagai perbekalan untuk ekspedisi ini. Perbekalan yang diangkut kesini juga sebagian besar adalah kentang ini. Kentang ini gampang disimpan dan sangat murah.
Namun, kentang ini gak terlalu populer dikalangan prajurit. Teksturnya yang jelek, selain itu, rasanya pahit. Bukan cuma itu saja, mereka memakan kentang ini setiap hari. Ini juga salah satu alasan yang menurunkan moral. Atasan mereka, sama sekali gak peduli dengan kekuatiran para prajurit, berencana untuk menanam lebih banyak lagi diwilayah yang dikuasai. Dalam waktu dekat, mereka mungkin bisa melihat ladang kentang dalam jumlah yang mengerikan.


"Asalkan bisa dimakan, aku gak akan mengeluh. Rasanya gak terlalu enak sih."


"Memang. Kuharap para prajurit lain dengar kata-kata itu."


"Mengeluh merupakan bukti kemewahan. Saat terpojok, mereka gak akan mengatakan hal semacam itu."


"Sungguh perkataan yang bijak. Aku, Karl, merasa kagum. .....Baiklah kalau begitu, hari ini sampai disini dulu, aku undur diri. Aku minta maaf, tapi ada persiapan yang harus dilakukan. Aku akan mulai bekerja denganmu mulai besok."


Dia memberi hormat dan meninggalkan Schera.
Karl memang tersenyum, tapi matanya gak bisa menyembunyikan rasa curiganya. Sekilas saja sudah jelas kalau dia disini untuk mengawasi mereka. ‘Aku mengawasi kalian, jadi jangan coba-coba melakukan sesuatu yang aneh.’ itulah maksud dari kewaspadaannya, pikir Katarina. Mereka harus menangani Karl nantinya.
Memperhatikan dia pergi tanpa rasa tertarik, Schera memegang kentang yang sudah mateng. Sambil menahan rasa panasnya, dia membelahnya jadi dua, dan uap mengepul. Katarina mengoleskan mentega pada kentang itu untuk dia, kayak seorang ibu memanjakan anaknya.
Schera membuka lebar mulutnya dan melahap kentang itu beserta kulitnya. Ada teksturnya, dan rasa dari mentega bercampur dengan rasa pahitnya, menciptakan sebuah rasa yang susah digambarkan. Orang-orang yang bilang ini gak enak memang udah rusak syarafnya. Ini termasuk kategori cukup enak.
Semua orang dari unit Schera memperhatikan pemandangan itu dengan senang. Mereka gak pernah bosan memperhatikan perwira atasan mereka menikmati makannya.


"Bagaimana? Kurasa rasa pahitnya terlalu kuat."


"Lumayan enak. Dan juga, ini masih lebih baik daripada rumput. Gak ada yang lebih pait dari rumput. Kurasa aku masih gak sanggup makan rumput biarpun aku olesi rumputnya pake mentega."


"......Saat kau bicara tentang memakan rumput, aku mulai bertanya-tanya apakah kau seorang Letnan Kolonel atau seekor kuda."


"Manusia..... akan memakan apapun saat mereka lapar. Entah itu rumput atau daging busuk. Gak seorangpun bisa menang lawan rasa lapar. Tetap aja, satu-satunya hal yang gak mau aku makan adalah manusia. Gak akan pernah. Katarina, apa kau tau alasannya?"


".....Aku nggak cukup yakin."


Setelah berpikir sebentar, Katarina menjawab dengan jujur. Dia gak pernah kepikiran soal memakan daging manusia. Dia gak merasa bersalah saat memanipulasi mayat, tapi hanya berpikir soal memakan daging manusia membuat dia ragu-ragu. Meskipun dia kelaparan, dia mungkin gak akan melakukannya.


"Itu karena aku adalah manusia. Itulah alasannya."


Schera menjawab sambil mengunyah, matanya kelihatan agak kosong.
Katarina mengangguk, lalu mengubah topik pembicaraan. Dia menelan kembali pertanyaan yang hampir dia tanyakan. "Apa kau... betul-betul manusia?", sudah pasti sangatlah gak sopan.


".....Bagaimana kesanmu tentang para jenderal Kekaisaran?"


"Mereka lebih cerdas daripada para jenderal Kerajaan. Yang Mulia Alexander juga seorang manusia yang cukup menarik. Dia mungkin bisa jadi seorang Kaisar yang hebat. Meskipun itu gak ada hubungannya denganku sih."


Sambil menjilati mentega ditangannya, Schera menjawab acuh tak acuh.
Roti dan kentang itu sama sekali gak membuat dia kenyang. Dia masih mau makan lagi, apapun gak masalah asalkan bukan rumput.


"......Aku, bukan, kami, akan mendampingimu sampai akhir, Letkol. Apapun jalan yang kau tempuh."


Gumam Katarina, merendahkan suaranya. Ucapannya dipenuhi dengan makna tersirat yang dalam. Kalau Schera mau, mereka bersedia bergabung dengan Pasukan Kekaisaran, itulah yang maksud dari ucapan Katarina.
Setiap orang dari unit kavaleri itu juga memiliki tekad yang sama. Sumpah kesetiaan mereka bukan pada Kerajaan, tapi pada Schera.


"Makasih. Aku sangat senang. Baiklah kalo gitu, aku kasi tau sesuatu yang bagus."


Schera mendekat pada Katarina sambil tersenyum manis. Lalu, dia berbisik ditelinganya.


"Ada tiga alasan kenapa aku bertarung. Yang pertama untuk makan. Yang kedua untuk membunuh pasukan pemberontak sebanyak yang aku mau. Yang terakhir... rahasia. Aku bisa memuaskan semua alasan itu dengan bertarung dipihak Kerajaan."


Dia bertarung demi memuaskan nafsu makannya. Dia mengayunkan sabitnya untuk membalaskan dendamnya dan untuk mendapatkan makanan serta uang.
Gak ada tempat lain untuk bekerja sebagus disini. Terlebih lagi, dia sudah punya rekan untuk diajak makan bersama. Dengan keuntungan ganda ini, Schera puas.
Suatu hari nanti, harapan ketiganya mungkin akan terkabul. Sepertinya gak lama lagi itu akan terjadi.


Katarina sangat penasaran soal alasan terakhirnya, tapi dia gak menanyakannya. Biarpun dia bertanya, kayaknya dia gak akan dapat jawaban. Hari dimana dia akan memahaminya pasti akan datang, jadi dia cuma perlu bersabar.


"......Terus, bagaimana dengan Kekaisaran?"


"Fufu-, gak perlu kukatakanpun kau mungkin sudah tau, Katarina. Aku penasaran siapa yang mendukung pasukan pemberontak dari balik bayangan? Buatku, gak ada bedanya. Ya, begitulah."


Dia menjauh dari Katarina dan tersenyum. Para kavaleri yang mengamati penampilan komandan mereka telah memperkirakan niatnya secara akurat.
Keheningan menyelimuti sekeliling beberapa saat, cuma ada suara gemercik api unggun yang terdengar. Schera memakan roti miliknya dan menikmatinya.


Tiba-tiba, sesuatu yang dingin mendarat di pipi Schera. Para prajurit dari unit-unit lain juga menengadah ke langit malam dan menghela nafas panjang.


"Akhirnya turun juga."

"Ahh, dingin banget. Ampun deh!"

"Ambilkan minuman keras! Dan selimut juga!"

"Ambil sendiri sana, bego!"

"–Bangke. Aku kesini bukan buat melewati musim dingin ditempat kayak gini!"


Mengabaikan suara berisik di sekitar, Schera menikmati saljunya.
Para kavaleri menyelimuti diri dengan kain untuk melindungi tubuh mereka dari rasa dingin. Katarina juga mengeluarkan jubahnya, dan dia menyelimuti Schera.


".....Salju, huh?"


"Kayaknya ini akan berat."


"Tapi, pasti itu akan menyenangkan. Warnanya putih dan cantik. Itu betul-betul akan membuat warna merah menjadi lebih menarik."


Pemandangan berwarna putih menghampar, dengan tetesan berwarna merah berhamburan disana-sini–sambil membayangkan itu, Schera memasukkan potongan roti terakhir kedalam mulutnya.

Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya