Shinigami wo Tabeta Shoujo Indo:Bab 23

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 23 - Hidangan Pesta Setelah Festival Memang Lezat[edit]

Dicuaca dingin yang rasanya meresap masuk ke tulang, Alexander memimpin Pasukan Kekaisaran, bergerak ke Benteng Kedua di garis pantai utara.
Salju putih mulai menutupi jalan, dan para prajurit bergerak, saling berdekatan supaya tetap hangat.
Dalam perjalanan, sebuah unit kavaleri penyerbu dari Pasukan Kerajaan muncul, dan bersiap menyerang kereta persediaan mereka. Terlintas dibenak Alexander untuk menguji Schera disini. Dia mengirim seorang utusan, memanggil unit Schera, dan memberi dia instruksi.


"Letkol. Aku ingin melihatmu bagaimana kau mengerjakan tugasmu dengan mata kepalaku sendiri. Maukah kau memberi orang-orang itu pelajaran? Kalau kau menyerang mereka, mereka pasti akan langsung melarikan diri. Tak perlu melakukan pengejaran."


"–Siap 86."


"Ini adalah pertempuran pertamamu untuk Kekaisaran. Semoga beruntung."


Alexander tersenyum sinis, dan Schera mengangguk asal-asalan.


"Seratus penunggang ikut aku-! Kita akan menghajar kavaleri musuh-!"


“OU-!”


"–Kavaleri Schera, serbu-!"


"IKUTI LETNAN KOLONEL-! JANGAN SAMPAI KETINGGALAN!"


Mengincar kavaleri musuh, dia menghentak kudanya dan mulai melesat. Dibelakangnya ada 100 Kavaleri Schera dengan bendera hitam dikibarkan. Semua anggota kavalerinya memakai zirah Kekaisaran, tapi bendera unit mereka gak berubah.


"Komandan, apa yang harus kita lakukan?"


"Kayaknya jumlah musuh sama dengan kita. Mereka mau menggertak kita. Hmph, kalau begitu, bagaimana kalau kita hadapi saja? Gak ada yang bisa menandingi kita, orang Madros, dalam hal berkuda."


"Siap-! Kita tunjukkan harga diri kita pada mereka."


Kavaleri Pasukan Kerajaan yang tadinya bersiap melarikan diri, tapi setelah melihat jumlah dari unit Schera yang sedikit, mereka memutuskan untuk menghadapinya. Mereka mengangkat tombak mereka, menyusun ulang barisan mereka, dan mulai menyerbu penuh tekad. Tugas utama mereka adalah untuk menghadang pengiriman pasokan dengan menyerang kereta-kereta persediaan, tapi soal penyerangan atau bertahan sepenuhnya diserahkan pada komandan yang bertugas.
Gimanapun juga, gak mungkin bagi seorang perwira atasan untuk memberi arahan masing-masing pada semua komandan unit. Kerry sudah menempatkan unit-unit independen semacam ini di berbagai tempat.


Kavaleri Kerajaan dan Kekaisaran bertempur. Sabit milik Schera menumpahkan darah pertama, menerbangkan kepala dua penunggang. Kedua kavaleri bertempur, dan beberapa orang jatuh dari kuda mereka. Sambil saling bergulat satu sama lain, banyak pertarungan tangan kosong terjadi. Tombak-tombak ditikamkan dari atas kuda, tapi mengincar celah itu, para penunggang lain menikam tubuh mereka.


"Bendera hitam dengan lambang gagak putih, bukankah kau Dewa Kematian Schera!? Kenapa kau bersama Pasukan Kekaisaran!? Apa kau menghianati Kerajaan!?"


Komandan Pasukan Kerajaan berteriak penuh amarah sambil mengayunkan tombaknya. Schera menjawab dengan nada suara tanpa rasa ketertarikan.


"Gue sendiri juga bingung? Aneh banget."


"Dasar gak tau malu-! Mati aja lu!"


Setelah memutar tombaknya beberapa kali diatas kepalanya, dia mengayunkan tombaknya ke bawah, menargetkan Schera. Schera menepis serangan itu, lalu menyerang balik menggunakan gagang sabitnya, menjatuhkan si komandan dari kudanya. Karena menerima serangan kuat, si komandan pingsan. Tanpa ragu-ragu, Schera menikam tengkoraknya beserta helmnya. Setelah dia memutar sabitnya sekali, dia mencabutnya, dan darah segar berhamburan.


"K-Komandan telah gugur! M-Mundur! Mundur-!"


"Kita gak boleh dimusnahkan! Kita akan melunasi hutang ini-!"


Karena komandan mereka gugur dalam pertempuran, unit kavaleri penyerang itu segera memutuskan untuk mundur. Karena Schera sudah diperintahkan gak perlu mengejar, dia kembali ke unit Alexander. Karena kedua kavaleri cuma bertempur sekali saja, korbannya sedikit. Ini mungkin dianggap sebagai kemenangan Schera kalau melihat gimana hasilnya, musuh dipukul mundur dan komandan mereka tewas.
Alexander menonton pemandangan itu menggunakan teropong, dan dia mengangguk puas. Lalu, saat dia diberitahu kalau Schera sudah kembali, dia memuji Schera secara terang-terangan.


"Kavaleri kebanggaan keluarga Madros seperti bocah! Kemampuanmu memang sangat menakjubkan."


"Aku merasa terhormat atas pujianmu."


"Dari yang kudengar, kau diberi julukan Dewa Kematian karena kau menggunakan sabit itu. Awalnya, aku menduga itu cuma lelucon, tapi sekarang aku sudah melihatnya dengan mata kepalaku sendiri, aku sependapat dengan julukan."


"Bagiku, sabit ini yang paling mudah dipakai. Ini sangat cocok dengan tanganku."


Schera menggerakkan sabit besarnya, dan lapisan darah merah yang melumuri sabit itu menetes. Lalu, tubuh para perwira dan prajurit disekitar dia langsung menjadi kaku secara spontan. Karena suatu alasan, mereka seolah melihat ilusi seperti bilah sabit itu diayunkan pada mereka. Itu bukan karena udara yang dingin, tapi perasaan merinding menerjang tubuh mereka.
Roman wajah Alexander berubah sesaat, tapi dia segera kembali seperti sebelumnya.


"Letnan Kolonel, aku punya harapan besar untuk sepak terjangmu dalam ekspedisi ini. Bergantung pada prestasimu, aku berencana menempatkanmu dibawah komandoku secara langsung. Aku sangat membutuhkan orang-orang bertalenta."


Saat Alexander berkata komando langsung, maksud dia adalah secara resmi memasukkan Schera kedalam Korps Pertama. Saat ini, Schera cuma berafiliasi sementara saja. Kalau Alexander mau, juga ada kemungkinan promosi yang lebih jauh. Para perwira disekitar mereka menampilkan ekspresi iri. Alexander adalah calon Kaisar, dan hanya dengan nama seseorang diingat olehnya sudah pasti akan berguna kedepannya. Mereka gak bisa menerima pendatang baru ini menarik perhatian Alexander.


"Yang Mulia."


Gustav memperingatkan, tapi Alexander gak peduli. Dia punya kepercayaan diri bahwa seseorang sekaliber dirinya bisa menangani Schera.


"Aku adalah manusia yang sangat menghargai talenta. Aku tak akan membiarkan perasaan pribadiku mengganggu. Makanya, aku sangat menghargai hadiahmu. Letnan Kolonel Schera, aku ingin kau mengerahkan kekuatanmu untuk Kekaisaran."


"Siap-, aku, Schera, akan melayani dengan segenap hati."


Schera mengucapkan kata-kata yang pantas dan menundukkan kepalanya. Dia sama sekali gak punya hubungan dengan kavaleri Kerajaan yang terbunuh itu. Jadi Yalder juga gak akan curiga, dia sudah diberi wewenang untuk gak menahan diri dan bertarung dengan kekuatan penuhnya.
Selain itu, kepala-kepala yang dibawa pada saat itu ketika dia menyerah pada Pasukan Kekaisaran adalah para prajurit yang tewas dalam pertempuran. Ada orang-orang yang menentangnya, mengatakan itu merupakan penghinaan terhadap orang mati, tapi Kerry masa bodoh. Orang yang masih hidup jauh lebih penting, katanya. Lalu, dia menawarkan putranya sendiri, Darus, sebagai tumbal.
Darus gak tau apa-apa soal ini. Dia mungkin berpikir kalau Schera betul-betul berhianat. Dan juga, saat eksekusinya sebelumnya, kalau Schera gak dihentikan, sudah pasti dia akan membunuh Darus. Schera diberi perintah oleh Kerry untuk membunuh Darus tanpa ragu-ragu kalau sudah waktunya.


"Yang Mulia, apa kau berniat menempatkan Letnan Kolonel Schera pada posisi yang penting?"


"Apa, Gustav, apa kau tidak puas? Aku sangat tertarik pada dia. Bukankah dia itu senjata penghancur yang sangat menakjubkan? Kita harus memanfaatkannya sebaik mungkin. Kekuatan fisik itu meski bertubuh wanita, sangat memikat mata."


“............”


"Tentu saja, aku tak berniat menjadikan dia sebagai seorang selir. Ada beberapa bagian tubuhnya yang menurutku harus lebih montok. Meski wajah Nona Dewa Kematian itu lumayan."


Alexander tertawa riang, dan Gustav mengernyitkan alisnya.


"Yang Mulia, harap tahan diri dari komentar kasar seperti itu. Ini adalah saat-saat paling kritis."


"Aku tau. Cuma bercanda. Lagipula aku tak punya kebebasan memilih pasanganku."


Alexander kembali memasang ekspresi seriusnya, dan mengirim sinyal untuk mulai bergerak. Kalau Yalder membuka gerbangnya saat mereka sampai di Benteng Kedua, maka Korps Pertama milik Alexander akan bergerak untuk menguasai Madros, dan Korps Ketujuh milik Gustav akan melakukan penyerangan pada gudang makanan. Dengan kata lain, Gustav hanya akan berada disamping Alexander sebentar saja. Keraguannya terhadap Schera masih belum hilang, Gustav menyuruh dia untuk waspada, tapi Alexander gak mendengarkan dia lagi.
Gustav sudah mengenal Alexander sejak lama, dan dia sudah berulang kali mengingatkan Alexander. Alexander adalah seseorang yang memiliki kapasitas yang mampu menerima kritik keras, tapi disisi lain, dia sangat menyombongkan soal kompetensinya sendiri.
Karena itulah, Gustav gak bisa mengatakan dengan pasti bahwa tindakan Schera mencurigakan. Schera telah mengeksekusi para tahanan tanpa ragu-ragu, dan hampir membunuh sandera Darus. Bahkan dalam pertempuran mereka melawan kavaleri barusan, tak ada tanda-tanda dia menahan diri terhadap mereka, dan dia telah membunuh komandannya. Dia memang bertempur sebagai anggota Pasukan Kekaisaran.
Meski demikian, kenapa Gustav tak bisa mempercayai Schera adalah karena ketidakjelasan, intuisi dari masa kerjanya yang panjang. Mungkin samar-samar, tapi itu sangat mengganjal baginya, memberitahunya untuk berhati-hati disekitar wanita itu, memberitahu dia bahwa kalau dia lalai, Schera akan membunuh mereka saat lengah. Dia itu bukanlah sesuatu yang bisa dijinakkan.


".......Ini mungkin akan menimbulkan ketidaksenangan Yang Mulia, dan tak ada yang salah dengan para penjaga, tapi mungkin akan lebih baik untuk menempatkan lebih banyak penjaga. Yang Mulia masih muda. Dia memiliki keyakinan yang tinggi terhadap penilaiannya sendiri. Tak ada kekurangan dari orang didunia ini yang tak bisa dipahami."


Gustav mengumpulkan para staf perwira untuk melakukan rapat rahasia, dan memerintahkan mereka untuk meningkatkan penjagaan disekitar Alexander. Para staf perwira awalnya juga tak mempedulikannya, tapi saat Gustav mengatakan kalau dia yang akan bertanggung jawab penuh, mereka menyetujuinya.


–Tiga hari kemudian.


Pasukan Kekaisaran milik Alexander memasuki Benteng Kedua tanpa menerima perlawanan sedikitpun. Komandan pertahanan, Yalder, membuka gerbangnya seperti yang dijanjikan. Alexander memanggil Yalder ke markas pusat untuk segera menemuinya. Tapi, yang datang malah seorang staf perwira, Sidamo.


"Kami telah menerima perintah anda untuk mengadakan pertemuan, namun komandan kami, Yalder, bilang bahwa beliau tak bisa menunjukkan penampilannya yang kurang pantas pada Yang Mulia. Hanya kali ini saja, beliau minta maaf pada anda."


"Memangnya kenapa harus malu setelah semua yang kalian lakukan? Tak usah kuatir, panggil saja dia. Kalau ekspedisi ini berhasil, prestasi Yalder merupakan yang tertinggi daripada siapapun.... Ini adalah perintah. Beritahu dia untuk menghadap aku."


Kata Alexander, dan Sidamo menundukkan kepalanya lalu pergi.
Beberapa menit kemudian, Yalder didampingi Sidamo datang ke depan Alexandeer. Tangan kanannya memegang sebuah tongkat, dan dia nampaknya tak bisa berjalan sendiri. Wajahnya bengkak-bengkak, cukup parah hingga dia tak bisa membuka matanya. Alisnya terbalut perban, dan lukanya cukup serius sampai-sampai berjalanpun susah.


"Tuan Yalder. Ada apa dengan penampilan itu?"


Alexander berdiri dari kursinya dan bertanya soal situasinya. Suara Yalder bergetar saat dia menjawab.


"Sebagai seorang militer, ini adalah akhir bagi saya. Silahkan tertawai saya. Ini adalah nasib dari pria yang dulu dikenal sebagai Komandan Baja."


"Dan, perlakukan buruk itu?"


"Saya dibuang, dan pada akhirnya, diturunkan menjadi Letnan Jenderal. Selain itu, saya divonis melanggar regulasi militer dan langsung dihukum. Tak disangka inilah perlakuan mereka pada seorang pria yang mengabadikan diri pada Kerajaan selama bertahun-tahun, ini benar-benar menjengkelkan."


Yalder gak melanjutkan ucapannya. Dia gak bisa berkata apa-apa lagi, dan erangan keluar dari bibirnya. Percapakan berlanjut lagi setelah didesak Sidamo.


"Kami diperintahkan untuk menjadi bidak tumbal disini. Ini adalah satu-satunya peran yang tersisa bagi Korps Pasukan yang dikalahkan, kata mereka. Para eksekutif Kerajaan berencana membuat persiapan pada saat itu dan melakukan serangan balik. ......Bukan hanya itu saja, bahkan memaksa orang-orang dibawah naungan kami untuk mati secara memalukan merupakan hal yang tak bisa ditoleransi, dan karena itulah kami memutuskan untuk memyerah pada Kekaisaran."


".....Aku paham sekarang. Aku bersimpati atas penderitaan kalian."


Alexander berkata dengan ekspresi penuh kasih, dan Yalder berlutut, memohon.


"Yang Mulia. Tolong tambahkan kami pada unit barisan depan. Saya ingin menunjukkan semangat seorang prajurit pada mereka yang telah mengucilkan kami. Saya mohon pada anda. Saya mohon."


".......Tidak, tidak dengan keadaan tubuhmu yang seperti itu. Mungkin akan sangat sulit menggunakan tombak dengan tubuh seperti itu. Kau harus berfokus pada penyembuhan untuk sekarang ini. Stimulasi hanya akan membuka luka-lukamu lagi. Tuan Sidamo, antarkan Tuan Yalder ke kamarnya."


".......Sampai mereka benar-benar membuka gerbangnya, aku masih memiliki kecurigaan, tapi nampaknya menyerahnya Yalder memang asli. Bagaimana menurutmu?"


Alexander menanyai Gustav, dan bahkan Gustav yang sangat curiga, mengangguk setuju.


"Yalder terkenal sebagai seorang pria dengan harga diri yang tinggi. Dia berdarah panas, dan dia bukanlah seorang pria yang bisa menyusun strategi. Siapapun akan merasa jijik mempertaruhkan nyawanya dan diberi penghargaan seperti itu."


"Bagaimanapun juga, kita nisa menguasai Benteng Kedua. Menurutku ini sangat menguntungkan untuk operasinya."


Kata Alexander, dan para staf perwira mengangguk. Lalu, mereka beralih topik untuk menentukan siapa yang akan diserahi tugas menjaga benteng ini.


"Sampai orang-orang yang dibelakang kita sampai, kita tempatkan Yalder dalam pertahanan. Divisi miliknya sedikit dibawah 7.000. Jumlah yang pas."


"Namun, mempertimbangkan kemungkinan terburuk, bagaimana kalau mempercayakan komando pertahanan pada orang lain?"


Gustav menyarankan kebijakan yang hati-hati pada atasannya, tapi Alexander menolaknya.


"Disaat dia terluka seperti itu, dia tak bisa melakukan sesuatu seperti mengkomando prajurit. Kalau kita membawa pasukan yang dikalahkan, aku tak yakin mereka akan berguna. Mereka hanya akan meningkatkan konsumsi makanan. Dalam hal itu, aku yakin tindakan terbaik yang bisa diambil adalah menyuruh mereka menjaga tempat ini."


Kata Alexander, dan para staf perwira sependapat.


"Aku setuju dengan anda, Yang Mulia. Jika kita menempatkan beberapa orang untuk mengamati mereka, kita tak perlu khawatir. Selain itu, mereka tak punya sedikitpun kesetiaan yang tersisa pada Kerajaan."


"Bukan hanya itu, mulai dari sini, kecepatanlah yang lebih penting dari apapun. Kita harus segera mulai bergerak, menguasai gudang sebelum musuh mempersiapkan pertahanan mereka, dan mengepung Madros."


Seorang staf perwira menyuarakan sebuah rencana seraya menunjuk peta. Alexander mengangguk, dan memberi perintah.


"30.000 Korps Pertama akan mulai bergerak menuju Madros. Gustav, 20.000 tentara Korps Ketujuh milikmu akan melanjutkan bergerak ke timur dan menghancurkan gudang penyimpanan. Setelah itu, bantu pengepungan Madros. Meski aku berniat untuk menjatuhkannya sebelum pasukanmu tiba."


"Dimengerti. Yang Mulia, tetaplah waspada penuh."


"Sepertinya kekhawatiranmu masih tetap tak berubah, Gustav. Aku bukan anak kecik lagi. Kekhawatiranmu yang berlebihan tak diperlukan."


"Aku minta maaf tentang itu. Aku, Gustav, telah salah menilai Yang Mulia."


Canda Gustav, dan Alexander tersenyum masam. Dalam hati Gustav lebih memprioritaskan wilayah Wealth daripada Kekaisaran, dan Alexander hanya berpikir dan berusaha untuk mendapatkan tahta. Dua orang ini berada dipihak yang berbeda, dan mereka terus mempertahankan hubungan imbal balik mutual yang aneh.


"....Pertarungan ini akan menjadi jembatan kita menuju kejayaan. Tuan-tuan, aku mengharapkan usaha lebih dari kalian semua."


Alexander menyatakan tekadnya, menatap para jenderal yang ada disekitar dia, dan mereka semua memperteguh tekad mereka dan mengangguk.


–50.000 Pasukan Kekaisaran mulai bergerak seri Benteng Kedua. Target mereka: gudang makanan dan Kastil Madros. 7.000 Legion milik Yalder yang menyerah ditugaskan untuk menjaga Benteng Kedua.


Ditunjuk sebagai sebuah unit komando dari Korps Pertama, unit Schera yang terdiri dari 500 prajurit berada di bagian 'ekor' dari formasi kolom Pasukan Kekaisaran. Mereka mendapat perintah dari perwira atasan mereka untuk menahan serangan kavaleri Pasukan Kerajaan terhadap kereta persediaan mereka. Sisa unit Schera, 1.500 prajurit, dipisah-pisah, dan mereka diberi tugas yang sama untuk mengawal rombongan tersebut. Gampangnya, Schera dalam keadaan terpuruk. Tentu saja dia akan menjaganya sampai akhir, tapi kalau misalnya kereta-kereta itu mengalami kerusakan, kemungkinan besar kepalanya akan terpenggal.
Susunan barisan yang ditekankan oleh Alexander: bagian depan adalah kavaleri ringan, bagian tengah adalah tubuh utama dari pasukan, dan bagian belakang adalah barisan kereta persediaan dan senjata pengepungan. Mereka terus bergerak secara paksa meski sudah malam, mengandalkan cahaya dari obor, dan mendekati kastil Madros dengan kecepatan tinggi.
Jarak perjalanan yang normalnya butuh seminggu, ditempuh hanya dalam tiga hari saja.
Mereka belum ketahuan oleh musuh, dan 30.000 tentara dari Korps Pertama bisa melanjutkan pergerakan dengan mulus. Lalu, saat mereka berjarak sehari dari markas pusat musuh, Alexander mengistirahatkan seluruh pasukan.


"Malam ini istirahatlah. Besok kita akan menyerang Madros. Semuanya pertahanan semangat kalian."


Bersembunyi didalam hutan, para prajurit Kekaisaran menenangkan tubuh mereka yang lelah dan mengatur nafas mereka. Dilarang menyalakan api untuk menghangatkan diri. Akan percuma saja datang jauh-jauh kesini kalau musuh menemukan mereka. Untuk perbekalannya, daging dingin dan roti yang sudah dipersiapkan sebelumnya... dan kentang, dibagikan.
Meski begitu, para prajurit mengabaikan ketidaknyamanan mereka. Kalau mereka memenangkan pertempuran ini, mereka dijanjikan hadiah yang besar. Dan juga, mereka sudah hampir sampai. Kalau kota itu jatuh, mereka mungkin akan mendapatkan kesempatan untuk menjarah. Pada kesempatan itu, mereka berencana meluapkan semua keinginan mereka yang membara.


Memastikan bahwa sekelilingnya hening, Schera keluar dari tendanya. Para prajurit kavaleri miliknya yang terpaksa berkemah, berselimut kain, perlahan mengangkat kepala mereka. Mata mereka sangat tajam tanpa adanya tanda-tanda rasa lelah. Katarina memberi sinyal dengan matanya, dan Schera tertawa, menunjukkan gigi putihnya. Para anggota kavaleri juga mau tersenyum, lalu...


–Karl, yang diberi tugas mengamati Schera dan kelompoknya, muncul disertai oleh seorang infanteri.


"Kau mau ngapain malam-malam begini, Letnan Kolonel Schera. Memimpin para anggota kavalerimu, mungkinkah kau mau pergi ke suatu tempat?"


"Cuacanya sangat dingin, jadi aku mau berolahraga. Karl, gimana kalau kau ikut juga?"


Membawa sabit miliknya, Schera menjawab santai. Para kavaleri memperhatikan dalam diam.


"Tidak usah. Selain itu, aku diberi tugas mengamati. Aku diberi instruksi untuk menghentikan siapapun yang berisik dan siapapun yang bergerak tanpa ijin. Letnan Kolonel, kembalilah. Jika tidak–"


Karl mengangkat tangannya, dan si infanteri menghunus pedangnya pelan-pelan.


"Jika tidak, apa coba. Hei, Katarina. Aku penasaran."


"Memang, Letkol. Apa sih yang direncanakan Letda Karl? Mungkin dia mengancam kita."


Katarina menanggapi pertanyaan Schera dengan cemoohan. Dibalik kacamatanya yang buram tersembunyi mata yang berkilauan dengan cahaya kegilaan.
Untuk membuat mereka paham kalau itu bukan sekedar ancaman, Karl memerintahkan supaya Katarina, yang sudah bersikap menantang, dihukum.
Tentunya, mereka gak boleh menyebabkan keributan, jadi mereka gak boleh melakukannya secara mencolok. Karl akan membungkam Katarina dan kemudian menyabet dia. Meski itu adalah 'sabetan', pukulan menggunakan sarung pedang, itu bisa saja menyebabkan kematian kalau salah melakukannya.


"Aku telah menerima perintah khusus dari Letjen Gustav. Jika Letkol Schera melakukan kegiatan mencurigakan, hukum dia. Letda Katarina, akan kutunjukkan pada tubuhmu, kalau aku serius. Aku gak mendiskriminasi wanita. Aku memperlakukan siapapun secara setara, jadi gak usah kuatir."


Saat Karl mengayunkan tangannya ke bawah, si infanteri pendamping memegang lengannya, memaksa dia berlutut, dan membungkamnya supaya gak mengeluarkan suara.


“––!?”


Melihat orang itu meronta, kebingungan dengan apa yang sedang terjadi, Schera tersenyum lebar.


"Karl, karena aku berhutang padaku karena memberiku makanan, aku akan membunuhmu tanpa rasa sakit. Kau itu... pria yang beruntung. Sungguh, aku berniat menjadikan teriakanmu sebagai pengganti sinyalnya."


Katarina menjentikkan jarinya, dan si infanteri pendamping, yang sudah jadi mayat, menempatkan pedangnya pada tengkuk leher Karl. Ini merupakan langkah tindakan Katarina untuk terus mengawasi Karl.


"Apa kita akan melakukannya dengan cara itu, Letkol?"


"Enggak, aku sudah memikirkan sesuatu yang bagus. Aku belum pernah.... melihat kembang api sebelumnya. Di langit musim dingin yang cerah, kudengar kembang api terlihat sangat cantik. Jadi, Karl kita jadikan sebuah kembang api di langit malam."


"Boleh juga. Itu juga akan menjadi sinyal yang gampang dipahami oleh rekan-rekan kita yang berada dikejauhan."


"Letda Karl, ini adalah perpisahan. Selamat tinggal. Kentang Wealth betul-betul lezat."


Setelah Schera membelai wajah Karl dengan lembut, dia menusuk kepalanya menggunakan sabit miliknya, dan membunuh dia seketika. Karl mungkin tewas tanpa merasakan sakit.
Schera mencabut sabitnya, dan memegang kerah Karl dengan kedua tangannya.
Dia memasang kuda-kuda, dan mengkonfirmasi Katarina dan para kavaleri.


Semua orang mengangguk dalam diam dan menyiapkan senjata mereka, mata mereka berkilauan, dipenuhi haus darah.


"Baiklah kalau gitu, bisa kita mulai? Sekarang dingin sekali, jadi mari kita lakukan ini dengan megah."


Ready. Set. Schera melemparkan mayat Karl ke udara sekuat yang dia bisa. Sebuah benda hitam melesat naik di udara seraya menghamburkan darah pada butiran salju di langit.
Saat mencapai ketinggian puncaknya, Katarina menjentikkan jarinya, dan benda hitam itu diselimuti kobaran api merah gelap, lalu meledak disertai suara menggelegar.
Schera menyaksikannya dengan gembira, lalu menjilat butiran salju bernoda merah yang menumpuk ditangannya.
–Festival yang menyenangkan telah dimulai.


Setelah suara ledakan tersebut, kobaran api menjalar di area itu, dan seruan, teriakan, serta jeritan memenuhi seluruh perkemahan Kekaisaran. Kavaleri Schera, yang memakai zirah Pasukan Kekaisaran, meneriakan informasi palsu sambil membunuh dan melakukan pembakaran. Para prajurit Kekaisaran yang kelelahan dibantai tanpa punya waktu untuk memahami situasinya.


"Divisi Mayjen Gale telah memberontak! Angkat pedang kalian dan lawan!"


"Serangan kejutan dari Pasukan Kerajaan! Kita disergap–!"


"Rombongan kereta pasokan telah dihancurkan! Semua persediaan telah dibakar–!"


"Kalau dibiarkan saja, ini akan jadi pembantaian sepihak–! Lawan mereka–!"


Laporan demi laporan terus berdatangan, dan para prajurit mengayunkan pedang dan tombak mereka tanpa tau siapa musuhnya. Dalam kegelapan, teror dan kegilaan telah menguasai mereka.


"Bodoh–! Gak bisakah kau diam!? Orang yang secara sembarangan membuat keributan adalah pengh–"


Tegur seorang perwira yang berkepala dingin, lalu sebuah tombak menembus tenggorokannya dari belakang. Si prajurit mencabut tombaknya yang terpasang bendera hitam, dan lalu melakukan pembakaran ditempat lain.


Para komandan segera bertindak untuk berusaha menenangkan kekacauan tersebut. Tapi, para kavaleri Schera yang sudah dipencar ke segala tempat berusaha membunuh para jenderal itu dengan prioritas tertinggi.
Lalu, mereka akan berteriak bahwa perwira komandan telah tewas dan menimbulkan korban lebih banyak lagi. Layaknya rayap yang menggerogoti sebuah pohon, korban berjatuhan dengan kecepatan yang menakutkan.
Lalu mulai jatuh korban yang terbunuh oleh serangan sekutu dalam Korps Pertama Pasukan Kekaisaran yang telah jatuh kedalam keadaan kacau balau. Seorang staf perwira yang menerima laporan dari seorang utusan memasuki tenda milik Alexander.


"Yang Mulia, Alexander, Yang Mulia–! Berita buruk! Pasukan musuh telah menyelinap kedalam pasukan kita dan melakukan pembakaran!"


Dibangunkan dari tidurnya secara paksa, Alexander memaki tak senang si staf perwira, dan memberi dia instruksi dengan nada acuh.


"Kalau begitu segera tangkap pasukan itu. Apa yang perlu diributkan? Tangani dengan tenang."


"Kita tak lagi berada dalam situasi semacam itu! Pasukan kita telah jatuh kedalam kekacauan, dan para prajurit mulai membunuh rekan mereka sendiri! Yang Mulia harus segera mengkomando dan mengendalikan situasi ini secara langsung!"


Karena merasa bahwa situasinya lebih serius dari yang dia bayangkan, Alexander memerintahkan para pengikutnya dan menyuruh mereka segera memasangkan zirah miliknya. Dia memberi instruksi pada kepala pengawalnya, dan para prajurit segera merapatkan barisan disekitar Alexander.
Keluar dari tenda, Alexander langsung terdiam gak bisa berkata apa-apa. Api berkobar hampir diseluruh hutan yang digunakan sebagai perkemahan Pasukan Kekaisaran. Api menyebar ke pohon-pohon sekitar, menerangi langit malam bersalju.


"A-Apa ini. Kita sudah dekat dengan Madros–! Apa yang dilakukan Gale, Rap, Dors dan yang lainnya!? Kirim utusan suruh mereka segera berkumpul–!"


Alexander murka, dan dia penuh amarah meneriakkan nama-nama dari para komandan divisi dari Korps Pertama. Mereka adalah para jenderal yang menurut Alexander memiliki potensi dan memberi mereka pangkat. Mereka adalah orang-orang yang bahkan mungkin disebut sebagai anak didik.


"I-Itu masalahnya, kata para prajurit Mayjen Gale berhianat."


Ucap seorang utusan, dan Alexander membantahnya.


"Bodoh–! Bukankah sudah jelas itu adalah informasi palsu dari musuh!? Mana ada orang yang akan berhianat di situasi seperti ini! Kemenangan sudah ada didepan mata kita!"


Alexander meraih kerah si utusan. Sesuatu menggelinding ke kakinya, benda itu menggelinding tak rapi, dan kemudian kehilangan momentumnya, benda itu berhenti agak jauh dari Alexander.
Itu adalah kepala manusia. Wajahnya menampilkan ekspresi ketakutan, dan dia ingat melihatnya disuatu tempat. Itu adalah komandan veteran yang ditunjuk Alexander.
Dia adalah Gale, yang memimpin salah satu divisi.


"G-Gale? Gale!? Kenapa kau–"


"Dia adalah seorang komandan yang hebat. Yang Mulia kayaknya punya mata yang tajam. Orang itu... berusaha mengkomando para prajurit sampai akhir."


Dari kegelapan, terdengar suara yang akrab ditelinga Alexander. Lalu, suasananya tiba-tiba menjadi tegang. Ada sesuatu yang mengerikan mengintai. Itu adalah sesuatu yang mengerikan yang bisa membuat seseorang merasa takut. Sesuatu yang gak bisa digambarkan dengan kata-kata. Snap, dan sesuatu meledak didekatnya. Api berkobar, menerangi sosok itu.


“......Letnan Kolonel, S-schera?”


Alexander dan para pengawal di sekitarnya meragukan mata mereka. Seorang cewek mungil yang berlumuran darah dari kepala sampai kaki berjalan mendekat. Ditangannya ada dua kepala.


"Nih buatmu. Ada banyak sekali orang hebat di Pasukan Kekaisaran. Mereka juga sangat setia, dan mereka menghawatirkan Yang Mulia sampai nafas terakhir mereka. Yang Mulia memang seorang pria yang beruntung."


Schera melempar kepala-kepala itu. Itu adalah Rap dan Dors. Mata mereka terbuka lebar, dan ekspresi mereka membuat seseorang berpikir mereka menemui ajal secara heroik.
Lalu, para pengawal yang jatuh kedalam keadaan tertekan menghunus pedang mereka dan mengacungkannya pada Schera dari segala arah.


"M-Matilah, dasar monster!!"


"Schera!! Dasar penghianat!"


"Yang salah ya ketipu kok mau aja dikibulin. Staf Perwira Sidamo bilang begitu padaku."


Setelah membelah orang yang paling depan menjadi dua secara vertikal, sabitnya berputar, diayunkan menyamping, dan memotong dua orang yang ada disebelah kiri dan kanan. Dia menghindari tombak yang mengarah padanya dari belakang, dan ujung bilahnya yang diputar setengah lingkaran tersebut membelah wajah prajurit itu dari samping.
Para pengawal menggunakan tubuh mereka sebagai perisai, menghadang jalur Schera dan gak membiarkan dia mendekati Alexander. Beberapa dari mereka mempertaruhkan nyawa mereka untuk melakukan serangan, tapi pedang mereka gak pernah mencapai Schera, dan dengan satu serangan mereka berubah menjadi bongkahan daging. Meski begitu, mereka terus menyerang, semua orang paham bahwa itu merupakan misi mereka sebagai pengawal. Gak peduli apa situasinya, mereka harus melindungi nyawa Alexander sampai titik darah penghabisan–itulah tugas mereka sebagai pengawal.
Hanya berselang gak sampai satu menit, mayat-mayat tragis bergelimpangan. Sabit-sabit kecil menancap pada kening para prajurit yang berusaha menyerang dia dari balik bayangan. Mereka mencoba menusuk Schera dengan tombak secara bersamaan, tapi gak satupun dari serangan-serangan itu yang mencapai dia. Setiap serangan balasan dari Schera merenggut nyawa mereka.


Dibelakangnya, Kavaleri Schera semakin mendekat. Gagak-gagak putih menakutkan menerjang pepohonan yang dilahap kobaran api. Mereka datang untuk bergabung dengan Tuan mereka.


"Jadi, Yang Mulia, disini berbahaya. Untungnya dibawah instruksi Tuan Gustav para pengawal disini sudah ditambah. Serahkan saja tugas menghentikan monster itu pada mereka. Kita harus mundur dan keluar dari situasi ini. Saat malam berakhir, kekacauannya akan mereda secara alami."


Seorang staf perwira memberi usulan, mengerjakan tugasnya sendiri meski wajahnya pucat akibat tragedi didepan matanya.


"Apa kau menyuruhku melarikan diri? Kau bilang kalau Pangeran Pertama Alexander ketakutan hanya pada beberapa ratus penghianat dan harus mundur-!? Aku mengkomando pasukan sebesar 30.000!! Kenapa aku harus mundur!?"


"Yang Mulia, dalam skenario terburuk, Korps Pertama yang ke satu milik kita akan dikalahkan. Oleh karena itu, sudah jadi keharusan sang komandan untuk selamat sampai akhir. Jika kau paham, maka cepat pergi!"


Teriak seorang Staf Perwira tua, dan Alexander sesaat gak bisa berkata apa-apa. Staf Perwira itu memerintahkan dua pengawal yang berdiri disampingnya agar membawa Alexander ke tempat aman dan berlindung. Melindungi Alexander apapun taruhannya, itulah yang dia perintahkan.


"Bawa Yang Mulia ke tempat dimana sekutu kita berkumpul. Seluruh pasukan gak mungkin dalam keadaan kacau. Kemungkinan ada unit-unit yang menunggu istruksi. Segera evakuasi kesana dan kemudian komando seluruh pasukan. Kalian berdua harus melindungi Yang Mulia apapun yang terjadi–"


“............”


"Apa kau dengar–!? Kalian adalah para pengawal hebat–! Apa yang kalian takutkan!? Kenapa kalian gak menjawab aku–!"


Bentak si Staf Perwira, dan para pengawal menanggapi dengan datar.


"......Dimengerti."


".....Serahkan pada kami."


Kedua pengawal berbadan kekar itu memegang lengan Alexander dan membawa dia menjauh. Setelah melihat mereka pergi, si Staf Perwira menghunus pedangnya dan bergabung denban para pengawal untuk menghentikan monster itu.
Bala bantuan telah bergabung dengan sang Dewa Kematian yang mengayunkan sabit miliknya. Mereka melakukan pembakaran pada area itu seperti yang diperintahkan, dan mereka kembali ke samping komandan mereka setelah melakukannya. Jumlah mereka ada 500 orang untuk saat ini. Para prajurit lainnya bergerak dengan kecepatan penuh untuk bergabung dengan Schera seraya membuat kekacauan.


"Sepertinya intuisi Jenderal Gustav memang benar. Tetap saja, tak disangka seekor serangga saja sampai bisa menyebabkan korban sebanyak ini pada Pasukan Kekaisaran kami yang agung."


Gumam si staf perwira tua. Dia merenung.


Penghianatan Schera sangat jelas. Itu artinya penyerahan diri Yalder juga palsu. Kalau begitu, seluruh rencana invasi mereka kali ini sudah terbaca oleh musuh. Pasukan Kekaisaran telah jatuh kedalam jebakan mereka dan berada dalam kondisi menyedihkan. Sebagai seorang staf perwira, ini merupakan aib yang mustahil diampuni meski dia menyerahkan nyawanya sendiri.


"Kalau itu aku, aku akan menghancurkan Benteng Kedua, memanfaatkan kekacauan ini dan melakukan serangan kejutan. Lalu, aku akan melakukan serangan penjepit berkoordinasi dengan Kastil Madros. .....Namun, hanya satu monster didepan kami saja sudah membuat kami kocar-kacir... Apa dia itu manusia? Bukankah dia itu betul-betul Dewa Kematian?"


7.000 prajurit dari Legion milik Yalder bergerak kearah Pasukan Kekaisaran dengan kecepatan tinggi. Kemungkinan saat fajar, atau bahkan mungkin sebelum fajar, mereka akan memporak-porandakan Korps Pertama. Setelah beristirahat cukup, sudah jelas kalau Legion milik Yalder akan lebih cepat daripada Pasukan Kekaisaran.


"Bagaimanapun, kukuh-, apa ini. Para pengawal pangeran yang kuat dibantai oleh satu orang gadis kecil? Tidak, tunggu sebentar. Ini pasti mimpi. Ya tentu saja. Tak mungkin hal seperti ini bisa terjadi. Ratusan pengawal elit dibunuh oleh satu orang saja, tak mungkin itu terjadi. Ini mimpi. Ini mimpi. Ini mimpi. Ini adalah mimpi."


Para pengawal dengan mudah ditekan, dan sang Dewa Kematian yang telah melahap mereka semua, gak menyisakan satupun, mendekati Staf Perwira yang terus bergumam dengan tatapan kosong. Dengan ekspresi penuh belas kasihan, sang Dewa Kematian menyentuh pipinya dan dengan lembut berbisik.


"–Selamat malam. Moga mimpi indah."


Alexander dibawa ke sebuah bukit kecil terpencil oleh kedua pengawal itu. Gak ada tanda-tanda keberadaan sekutu. Menganggap ini aneh, Alexander menanyai mereka, tapi kedua prajurit itu gak bicara sedikitpun. Bahkan saat dia meronta melepaskan lengannya dari pegangan mereka, dia gak bisa melepaskan diri dari kekuatan yang tak manusiawi yang mengekangnya.


(Mereka berdua, gak terengah-engah. Mereka bahkan gak berkeringat. Tubuh mereka sangat dingin, itu seperti....)


Mengatur nafasnya yang kacau, Alexander memperhatikan wajah kedua pengawal itu. Gak ada cahaya dimata mereka. Wajah mereka sangat pucat.


"H-Hei. Kalian......"


Saat Alexander bertanya untuk yang kesekian puluh kali, ada suara jentikan jari, dan kedua lengannya dibebaskan dari kekangan kedua pengawal itu.
Dia terjatuh kedepan, dan seseorang memeluk tubuhnya. Saat otaknya memproses wajah siapa yang memasuki bidang pandangnya, tubuhnya langsung kaku karena teror yang besar.


“Ah, ah, ahhh–”


"Met malem, Yang Mulia Alexander. Kau gak perlu takut gitu. Gak ada siapa-siapa selain kita."


Schera yang berlumuran darah tertawa mengejek. Katarina dan para kavaleri mengelilingi mereka.


"A-Apa yang, akan kau lakukan padaku."


"Sebetulnya aku sendiri juga masih memikirkannya sekarang. Katarina, menurutmu enaknya gimana, membunuh atau menangkap nih jantan hidup-hidup? Aku gak betul-betul peduli sih."


Schera menanyai Katarina sambil menyeka darah dan keringat dari alisnya.
Katarina memejamkan matanya dan berpikir sejenak. Ditangannya terdapat dua buah kenari hadiah dari perwira atasannya. Dia memutar-mutarnya secara berirama dan mengeluarkan suara, merenungkan pemikirannya, dan menyampaikannya pada atasannya.


"Aku yakin akan lebih menguntungkan membawa dia hidup-hidup. Gimanapun juga kita bisa membunuh dia kapanpun kita mau. Kita bisa menggunakan dia sebagai chip penawaran untuk negosiasi. Aku yakin itu akan jauh lebih menguntungkan Kerajaan."


"Jadi gitu."


"Da-Daripada aku mengikut kemauan kalian, aku lebih pilih–"


Saat Alexander berteriak, kedua tangan Schera memegang kedua sisi kepala Alexander, melumpuhkan dia. Mata Alexander dipaksa menatap si monster yang ada didepannya. Dia dibuat menatap gigi putih dan matanya yang dipenuhi dengan kegelapan yang dalam dan tak berujung.


"Kalo lu mau mati, bilang aja sama gue. Tapi, gue gak bakalan bunuh elu begitu aja. Gue gak bakalan bunuh elu biarpun elu memohon sama gue buat bunuh elu. Sampai suara lu habis, sampai kesadaran lu terguncang, lu bakalan tetap hidup. Saat elu udah sekarat, maka, gue bakal injak elu kek serangga sampai elu mati. Kalo lu punya resolusi kek gitu, katakan aja Yang Mulia."


Tangannya yang berlumuran darah dengan lembut membelai pipi Alexander. Sensasi licin namun hangat itu terpatri dalam otak Alexander. Setelah membelai pipinya beberapa kali, Schera tersenyum senang.


“--Ah, ahh-, ahh.”


"Letkol, kau akan membuat dia cacat kalau kau kelewatan. Nilainya akan jatuh kalau sampai dia rusak."


"Maap deh. Memang sih, gak bagus kalau kelewatan. Yang Mulia juga memberiku makanan dan uang. Kalau aku harus membunuh dia, kurasa aku harus melakukannya lebih elegan.... Dan juga, kita akhirnya bebas dari misi yang menjengkelkan ini."


Dia melepaskan Alexander yang gak bisa bereaksi apa-apa dan merenggangkan badan, sambil bilang "Ahh~". Tawa pecah dari para kavaleri yang memperhatikan dia. Itu adalah sebuah tindakan yang gak cocok untuk perwira atasan mereka yang disebut-sebut Dewa Kematian.


"Terus kita musti ngapain sekarang? Legion milik Jenderal Yalder akan segera tiba, dan kayaknya unit penjepit dari Madros juga akan segera tiba. Kalau kita mau ikut menyerang, kurasa kita harus bergabung dengan mereka."


Legion milik Yalder dan 10.000 prajurit dari Madros direncanakan akan melakukan serangan serempak pada Korps Pertama Pasukan Kekaisaran yang sudah kehilangan rombongan mereka, jatuh dalam keadaan kacau, dan gak bisa bertindak. Terlebih lagi mereka sudah kehilangan para komandan utama mereka, dan Pangeran Pertama Kekaisaran ditawan. Gak diragukan lagi mereka akan musnah hanya dengan satu pukulan.


"Masih ada satu orang lagi yang harus kita sapa. Aku sudah menantikannya cukup lama, jadi mari kita temui dia. Kalau kita memacu kavaleri, kita mungkin bisa bertemu dia tepat waktu."


"Dimengerti!"


"Tolong bawa Yang Mulia ke Madros dengan sopan."


Schera memerintahkan dua kavaleri yang baru bergabung belum lama ini, dua mantan tentara bayaran. Mereka berdua meluruskan punggung mereka dan membungkuk dengan hormat.


"Siap–, akan kami pastikan mengantarkan pria ini ke Madros! Serahkan pada kami!"


"Bagus. .....Kita akan bergerak ke utara, dan menyerang bagian belakang Korps Ketujuh Kekaisaran! Kavaleri Schera, mulai bergerak–!"


“OU-!!”


* * *


–Untuk menyerang gudang makanan, Gustav memimpin Korps Ketujuh bergerak ke timur dari Benteng Kedua.
Disaat yang langit sudah terang, seorang utusan menyampaikan sebuah laporan mendesak.


"Jenderal Gustav! Berita buruk–!"


"Apa! Tenanglah dan laporkan."


"Korps Pertama terkena serangan malam dari musuh dan dimusnahkan! Sekutu kita dikalahkan, dan keberadaan Yang Mulia Alexander tidak diketahui!"


".....Apa itu benar?"


Dengan ekspresi muram, Gustav meminta kepastian dari si utusan.


"Siap–, informasi ini benar adanya!"


".....Apa-apaan ini."


Lipatan-lipatan alis Gustav berhimpitan, dan dia menyilangkan lengannya sambil mengerang.


"Yalder di Benteng Kedua telah berhianat, dan dia berencana untuk menjepit dengan sebuah unit yang bergerak dari Kastil Madros. Juga ada laporan-laporan bahwa didalam pasukan juga ada penghianat, tapi rinciannya masih tak jelas."


Seorang staf perwira membaca laporan dari si utusan dengan lantang. Dia gelisah secara internal, tapi dia berusaha agar hal itu gak muncul pada ekspresinya.


"Sulit dipercayai bahwa Korps Pertama Yang Mulia akan dihancurkan semudah itu...."


“Namun, ini juga sulit untuk dianggap sebagai informasi yang salah. Kita harus menganggap bahwa Pasukan Pertama sudah bergerak."


"Aku kuatir Letkol Schera mungkin telah menyebabkan kekacauan dari dalam. Tak peduli seberapa elit prajuritnya, pasukannya akan lemah ketika garis komando terputus. ......Jadi penyerahan Yalder dan Schera memang palsu. Kita telah ditipu."


Para staf perwira hanya bisa diam mendengar kata-kata Gustav. Ada dua jalan yang bisa dipilih Korps Ketujuh. Mereka bisa melanjutkan ke timur sebagaimana adanya dan melakukan serangan seperti yang direncanakan sejak awal. Namun, itu mengharuskan memiliki tekad siap dimusnahkan.
Jalan yang satunya adalah merebut kembali Benteng Kedua yang ditinggalkan dan mundur ke Wealth. Itu juga akan sangat beresiko, tapi ada kemungkinan yang tinggi bahwa unit-unit pendukung sudah cukup dekat dengan Benteng Kedua.


"......Kita orang-orang Wealth, tak akan pernah kalah dari orang Madros benar?"


"Siap-, tak perlu mundur. Segera beri perintah untuk menyerang. Jika kita membakar gudangnya, kita juga bisa membuat musuh merasakan neraka!"


"Baiklah. Kalau begitu, kita akan bergerak maju. Kita tak bisa menunjukkan muka kita pada Wealth jika kita tak bisa menghancurkan sebuah gudang!"


"Dimengerti! Kita tunjukkan pada mereka, kita pasti akan memporak-porandakan gudang itu!!"


Gustav memutuskan untuk bergerak maju. Kalau mereka membakar gudang itu, dia akan bisa menimbulkan status buntu. Dan juga, mengasumsikan Alexander telah ditawan, dia mempertimbangkan kemungkinan melakukan negosiasi secara menguntungkan. Dan dengan begitu, dengan pemikiran tenangnya, dia memilih jalur yang tak akan pernah dia ambil dalam keadaan normal.
Saat mereka akhirnya sampai di sebuah tempat dimana mereka bisa melihat gudang yang disamarkan, Korps Ketujuh meningkatkan kecepatan mereka, entah mereka suka atau tidak. Mereka melompat. Ke dalam liang kubur mereka, tersembunyi oleh semak belukar yang tinggi.


"A-Apa ini–!? I-Ini–"


"Itu lumpur hidup–! Berhenti. Kalian semua berhenti-!!"


"Semua anggota berhenti. Berhenti-!! Kalau kalian tak mau mati, berhentilah!!"


Saat kelompok barisan depan memasuki rawa, para prajurit tertelan bencana. Tubuh mereka tenggelam kedalam lumpur, dan mereka gak bisa bergerak. Bukan cuma itu saja, mereka mulai tenggelam sampai badan mereka, dan tak lama setelah itu, mereka tertelan lumpur sepenuhnya.
Tentunya gak semua tempat merupakan lumpur hidup tanpa dasar, tapi kaki mereka gak bisa digerakkan. Kuda-kuda juga meronta dan jatuh, dan para prajurit yang terbebani zirah mereka jatuh tersungkur dan gak bisa berdiri.


Gustav memerintahkan seluruh pasukan untuk berhenti dan memberi perintah untuk mundur perlahan-lahan. Tapi, sudah terlambat.
Pasukan Kelima milik Kerry sudah tempatkan disini untuk menyergap, dan menunggu Pasukan Kekaisaran terperangkap.


"Gustav bajingan, jarang sekali kau terjebak sampai sedalam ini. Kau membuat pekerjaan kami jadi lebih mudah. Kepung musuh!! Tekan mereka ke rawa dan tembak mereka dengan panah!! Bantai orang-orang Wealth-!!"


"Dimengerti!!"


"Tekan mereka-!!"


"Hujankan anak panah!"


Genderang perang ditabuh, terompet ditiup, dan seluruh pasukan memulai serangan. Orang-orang yang kakinya terjebak oleh rawa diserbu anak panah layaknya hujan, dan mereka tewas tak berdaya. Yang menanti mereka yang berusaha menyelamatkan diri adalah serbuan dari unit pemanah, kebanggaan Pasukan Kelima.


Kerry juga memegang busur, dan dengan bidikan akurat, menumbangkan para prajurit. Sambil memasang anak panah selanjutnya, dia berpikir:


(Gustav, kayaknya kau sudah menghirup racun sang Dewa Kematian, dan sedikitpun gak meragukan kami.)


Kenapa mereka secara terang-terangan membangun sebuah gudang penyimpanan disini, tepat didepan Benteng Kedua yang pwrtahanannya gak bisa diandalkan. Gak ada alasan untuk itu, selain seluruh wilayah ini sepenuhnya dibentengi oleh lumpur hidup. Jika tidak, gak akan pernah ada sebuah gudang penyimpanan yang dibangun di tempat datar tanpa pertahanan. Kerry lebih hafal soal medan Madros daripada siapapun.
Kalau itu Gustav yang biasanya, dia pasti akan melakukan pengintaian, bergerak dengan waspada, dan mungkin menyadari mereka.
Yang membuat dia jadi seperti seceroboh ini adalah karena kehadiran yang mencekam yang dikenal sebagai Dewa Kematian.


"Mundur-, Mundur! Terobos pengepungannya dan kembali ke Wealth meski kau harus melakukannya sendirian!! Gak disangka aku bisa sampai terperangkap semudah ini–!"


Teriak Gustav, menyemangati para prajurit. Dia merasa malu pada dirinya sendiri karena kehilangan ketenangannya di babak akhir pertempuran. Dia telah sepenuhnya ditipu oleh Schera yang sejak awal sudah dia ragukan, dan kemudian memakan umpan yang ada didepan matanya. Sungguh bodohnya dia.
Dia menggerakkan para prajuritnya seraya wajahnya memerah karena kemarahan dan penyesalan. Gak ada waktu buat menyesal.


"Jenderal, Jenderal tak boleh gugur disini. Kembali dan tetaplah hidup untuk kami, orang Wealth. Itu adalah tugas seorang pria dari keluarga Wealth. Tolong jaga keluarga kami."


"Aku tak bisa! Aku akan tetap bersama kalian–"


"Jangan-! Kami akan melakukan serangan dan pasti akan membuka jalan. Serang disana dan teroboslah apapun yang terjadi!"


"Jenderal Gustav, tetaplah hidup-!"


"Tunggu, aku–!"


Mengabaikan suara Gustav yang menyuruh mereka berhenti, unit elit yang ada disampingnya memulai serangan, menyerbu infanteri musuh dengan sungguh-sungguh. Mereka tertusuk oleh tombak-tombak, dijatuhkan dari kuda, dan banyak orang yang tewas. Tapi, serangan ganas mereka bisa menciptakan sebuah celah pada Pasukan Kerajaan selama beberapa saat.


"Arrrggghh, jangan biarkan pengorbanan mereka sia-sia! Semuanya ikuti aku–! Kita pasti bisa menerobos kepungan ini!!"


"Ikuti Jenderal!! Hidup Wealth!!"


"Berjayalah Wealth!!"


"Bunuh orang Madros meski hanya satu–!"


Gustav menerobos pengepungan tersebut, dan melaju dengan segenap tenaganya, bergerak menuju Benteng Kedua. Berusaha untuk mencegah dia, unit pengejar milik Kerry terus-menerus menyerang mereka.
Gak ada tahanan orang Wealth. Semua orang bertempur sampai mati, dan dengan demikian pembantaian terus berlanjut.
Saat kerugian mulai meningkat melebihi perkiraan, Kerry dengan enggan memerintahkan menghentikan pengejaran. Gak ada yang lebih berbahaya dari para prajurit yang sudah siap mati, para prajurit yang memasrahkan diri mereka pada Kematian. Para prajurit Gustav bertempur dengan tekad setinggi itu.


Korps Ketujuh milik Gustav yang aslinya 20.000 personil, sekarang tinggal 5.000 personil. Orang-orang yang selamat berhamburan ke segala arah, dan mengikuti penilaian mereka masing-masing, mereka berusaha kembali ke Wealth.
Orang-orang yang mendampingi Gustav hanya berjumlah 500. Gak ada komando, dan yang mereka lakukan hanyalah terus mundur.
Di dalam badai salju yang ganas, didepan mereka muncul pasukan kavaleri. Bendera mereka berwarna hitam berlambang gagak putih. Itu adalah lambang dari Schera, karakter yang merupakan aktor yang menyebabkan kekalahan mereka.


"....Jadi si Dewa Kematian muncul huh? Waktu yang pas untuk memberi mereka hadiah perpisahan. Kita buat mereka menerima hukuman!"


Gustav menghunus pedangnya dengan penampilan penuh tekad dan memberi perintah untuk menyerang.
Begitu pula Kavaleri Schera mulai menyerbu, dan ini menjadi pertempuran besar, kuda dari kedua belah pihak sama-sama terhenti. Kedua belah pihak sama-sama lelah, dan yang masih bisa bergerak dengan bebas adalah Schera dan beberapa orang saja. Penuh semangat mengayunkan sabitnya, dia membunuh siapapun yang ada didepannya.


"Schera–!! Bangsat kau, berani-beraninya kau muncuk!! Kalau kau punya harga diri sebagai seorang prajurit, segera bunuh diri-!"


"Ahaha-! Letjen Gustav, aku sudah menunggumu! Aku tau kalau aku menunggumu, aku pasti bertemu denganmu. Semakin banyak kepala Jenderal semakin bagus. Maaf, tapi bisakah kau jadi makananku-!"


"Diam-! Dengan harga diri Wealth, aku akan membunuhmu-!"


Sabit milik Schera diayunkan pada Gustav, tapi Gustav menepis serangan ganas dari Schera, dengan lincah menggunakan pedangnya. Intuisi dari pengalamannya selama bertahun-tahun memberitahunya bahwa dia gak akan sanggup menerima serangan itu dengan pedangnya. Gustav terus memainkan pedangnya, menghindari serangan Schera.
Kudanya meringkih liar, dan teriakan Gustav menggema disekitar.


“–Ha-!! Haaaaaaaaa-!!!”


“–Rasakan ini. Secara mengalir. Seperti ini-!”


Menepis serangannya, Gustav membelokkan serangan Schera. Dalam keadaan sulit seperti ini, Gustav menampilkan kemahirannya dalam ilmu pedang.


"Naif sekali, gadis kecil-!!"


"–!!"


Schera secara gak sengaja termakan tipuan Gustav. Gustav berpura-pura posturnya rusak, dan sabit milik Schera diayunkan kebawah, tapi Gustav menghindarinya dengan jarak yang setebal kertas.


"Kena kau-!!"


Schera masih dalam posisi mengayunkan sabit. Gustav melakukan tusukan kilat dengan segenap kekuatannya mengincar dadanya. Itu adalah tusukan yang sangat cepat, tusukan tercepat sepanjang hidup Gustav.


“..........”


".....Sayang sekali. Padahal kurang seujung jari. Letjen Gustav, kau betul-betul gak beruntung."


“Gugah, Gah–”


Pedang milik Gustav yang ditusukkan terhenti dengan jarak setebal rambut dari jantung Schera. Gustav sudah berhasil menembus zirah Schera, tapi sayangnya gagal menyebabkan luka.
Sabit milik Schera yang diayunkan keatas menancap pada rahang Gustav. Ujung sabitnya bisa terlihat menembus bagian depan wajah Gustav. Gustav gak bisa mengeluarkan jeritan lagi karena rasa sakit yang teramat sangat yang dia rasakan menjalar pada tubuhnya. Dari mulutnya yang berkedut, keluar darah dalam jumlah yang banyak.
Schera dengan sadis mencabut sabitnya, dan kepala Gustav terpotong menyamping. Lalu, dia menarik nafas panjang, dan berteriak lantang.


"Aku, Schera, telah membunuh jenderal musuh, Gustav!! Bantai musuh-, bunuh mereka semua-!!"


“OUUUUUUUUUUU-!!”


Sebuah unit yang telah kehilangan komandannya sangatlah rapuh. Disisi lain, para prajurit dipihak pemenang semakin kuat. Para prajurit Gustav yang telah kehilangan semangat bertarung mereka dibantai, dan mayat mereka berserakan ditanah. Meski begitu, itu layak dipuji bahwa mereka berjuang sampai titik darah penghabisan.


Pada akhirnya, kurang dari 3.000 prajurit dari Korps Ketujuh yang berhasil kembali ke Wealth dengan selamat. Para prajurit lainnya tewas dalam pertempuran.
30.000 prajurit Korps Pertama dikalahkan, lebih dari setengah yang menyerah, dan yang lainnya tewas dalam pertempuran atau melarikan diri.
Operasi untuk menginvasi Madros telah gagal total, dan berujung pada Pasukan Kekaisaran menderita kerugian besar.


Dan juga, komandan dari Korps Pertama, Alexander, sudah jadi tawanan Pasukan Kerajaan, dan komandan dari Korps Ketujuh, Gustav, tewas dalam pertempuran. Kekaisaran telah kehilangan semua potensi perangnya di wilayah Timur, dan para petinggi berada dalam keadaan kacau.
Kerajaan memulai negosiasi dengan Kekaisaran menggunakan Alexander sebagai alat negosiasinya.
Pertama, mereka ingin Kekaisaran menarik pasukan mereka dari wilayah Kerajaan yang sudah direbut, dan juga ingin mereka membayar ganti rugi. Selain itu, sebagai pertukaran untuk pembebasan Alexander, mereka ingin Kekaisaran menyerahkan Pangeran Kedua, Alan. Mereka harus memutuskan hubungan antara Kekaisaran dan Pasukan Pembebasan.
Kekaisaran setuju untuk menarik pasukan mereka, tapi gak mau membayar ganti rugi. Dan juga, mereka menolak untuk menyerahkan Alan. Negosiasi pertama berujung pada kegagalan mencapai kesepakatan.<br/ Untuk saat ini, hasil sementara dengan melanjutkan negosiasi adalah tercapainya kesepakatan damai antara Wilayah Wealth dan Madros.


Dalam pertempuran mempertahankan Madros kali ini, sepak terjang Schera sangat luar biasa. Dia mendapatkan prestasi yang sangat besar, membunuh tiga komandan divisi dengan pangkat jenderal, membunuh Gustav sang komandan Korps Ketujuh, dan juga menangkap Pangeran Pertama Kekaisaran hidup-hidup. Dia sangat disanjung-sanjung oleh Kerry dan Yalder, dan bahkan di Ibukota Kerajaan dia mulai diperlakukan sebagai seorang pahlawan. Sebuah surat rekomendasi dari Menteri Utama Farzam juga tiba, dan diputuskan dia akan diberi sebuah penghargaan.
Dengan pelayanan yang sangat berjasa seperti itu, dia segera disetujui untuk dipromosikan menjado Kolonel, dan ajudannya, Katarina, juga akan dipromosikan menjadi Lettu.
Adapun untuk Schera, daripada promosi menjadi Kolonel, dia lebih tertarik pada benih Kentang Wealth yang dia dapatkan saat menyerang rombongan kereta persediaan.
Dia bermain-main dengan benih kentang itu, bersenandung, memikirkan tempat yang cocok untuk membudidayakannya.


"Letkol, selamat atas promosimu menjadi Kolonel. Kau juga dikenal di Ibukota sebagai seorang Pahlawan, sang penyelamat negeri. Apa gak apa-apa melepas nama Dewa Kematian milikmu?"


Seorang Pahlawan memiliki julukan Dewa Kematian sangatlah gak menguntungkan dan itu akan menjadi topik pembicaraan, kata Katarina seraya dia tersenyum masam. Schera tertawa, sama sekali gak mempedulikannya.


"Nama itu udah terlanjur melekat, dan jadinya akan sia-sia. Bukankah nama itu cukup cocok?"


"Kalau begitu gak masalah. Sebut saja dirimu Dewa Kematian seterusnya."


"Tentu. Selamat juga untukmu karena dapat promosi jadi Lettu, Katarina."


Karena kekalahan beruntun yang mereka alami, Katarina sempat menyerah soal promosi. Sekarang dia akhirnya bisa naik pangkat menjadi Lettu. Meski setelah promosi, tugasnya gak akan banyak berubah sih.
Dia berniat untuk bekerja lebih keras sebagai ajudan Schera.


"Siap-, terimakasih banyak! Dan juga, pengembalian pangkat Letjen Yalder menjadi Jenderal sudah disetujui berkat prestasinya kali ini. Dia sedang dalam mood yang sangat bagus, dan dia mengagumimu, Letkol. Sampai-sampai dia mau menjadikanmu putrinya, katanya."


Itu bukanlah candaan, Yalder betul-betul ingin mengangkat Schera sebagai anak angkatnya, tapi dia dihentikan oleh Sidamo.
Bilang kalau dia gak mau tugas tambahan lagi yang ditekankan pada dirinya, kayaknya dia mati-matian membujuk Yalder.
Kerry juga memberitahu Schera kalau dia ingin menerima Schera sebagai pengantin untuk Darus yang berhasil diselamatkan, tapi Darus sendiri memohon sambil berlinang air mata. Kayaknya dia sudah mengalami trauma psikologis karena hampir terbunuh.
Saat Schera tersenyum, wajah Darus langsung pucat dan segera melarikan diri.


"Mereka juga bilang kalau kita bakal dapat banyak medali. Pas aku bilang kasi aja aku sesuatu yang lezat ketimbang medali, aku malah diketawain."


Schera melemparkan benih kentangnya ke udara layaknya kantong manik-manik, lagi dan lagi. Katarina memperhatikan dia dengan riang.


"Dalam pertempuran ini, banyak prajuritku yang gugur. Sungguh disayangkan."


"Siap, dari 2.000 orang, 600 orang telah gugur dalam pertempuran atau menghilang. Akan tetapi, semua orang berjuang penuh keberanian sampai titik darah penghabisan."


"....Rasakan akan semakin sepi. Orang-orang yang makan bersamaku sudah berkurang."


"Kami, akan melayanimu sampai akhir hayat kami."


"Ya. Mm, aku baik-baik aja. Gimanapun juga, orang yang kubunuh masih kurang banyak. Aku ingin makan lebih banyak lagi. Aku ingin membunuh lebih banyak lagi. Aku masih bisa bertarung. Aku gak akan membiarkan satupun sampah pasukan pemberontak hidup. Itulah tekadku."


Setelah tersenyum riang, Schera memasukkan benih kentangnya kedalam kantong. Dia mengajak Katarina kembali ke pasukan kavaleri, dimana semua orang sedang membuat lodeh. Itu adalah lodeh dengan isi kentang Wealth dan ikan yang mereka dapatkan dari Madros. Hidangan itu betul-betul enak.
Secara tiba-tiba, Yalder dan Kerry, serta Darus yang wajahnya masih pucat, ikut serta, dan ujung-ujungnya itu menjadi sebuah prasmanan besar yang melibatkan seluruh penghuni kastil Madros, Schera menyantap berbagai hidangan lezat, minum anggur, dan sangat menikmati pesta itu bersama semua rekannya.


* * *


–Suatu ruangan di Kastil Madros.


Setelah pestanya berakhir, Yalder dan Kerry minum bersama.
Itu bukanlah miras kelas tinggi untuk para pemenang, tapi itu adalah miras yang dibangga-banggakan Kerry dan sudah dipersiapkan sebagai ucapan terimakasih buat Yalder untuk upayanya.


"Yalder, maaf sudah memaksakan peran seperti ini padamu. Berkat kau lah kita bisa membunuh Gustav dan melindungi Madros. Aku betul-betul berterimakasih dari lubuk hatiku."


Kerry menuangkan minuman pada gelasnya. Yalder menegak minumannya sambil meringis.


"–Hmph, Letkol Schera adalah figur kunci untuk kemenangan ini. Aku bertindak gak lebih dari seorang badut. Akan sulit mengalahkan Pasukan Kekaisaran tanpa dia. Schera sudah menjawab harapan dengan sangat hebat."


".....Dimana sih kau nemu tuh cewek, Yalder. Aku nggak pernah melihat seorang cewek monster kayak dia sebelumnya."


"Dia aslinya gak lenihr dari seorang prajurit biasa yang ditempatkan di Antigua. Dia jadi tersohor secara tiba-tiba, dan sekarang dia sudah masuk ke jajaran para pahlawan. Pada tingkat ini, masa depan Kerajaan mungkin akan cerah."


Gumam Yalder seraya mengingat sosok Schera. Kisah keberhasilannya yang luar biasa berada disaat yang sama dengan kisah penderitaan Yalder. Schera punya bakat yang membuat dia iri sebagai seorang prajurit. Tapi, merupakan sebuah kegembiraan bisa berjuang bersama dengan Schera.
Dia serius mengatakan kalau dia ingin menjadikan Schera anak angkat. Kalau dia bisa menikahkan Schera dengan salah satu putranya dan membuat dia mewarisi garis keturunannya, tak akan ada kebahagiaan yang lebih besar dari hal itu.


"......Yalder, ada satu hal penting yang ingin kutanyakan. Gimana bisa kau memiliki keyakinan sebesar itu pada Schera? Apa kau gak pernah meragukan dia akan betul-betul menghianati Kekaisaran? Aku mempercayakan tugas ini padamu karena aku tau kalau kau gak akan berhianat."


Kerry menganggap Yalder adalah tipe komandan sembrono. Disaat yang sama, dia tau kalau Yalder juga punya sisi seorang pejuang tangguh yang gak akan pernah berhianat. Dia punya sisi gelap seperti seorang bandit, dan dia gampang disalahpahami.
Karena itulah Kerry menyuruh Yalder berpura-pura menyerah dan menyuruh dia menyerang Kekaisaran dari belakang.
Yalder memukul Kerry penuh amarah karena harga dirinya gak bisa menerima penghinaan tugas.


"Apa kau mau tau, Kerry."


Yalder memiringkan gelasnya dengan sombong.


"Aku betul-betul pengen tau. Biar aku pakai sebagai referensi nantinya."


"–Hanya intuisi. Aku punya perasaan kalau dia gak akan menghianati kitam dan ternyata aku memenangkan taruhannya secara fantastis. Betul-betul menguntungkan."


"......Aku terkejut sekali cok sampai-sampai aku gak bisa ngomong apa-apa. Aku tau kau itu bego, tapi gak kusangka kau udah separah ini."


Itu bukanlah sebuah jawaban, itulah yang disiratkan ekspresi Kerry, dan dia menuangkan lebih banyak minuman dan menegaknya. Dengan ekspresi bangga, Yalder mengunyah daging asap yang jadi pendamping alkohol.
Yalder sudah mengirim Schera ke unit inti dari Pasukan kerajaan karena Yalder pikir cuman dirinya sendiri saja gak akan cukup. Sebuah racun ganas dibutuhkan untuk menghancurkan pasukan besar dari Kekaisaran. Cuma Yalder sendiri tidaklah mumpuni. Dan juga, cuma ada satu orang dibawah komando Yalder yang bisa memikul tugas berat itu.
Sang perwira perempuan yang memiliki julukan Dewa Kematian. Kavaleri yang membawa bendera hitam berlambang gagak putih.
Dia merasa kalau dia mempercayakan tugas itu pada kelompok Schera, mereka bisa memporak-porandakan Pasukan Kekaisaran dan menyebabkan kekacauan.
Itulah intinya.


* * *


–Pesan dari Ibukota untuk Canaan.

Telah terjadi upaya kudeta di Ibukota Kerajaan Blanca.
Pimpinannya adalah putra tertua dari kekuarga Basarov, Kolonel Gulf Basarov dan faksinya.
Dia berencana membunuh Raja dan Menteri Utama dan ingin merebut kekuasaan.
Dia berhasil dicegah melalui kinerja dari para agen Menteri Utama Farzam.


Resimen di Canaan segera tahan Sharov Bazarov dan kirim dia ke Ibukota.
Jika dia melawan, tangkap dia hidup atau mati.
Dengan ini Barbora ditunjuk sebagai komandan Canaan sebagai penggantinya.


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya