Shinigami wo Tabeta Shoujo Indo:Bab 26

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 26 - Kue Ibukota Sangat Enak[edit]

Kavaleri Schera berjumlah 3.000 personil yang berangkat dari Benteng Cyrus mempertahankan semangat mereka di Kota Canaan untuk petempuran penghabisan yang akan segera terjadi.


Perintah masih belum turun, tapi ada rumor yang menyebar di seluruh pasukan bahwa pasukan-pasukan perlahan dikerahkan untuk merebut Belta.
Gak peduli seperapa dungunya seseorang, kalau mereka melihat 50.000 pasukan elit dikerahkan dari Ibukota dan persediaan juga diperbanyak, mereka mau tak mau pasti akan menyadarinya. Terlebih lagi karena Barbora, komandan Pasukan Pertama, mendeklarasikan kehancuran pasukan pemberontak lebih dari biasanya.


Disaat seluruh Korps Pasukan Pertama sedang bergegas bergerak, Schera dipanggil oleh Yalder, dan dia datang ke kastil dengan malas.
Hari ini, dia gak pakai zirah hitam yang biasanya dia pakai, tapi memakai sebuah seragam yang diperuntukkan untuk para perwira tinggi Pasukan Kerajaan. Pada dada kiri seragam militernya yang berwarna putih, semua medali yang dia dapatkan sejauh ini terpasang secara mencolok.
Schera berkali-kali mengeluh kalau itu gak perlu, tapi Katarina ngotot membujuknya, bilang kalau "formalitas sangat penting", jadi dia sambil ogah-ogahan memasang medali-medali bodoh itu.
Para penjaga kastil yang berpapasan dengan dia, setelah melihat banyaknya medali dan lencana pangkat miliknya, segera memberi hormat... seraya keringat dingin mengucur di punggung mereka.
Seorang perwira wanita pendek. Medali, bukti prestasi militer yang mengagumkan. Dan dengan lencana pangkat Kolonel, gak diragukan lagi. Ini adalah sang dewa kematian yang dirumorkan yang bahkan anak-anak di desa sekalipun tau.
Jumlah jenderal musuh yang dia bunuh sudah gak bisa dihitung. Dia adalah monster yang bisa membunuh ribuan orang sendirian. Kavaleri yang berada dibawah benderanya merupakan orang-orang tangguh yang gak takut akan kematian. Bersikap gak hormat pada dia maka akan dihantui, deesbe.
Rumor-rumor itu menyebar, dan dia ditakuti sebagai sebuah simbol dari rasa kagum dan teror oleh para bintara.
Tanpa ekspresi, dia tersenyum kaku pada mereka dan menuju ke ruangan Yalder. Gak lama setelah itu, dia berdiri didepan pintu tujuannya, mengetuk pintu dengan kaku, dan mengatakan kedatangannya dengan suara tegas.


"Ini Schera. Mohon ijin."


"Masuk" merupakan satu-satunya kata yang terdengar dari dalam. Itu adalah suara dari staf perwira yang handal dalam memberi ceramah panjang.


Sambil berpikir suara itu terasa nostalgia, Schera segera memasuki ruangan. Disana ada Jenderal Yalder yang tersenyum riang, dan Staf Perwira Sidamo yang mengernyit.


"Lama tak bersua, Kolonel Schera. Aku sudah mendengar tentang sepak terjangmu. Bisa menyusulku begitu cepat, astaga, kau memang seorang wanita yang mengerikan."


Pangkat resmi Sidamo adalah Kolonel, dan hanya setahun setelah Belta jatuh, Schera sudah satu pangkat dengan Sidamo.


"Siap, terimakasih banyak. Ucapan anda sangat memberi semangat. Mulai dari sekarang juga, saya akan berusaha sebaik mungkin, sayang sekali."


"Masukkan lebih banyak emosi pada ucapanmu. Dan juga, bukan begitu caranya menggunakan kata, "Sayang sekali". Gunakan kepalamu."


"Siap. Saya minta maaf."


`Duh, dia pasti bakalan mulai ceramah panjang lebar lagi nih`, pikir Schera seraya mengernyitkan keningnya, tapi dia akan kerepotan kalau ceramahnya panjang, jadi dia segera minta maaf.


"Selalu ada perasaan tak nyaman yang terus-menerus ini saat kau berbicara secara formal karena ucapanmu tak sejalan dengan ekspresimu. Sebagai seorang perwira, kau harus punya sikap dan tindakan yang sesuai. Terlebih lagi karena kau seorang Kolonel sekarang."


"Saya mohon maaf, saya akan lebih berhati-hati-!"


Schera berkata dengan suara keras, tapi sudah jelas kalau itu adalah bantahan seorang anak yang rewel. Karena sudah bisa membaca perasaan Schera lebih baik dari sebelumnya, Sidamo menghela nafas panjang.
Apa yang sekarang dipikirkan cewek didepan matanya ini sangat sederhana. ––`Ini ngebosenin. Aku capek. Laper`.
Sidamo mencubit kerutan diantara alisnya dan sudah mau mengeluarkan badai kritikan secara bertubi-tubi, tapi Yalder menyela sambil tertawa.


"Hahaha–, oh ayolah. Dia memang begitu, dan kurasa itu bagus. Tak masalah membiarkan sikap tak hormat itu berlanjut. Jika ada yang terjadi, aku yang akan bertanggungjawab!"


"Terimakasih banyak, Jenderal!"


"Jenderal, kau tak boleh bersikap lembut pada dia. Kita bisa saja mendengar fitnah terhadap Jenderal dari si bodoh ini."


"Aku tak betul-betul peduli. Sebuah kesalahan sepele ini sudah tertutup oleh tindakan Kolonel. Dan juga, kita memanggil Kolonel kesini hari ini bukan untuk mengajari dia sopan-santun. Paham kan? Staf Perwira Sidamo."


"Siap–"


Yalder mengetuk mejanya beberapa kali dengan jarinya, dan Sidamo mengeluarkan dua paket. Dia meletakkannya pelan-pelan di meja didepan Schera, dan kembali ke samping bosnya.


"Kolonel, paket yang kiri dikirim dari Yang Mulia untukmu. Bukalah."


"-Siap-! Permisi!"


Didesak oleh Yalder, Schera mulai membuka paket kecil yang sebelah kiri. "kuharap itu makanan lezat", pikirnya.
Dengan hati-hati dan lembut membuka paket itu, apa yang masuk dalam pandangan Schera adalah medali emas yang tebal, berkilauan dan lebih megah daripada medali-medali yang sudah dia miliki. Schera gak menyembunyikan ekspresi kecewa dan patah hatinya, dan dalam diam menaruh penutup kotaknya, menutupnya.


"Kolonel Schera, apa ada yang kau keluhkan? Ini memang mengejutkan, tapi itu adalah sebuah medali yang dihadiahkan oleh Paduka Raja. Sedikit bergembiralah."


"Tidak ada yang saya keluhkan. Ini merupakan kehormatan yang sangat besar."


Ucapanya berbanding terbalik dengan sikapnya. Perasaan muram menyelimuti tubuhnya.


"Kalau begitu, pasanglah medalinya. Jika kau pawai keliling kita sambil memakai Star of the Patriot Knight itu, semua orang akan mengakui kehebatanmu. Itu adalah sebuah medali luar biasa yang cocok untuk seorang pahlawan. Sejujurnya ini merupakan kejadian spesial."


Penilaian orang-orang terhadap Schera mungkin gak akan banyak berubah meski medali miliknya semakin banyak. Gak peduli seberapa banyak medali miliknya, dia gak punya sesuatu yang spesial. Schera memasukkan kotak kecil itu dengan lembut kedalam kantong sayuran dipinggangnya dan memutuskan dia gak melihat apa-apa.
Sayurannya sudah habis dimakan, jadi kantong itu gak lebih dari sekedar kantong kosong.


“............”


"Bersemangatlah, Kolonel Schera. Sidamo, kau punya kepribadian yang mengerikan. Sejak kapan itu terjadi padamu?"


Yalder bertanya sambil tersenyum sarkas, dan Sidamo dengan datar menjawab,


"Sejak bekerja dibawahmu, Jenderal, aku menjadi seperti ini secera tiba-tiba."


"Begitu, jadi begitu. Yah maaf karena merepotkanmu. Tingkatkan lagi kepribadian jahatmu. Aku tidak butuh seorang staf perwira yang polos. Aku ingin kau begitu, Staf Perwira Sidamo."


"Terimakasih banyak, Jenderal."


"Umu. Nah sekarang, Kolonel. Bukalah kotak yang satunya. Hal yang kau inginkan harusnya ada disana. Aku secara khusus memanggil seorang koki dari Ibukota untuk membuatnya. Itu adalah pesanan khusus dariku."


"–Siap ndan-!"


Schera membuka kotak besar yang ada ditengah meja. Didalamnya, terdapat kue yang terlihat sangat lezat, dihiasi dengan banyak buah-buahan berwarna-warni. Saat dia membuka penutupnya, aroma asam-manis menggelitik hidung Schera dan merangsang rasa laparnya. Terbalut dalam gula cair yang mengeras, kue bulat ini memancarkan kilauan yang menawan, penampilannya membuat seseorang ingin segera melahapnya.


Itu kayak seseorang secara sembarangan menaruh berbagai jenis buah didasar sebuah kue. Kue pesanan khusus dari Yalder ini punya penampilan yang aneh, tapi kepuasan yang diberikan gak ada saingannya.
Schera dengan hati-hati mencoleknya dengan jarinya, dan kemudian menjilat sirup yang menempel pada jarinya. Rasanya manis dan sangat lezat. Rasanya gak bisa digambarkan dengan kata-kata. Dia gak bisa menahan lebih lama lagi. Dia meraih "Yalser Pie" itu dengan cengkeraman elang, lalu,


"–Kolonel Schera. Apa kau sadar dimana kau berada?"


“ah............”


Schera langsung membatu seraya tangannya berada dalam kotak tersebut. Sidamo mengulangi pertanyaannya.


"Kolonel. Aku menanyaimu, apa kau sadar dimana kau berada?"


"..........Maaf atas ketidaksopanan saya."


Kecewa, Schera menarik tangannya. Melihat keputusasaan Schera, Yalder mati-matian menahan tawanya.
Dia merasa seperti dia berada di tempat lain dan sedang memperhatikan dua kakak-beradik yang gak bisa diatur sedang bertengkar.


"Bagus. Sekarang tutup kotaknya, dan sampaikan ucapan yang tepat yang harus kau katakan pada Jenderal. Sekarang."


Schera memegang penutupnya seperti yang dikatakan, dan... dengan kelesuan yang gak pernah terlihat sebelumnya, dia menutup kotaknya. Lalu, dengan sikap ngambeknya yang kelihatan sangat jelas, dia menghadap Yalder dan memberi hormat.


"........Terimakasih banyak. Jenderal."


"Umu. Kau nikmati saja nanti. Aku sendiri tak keberatan, tapi ada Pak Staf Perwira yang bawel disamping kita. Maaf, tapi untuk sekarang bersabarlah."


"Itu sangat menjengkelkan disebut bawel. Kau tak boleh bersikap lembut pada dia. Si bego ini adalah seorang cewek yang bahkan sempat-sempatnya makan ditengah rapat perang. Ini adalah peluang bagus, jadi kita harus melatih dia dengan ketat disini."


Schera mau bilang kalau dia memang makan saat rapat perang di Belta, tapi dia segera mengurungkannya. Karena dia merasa bahwa urusannya akan semakin runyam. Sambil menenangkan Sidamo yang mulai ngoceh, Yalder menghadap Schera.


"Kolonel, urusan kita sudah selesai. Mungkin sebentar lagi, perintah untuk bergerak akan datang. Aku tak melebih-lebihkan saat aku bilang pertempuran berikutnya akan menentukan nasib Kerajaan. Kerahkan segala yang kau miliki. Tentu saja, kami juga akan bertempur sampai mati. Aku mengharapkan lebih banyak kehebatan darimu."


"Siap, serahkan pada saya! Saya pasti akan memusnahkan pasukan pemberontak!"


"Baiklah. Setelah kita menang, aku akan mengundangmu ke kediamanku di Ibukota. Aku sudah mempekerjakan banyak koki hebat, jadi kau pasti akan puas."


"Terimakasih banyak, Jenderal!"


Schera sebenarnya belum pernah betul-betul masuk ke Ibukota. Gimanapun juga, dia harus memenangkan pertempuran–dia ingin mendapatkan makanan lezat.
Para koki ini dipekerjakan oleh seorang jenderal peringkat tinggi. Gak diragukan lagi, pasti ada makanan yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Cuma membayangkannya saja sudah membuat mulutnya banjir.


".............Kolonel, nanti saja membayangkan makanan mewah setelah kita menang. Sebelum kau ngiler, lakukan persiapan perang terlebih dahulu."


"Dimengerti-!"


Schera dengan riang menanggapi Sidamo yang jengkel, memeluk kotak besar yang berisikan kue didalamnya, dan pergi dengan langkah buru-buru. Dia berencana memakannya segera setelah dia kembali ke ruangannya. Ini merupakan masalah yang harus didahulukan. Yalder memperhatikan dia pergi dengan ekspresi hangat. Sidamo berdeham, dan berbicara pada Yalder.


"Jenderal. Sebenarnya, ada masalah formal yang cukup gawat yang harus aku bicarakan denganmu."


"Apa, tiba-tiba jadi serius. Jangan bilang, kau jatuh cinta pada Schera dan mau melakukan wawancara pernikahan formal!? Maaf, tapi itu tak akan berhasil. Aku akan menikahkan Kolonel Schera dengan keluarga Gael ku. Maaf, tapi tahanlah dirimu demi aku."


Ucap Yalder dengan nada yang membuat seseorang gak akan menduga kalau dia sedang bercanda, dan Sidamo merengut pada dia dengan ekspresi seolah mengatakan, "Omong kosong apa yang kau ucapkan?"
Dia berdeham lebih keras dari yang sebelumnya, dan lanjut bicara dengan sikap gak senang.


"Tak perlu kuatir. Aku tak akan jatuh hati pada dia, apapun yang terjadi."


"Aku paham, aku pahan! Itu melegakan. .....Lalu, masalah apa itu?"


"Siap, sebenarnya, aku telah mendapatkan informasi yang aneh dari orang-orang yang kembali dari utara. Para anggota pasukan pemberontak telah mendapatkan sapi Cologne dalam jumlah besar dari wilayah utara."


Kata Sidamo, dan Yalder mengusap dagunya, tertarik.


"Bicara soal sapi Cologne, mereka merupakan ternak yang terkenal akan rasa dagingnya yang lezat. Tapi mereka punya satu lagi sifat yang aneh...."


"Ya. Sapi itu punya kepribadian yang ganas dan brutal, dan jika mereka marah, kecenderungan mereka akan membuat mereka terus mengejar sasaran. Kalau sapi dalam jumlah besar dimasukkan kedalam medan perang...."


"Jadi begitu. Itu akan merepotkan. Para prajurit yang tak tau apa-apa mungkin akan kacau balau kalau mereka tiba-tiba diserang oleh sekawanan sapi itu. .....Baiklah, beritahu Barbora kalau aku ingin dia memberitahukan hal ini pada para prajurit. Dia mungkin tak menyukainya, tapi itu lebih baik daripada kalah. Kalau dia bilang tidak mau, aku yang akan mengaturnya."


"Terimakasih banyak, Jenderal. .....Dan juga, tentang benda yang digunakan pada pertempuran Alucia–"


".......Ahh, ranjau sihir kan? Tanpa kau beritahu pun aku sudah tau. Bahkan sekarang, aku masih bermimpi buruk tentang kekalahan itu. Jika saja aku lebih bijaksana. Aku tak bisa mengungkapkan seberapa besar penyesalan yang kurasakan."


Tatapan Yalder turun, dan Sidamo agak kuatir, tapi Yalder tersenyum masam, bilang kalau dia gak perlu kuatir.


"........Jenderal."


".........Kita juga harus memperingatkan mereka soal itu juga. Kita tak boleh mengulangi kesalahan yang sama. Kirim mata-mata san suruh mereka mengamati dataran itu secara terus-menerus. Kita tak akan jatuh kedalam lubang yang sama lagi-!"


Jengkel, Yalder memukul meja. Sidamo menundukkan kepalanya dan meninggalkan ruangan. Dia sudah mempersiapkan langkah-langkah untuk situasi-situasi yang bisa dia perkirakan. Dia menyarankan sebuah rencana balasan untuk ranjau-ranjau sihir itu, dan dia menyarankan agar berhati-hati terhadap rencana sapi Cologne.
Tapi, dia memiliki perasaan buruk. Seolah dia telah mengabaikan sesuatu. Kegelisahan semacam itu menggerayangi benak Sidamo.


"......Aku harus memperteguh pikiranku sekali lagi. Tak banyak waktu yang tersisa sampai bergerak menuju barisan depan, tapi kita harus melakukan persiapan dengan sempurna. Kita tak boleh membiarkan adanya kekalahan lagi."


Minggu berikutnya, Barboora, Komandan Korps Pasukan Pertama, memberi perintah pada semua prajurit yang berkumpul di Canaan.


"Rebut kembali Belta, dan hancurkan seluruh pasukan pemberontak." ucapnya dengan keras dan megah. Menyisakan 20.000 prajurit untuk menjaga Canaan dan Roshanak, pasukan yang terdiri dari 150.000 berangkat menuju Belta.


Komandan Tertinggi Pasukan Kerajaan adalah Jenderal Barbora. United Legion milik Yalder dimasukkan kedalam Pasukan Pertama, dan Yalder ditempatkan dibawah komando Barbora yang lebih muda darinya.
Yalder sendiri dulunya seorang Komandan Korps Pasukan, tapi kemenangan pada semua hal jauh lebih penting daripada harga dirinya sendiri yang gak berguna, jadi dia dengan patuh mengikuti perintah. Itu terdengar indah saat keluar dari mulutnya, tapi wajahnya merona, dan pembuluh darah muncul, kata Sidamo yang menunggu disampingnya.


Yang memimpin divisi-divisi lain adalah Octavio dan Borbon, para jenderal kepercayaan Barbora. Dan juga ada Mayjen Larus yang menampilkan talenta yang hebat dibawah komando Sharov.
Menggunakan kebijaksanaan, Larus menentang pergerakan ini sampai akhir. Perkataan dari mendiang Sharov untuk Larus adalah "jangan pernah meninggalkan Canaan. Pekuat pertahanan secara menyeluruh dan tunggu musuh hancur dengan sendirinya."
Menyerang secara agresif sebelumnya, Barbora menolak kebijakan itu dan tanpa henti mengatakan pemdapatnya sendiri di rapat perang.
Karena sekarang mereka sudah memenangkan perang melawan Kekaisaran, merebut kembali Belta sama saja dengan memutuskan hasil perangnya. Kalau mereka gak menyerang sekarang, maka kapan lagi?


Pendapat itu didukung oleh para staf perwira dan para jenderal, tapi meski begitu, Larus menunjukkan ketidaksetujuannya, dan pada akhirnya dia dibungkam oleh sebuah dekrit kerajaan.


Yalder gak mengatakan pendapatnya sendiri dan mengikuti rencana dari rapat perang. Meskipun mereka bertahan dan mengikuti saran Sharov, sulit untuk menganggap prospek mereka akan berubah lebih baik. Tapi melakukan serangan besar untuk merebut kembali Belta juga disertai dengan resiko gak akan bisa pulih kalau mereka kalah.
Kalau mereka menang, gak masalah. Tapi, kalau mereka kalah, semuanya berakhir. Kalau Canaan jatuh, Pasukan Pembebasan perlahan akan sampai di Ibukota. Karena itulah, para penguasa feodal yang memutuskan untuk berdiam diri dan mengawasi sudah pasti akan memihak pasukan pemberontak.


".......Ini adalah pertempuran dimana kita tak boleh kalah. Kita harus menang bagaimanapun caranya. Aku, Yalder Gael, akan mempertaruhkan nyawaku, dan membersihkan aib sebelumnya-!"


Yalder memperkuat tekadnya, dan dengan erat memegang bendera Pasukan Ketiga yang kotor karena darah dan lumpur. Dia sekali lagi akan mendapatkan kejayaan dari kemenangan, dan bendera ini akan berkibar untuk para mendiang bawahannya. Ini merupakan sebuah tugas yang harus dia laksanakan, karena tanpa tau malu tetap hidup sebagai seorang jenderal yang dikalahkan, pikir Yalder.


* * *


Ditengah perjalanan, seorang pria berwajah muram mendekat ke samping Schera. Schera menoleh tanpa rasa tertarik, dan memiringkan kepalanya kebingungan, karena dia ingat wajah itu disuatu tempat.


"......Siapa yah? Aku ngerasa aku pernah ketemu kau disuatu tempat."


"Selamat atas kenaikan pangkatmu, Kolonel Schera."


Pria itu dengan santai mengulurkan sebuah kantong kecil pada Schera. Saat dia menerimanya dan melihat isinya, kantong itu penuh dengan kacang panggang.
Ini merupakan kacang yang rasanya aneh yang merupakan ciri khas Belta. Ingatan Schera mulai jernih perlahan-lahan.


"Ahh, aku ingat. Kau, kau adalah Mayor Konrad yang ada di Belta kan? Jadi lukamu udah sembuh. Kupikir kau mengalami luka cukup serius sampai-sampai kau gak bisa bergerak."


"Ya, Kolonel Schera. Berkat perjuangan keras Kolonel, nyawa ini terselamatkan. Dalam pertempuran ini, untuk membayar hutang itu, aku berniat untuk berjuang dengan tekad untuk berjuang sampai titik darah penghabisan-!"


Konrad berbicara dengan hati-hati seolah memperhatikan setiap ucapannya.


"......Bahasa formal sangat gak cocok buatmu. Bisakah kau bicara seperti kau yang biasanya tanpa harus maksain diri?"


Dengan wajah puas, Schera mengucapkan kata-kata yang diucapkan pada dirinya sebelumnya.
Konrad menggeleng, bilang kalau dia gak bisa mengikuti saran Schera.


"pangkat merupakan hal mutlak dalam sebuah kesatuan. Mohon maafkan aku, tapi, aku tak bisa melakukan itu!"


"Aku paham. Gak masalah buatku. Yah, kau akhirnya selamat, jadi jangan terlalu memaksakan diri. Kali ini, kau mungkin akan mati. Itu cuma intuisiku sih."


Konrad secara terang-terangan dikasi tau tentang kematiannya, tapi dia menanggapi Schera tanpa adanya perubahan pada ekspresinya.
Kalau dia takut mati, dia gak akan mengabaikan dokter yang menahan dia dan berpartisipasi dalam pertempuran ini.
Konrad punya sesuatu yang harus dia kerjakan, meski nyawanya yang jadi bayarannya.


"Dalam pertempuran ini, aku harus membunuh musuh dari Jenderal David. Jika aku bisa melakukannya, nyawa ini layak jadi taruhannya."


Perwira atasannya dulu tewas di Belta. Dia adalah seorang bangsawan yang menghargai dia meskipun kemampuan sosialisinya buruk. Reputasi David dimata orang lain memang buruk, tapi bagi Konrad, David adalah seorang pria yang mana dia berhutang budi padanya.
Dia sendiri yang akan membersihkan penyesalan David. Dengan kegigihan itu, Konrad berhasil pulih dari luka yang sangat serius dimana dia sampai gak bisa bergerak.


"......Aku paham. Kalau gitu aku gak bisa menghentikanmu. Aku mengharapkan hal hebat darimu dalam pertempuran ini. Demi kemenangan Kerajaan, mari kita kerahkan semua kekuatan kita, bersama-sama."


"Siap, dimengerti-!"


Percakapan diantara mereka berdua yanv mana keduanya sama-sama gak cocok memakai bahasa formal, berakhir singkat.
Konrad sekali lagi memberi hormat dari atas kudanya, dan dia kembali ke unitnya sendiri. Schera tanpa ekspresi memperhatikan dia pergi, mengeluarkan kacang dari kantong, dan memasukkan kedalam mulutnya.


"........Pedes."


Bumbu pada kacang itu sangat pedas sampai-sampai Schera mengernyit.


* * *


Pasukan Pembebasan menerima berita bahwa"150.000 Pasukan Kerajaan sedang bergerak menuju Belta." Karena mereka sudah mendapatkan informasi bahwa pasukan itu berkumpul di Canaan sebelumnya, persiapan perang mereka sudah selesai.
Hal yang sama juga berlaku untuk Pasukan Pembebasan–mereka gak boleh kalah dalam pertempuran ini. Karena sekarang Kekaisaran gak bisa bertindak, mereka harus menunjukkan pada dunia kalau Pasukan Pembebasan bisa menguasai Ibukota Kerajaan sendirian. Demi hal iyu, mereka juga harus memenangkan pertempuran bagaimanapun caranya.
Komandan Pasukan Pembebasan, Altura, memberi perintah pada rekan-rekan Pasukan Pembebasannya yang telah berkumpul.


"Pertempuran ini akan menentukan nasib dari Perang Pembebasan. Bahkan sekarang ini saat kita melakukan ini, orang-orang tak berdosa sedang kelaparan dan menderita. Kita tak boleh gagal. Kita harus menggulingkan penguasa saat ini, mengakhiri tiraninya yang kejam, apapun yang terjadi. Demi hal itu, banyak darah yang mungkin akan tumpah, dan banyak rekan kita yang mungkin kehilangan nyawa mereka. Aku yang akan menanggung semua dosa itu, dan kemudian, kita pasti akan membunuh Kristoff, sumber dari pemerintahan yang bobrok ini, aku bersumpah pada kalian. Untuk membangun sebuah dunia dimana tak seorangpun yang akan menderita, dimana semua orang bisa hidup sambil tersenyum, kumohon, aku ingin kalian meminjamkan kekuatan kalian padaku-!!"


Altura menghunus pedangnya dan dengan anggun mengangkat pedangnya kearah langit. Sorakan terdengar layaknya sebuah ledakan, dan terikan "Hidup Pasukan Pembebasan" bergema.
Menatap mereka dengan ekspresi anggun, Altura menjawab sorakan mereka.


Para prajurit dari Pasukan Pembebasan bukanlah orang-orang bodoh. Mereka gak berpikir mereka bisa hidup harmoni layaknya yang digambarkan oleh sang Putri. Tapi meski demikian, kebencian dan amarah terhadap Kerajaan saat ini yang menyiksa mereka sudah gak bisa dibendung. Jalan keluar untuk amarah mereka yang mendidih yang mengubahnya menjadi alasan adalah Altura dan Pasukan Pembebasan.
Jenderal Behrouz menerima sinyal dari Altura, dan dengan teriakan yang gak sesuai dengan usianya, dia memberi perintah pada para prajurit yang berbaris.


"KITA AKAN MEMENANGKAN PERTEMPURAN INI, DAN MENDAPATKAN KEMBALI KEHIDUPAN MAKMUR KITA DI KERAJAAN-! DEMI HAL ITU, KITA HARUS MEMBUAT CANAAN JATUH BAGAIMANAPUN CARANYA-! BERTARUNGLAH SAMPAI TITIK DARAH PENGHABISAN! KEADILAN ADA DIPIHAK KITA-! MULAI BERGERAK-!!"


"MULAI BERGERAK-! TARGET, DATARAN BERTUSBURG!"


Pasukan Pembebasan, berjumlah 130.000, berangkat dari Belta untuk menghadang Pasukan Kerajaan. Mereka berencana memusnahkan pasukan musuh yang mendekat, dan segera merebut Canaan yang kekurangan prajurit. Kalau ini berjalan mulus, mereka mungkin bisa mengakhiri perang ini.
Kedua pasukan akan bertempur di Dataran Bertusburg yang terletak diantara Belta dan Canaan. Pasukan-pasukan besar dari Pasukan Kerajaan dan Pasukan Pembebasan akan bertempur dalam peperangan ini. Dataran itu memiliki daya pandang yang bagus dan medan yang agak miring.
Secara Karakteristik, ada tempat tinggi yang disebut Dataran Tinggi Carnas, dan dari sana bisa melihat ke segala arah.
Diener, Ahli Strategi dari Pasukan Pembebasan, telah berhasil mengerahkan sebuah formasi cepat pada dataran tinggi itu. Mereka membangun markas disana, dan sebuah divisi yang dipimpin oleh Ghamzeh dikerahkan untuk menjaganya. Ghamzeh juga merupakan seorang jenderal yang dikuasai keinginan untuk balas dendam. Dia sudah keluar dari posisinya sebagai seorang staf perwira dan sekarang memimpin sebuah unit pasukan.
Dan juga, 2.000 sapi Cologne yang disiapkan oleh Vander dari wilayah utara telah diikat, disembunyikan, dan ditempatkan dibagian belakang pasukan. Setengah dari jumlah sapi itu menarik kereta tertutup.


–Di kereta-kereta ini ada sesuatu.
Disisi lain, Pasukan Kerajaan juga mengerahkan pasukan mereka dan menghadapi pasukan pemberontak dari depan. Memiliki keuntungan unggul dalam jumlah, Pasukan Kerajaan berencana memanfaatkan momentumnya dan menekan musuh dengan serangan frontal.
Disaat yang sama, sebuah operasi dilakukan untuk merebut Dataran Tinggi Carnas.


Barbora dan pasukan utama berada di sayap tengah. Sayap kiri adalah divisi Borbon, dan sayap kanan adalah Legion milik Yalder yang ditempatkan di belakang. Kavaleri Schera bertugas menjadi penjaga depan sayap tengah.
Jadi barisan paling depan mau tak mau akan melihat pertempuran ganas. Tentunya korbannya akan banyak, tapi juga merupakan tugas terhormat untuk memulai pertempuran.


Schera diberi tugas untuk memecah sayap tengah dan kiri musuh. Mengakui kekuatan Schera, Barbora memberi Schera tugas penting ini dan mengabaikan penentangan dari Octavio yang percaya diri.


Yang ditugaskan sebagai pendukungnya adalah Mayor Konrad yang dulunya dari Pasukan Keempat, yang belum lama ini pulih dari lukanya, dan Octavio yang menentang sampai akhir.
Pasukan utama Barbora dan divisi Borbon akan dikerahkan untuk menghadapi barisan tengah, dan tugas utama terletak pada sayap kanan yang dipimpin oleh Yalder. Menginginkan pengalaman dan keuntungan, Barbora memilih Yalder yang mana hubungan mereka layaknya tom and jerry" untuk tugas ini. Karena sekarang keinginanya akan promosi sudah sirna, dia berniat untuk melakukan apapun yang dia bisa demi kemenangan. Dia juga punya alasan akan keraguan soal kemampuan kepemimpinan dari Octavio dan para anak buahnya yang lainnya.


Setelah mereka terbagi dan mengisolasi Dataran Tinggi Carnas, sayap kanan yang dipimpin Yalder akan berputar, menargetkan sisi dengan pertahanan yang tipis, dan memusnahkan mereka, yang mana akan membawa operasi ini ke tahap akhirnya. Setelah mendapatkan kendali dari dataran tinggi tersebut, mereka akan menggunakan momentum itu dan menyerbu markas musuh. Inilah operasi yang dirancang oleh Barbora.


"Jenderal Barbora! Kenapa kau membiarkan Jenderal Yalder mengkomando sayap kanan-!? Bukan hanya itu saja, aku tak bisa percaya kau menyerahkan peran pemecah pada gadis kecil itu! Tolong percayakan peran penting seperti itu pada para jenderal senior dari Pasukan Pertama!"


Mengetahui rincian dari operasinya, Octavio memprotes pada Barbora. Kenapa Yalder diberi tugas pada sayap kanan yang mana tampak memiliki peluang hadiah paling besar? Selain itu, dia gak bisa menerima bahwa dirinya yang sudah mengabdi lama dijadikan barisan belakang dari seorang gadis kecil yang belum lama ini jadi seorang Kolonel.
Kalau operasi ini sukses, Schera akan mendapatkan prestasi karena berhasil membagi musuh, dan akan dipromosikan menjadi Mayor Jenderal, pangkat yang sama dengan Octavio, padahal latar belakangnya hanyalah seorang rakjat jelata. Octavio bahkan gak bisa tertawa. Cuma membayangkannya saja sudah membuat dia pusing.


"Octavio. Bagaimanapun caranya kita harus memenangkan pertempuran ini. Kekuatan Kolonel Schera yang menakutkan tak hanya diketahui oleh sekutu kita tapi juga diketahui oleh musuh. Aku menilai bahwa dia adalah yang paling cocok untuk peran membelah barisan musuh, dan, kau lah yang paling cocok untuk menjadi pendukung dia."


Barbora menyatakan dengan tegas. Octavio masih bersikeras, tapi Barbora gak mempedulikan dia.


"Jenderal!!"


"Bacot-! Semuanya sudah diatur! Kita gak bisa melakukan perubahan sekarang! Patuhi perintahku tanpa banyak bacot-!"


"–...... Di-Dimengerti."


Barbora emosi, dan Octavio langsung takut. Biasanya, dia sangat berani, tapi disaat-saat krusial, dia punya sisi penakut, dan itu sudah dipahami oleh Barbora.
Octavio meninggalkan anjungan, dan membawa ajudannya yang menunggu diluar kembali ke kampnya sendiri.
Barbora mengusap-usap pelipisnya. Sekarang dia akhirnya menyadari masalah yang dihadapi Sharov. Dia selalu mengeluh sebanyak yang dia mau justru karena ada Sharov sebagai tempat komplain. Sekarang Barbora dibebani dengan seluruh hidup dari Pasukan Pertama, dia gak akan membiarkan perilaku semacam itu.


"........Sial–"


"Tuan Octavio. Apa kau bisa menerima ini?"


Ajudan yang mendengarkan, menanyai Octavio yang wajahnya merah. "Apa betul-betul tak apa-apa mendapat peran penjaga belakang dari seorang gadis kecil?", dia mengingatkan. Promosi Octavio sejalan dengan promosinya.


"Hmph. Perang, merupakan sesuatu yang setelah dimulai, penilaian sesuai situasi merupakan prioritas utama. Para komandan yang bisa beradaptasi pada situasi yang kita butuhkan adalah para jenderal kita. Selain itu, Kolonel Schera nampaknya berkerja terlalu keras, terlalu terburu-buru mengejar jasa, merupakan situasi tersendiri yang bisa kita pertimbangkan. Jika itu terjadi, maka tak ada lagi yang bisa kita lakukan."


".......Aku paham. Apa boleh buat jika hal itu terjadi. Merupakan hal yang umum dimana seseorang gugur dalam pertempuran, terlalu tak sabaran untuk membuat diri mereka tersohor dan terlalu rakus akan promosi."


Si ajudan tersenyum sinis. Octavio lanjut berkata.


"Nyatanya, mungkin lebih baik mengabaikan gadis itu, dan saat musuh lengah, kita bisa menghabisi mereka. Kukuh– kalau dia memiliki kekuatan sebesar yang dirumorkan, dia mungkin akan selamat. Tak ada perlunya kita mendukung dia. Aku akan memenangkan pertempuran ini, dan gangguannya akan lenyap."


Sudah jelas kalau Schera yang naik pangkat dengan kecepatan menakutkan termasuk dalam gangguan itu.
Paku yang mencuat harus dipukul. Dia harus segera menangani tunas berbahaya ini yang mana kemungkinan besar mengancam posisinya, dan dia akan melenyapkannya.
Sengketa politik yang gak berguna semacam inilah yang merusak Pasukan Kerajaan, tapi orang-orangnya sendiri sama sekali gak peduli.


* * *


Memimpin kavalerinya dan berdiri dibarisan depan, Schera mengeluarkan sebuah kotak yang dia taruh di kudanya dan memakan potongan terakhir dari Yalder Pie.
Campuran jus-jus buah membanjiri mulutnya, dan Schera tersenyum bahagia berseri-seri. Bisa menikmati rasa dari berbagai buah cuma dalam satu kue– mungkin Yalder yang memikirkan perpaduan ini merupakan seorang jenius.
Kesan Schera terhadap Yalder semakin bagus.
Para prajurit disekitarnya memperhatikan dia dengan gembira. Ada suatu perasaan "kesenjangan" yang memukau tentang Dewa Kematian yang ditakuti semua orang yang sedang menjejali mulutnya dengan kue layaknya seorang cewek desa biasa.


"Kolonel, kau menyimpan hadiah dari Jenderal Yalder untuk hari ini? Kupikir kau sudah menghabiskannya. Nampaknya kau sangat terpesona kue itu."


Tanya Katarina, dan Schera mengangguk-angguk sambil mengunyah perlahan-lahan.


"Hari ini adalah hari spesial. Aku akan bisa membunuh banyak sampah pemberontak sepuas hatiku. Itu sebabnya, kau tau, aku berpikir untuk makan sesuatu yang enak sebelum pertempuran penting."


Schera menyiapkan makanan terlezat yang dia bisa, dan makanan itu adalah Yalder Pie ini.
Kalau dia bisa pergi ke Ibukota, dia berniat untuk menggunakan semua uang yang dia punya dan berfoya-foya.
Kue dari Yalder, makanan lezat ini, dia berpikir mau ke ibukota sekarang juga, tapi dia menahan diri.
Makan adalah hal penting, tapi menangani para sampah ini juga sama pentingnya.


"Jadi begitu, aku paham sekarang."


"Sebetulnya, aku mau bagi sama kamu, tapi aku sudah makan semuanya dan gak ada yang tersisa. Maaf. Kalau kita pergi ke Ibukota, aku akan mentraktirmu. Tunggu saja."


"Tidak usah! Niatmu saja sudah cukup bagiku."


Katarina menolak dengan sopan. Sejujurnya, dia gak terlalu suka sama makanan manis.
"Oh?", kata Schera. Dia menjilat ujung jari-jarinya dan merenggangkan badan.


"......Ahh, anjing-anjing pasukan pemberontak sejauh mata memandang. Sampah menjengkelkan berkerumun. Kerumunan yang ekstrim. Bukankah begitu, Katarina?"


Pasukan pemberontak yang menjengkelkan terhampar didepan mereka, dan bendera hijau milik mereka yang membuat dia jengkel hanya dengan menatapnya, berkibar.
Betul-betul gak senang, Schera memicingkan matanya dan meringis. Perasaan senangnya langsung berubah menjadi sesuatu yang gelap.
Saat Katarina memberi dia permen, dia memasukkannya ke mulutnya tanpa mengatakan apapun dan menghancurkannya dengan kejam.
Niat membunuh yang kuat mulai memancar dari tubuh mungilnya, dan ekspresinya berubah menjadi sesuatu yang liar.


"–Kolonel Schera, silahkan beri perintah."


"Bunuh semuanya yang ada dijangkauan kalian. Jangan abaikan satupun sampah pasukan pemberontak. Bunuh mereka semua, mau itu prajurit sipil ataupun prajurit muda. Gak ada pengecualian, bunuh mereka."


"Bantai pasukan pemberontak-! Perintah Kolonel itu mutlak, kalian harus mengerjakannya-!! Jika kalian paham, mari dengar perintah Kolonel-!"


Katarina berteriak, dan semua kavaleri mengangkat tombak mereka dan berteriak,


"BANTAI PASUKAN PEMBERONTAK-! KEMENANGAN UNTUK KOLONEL-!!"


"BANTAI SAMPAH PEMBERONTAK! JAYA KAVALERI SCHERA-!!"


"KEMENANGAN UNTUK KOLONEL SCHERA-!! JAYA KOLONEL SCHERA-!!"


Mereka meneriakkan pujian terhadap Schera, bukan kesetiaan terhadap Kerajaan. Para prajurit yang bukan bagian dari Kavaleri Schera tertegun dan takjub dengan semangat mereka.
Schera tersenyum puas pada kavaleri miliknya, lalu menatap kawanan mangsa yang ada didepan matanya, dan menjilat bibirnya.


"Baiklah kalo gitu, ayo menggila."


Schera memutar sabit miliknya diatas kepala dan mulai melesat sekuat tenaga, memimpin pasukan. Kavaleri miliknya yang membawa bendera hitam mereka, mengikuti dibelakangnya, menghamburkan debu tebal.


––Pertempuran Bertusburg, peperangan yang menentukan nasib Pasukan Kerajaan dan Pasukan Pembebasan, dimulai.


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya