Shinigami wo Tabeta Shoujo Indo:Bab 30

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 30 - Kehidupan Benteng Yang Menyenangkan[edit]

"Pasukan Kerajaan telah dikalahkan di Dataran Bertusburg." "Canaan telah jatuh, dan Pasukan Pembebasan mulai bergerak menuju Ibukota Kerajaan."
Berita sensasional disebarkan ke segala tempat oleh Pasukan Pembebasan, dan berita itu bahkan sampai ke Madros di wilayah utara Kerajaan.


Pimpinan Pasukan V, Kerry, secara mendesak mengumpulkan para perwira militer untuk membahas kebijakan mereka kedepannya.
Wajah semua orang sangat muram, dan mereka nggak bisa menyembunyikan kegelisahan mereka. Dengan tangan disilangkan, mata Kerry terpejam.


".......Komandan. Sekarang Canaan telah jatuh dan Pasukan I yang merupakan penjaga Kerajaan telah dikalahkan, nasib Kerajaan berada diujung tanduk. Kau harus membuat keputusan."


Ucap seorang staf perwira penuh tekad. Tekad untuk sesuatu yang semua orang pahami: meninggalkan Kerajaan dan memihak pasukan pemberontak. Ini adalah satu-satunya cara untuk memastikan keselamatan Madros.


"Jadi akhirnya sudah sampai sini...."


"Pak tua! Bukan begitu kan seharusnya!? Yalder dan kelompoknya mempertaruhkan nyawa mereka dan bertarung demi menyelamatkan Madros! Bukankah sekarang giliran kita untuk menyelamatkan mereka!?"


Putra kedua Kerry, Kapten Darus Madros, menggebrak meja dan berdiri. Dia biasanya gak akan diijinkan untuk ikut dalam rapat perang karena pangkatnya, tapi dia ikut sebagai putranya Kerry. Karena, suatu saat dia akan membantu kakaknya dan melindungi Madros. Dia butuh pengalaman.
Si kakak, Denim Madros, mengkomando tentara di barisan depan benteng. Kalau semisal dia gugur, Darus wajib melanjutkan dia. Itulah takdir dari orang-orang yang lahir di keluarga Madros.


"Tuan Darus. Apa yang kau katakan memang ada benarnya. Sebagai seorang prajurit, itu memang benar. Tapi, kau gagal sebagai seorang politikus."


Tegur staf perwira yang bertugas pada edukasi Darus.


"Gagal apanya! Meskipun membuang harga diri kita, kenapa harus bergabung dengan pasukan pemberontak-!? Keadilan apa yang mereka miliki!? Mereka secara sembarangan menyalakan api peperangan. Jadi disini siapa yang menyiksa orang!?"


"Kalau begitu, Darus, katakan padaku rencana kokoh apa yang kau miliki? Kalau kau punya, coba katakan. Kau tak perlu menahan diri, beritahu kami ide hebatmu untuk menyelamatkan Kerajaan seraya melindungi Madros. Saat ini. Tak ada banyak waktu yang tersisa."


Tekan Kerry dengan nada tenang. Darus ragu-ragu. Gak ada rencana yang bagus.


"......Untuk mengulur waktu, kirim pasukan. Meskipun sedikit gak masalah. Dukung Pasukan I sampai mereka bisa pulih dan melawan balik! Ada pengaruhnya Pasukan V menunjukkan diri–kita bisa menujukkan pada mereka kalau kita gak meninggalkan mereka!"


"Pasukan V kita bertugas menahan Kekaisaran. Kita gak bisa turun tangan dengan adanya ancaman dibelakang kita. Kalau berencana menyelamatkan Kerajaan, kau juga harus memikirkan Madros, dan itu merupakan tindakan yang mustahil bagiku. Misiku adalah untuk melindungi wilayah dan masyarakat Madros. Itu merupakan misi mutlak yang gak bisa ditinggalkan–"


"Kau akan membuang harga diri dan kehormatanmu untuk itu!?"


"Tepat. Entah itu kehormatan, ataupun harga diri, kau pikir kau bisa bertahan hidup dengan sesuatu gak guna semacam itu? Setiap orang di bumi jika melihat peluang, akan menjadi binatang yang akan mencuri demi keuntungan mereka sendiri. Meskipun harus meminum lumpur, makan serangga, atau melumuri diri dengan dosa, aku akan melindungi Madros. Aku pernah bertemu ahli strategi Pasukan Pembebasan. Pria itu berencana memanfaatkan kita. Kita mungkin gak akan diperlakukan dengan buruk."


".........Sial–"


Darus menendang kursinya dan mau pergi. Dia juga memandang dirinya sebagai seorang pria dari keluarga Madros. Tapi, apa betul-betul gak apa-apa bertindak sejauh ini? Bukankah Yalder menyelamatkan mereka dari invasi Kekaisaran? Dan bukankah Schera menerobos bahaya, melangkah masuk kedalam jantung musuh, dan menyelamatkan Madros? Saat orang-orang itu dalam keadaan sulit, kenapa mereka harus berpaling dan mengarahkan senjata mereka pada orang-orang yang berjasa bagi mereka? Darus gak bisa menerima itu.


"Yah, entah kau setuju atau tidak, keputusanku gak akan berubah. Kalau kau gak menyukainya, maka pergilah ke Ibukota Kerajaan sendiri. Aku nggak akan menghentikanmu. Pasukan V akan memihak Pasukan Pembebasan, akan tetapi, dengan syarat bahwa kita gak akan ikut serta dalam penyerangan Ibukota Kerajaan."


"Oh akan kulakukan, dasar orang tua sampah-!! Aku berbeda denganmu dan kakakku, aku hanyalah orang bodoh!!"


"Lakukan sesukamu. Tapi, jangan sebut dirimu dengan marga Madros. Bukan cuma aku, kau akan merepotkan semua orang yang tinggal di Madros. Kau akan hidup sebagai Darus saja, dan kau akan mati sebagai Darus saja. Kau dicoret dari ahli waris. Jangan tunjukkan dirimu didepanku lagi."


"Hah, gak perlu kau kasi tau, dasar sampah! Akan kutunjukkan semangatku-!"


Dia menendang pintu dan keluar sambil emosi. Kerry mengirim sinyal dengan matanya, dan seorang pengawal senior mengikuti dia. Mungkin ini yang disebut sebuah tanda terakhir dari cinta orang tua.


"....Sekarang si idiot itu sudah pergi, mari mulai ulang diskusinya. Segera temui Putri Pasukan Pembebasan. Beritahu dia kita akan membebaskan tahanan. Bawa kuda tercepat. Semakin cepat kita bertindak, semakin bagus kesan yang kita berikan."


"Siap-!"


"Tapi, katakan pada dia kalau kita gak bisa ikut serta dalam penyerangan Ibukota Kerajaan. Kita nggak akan menyerah sampai sejauh itu. Kalau dia menolak, ancam dia bahwa kita akan melawan dia. Kalau area ini menjadi wilayahnya Kekaisaran, itu juga akan menjadi kerugian mereka. Gak ada gunannya bagi kita untuk merendahkankan diri kita sampai sejauh itu."


Kalau mereka mengirim prajurit ke Ibukota dan Madros kosong, Pasukan Kekaisaran akan mendekat lagi. Pasukan Pembebasan mungkin juga gak mau wilayah ini diduduki Kekaisaran.


"Dimengerti!"


"Diskusi selesai. Semuanya kembali ke tugas kalian-!"


Ucap Kerry, dan para perwira sipil dan militer memberi hormat dan berdiri lalu pergi. Kerry tetap duduk dan menatap langit-langit dengan wajah lelah.


"Ya tuhan, aku nggak menyangka mereka akan kalah. Kalau kau menang di Canaan, Yalder, kita bisa berjumpa lagi. Kau benar-benar bernasib buruk...."


Sambil mendecak lidah, wajah si prajurit heroik dan idiot itu melintas dalam benaknya.


(Aku harus melindungi Madros. Sama seperti kau yang memiliki harga diri tak tergoyahkan, aku punya Madros. Aku gak bisa membiarkan orang-orang menderita karena keegoisankum yalder, maaf, tapi aku nggak bisa datang membantumu.)


"............Kalau saja, aku sedikit lebih muda."


Kerry menekan keinginannya sendiri dan menahannya. Pasukan Pembebasan memiliki momentum. Dia gak bisa bertaruh sekarang. Yalder akan bertarung sampai titik darah penghabisan, dan kemudian dia mungkin akan mati. Pria itu adalah orang yang seperti itu sifatnya. Dengan harga dirinya sebagai seorang prajurit didadanya, dia akan mengorbankan dirinya sendiri demi Kerajaan.
Demi Madros, Kerry telah pasrah membiarkan rekan dan sahabatnya mati.


* * * *


Ahli strategi Diener dari Pasukan Pembebasan pergi ke Kota Arte yang netral untuk menghadiri pertemuan.
Sebuah rumah kosong tanpa penghuni di pinggiran kota.
Menyamarkan kegiatan dari sekeliling. Kenapa mereka memilih sebuah tempat seperti itu, adalah karena kedua pihak berada dalam posisi dimana mereka harus menyamarkan diri mereka.


Disamping Diener adalah Vander yang merupakan bawahannya. Dia dipromosikan me jadi Mayor atas kinerjanya pada pertempuran sebelumnya. Pria muda yang menapaki jalan menuju kesuksesan ini mungkin juga bisa disebut tangan kanan Diener. Pengetahuan, koneksi, kemampuan memata-matai, dan juga stretegi serta taktik miliknya sangat handal, dan dia sangat terlatih sehingga dia bisa bekerja sebagai asisten Diener.
Menjawab harapan yang ditempatkan pada dia, Vander memperoleh hasil yang luar biasa.


"........Sepertinya mereka sudah sampai."


"Aku paham. Jaga kesopanan. Orang yang kita temui adalah seorang pria dengan 'kedudukan' yang berbeda dari kita."


Gumam Diener dengan perasaan sarkas. Seseorang muncul dari balik pintu sambil mengenakan tudung hitam dan tubuhnya tertutup.


Nama orang itu adalah Farzam, Perdana Menteri Kerajaan. Jadi dia bisa melakukan negosiasi dengan Pasukan Pembebasan yang seharusnya adalah musuh bebuyutannya, dia secara langsung mengunjungi tempat ini. Dia melakukan perjalanan dengan alasan palsu mengamati barisan depan Kerajaan.
Beberapa orang mengenakan pakaian hitam berdiri dibelakang Farzam. Mereka adalah unit intel dari Perdana Menteri.


"......Perdana Menteri Kerajaan, Tuan Farzam, apakah benar?"


"Kau benar. Aku Perdana Menteri Farzam. Dan kau adalah Tuan Diener, kan?"


"Memang benar. Silahkan duduk. Maaf aku tak bisa menyediakan jamuan ditempat seperti ini."


Ucap Diener, dan Farzam duduk penuh kewaspadaan. Kalau dia menjentikkan jarinya, itu merupakan instruksi untuk segera menghabisi Diener.
Merasakan permusuhan tersebut, Vander menempatkan tangannya pada gagang pedangnya dan bersiap untuk bertarung. Ada prajurit yang bersembunyi diatas plafon. Situasi ini sudah sewajarnya karena mereka itu saling bermusuhan.


"Ngomong-ngomong, apakah Putri Altura sehat?"


".....Aku tak pernah menyangka aku akan mendengarkan ucapan itu dari mulutmu, Tuan Perdana Menteri. Bukankah kau yang menjebak ayahnya nona itu dan membuat dia tewas?"


Tanya Diener dengan nada takjub pada komentar Farzam yang gak tau diri. Si Perdana Menteri sama sekali gak menampilkan kemarahan saat membantah ucapan tersebut.


"Sungguh kesalahpahaman yang tak menyenangkan. Yang kulakukan tak lebih dari menyelidiki situasinya. Orang yang meragukan dan mengasingkan dia adalah raja yang sekarang. Aku tak melakukan apa-apa. Itu membuatku tak enak hati bahwa kau telah salah paham."


"Fufu, Perdana Menteri Kerajaan memang lihai, lidahmu sangat licin. Berapa banyak orang yang telah kau bunuh dengan silat lidahmu itu?"


"Aku hanya mengerjakan tugasku dengan patuh. Tak pernah diriku melakukan penghianatan. Aku bersumpah pada bintang. Tak ada manusia yang setulus dan sebersih diriku."


Silat lidah fasih. Beraninya kau ngoceh kayak itu, Diener nyaris mau mrledak, tapi dia menahannya. Pertunjukkan topeng monyet memang diperlukan meski ditempat kayak gini, dan dia harus membuat monyet itu menari untuk dia selama mungkin. Diener melanjutkan percakapannya.


"Yah, mari kita akhiri basa-basinya. Sapaan kita sudah memperdalam pertemanan kita sampai sejauh ini, jadi sekarang mari bicara soal topik utamanya."


"Sepertinya Tuan Ahli Strategi Pasukan Pembebasan sangat sibuk. Sungguh berbeda dengan orang-orang yang momentumnya berada dibawah mereka."


"Haha, itu semua berkat kau. Pekerjaanku menumpul layaknya gunung, karena orang yang seharusnya melakukannya tidaklah kau ketahui. Aku bahkan tak punya waktu untuk tidur. Ini sangat merepotkan."


Sambil memancarkan niat membunuh, mereka berdua sama-sama menyeringai. Ini duel kata-kata.


“Tak perlu bertele-tele. Tak perlu bicara membosankan yang berlebihan. Kami Kerajaan Yuze ingin mengusulkan pembicaraan damai dengan Pasukan Pembebasan Ibukota."


“.......Oh?”


“Yang Mulia Kristoff ingin menyerahkan tahta kepada Putri Altura dalam jangka waktu setengah tahun kedepan. Setelah itu, dia ingin pensiun di utara. Yang Mulia tak menginginkan pertempuran yang tak ada gunanya "


Farzam mengulurkan sebuah surat dengan segel Raja di atasnya. Tentu saja, itu adalah palsu. Gak mungkin Kristoff menerima rencana semacam itu.
Tapi, Farzam bermaksud mengamatinya. Dia bisa menyelamatkan nyawa Raja dan juga bisa mempertahankan kekuasaan politik. Masih bisa bagi dia untuk mendapatkan kembali otoritasnya kalau dia menunggu kesempatan untuk melakukannya. Kalau dia yang melakukannya, itu memungkinkan. Farzam memiliki kepercayaan diri. Dia gak bisa memegang tombak, tetapi dia berhasil mencapai puncak menggunakan otak dan ucapannya.


"Hm. Tapi, tak mungkin aku menerima ini. Ibukota Kerajaan sudah didepan mata kami. Kami tak perlu memberikan perpanjangan waktu setengah tahun. Satu-satunya yang bisa kau lakukan sekarang adalah segera menyerahkan diri tanpa syarat. Serahkan Ibukota Kerajaan dengan patuh dan ambil keputusan layaknya seorang pria, bagaimana?"


Diener membuang surat itu. Dia gak boleh menunjukkan kelemahan dalam negosiasi. Selain itu, Pasukan Pembebasan berada dalam posisi yang sangat menguntungkan. Gak ada alasan untuk menerima kebijakan bodoh semacam itu.
Jika demikian, kenapa Diener datang ke meja negosiasi yang gak ada gunanya ini?


"Aku paham. Pastinya, pendapatmu masuk akal. Tapi, kalau kau tidak menerima usulan ini, kami akan terus melawan di Ibukota Kerajaan sampai titik darah penghabisan. Darah rakyat akan mengalir, Ibukota Kerajaan akan hancur, dan siapa yang menginginkan hasil itu? Pikirkan ini baik-baik."


Memang. Masalahnya adalah Ibukota Kerajaan. Itu adalah target pembebasan mereka, mereka gak bisa menghancurkannya. Ibukota Kerajaan menjadi tempat pertempuran penghabisan juga akan menjadikan peperangan ini semakin buruk. Mereka gak boleh secara sengaja menghancurkan kota metropolis terbesar Kerajaan yang nantinya akan menjadi tempat tinggal mereka.
Selain itu, mereka gak akan bisa menghindari menyebabkan korban dikalangan penduduk Ibukota Kerajaan. Akan sangat mengerikan kalau kebencian orang-orang beralih pada Pasukan Pembebasan. Untuk "pembenaran" Pasukan Pembebasan, mereka saat ini gak boleh membiarkan orang-orang yang tidak bersalah terluka.
Kalau mereka mempengaruhi pemerintahan saat ini, yang akan diuntungkan mungkin adalah Kekaisaran dan Union. Terutama Kekaisaran, yang dengan senang hati menunggu kesempatan untuk menciptakan rezim boneka. Dengan dalih bantuan, mereka mungkin akan mengerahkan tentara ke Ibukota Blanca.


“Kau memberi pukulan di area yang sakit. Diener yang rendah hati ini telah salah sangka Tuan Perdana Menteri. Aku minta maaf atas ketidaksopananku."


“Apa, aku juga peduli pada warga Kerajaan. Farzam yang rendah hati ini akan menyerahkan hidupnya untuk Kerajaan."


Farzam menampilkan senyum picik.


“Terima kasih Tuan Perdana Menteri atas kebaikannya. Kalau begitu, bagaimana kalau kita bernegosiasi?"


“Itulah kata-kata yang paling ingin aku dengar. Ijinkan aku mendengar usulanmu."


Menanggapi dia, Diener mengusulkan hal yang tidak disangka-sangka oleh Farzam.


“.......Kami... berencana merebut Cyrus dan Sayeh setelah ini. Selama waktu itu, aku ingin Tuan Perdana Menteri menjaga ketat para perwira militer dan pejabat sipil, dan mengatur untuk membuka gerbang segera setelah kami sampai di Ibukota Kerajaan."


“Aku tak paham maksud perkataanmu. Apa maksudmu? Kita seharusnya membahas tentang perdamaian. Kenapa aku harus melakukan tindakan ketidaksetiaan yang ekstrem, kenapa–"


Farzam kebingungan, sama sekali gak mengerti. Diener mengangkat bahu, dan memutar ceritanya secara acuh tak acuh untuk membujuknya.


“Ini masalah sederhana. Aku ingin Tuan Perdana Menteri menjadi pahlawan patriot. Kalau kau melakukan penyerahan tanpa pertumpahan darah untuk menyelamatkan rakyat Ibukota Kerajaan, semua orang akan memujimu, Tuan Perdana Menteri. Dan, kalau kau membujuk Raja dan dia turun tahta, ketenaranmu tak akan diragukan lagi. Untuk orang yang begitu terhormat, kami akan menyiapkan pangkat yang sesuai."


“.............”


Meskipun dia menutupinya dengan kata-kata yang indah, dibelakangnya terdapat maksud penghianatan. Dia mengatakan itu untuk membekukan militer saat mereka menyerang benteng, untuk membuat Raja turun tahta, dan segera menyerahkan Ibukota Kerajaan. Pindah pihak, dan aku akan mempersiapkan pangkat dan ketenaran yang setara untukmu, kata Diener.


“Putri Altura yang akan mewarisi tahta dan tunangannya Pangeran Alan suatu hari akan menghasilkan seorang pangeran. Dia akan menjadi bintang harapan, memikul beban era Kerajaan berikutnya. Penjaganya, adalah kau, Tuan Farzam. Aku memintamu. Kau, yang menyatukan kebaikan dan kejahatan, pasti bisa membimbing dia."


Diener mengeluarkan sebuah surat dengan segel Altura di atasnya. Itu semua hanyalah janji kosong sekarang, tapi surat ini memiliki nilai yang suatu hari akan menghasilkan buah.


“......Dan kau punya jaminan kalau kau akan menepati janji itu?”


“Pertama-tama, kami sudah menyiapkan uang yang mencakup semuanya. Gunakan sesuai kebutuhan, dan berusahalah untuk menghindari pertumpahan darah yang sia-sia. Dan juga, silahkan ambil ini.”


Vander membuka sebuah kotak kayu, dan kotak itu berisi koin emas dalam jumlah besar. Uang untuk rencana tersebut. Diener menawarkannya pada Perdana Menteri.
Dan satu hal lagi. Sebuah benda yang bisa disebut kartu asnya. Dikemas dengan hati-hati, itu adalah:


“I-ini-!”


"Benar. Salah satu relik suci yang diwariskan dari keluarga kerajaan, Cermin yang hanya boleh dipegang oleh anggota dari garis keturunan Unicafe. Kupersembahkan ini sebagai pengganti bukti. Kurasa kau paham bahwa Putri Altura memiliki niat yang sama."


Ada dua relik suci Kerajaan Yuze. Pedang yang dimiliki keluarga Unimat Kristoff, dan yang satunya adalah Cermin dari keluarga Unicafe Altura. Nilainya gak bisa diukur dengan emas, dan keduanya adalah harta nasional.
Udara keluar dari paru-paru Farzam. Itu bukanlah barang palsu. Dia bisa tau hanya dengan melihat karakter yang terukir. Farzam adalah seorang pria yang telah melakukan kontak dengan banyak barang kelas atas dan berpengalaman dalam penilaian.


"Aku paham. Aku akan menguras tubuhku dan berusaha menghindari pertarungan yang tidak berguna. Demi rakyat."


Demi rakyat – kata-kata itu sama sekali gak cocok dengannya. Demi keuntungannya sendiri, berapa ribu, berapa puluh ribu petani yang telah dia bunuh?
Vander sangat kesulitan menahan keinginannya untuk membunuh. Jika dia lengah, sepertinya dia akan menebas Farzam.


“Aku kagum, Perdana Menteri. Penilaian yang sangat murah hati. ......Akan tetapi, kirim pasukan dari Ibukota Kerajaan untuk memperkuat benteng, percakapan ini seolah-olah tak pernah terjadi. Tolong, kuharap kau mengerti."


"Aku tau. Tapi, itu akan memakan waktu setidaknya satu bulan."


"Tentunya aku paham itu. Kami akan membuat serangan yang sangat lambat. Mohon luangkan waktumu untuk membujuk semua orang."


Negosiasi berakhir. Farzam akan mengabaikan benteng untuk perlindungannya sendiri. Dia sama sekali gak punya niat melakukan bunuh diri ganda bersama Kristoff yang bodoh itu. Kalau dia bisa menjadi penjaga, akan ada banyak kesempatan untuk memulihkan dirinya sendiri.
Memutuskan untuk meninggalkan Kerajaan saat ini, Farzam akan menggunakan keahliannya dan berusaha untuk mengambil alih militer dan pejabat sipil. Bahkan sekarang ini pun dia sedang melakukannya, dan itu akan sangat mudah.


Farzam meninggalkan rumah itu. Didalam rumah ada Diener dan Vander, yang sepertinya gak setuju.


“Tuan Diener. Kenapa kau membuat janji seperti itu? Bukan cuma itu saja, kau bahkan memberikan pusaka milik Putri, Cermin itu."


"Itu cuma cermin. Kita bisa membuat sebanyak yang kita mau nanti. Kalau kita bisa mendapatkan Ibukota Kerajaan hanya dengan emas dan cermin itu, aku akan menyebutnya fenomenal. Bukan transaksi yang buruk."


“Meski demikian, kau akan menggunakan parasit. Orang itu adalah iblis, biang keladi di balik kehancuran negara."


“.......Vander, apa menurutmu aku akan memaafkan orang seperti itu? Orang brutal yang bahkan lebih bodoh dari anjing? Aku akan membuat si tolol itu bertindak sebagai badut sampai Kerajaan runtuh. Dia pasti akan menari-nari dengan gila untuk kita. Dan kemudian, pada akhirnya—"


Diener membuat gerakan, memotong tenggorokannya sendiri dengan jarinya. Vander secara refleks bergidik.
Diener bermaksud membebankan semua tanggung jawab pada Raja Kristoff dan Perdana Menteri Farzam. Dan kemudian, dia akan membunuh mereka sebelum mereka bisa mengatakan sesuatu yang gak boleh diucapkan. Dia mungkin akan membunuh mereka setelah mereka gak berguna lagi. Itu seperti jerat sudah ada di leher mereka, cuma orang-orang yang bersangkutan yang gak menyadarinya.


“......Kau pria yang menakutkan.”


“Vander, kamu juga jadi salah satunya. Satu orang kotor, sepuluh tewas, dan ribuan terselamatkan– itu adalah tindakan terbaik. Tak perlu ragu. Kita harus mengambil inisiatif."


Mereka akan membangun kembali Kerajaan dan menyelamatkan ribuan orang. Demi hal itu, mereka akan mengorbankan banyak orang. Gak ada salahnya kan?
Seraya menyelamatkan negeri, Diener akan melakukan balas dendamnya sendiri. Dia sendiri sebelumnya telah dibuang. Dia ingin mereka merasakan neraka.
Diener tersenyum dalam hati. Dia menggunakan nama Diener, berdiri sebagai Ahli Strategi Pasukan Pembebasan, dan memimpin mereka menuju kemenangan. Menggunakan koneksinya dalam unit intelijen yang mana dulunya dia adalah anggota agen itu, dia menghancurkan jaringan informasi Farzam dan mengambil kendali. Perdana Menteri telah menyalahgunakan mereka sampai mereka tewas, gak pernah memberi agennya 'wortel.' Gak ada yang bersumpah setia pada Perdana Menteri, dan sangat mudah untuk memecah mereka.


“Sudah dimulai. Semuanya dimulai sekarang. Vander, kita pergi bersama. Kita akan melakukan penyisiran bersih dan membangun era baru untuk Kerajaan. Kita akan menjadi batu penjuru, kita harus menunjukkan jalannya."


"Siap-, silakan gunakan kkekuataku sesuai keinginanmu."


Diener berdiri, tapi dia berhenti bergerak. Dia ingat kekuatiran yang gak mengenakkan.


“......Aku baru ingat. Kemana perginya Dewa Kematian yang dirumorkan?"


"Siap-, menurut laporan dari pengintai, dia menuju Benteng Cyrus."


"Aku paham. Aku berhutang pada cewek itu dari Belta. Aku akan membuat dia tau seberapa beratnya dosa yang dilakukannya."


Dengan senyum kejam diwajahnya, dia memikirkan eksekusi untuk sang Dewa Kematian.


“Segera setelah kita kembali, kirim tentara ke Cyrus dan Sayeh. Kirim utusan dan berikan laporan lengkap pada Putri Altura. Benteng Sayeh akan runtuh dengan paksa. Adapun untuk Benteng Cyrus....”


Diener menghentikan ucapannya, dan berjalan keluar rumah. Vander kebingungan, mengejar dia. Raja tolol, Perdana Menteri badut, dan cewek yang gak sadar diri. Dia akan membunuh mereka semua. Diener akan memastikan bahwa semua yang menghalangi Pasukan Pembebasan yang dia bangun akan mati.
Dia gak bisa menahan senyumnya, dan dia menutupi bibirnya dengan tangannya. Kemuliaan mendekat di depan matanya. Itu sangat dekat sehingga dia bisa mencapainya jika dia mengulurkan tangan.


* * * *


Benteng Cyrus, Ruang Mess.

Para prajurit yang bersiap untuk bertempur, setelah menyelesaikan tahap pertama, sedang beristirahat.
Katarina berada di sudut kafetaria yang bising, melakukan rutinitas sehari-hari. Ini adalah pekerjaan yang dia lakukan secara spontan, dan itu menjadi kebiasaan sejak saat itu. Perasaannya, pikirannya, hal-hal yang menyenangkan, hal yang menyedihkan– dia menulis semuanya.
Dia mendengar orang menyebut ini buku harian, tapi Katarina nggak berpikir demikian. Dia mengukir bukti keberadaannya.
Katarina nggak takut mati, tapi dia takut dilupakan. Oleh karena itu, dia mengukir keberadaannya di buku halaman putih ini.
Setelah dia meninggal, seseorang akan melihat ini, dan mengetahui bahwa pernah ada seseorang yang dikenal sebagai Katarina.
Begitu dia memikirkan "seseorang" itu, wajah Katarina mengerut. Dia nggak bisa mengendalikan emosinya yang berkecamuk dengan cinta dan kebencian.
Dia mendorong kacamatanya dan menahan sesuatu yang meluap. Saudari tirinya, si necromancer yang memanggilnya kembali ke neraka ini, dan ibu tirinya yang tampak polos yang membesarkan dia, namun juga merupakan pembunuh ayahnya– mereka berdua spesial bagi Katarina. Mereka adalah target yang harus dia benci, dan juga manusia yang harus dia syukuri.
Dan kemudian, yang terakhir dia pikirkan, orang yang telah menjadi keberadaan yang lebih besar dari mereka berdua, adalah Tuannya, Schera, yang harus dia layani. Tentu saja, dia gak benci Schera. Dia sangat terpikat oleh cara hidup Schera yang sangat keras. Dan kalau Schera mati, alangkah bagusnya kalau dia bisa berada di sisi Schera. Dia bukan cuma ingin menyaksikan cara hidupnya, tetapi juga cara kematiannya. Dipuja sebagai Pahlawan, ditakuti sebagai Dewa Kematian– bagaimana Schera akan menghadapi saat-saat terakhirnya? Apakah dia marah karena berpikiran seperti itu?
Dia menghembuskan napas, mendesah, dan menengadah, dan ada Schera yang menatapnya, tampak sangat tertarik.
Katarina tanpa sadar melompat. Dia sama sekali nggak merasakan kehadirannya.


“K-K-Kolonel!?”


"Apa kau punya kebiasaan gemetaran di kafetaria? Ataukah itu ritual sebelum makan. Menarik banget."


"B-Bukan begitu! Ini, anu, itu...."


"Nyantai aja. Kau mau apa sebelum makan itu terserah kau. Jadi, sebenarnya apa yang kau lakukan?"


".....S-Siap. Aku sedang, menulis.... buku harian."


Itu bukanlah buku harian, tapi saat dia menjelaskan, dia nggaj bisa menyebutkan selain itu adalah buku harian.
Katarina membunyikan buku itu supaya gak kelihatan. Kalau Schera sampai ingin melihat isinya, itu akan sangat buruk dalam banyak artian. Dia menyentuh kacamatanya, berusaha membohongi Schera.
Tapi, Schera nggak menanyakannya lebih jauh lagi.


"Jadi gitu. Aku bego kalo nulis diari. Kayaknya susah, dan juga–"


"..........Dan juga?"


Katarina mendesak Schera, yang sangat jarang berbicara tentang dirinya sendiri.


"Aku gak suka mikirin soal masa lalu. Begitu juga masa depan. Aku mutusin cuma mikirin yang sekarang. Atau mungkin aku memang cuman bisa mikir soal masa sekarang. Itu sebabnya aku bego soal diari."


Jawab Schera sambil makan kacang milik mendiang Konrad. Raut wajahnya datar, dan Katarina gak bisa membaca emosinya.


“…….Kolonel, itu—”


Katarina kebingungan melanjutkan ucapannya. Dia gak tau apa yang harus dikatakan.


"Baiklah kalo gitu, aku mau ke ladang. Hubungi aku kalo terjadi sesuatu."


"Di-Dimengerti!"


Menyela salam Katarina, Schera melambai ringan dan pergi dari ruang makan.
Meskipun mereka sudah bertarung bersama sampai sejauh ini, Katarina nyaris gak memahami Schera. Dia gak tau kenapa Schera bertarung sejauh ini. Dia sendiri bilang kalau itu untuk makan dan untuk balas dendam.
Terus, kenapa dia bisa sekuat itu? Apa yang mendorong Schera sampai sejauh itu? Sepertinya dia gak akan dikasi tau biarpun dia bertanya, tapi Katarina ingin tau suatu hari nanti, pikirnya.


“.......Ubinya tumbuh dari hari ke hari. Aku gak pernah bosan melihatnya, dan kalo aku rajin merawatnya, katanya bunganya akan mekar. Ah, aku betul-betul menantikannya."


Bunga kayak apa yang akan mekar? Katanya bunganya putih kecil, tapi apa betul begitu?
Sambil menyiramnya, Schera merawat ubinya dengan suasana hati yang bagus.

Demamnya nggak turun sejak hari itu karena suatu alasan. Rasa mualnya nggak kunjung berkurang. Rasanya kayak ada sesuatu yang berusaha melepaskan diri dari inti tubuhnya. Kayak gitulah rasanya. Dan, masalah terbesarnya adalah nafsu makannya kacau, padahal dia merasa perutnya kosong.
Meskipun bisa memuaskan dirinya sendiri dengan air sumur dan kacang milik Konrad, kehilangan nafsu makannya adalah masalah besar. Dia mencoba mengacak-acak otaknya, tapi karena dia gak bisa memikirkan sesuatu yang bagus, dia memutuskan untuk membiarkannya hilang dengan sendirinya. Lagian dia gak bisa berbuat apa-apa.
Dan juga, dia sibuk dengan berbagai hal. Mengunjungi kandang, mengamati para prajurit, memperhatikan ladang, Schera sangat menikmati hidupnya di Benteng Cyrus, rumahnya.

Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya