Skeleton Knight Going Out to the Parallel Universe (Indonesia): Jilid 1 Bab 18

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

「Operasi Dijalankan」‒ Bagian 1[edit]


Distrik lampu merah terbentang di wilayah di dekat gerbang bagian timur Diento. Lebar jalannya tak terlalu lebar; di tiap sisinya berjejeran dengan toko-toko mencurigakan.


Tempat ini berisi sosok sempoyongan dari orang-orang yang mabuk-mabukan, dan pemandangan mereka yang berkeliaran sembari saling bahu-membahu, menyanyikan lagu-lagu gembira dengan wajah yang memerah, dapat terlihat.


Hanya pada waktu malam inilah hampir semua toko telah menghentikan pekerjaan mereka. Cahaya redup yang terpancar dari toko-toko bersamaan dengan cahaya jalan yang tak bisa diharapkan dari lampu-lampu yang dibangun berjauhan membuat kegelapan di lorong-lorong gang semakin kelam.


Cahaya rembulan, yang mana adalah sumber cahaya utama yang menyinari jalan ini, bahkan tak bisa masuk ke gang-gang di antara celah antar rapatnya kumpulan bangunan.


Ini adalah sebuah gang yang bahkan seorang pejuang kaum elf, Danka, melaju dengan pelan, memandu jalannya. Dalam heningnya tengah malam ini, suara keras dari jejak-jejak kaki yang berkenaan dengan paving batu dapat terdengar menggema.


Tak lama kemudian, Danka yang waspada berhenti tiba-tiba, kemudian di belakangnya, langkah Ariane juga terhenti.


Saat Danka mengintip dari sudut gang, menjulurkan dagunya kepada Ariane, Ariane menolehkan pandangannya ke bangunan yang tadi ia tandai.


Sepertinya kami telah sampai di gedung yang kami incar.


Aku melihat tanda dari dua orang yang tengah menjaga bagian belakang gedung tersebut. Gedung berlantai tiga yang terbuat dari batu itu, ditimbang dari lokasinya yang berada dekat dengan gerbang timur, masih nampak luas.


Gedung-gedung di sekitarnya tersusun dengan rapat, dan hampir tak ada celah di antaranya. Di depan gedung itu, terdapat gerbang dengan jeruji besi, dengan dua pria yang terlihat seperti penjaga berdiri berpatroli di depannya. Terlebih lagi, di sisi lain gerbang tersebut, di dalam sebuah tempat mirip halaman depan, di sana terdepan sekitar empat orang yang bisa terlihat tengah duduk mengelilingi cahaya lampu, membicarakan sesuatu, dan kadang kala meninggikan suara mereka dalam tawa.


Karena dua penjaga tersebut terlihat dengan jelas dari luar jeruji besi, bahkan jikalau mereka kami kalahkan, yang lainnya pasti akan menyadarinya dengan cepat, membuat sebuah serangan kejutan akan menjadi sulit. Jeruji besi yang kokoh tersebut juga dapat berperan sebagai perisai yang dapat menghambat serangan apapun dari depan.


Menyerang gedung tersebut dari depan pasti akan membuat daerah sekitar kebingungan dengan cepat saat mereka mendengar ada hal aneh yang terjadi. Kurasa menyerang sendirian mungkin akan sangat sulit.


Tatapan Danka pada Ariane menanyakan apa yang harus kita lakukan. Saat Ariane mengalihkan pandangannya, menatap ke arahku, sudut bibirnya yang menggoda yang terlihat di balik tudungnya agak naik.


Melihatnya, Danka menatapku dengan sebuah tampang tak yakin di wajahnya.


“Armor itu tak cocok untuk penyerangan malam hari... musuh-musuh kita akan mendengar suaranya.”


Armor yang kupunya ini berbeda dengan armor berkualitas rendah manapun: armor ini takkan menyebabkan suara sembarangan, tapi memang tak sepenuhnya tak bersuara.


Perlengkapan semacam ini tentunya sangat tak cocok untuk sebuah misi penyusupan, tapi untukku yang di dalamnya adalah sebuah tengkorak, melepaskannya adalah hal mustahil.


Sembari aku mempertimbangkan hal semacam itu, memikirkan apa yang harus kukatakan, Ariane terlebih dulu berbicara.


“Karena kita tak perlu membereskan semua orang tersebut saat melarikan diri bersama rekan-rekan kita, tak masalah kalau kita ditemukan cepat atau lambat...”


Sebenarnya, walaupun mereka ingin menyelamatkan rekan mereka dari kelompok penculik itu, meninggalkan perkumpulan itu saja mungkin berkemungkinan besar dapat membuat seseorang untuk terluka. Kalau begitu, membunuh pimpinan gerombolan tersebut sepertinya akan lebih baik.


Dengan mengatakan hal tersebut, Ariane berbicara dengan tenang, menunjuk ke sebuah jendela kecil di atap gedung.


“Arc, bisakah kau memindahkan kami ke sana?”


Dari gang ini, sebuah jendela kecil di sebuah atap kecil berbentuk segitiga di atas gedung berlantai tiga dapat terlihat. Karena jendelanya tak memancarkan sedikitpun cahaya, mungkin saja itu adalah sebuah jendela loteng.


“Ya, berpindah ke sana mungkin akan mudah.”

“Bagus, ayo bergerak ke dalam gang dan berpindah dari sana. Setelah mengaktifkan sihir perpindahanmu, lingkaran sihirnya yang bercahaya akan membuat orang-orang tersebut penasaran.”

“Tidak, kita akan bergerak menggunakan 【Dimensional Step】 daripada 【Transfer Gate 】. Cara ini lebih cocok untuk perpindahan jarak dekat.”


Perkataanku membuat alis Ariane yang elok sedikit terangkat, dengan suaranya yang naik karena terkejut dan bercampur dengan tanda syoknya.


“Ada sebuah sihir perpindahan yang khusus digunakan untuk jarak dekat? Sungguh, orang macam apa kau ini?”

“Aku akan terbang menuju atap itu. Sebaiknya kalian berpegang pada pundakku.”


... adalah sebuah sihir jarak dekat yang dapat membuat semua yang bersentuhan langsung denganku untuk berpindah bersamaku, tapi takkan membawa apapun yang tak bersentuhan denganku, tak peduli seberapa dekatpun itu. Untungnya Ponta selalu berada di atas kepalaku, jadi tak ada masalah dengannya.


Setelah memastikan bahwa Ariane dan Danka telah meletakkan tangan mereka di pundakku, aku mengalihkan pandanganku ke arah atap di dekat jendela kecil itu.


“...”


Pemandangan di sekitar berubah dengan cepat; pemandangan gelap tadi berubah menjadi pemandangan dengan sinar rembulan terpancar, menyinari seluruh atap. Paving batu yang tadi berada di bawah kaki kami menghilang, tergantikan dengan genteng. Aku harus sedikit menunduk untuk menjaga keseimbanganku karena atap yang miring ini.


Pergi ke atas atap sembari berada dalam full body armor jelas tak sehat untuk jantungmu. Entah kapan atap ini akan runtuh sembari menahan bebanku, membuat sebuah lubang, membuat jantungku bergedup kencang.


“Menakjubkan...”


Sosok Danka turun dengan berlutut, mengeluhkan sesuatu sembari melihat keadaan di sekelilingnya.


Karena di sini hanya ada sedikit gedung yang sampai berlantai tiga di kota ini, pendangan kami di atas atap ini terbuka lebar, membuat kami dapat melihat keadaan dari seisi kota ini. Di arah barat daya, terbangun di atas sebuah bagian dari bukit kecil, kastil pemimpin feodal dan bayangan hitam di sebelahnya memberikan sebuah kesan sempurna untuk penampilan yang sangat megah di bawah langit malam.


“Ayo, cepat.”


Sembari menahan suaranya, Ariane bergerak menuju jendela atap segitiga itu, mengintip ke dalam sembari sedikit membuka jendela kecil dari kayu itu. Tak ada apapun seperti kaca jendela, hanya sebuah jendela yang terlihat seperti sebuah tutup kayu. Karena kaca sepertinya masih dinilai sebagai sebuah benda berkelas tinggi, menggunakannya untuk jendela loteng seperti ini pasti akan sia-sia.


“Oke, tak ada siapapun di dalam. Kita bisa masuk dari sini.”


Berkata demikian, Ariane lalu membuka jendela sepenuhnya, namun tubuhnya saat ia mencoba untuk menyelinap ke dalam ruangan tersendat karena dada dan pantat besarnya, membuatnya harus sedikit menggeliat untuk bisa masuk.


Saat aku melihatnya dari bawah, ia terlihat bagus, namun kalau dilihat dari dekat, bisa dibilang agak kecil. Ariane dan Danka bertubuh langsing, dan lubang jendelanya sama sekali tak lebar.


Untukku yang berada dalam full body armor, bahkan berpikir untuk masuk melalui jendela kecil ini tentu saja mustahil. Hanya ada satu cara yang harus kulakukan dalam keadaan seperti ini...


Setelah Ariane diam-diam masuk, Danka berhasil masuk dari lubang jendela tanpa ada masalah apapun. Akhirnya, saat tiba giliranku, aku melihat melalui jendela kecil yang terbuka ke area di dalamnya, dan dengan menggunakan 【Dimensional Step】 tanpa ada masalah, aku telah memasuki ruangan tersebut.


(Hey! Kalau ada cara semacam itu, katakan dari tadi!)


Ariane yang melihatnya menyuarakan sedikit protes. Sepertinya dia malu mengenai masalah di mana payudara dan pantatnya tersangkut. Bahkan di dalam ruangan gelap ini, jelas terlihat bahwa pipinya telah memerah.


Kurasa bukan salahnya juga ia tumbuh sebesar itu, jadi kupikir jelas kalau ia menjadi malu karenanya.


“Tempat ini sepertinya adalah sebuah gudang...”


Mengabaikan protesnya, Danka melakukan sesuatu dengan sepihak, menggerutu dengan suara pelan, menyuarakan pendapatnya sembari memeriksa keadaan sekitar kami.


Ruangannya digunakan sebagai sebuah ruang penyimpanan, dengan berbagai macam barang tertumpuk dalam susunan yang rapi. Dibandingkan luasnya ruangan ini, tak terlalu banyak barang di sini; mungkin tak banyak orang keluar masuk ke sini dinilai dari udaranya yang pengap.


Danka perlahan bergerak di atas lantai kayu agar tak menimbulkan sebuah suara, dan bergerak maju menuju tangga tipis yang menuntun ke lantai bawah, mengintip ke bawah dan membuat sebuah isyarat yang terlihat seperti, “Diam!”.


Setelah Danka telah memastikan bahwa Ariane mengangguk padanya, dia perlahan mulai menuruni tangga yang menghubungkan ke lantai bawah.


Setelah beberapa saat terdapat tanda dari Danka yang entah mengapa mondar-mandir di bawah tangga, lalu dia kembali muncul di loteng dengan hanya menunjukkan wajahnya dan mengisyaratkan “Ayo!” dengan tangannya.


Setelah melihatnya, Aku dan Ariane mengikutinya pada saat yang sama setelah Danka menuju tangga ke lantai bawah, dan turun.


Kami tiba di sebuah ruangan dengan empat tempat tidur di dalamnya.


Kecuali Danka yang ada di tengah ruangan itu, tak ada tanda-tanda kehidupan apapun ‒ hanya ada aroma dari karat besi yang lembab. Di sana terdapat empat pria yang terbaring di masing-masing kasurnya, namun leher tiap orang tersebut telah tertebas, dengan mereka semua telah mati karena kehilangan darah.


Sembari Danka menutupi kepala orang-orang itu dengan selimut untuk menyembunyikan mereka seperti sedang tidur, Ariane mendekat ke pintu di tengah ruangan dan mengintip ke keadaan di luar.


Sepertinya aman saja; Ariane mengisyaratkan kami untuk mendekat padanya. Setelah Danka telah selesai dengan menyembunyikan mereka dan kami bergerak bersamaan mendekati pintu, Ariane memberikan tanda untuk diam.


Danka berada di kanan, Ariane di kiri, dan aku berada tepat di tengah. Kami bertiga saling mengangguk, dan pintunya pun terbuka.


Pintunya terbuka menuju koridor di baliknya, dengan sebuah atrium berbentuk kotak terlihat sebagai interiornya. Di kedua sisi atrium terdapat tiga pintu berukuran sama, dan jauh di dalam sana, di sebelah salah satu pintu, sebuah tangga yang menuju ke bawah dapat terlihat.


Lampu-lampu terpasang di sana dan di sini di lorong ini, membayangi keseluruhan isi gedung ini.


Kecerahan di atrium ini membuat kami dapat melihat mereka yang mendekat dari lantai bawah, dan begitu juga pihak yang berada di bawah dapat memastikan keberadaan kami, ini berbahaya untuk memeriksa pintu-pintu di kedua sisi itu tanpa menunduk.


Ariane dan Danka mendekat ke pintu-pintu di tiap sisi tanpa bersuara dengan posisi rendah, menempelkan telinga mereka untuk mencari tahu keadaan di dalamnya. Tak lama kemudian, pintu-pintunya terbuka dan keduanya menyelinap masuk ke ruangan mereka masing-masing. Hanya aku yang tertinggal di koridor lantai ini sekarang.


Karena mustahil untuk tak membuat suara saat berjalan di lantai kayu sembari mengenakan armor logam seutuhnya, aku menggunakan 【Dimensional Step】 untuk bergerak ke salah satu pintu yang terlihat di dalam. Sembari memikirkan pikiran tak berguna semacam apakah kakiku akan bergetar kalau aku mengandalkan sihir ini terlalu banyak untuk berbagai hal, aku mendekat ke pintu tersebut.


Pintu kayu ini berbeda dengan pintu lainnya di sekitarnya dibilang sederhananya, dengan pintu ini memiliki dekorasi menakjubkan dan dipasang dengan sebuah gagang pintu yang terbuat dari logam.


Aku dapat merasakan kehadiran seseorang dari balik pintu, tapi saat aku memeriksa dan menyadari keberadaannya, sebuah hawa waspada menusukku. Sepertinya orang di sisi sebaliknya itu telah menyadari kehadiranku.


Akan tetapi, orang lain yang telah waspada itu tak melakukan apapun seperti berteriak. Aku tak bisa terus berdiri di sini seperti ini terus menerus tanpa bergerak, jadi kuputuskan untuk membuka pintunya, meletakkan tanganku di gagang pintu, tapi, entah mengapa, sepertinya pintunya telah terkunci. Aku mengintip ke dalam pintu melalui lubang kunci di gagang pintu dan melihat ruangan di dalamnya. Karena lubang kuncinya seperti apa yang ada di gembok gudang tua sekolah dasar, aku bisa melihat ke dalamnya.


Sembari melihat pemandangan dari ruangan di sisi lain dari lubang kunci, aku mengincar sebuah tempat dan mengaktifkan 【Dimensional Step】.


Aku berpindah ke ruangan terang dengan postur yang sama saat aku mengintip ke dalam lubang kunci di koridor tadi. Ruangan di dalamnya lebih terang dibandingkan dengan koridor di luar sana, dan ruangan ini entah mengapa dihiasi dengan perhiasan mewah yang berjejer di kedua sisi.


Di tengah ruangan ini terdapat sebuah meja kopi dengan sebuah sofa berlapis kulit, dengan sebuah meja kerja cokelat di dalam ruangan. Seorang pria gendut berpakaian bagus telah terkapar dengan wajahnya berada di atas meja, tak bergerak sedikitpun.


Terlebih lagi, dibayangi oleh cahaya lampu, di sana terdapat tiga pria bersenjata yang berdarah tergeletak di sekitar. Aku bisa mengetahui kalau mereka telah mati...


Kemudian, dari bayang-bayang meja, seseorang berpakaian hitam seluruhnya menampakkan kepalanya, menilaiku sebelum mulai melangkah ke depan dan mendekatiku.


“Pintunya seharusnya telah terkunci rapat; walau begitu, bagaimana bisa Armor Onii-san bisa masuk?”


Orang berpakaian hitam itu berbicara dalam sebuah nada redam pelan, tapi, bukannya menjawab pertanyaan tersebut, aku tanpa sadar menyerukan pendapat yang pertama kali terlintas di benakku.


“Ninja...”


Mendengar perkataanku yang tak sengaja keluar, alis orang itu yang seluruhnya berpakaian warna hitam dari atas hingga bawah sedikit terangkat.


Dan secara bersamaan, tertutupi oleh sebuah tudung, telinga yang tertempel di area di atas kepalanya, dengan sebuah kedut, bergerak sebagai respons...


Seseorang di hadapanku ini sepertinya adalah seorang gadis muda. Seluruh tubuhnya tertutupi oleh baju yang terbuat dari kain hitam dengan keadaan yang terbilang moe, sebuah pakaian yang sesungguhnya hanya dimiliki oleh seorang ninja. Di kakinya terdapat sebuah pelindung tipe pelindung kaki yang terbuat dari logam, dengan sarung tangan pelindung untuk lengannya, dan terpasang di kepalanya adalah sebuah ikat kepala berwarna hitam kelam dengan piringan logam dengan sebuah mahkota emas terpahat di atasnya, dengan sebuah pisau belati lurus yang panjang terlihat di pinggang bawahnya.


Area dengan kulit yang terlihat adalah di sekitar mata biru menawannya yang tak memberikan banyak emosi, sembari melihat ke atas usung, terdapat telinga binatang kerucut berwarna hitam. Aku juga baru menyadari kalau sebuah ekor hitam terpasang di pinggangnya dengan sebuah bentuk mirip sabuk, dengan ujung ekor tersebut terkadang bergerak bergoyang.


Telinga dan ekornya tak menunjukkan tanda apapun yang menunjukkan hawa bahwa itu produk buatan; tak peduli bagaimanapun kau melihatnya, respons yang mereka tunjukkan menunjukkan mereka sangat hidup. Setelah para elf, sepertinya aku telah berjumpa dengan ras lain dari dunia ini.


Si gadis ninja muda itu juga menilaiku dengan jubah hitam panjangku yang menyelimuti seluruh tubuh berarmorku dengan seekor rubah hijau di atas kepalaku; aku bisa melihat bahwa tatapannya menginvestigasiku seluruh tubuhku dengan seksama.


“Sepertinya kau bukanlah manusia dari tempat ini. Apakah kau juga datang kemari untuk suatu tujuan?”


Si gadis ninja muda itu telah selesai dengan pemeriksaannya dan melemparkan pertanyaan lainnya padaku, membuatku sulit untuk menjawabnya. Meskipun dia tak terlihat seperti seorang musuh, tapi ceroboh jika aku memberitahukan tujuan di balik datangnya aku kemari pada orang asing dengan mudahnya.


Sembari memikirkan bagaimana aku akan menjawabnya, di gadis ninja muda itu telah menebak tujuanku datang kemari.


“Kalian datang kemari untuk menyelamatkan para elf atau semacamnya...? Kalau benar begitu, sepertinya mereka di tahan di ruang bawah tanah.”


Aku tak bisa menyembunyikan rasa terkejutku setelah mendengar perkataan gadis itu. Dengan aku yang mengenakan body armor seluruh tubuh ini, tak mungkin seseorang bisa tahu apakah aku seorang manusia atau seorang elf di dalamnya. Berdasarkan baik Ariane maupun Danka yang tengah mencari di ruangan lainnya saat ini, di sini tak ada elf lain di dekatku, namun dia masih bisa menebak dengan benar tujuanku tanpa ragu.


Aku memandang sejenak ke arah para penjaga tadi yang tergeletak di sekitar kakinya.


Sepertinya semua itu adalah hasil tindakannya. Meskipun tubuhnya ramping, sepertinya dia cukup ahli. Apakah dia mendapatkan informasi akan keadaannya dari mereka semua?


Setelah dia yakin akan tujuanku, tatapannya sedikit mengendur.


“Apakah kau menyelinap kemari dengan tujuan untuk membebaskan para elf juga?”


Menenangkan diriku, aku bertanya padanya, meskipun sepertinya tujuannya berbeda. Dia perlahan menggelengkan kepalanya, menyalahi tebakanku.


“Tujuanku tak ada di sini. Aku baru saja mempertimbangkan tentang apa yang harus kulakukan dengan para elf yang ditangkap di sini... tapi, mungkin, sepertinya aku bisa menyerahkannya pada kalian.”


Ia menarik tas kulit besar yang terlihat berat yang diletakkan di atas meja, lalu dia memanggulnya, mengikatnya kuat dengan sebuah tali. Berhenti di jendela yang terbuka di dinding di seberang ruangan dengan kakinya di atasnya, si gadis ninja muda itu berbalik untuk memberikan salam perpisahan.


“Aku akan menyerahkan sisanya padamu; karena itu adalah kamu, kemungkinan kita akan bertemu lagi. Kalau begitu, sampai jumpa lagi... Oh, ada juga dua elf yang ditangkap di dalam kastil pemimpin feodal...”


Pada saat ia mengatakannya, meskipun ia membawa sebuah tas besar yang bergemerincing dengan suara yang terdengar berat, dengan pergerakan yang tak bisa diikuti, dia pergi dari jendela untuk menggapai sudut atap, dan dengan tak jelas, dengan sebuah balikan badan, tubuhnya yang di atas atap itu menghilang dari pandangan.


Tak lama kemudian, hawa kehadiran gadis itu yang tipis menghilang, lenyap dengan sekejap mata di bawah kegelapan malam yang menyelimuti seisi kota, tak meninggalkan jejak apapun.




Mundur ke Bab 17 Kembali ke Halaman Utama Teruskan ke Bab 19