Sword Art Online Bahasa Indonesia:Jilid 1 Bab 22

From Baka-Tsuki
Revision as of 08:53, 23 November 2011 by Arczyx (talk | contribs)
Jump to navigation Jump to search

Pertarungan berlanjut selama sejam

Rasanya bagai selamanya telah berlalu sebelum pertarungan akhirnya selesai. Saat tubuh raksasa monster raja pecah menjadi serpihan yang tak terhitung, tiada satupun yang memiliki energi untuk bergembira. Semuanya entah terduduk lemas di lantai obsidian atau terbaring sempurna dengan napas terengah-engah.

Apa ini---selesai...?

Ya---ini selesai---

Setelah kami bertukar pikiran itu, rasanya «sambungan» antara aku dan Asuna juga putus. Kelelahan tiba-tiba menggelayuti tubuhku dan aku berlutut ke lantai. Aku dan Asuna lalu duduk dengan denganpunggung saling bersender, dan merasa seakan kami takkan mampu melakukan apa-apa untuk beberapa saat. Kami berdua masih hidup---tapi bahkan ketika aku memikirkan ini, aku tak bisa begitu senang dengan keadaan. Terlalu banyak yang tewas. Setelah 3 kematian pertama di awal pertempuran, efek suara suram dari pecahnya orang terus bergema dengan kecepatan tetap dan aku memaksa diriku berhenti menghitung setelah yang keenam.

“Berapa banyak ---yang tewas...?

Cline, yang duduk di kiriku, bertanya dengan suara berdenging. Egil yang terlentang di lantai di sebelahnya dengan lengan dan kaki tersebar keluar, juga menghadap kesini.

Aku mengayunkan tangan kananku untuk membuka peta dan lalu menghitung titik-titik hijau di sana. Aku menguranginya dengan jumlah orang yang hadir saat kami pertamakali berangkat.

“---14 tewas.”

Aku tak dapat mempercayai angka ini meski aku telah menghitungnya sendiri.

Mereka semua tingkat tinggi, ksatria ahli yang telah mengalami pertempuran yang tak terhitung. Bahkan jika kami tak bisa kabur atau sembuh seketika, kami seharusnya masih bisa menghindari tewasnya begitu banyak orang jika kami bertarung dengan menempatkan keselamatan terlebih dahulu—itulah yang kami semua pikir, tapi---

“...Mustahil...”

Suara Egil tak menandakan keceriaannnya yang biasa. Sebuah kesuraman yang menjatuhkan jiwa menekan tengkuk orang-orang yang selamat.

Kami hanya tiga perempat kesana---masih ada 25 lantai yang masih harus dibereskan. Tapi meski ada ribuan pemain disini, hanya beberapa ratus yang masih serius untuk menyelesaikan permainan. Jika tiap lantai menghasilkan korban sebanyak yang ini, maka sangat mungkin---hanya satu orang yang akan menghadapi raja terakhir.

Jika itu yang terjadi, yang terakhir berdiri mungkin adalah orang itu...

Aku menggeser pandanganku lebih jauh kedalam ruangan. Diantara semua orang yang duduk di lantai, sebuah sosok berbaju merah terus berdiri tegak. Orang itu adalah Heathcliff.

Tentu saja dia tidak tak tersayat. Saat aku memusatkan diri padanya, kursor muncul untuk menunjukkan HP-nya, dan aku dapat mengatakan dia telah kena beberapa hantaman. Dia telah menahan sabit tulang itu, yang aku dan Asuna harus bersusah payah menahannya, sendirian hingga saat terakhir. Takkan aneh bila dia runtuh karena kecapaian, terlepas dari HP-nya.

Tapi aku tak bisa merasakan tanda-tanda kecapean sedikitpun dari sosok tenangnya. Ini ketahanan yang sulit dipercaya. Ini seakan---dia sebentuk mesin bertarung...

karena pikirnku masih layeng-leyang karena kecapean, aku terus menatap sisi dari wajah Heathcliff. ekspresi sang legenda tetap tenang. Dia dengan hening memandangi pada anggota-anggota KoB dan pemain-pemain lainnya. Matanya hangat dan penuh kasih sayang---seakan—

Seakan dia tengah memandangi segerombolan mencit putih yang bermain di kandang yang mustahil keluar darinya.

Tepat saat itu, kurasakan sebuah getaran merambat ke sekujur tubuhku.

Pikiranku jernih seketika. tubuhku menjadi dingin, mulai dari ujung jemari, menyebar ke segala arah hingga pusat otakku. Ini firasat nan aneh. Fikiran mustahil mulai mengakar di pikirinku bagai sebuah benih dan kecurigaan tumbuh darinya.

Ekspresi di mata Heathcliff, ketenangan yang ditunjukkannya, bukan mata yang menenangkan shabat-sahabatnya yang terluka. dia tak berdiri di tingkat yang sama dengan kami. Wajahnya tengah memberikan pengampunan dari sebuah tempat nan jauh di atas kami---ini wajah seorang dewa...

Kufikirkan mengenai kecepatan reaksi tak manusiawi yang Heathcliff tunjukkan saat duel kami. Ia jauh melebihi kecepatan manusia. Tidak, aku salah soal itu; ia jauh melebihi batas yang diset SAO untuk para pemainnya.

Tambahkan kelakuannya yang biasa di atas itu: Ia seorang pemimpin dari guild terkuat, namun dia tak pernah memberikan perintah apapun dan hanya menonton pemain lainnya mengurus segala hal. Mungkin itu bukan karena dia mempercayai bawahannya—mungkin dia menahan-nahan dirinya karena dia tahu hal-hal yang tak diketahui pemain-pemain biasa.

Dia adalah sebentuk makhluk yang tak terikat aturan-aturan permainan kematian ini. Tapi dia bukanlah seorang NPC. Tak mungkin sebuah program dapat membuat wajah yang begitu penuh ampunan.

Jika dia bukan NPC maupun pemain biasa, maka hanya ada satu kemungkinan tersisa. Tapi bagaimana caranya aku membuktikan ini? Tiada caranya untuk itu... tidak satupun.

Tidak, ada satu cara. Cara yang hanya bisa kucoba disini sekarang juga.

Aku melihat batang HP Heathcliff. Ia telah banyak berkurang dari pertarungan keras ini. Tapi ia belum jatuh ke setengahnya. Ia hanya sedikit, sedikit diambang daerah biru.

Tiada yang pernah melihat HP orang ini jatuh ke daerah kuning. Ia memiliki pertahanan luar biasa yang tak seorangpun dapat dibandingkan dengannya.

Saat dia bertarung denganku, wajahnya berubah saat HPnya mendekati titik tengah. Itu bukan rasa takut akan berubahnya HP-nya menjadi kuning.

Itu adalah—kemungkinan besar---

Aku perlahan mengeraskan genggaman pada pedang di tangan kananku. Aku menarik kaki kananku ke belakang dengan gerakan sekecil mungkin. Kubengkokkan pinggang kebelakang sedikit dan mengambil kuda-kuda rendah. Heathcliff tak menyadari apapun gerakanku. Pandangan hangatnya tengah diarahkan hanya pada anggota guildnya yang kelelahan.

Jika tebakanku salah, aku akan dilabeli kriminal dan akan dihukum tanpa ampun. Jika itu yang terjadi...maafkan aku...

Aku melirik Asuna yang duduk di sebelahku. Dia menengadahkan kepalanya di saat yang bersamaan dan mata kami bertemu.

“Kirito...?”

Sebuah wajah terkejut menggelayuti Asuna, yang mulutnya menganga namun tak bersuara. Tapi saat itu, kaki kananku sudah menendang tanah kebelakang.

ada sekitar 10 meter antara aku dan Hethcliff. Aku melesat menuju dia dengan kecepatan penuh dengan tubuhku hampir menyentuh tanah dan mencapainya seketika. Lalu aku memutar pedangku dan menusuk ke atas. Ini adalah jurus dasar pedang bertangan satu <<Tusukan Amarah>>. karena ini jurus lemah, ini seharusnya tak membunuh Heathcliff meski membuat hantaman kritis. Tapi jika tebakanku benar—

Pedang menusuk masuk dari kiri, meninggalkan seberkas cahaya biru nan terang. Heatcliff bereaksi dengan kecepatan yang mengejutkan dan ekspresi terkejut nampak di wajahnya. Dia langsung mengangkat tamengnya untuk menahan.

Tapi aku sudah melihatnya melakukan gerakan itu berulang kali selama pertarungan kami dan aku mengingatnya dnegan jelas. Pedangku larut menjadi seberkas cahaya, mengubah arah di tengah jalan, dan menggesek ujung tamengnya sebelum terus menusuk menuju dadanya.

Tapi tepat sebelum pedang menghantamnya, ia dihentikan tembok tak terlihat. Sebuah dentuman kuat menjalar melalui lenganku. Seberkas percikan cahaya ungu berkilat dan sebuah pesan dengan warna sama muncul---sebuah pesan sistem muncul diantara kami.

[Objek Abadi]. Ini bukan sebaris status yang dapat dimiliki makhluk lemah seperti kami, para pemain. Apa yang ditakutkan Heathcliff selama pertarungan itu pasti adalah tersingkapnya pengaman dewa ini pada semuanya.

“Kirito, apa yang kau---“

Asuna yang berteriak karena terkejut pada serangan tiba-tibaku dan berlari setelahku, tiba-tiba berhenti dan terpaku di tempat setelah melihat pesan itu. Aku, Heathcliff, Cline dan seluruh pemain lainnya di sekitar kami juga terpaku sempurna. Pesan sistem perlahan memudar dalam kebekuan ini.

Kurendahkan pedangku dan melompat ke belakang sedikit, memperlebar jarak antara aku dan Heathcliff. Asuna mengambil beberapa langkah ke depan dan berdiri di sebelahku.

“Keabadian yang dianugrahkan sistem---bagaimana ini mungkin---Pemimpin guild...?”

Heathcliff tak merespon bahkan setelah mendengar suara bingung Asuna. Dia hanya menatapku dengan wajah penuh amarah. Dengan kedua pedang di tanganku, aku membuka mulutku dan berkata:

“Inilah kebenaran dibalik legenda. HP-nya dilindungi sistem dan takkan jatuh ke dalam daerah kuning tak peduli apa yang terjadi padanya. Status keabadian---selain NPC, hanya admin sistem yang bisa memilikinya. Tapi permainan ini tak memiliki admin satupun, kecuali mungkin satu orang...”

Aku berhenti berbicara di titik ini dan menatap ke atas ke langit.

“...Aku selalu berfikir setelah kedatanganku di dunia ini...dimana sih dia melihat kami saat dia memanipulasi unia ini. Tapi aku lupa satu kebenaran sederhana, yang bahkan seorang anak kecilpun seharusnya tahu.”

Aku menatap lurus pada si paladin merah dan melanjutkan:

“<<Tiada yang lebih membosankan selain menonton orang lain memainkan permainan>>. Bukankah begitu?.....Kayaba Akihiko?”

Ada keheningan yang menyentak, seakan semuanya baru saja membeku.

Heatcliff tengah menatapku dengan wajah tanpa emosi. Pemain-pemain di sekitar kami tak bergerak bahkan satu ototpun. Tidak, lebih pas kalau dibilang mereka tak dapat bergerak.

Asuna mengambil satu langkah maju dari sisiku. matanya tak menagndung sedikitpun emosi, seakan mereka kehampaan tak berdasar. Dia membuka mulutnya sedikit dan berbiocara dengan suara kering dan lirih hampir tak terdengar.

“Pemimpin....apa ini....benar?”

Heathclff mengabaikan pertanyaannya. malahan dia membengkokkan kepalanya sedikit dan menanyaiku:

“..Untuk sekedar referensi, bisakah kau menceritakan padaku bagaimana kau bisa tahu?”

“...Kali pertama aku pikir sesuatu ga beres adalah saat pertarungan kita, karena kecepatanmu pada saat terakhir itu terlalu cepat, itu saja.”

“Seperti yang sudah kuduga. Itu adalah kesalahn paling besar dariku. Aku begitu kewalahan oleh kecepatanmu sehingga akhirnya menggunakan bantuan sistem melebihi batas normalnya.”

Begitu Heathcliff mengangguk, wajahnya akhirnya menyingkap ekspresi lainnya; bibirnya bergerak perlahan membentuk senyum pahit.

“Awalnya aku berharap mencapai lantai 95 sebelum ini diuangkap.”

Senyumnya berubah menjadi penuh kuasa sambil perlahan menyapu pandangannya ke para pemain. lalu, sang paladin merah berkata dengan percaya diri:

“---Ya. Aku adalah Kayaba Akihiko. Aku juga raja terakhir permainan ini yang menunggu kalian di lantai teratas.

“...Kau memeiliki selera yang aneh. tak terpikirkan bahwa pemain terkuat tiba-tiba jadi raja terakhir yang paling kuat.”

“Apa kau tak berfikir ini skenario yang menarik? Awalnya aku berfikir bahwa tersingkapnya ini akan memantik gelombang kejut ke seantero Aincrad, tapi tak pernah kupikir aku akan diketahui pada ¾ jalan permainan ini. Aku tahu kau adalah faktor yang paling tak bisa diprediksi dari permainan ini, tapi tak pernah membayangkan bahwa kau memiliki potensi semacam ini.”

Sebagai pencipta permainan ini yang telah memenjarakan pikiran 10 ribu pemain, Kayaba Akihiko tersenyum begitu berbeda dengan yang dimiliki Heathcilff sang Paladin. Tapi sosok tak tertandingi dan kokoh itu entah mengapa mirip dengan avatar tak beremosi yang turun pada kami dua tahun lalu.

Kayaba melanjutkan dengan senyum pahit:

“...Aku sudah mengira kaulah pemain yang akan menghadapiku di akhir. Dari 10 jurus unik, <<Bilah Ganda>> diberikan pada pemain dnegan kecepatan reaksi tertinggi, yang akan kemudian berperan sebagai pahlawan melawan raja terakhir, tak peduli dia menang atau kalah. Tapi kau telah menujukkan padaku kekuatan melebihi perkiraan, baik itu kecepatan maupun pandanganmu. Yah...Kupikir bahwa perkembangan yang tak diperkirakan sebelumnya adalah bagian dari esensi RPG online...”

Pada saat ini, salah satu pemain yang membeku bangkit perlahan. Dia salah seorang pemimpin KoB. Matanya yang tampak menyala berisi pederitaan tersiksa.

“Kau...kau...berani-beraninya kau mengambil kesetiaan---harapan kami...dan...dan...mengotori mereka shancur-hancurnya---!”

Dia mengangkat Halberd raksasanya ke udara dan meluncurkan dirinya dengan sebuah teriakan. Bahkan tak ada waktu untuk menghentikannya. Kami hanya bisa menonton begitu dia mengayunkan senjatanya ke bawah pada Kayaba—Tapi Kayaba selangkah lebih cepat. Dia mengayunkan tangan kirinya dan dengan cepat memanipulasi jendela yang muncul; Orang itu langsung berhenti di tengah udara dan jatuh ke tanah dengan suara keras. Sebuah garis batas hijau menyala di sekitar batang HP-nya, mengindikasikan paralisis. Tapi, Kayaba tak berhenti disitu dan terus menggerakkan tangannya.

“Ah...Kirito...!”