Difference between revisions of "Sword Art Online Bahasa Indonesia:Jilid 2 Bab 2"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
(Created page with "==Sword Art Online Volume 2 Chapter 2 Warmth of the Heart (Aincrad 48th Floor, June 2024)== Kincir air yang besar itu berputar dengan mantap, memenuhi seluruh toko dengan suara...")
 
Line 1: Line 1:
 
==Sword Art Online Volume 2 Chapter 2 Warmth of the Heart (Aincrad 48th Floor, June 2024)==
 
==Sword Art Online Volume 2 Chapter 2 Warmth of the Heart (Aincrad 48th Floor, June 2024)==
  +
<br>
   
 
Kincir air yang besar itu berputar dengan mantap, memenuhi seluruh toko dengan suara menenangkan.
 
Kincir air yang besar itu berputar dengan mantap, memenuhi seluruh toko dengan suara menenangkan.
Line 178: Line 179:
 
Siang keesokan harinya dia mengunjungi toko milikku.
 
Siang keesokan harinya dia mengunjungi toko milikku.
   
  +
<br>
   
 
Aku menyelesaikan semua pesanan senjata kemarin dan sekarang aku terlelap di kursi batu di depan toko.
 
Aku menyelesaikan semua pesanan senjata kemarin dan sekarang aku terlelap di kursi batu di depan toko.

Revision as of 10:21, 25 November 2011

Sword Art Online Volume 2 Chapter 2 Warmth of the Heart (Aincrad 48th Floor, June 2024)


Kincir air yang besar itu berputar dengan mantap, memenuhi seluruh toko dengan suara menenangkan.

Walaupun ini hanya rumah kecil untuk digunakan kelas support diantara perumahan khusus pemain, harganya naik seperti pasang karena kincir air itu. Saat aku pertama menemukan rumah ini di distrik utama Lindus di lantai 48, pikiranku tiba-tiba berkata ‘ini dia!’, tepat sebelum harganya mengejutkanku.

Sejak saat itu, aku mulai bekerja keras membanting tulang, meminjam uang dari berbagai tempat, dan berhasil mengumpulkan tiga juta Coll[1] hanya dalam dua bulan. Kalau ini adalah dunia nyata, tubuhku akan dipenuhi otot dari semua pengalamanku memukulkan palu, dan tangan kananku akan penuh dengan kapalan tebal.

Tapi semua itu terbayar sudah, aku memperoleh sertifikatnya hanya selangkah lebih dulu dari pesaingku dan membuka «Toko Senjata Spesial Lizbet» di rumah berkincir air ini. Ini terjadi tiga bulan lalu saat musim semi yang sejuk.


Part 1


Setelah meminum kopi pagiku dengan cepat --- untungnya ini Aincrad --- sambil mendengarkan berputarnya kincir air seperti mendengarkan BGM[2], aku memakai seragam blacksmith[3]ku dan melirik pantulanku di cermin besar yang tergantung di dinding.

Meskipun aku menyebutnya seragam blacksmith, sebenarnya pakaianku ini sekedar mirip pun tidak, tapi pakaianku ini sebenarnya lebih mirip seragam pelayan wanita: sebuah atasan merah tua dengan lengan baju yang menggembung dan sebuah rok layang dengan warna yang sama, ditambah sebuah celemek putih bersih diatasnya dan sebuah pita merah di dadaku.

Bukan aku yang memilih pakaian ini; seorang pelanggan setia sekaligus temanku lah yang memilihnya. Menurutnya, ‘wajahmu baby face jadi pakaian kaku ga cocok buatmu.'

Nah itulah yang dia bilang, dan aku tuh seperti 'urus urusanmu sendiri!' Tapi penjualan naik dua kali lipat sejak aku mulai memakai seragam ini, jadi aku ga punya pilihan selain terus memakainya.

Nasehatnya tidak berhenti di pakaianku, tapi bahkan sampai juga ke rambutku; sekarang rambutku sudah dirombak menjadi sangat pink dan halus. Tapi berdasarkan respon pelanggan, sepertinya penampilan ini cocok denganku.

Aku, Lizbet si blacksmith, berumur lima belas saat aku pertama kali masuk ke SAO. Dulu di dunia nyata kudengar aku terlihat lebih muda dari usiaku, tapi di dunia ini aku bahkan terlihat lebih muda lagi. Ketika rambut merah mudaku, mata besarku yang biru, dan bibirku yang mungil dikombinasikan dengan celemek bergaya kuno, pantulanku di cermin terlihat hampir seperti boneka.

Karena di dunia lain aku hanya anak SMP yang tidak peduli dengan mode, jurangnya pun makin melebar. Entah bagaimana aku telah terbiasa dengan penampilanku, namun karena kepribadianku tidak berubah sama mudahnya, aku sudah beberapa kali menakuti pelangganku dengan tingkahku dari waktu ke waktu.

Aku memeriksa apa ada yang terlupa kusiapkan sebelum aku ke bagian depan toko dan membalik tanda ‘TUTUP’. Aku memandang beberapa pemain yang telah menunggu bukanya tokoku, lalu memperlihatkan senyum terbaikku dan menyapa mereka.

"Selamat pagi! Silakan!"

Sebenarnya, belum terlalu lama sejak aku bisa melakukan ini secara alami.

Mengelola sebuah toko sudah menjadi mimpiku sejak lama, tapi melakukannya di dalam game ternyata sangat berbeda dengan di dunia nyata. Aku mengalami sendiri bagaimana susahnya penyambutan dan pelayanan ketika aku pertama mulai sebagai pedagang jalanan dengan sebuah penginapan sebagai markasku.

Karena menahan senyum terlalu sulit bagiku, aku memutuskan untuk menang melalui kualitas, dan sepertinya menaikkan level skill[4] weaponsmith[5]ku adalah jawabannya, terbukti dengan banyaknya pelanggan setiaku yang terus menggunakan senjataku bahkan setelah aku membuka toko ini. Setelah selesai menyapa mereka, aku meninggalkan resepsionis ke pegawai NPC[6] ku lalu menyembunyikan diri di ruang kerja yang tersambung ke toko milikku. Ada sekitar sepuluh item[7] yang harus kubuat hari ini.

Segera setelah aku menarik tuas di dinding, kekuatan mekanik dari kincir air mulai digunakan oleh puputan untuk meniupkan udara ke kompor arang, pemoles pun mulai berputar. Aku mengeluarkan sebongkah logam mahal dari inventarisku dan memasukkannya ke kompor arang yang baru mulai memanas. Setelah cukup panas, aku memindahkannya ke landasan tempa menggunakan sepasang penjepit. Aku berlutut dengan satu kaki dan menggenggam paluku, lalu memanggil menu pop-up dan memilih benda yang ingin kubuat. Sekarang yang harus kulakukan hanyalah memukul bongkahan logam itu sebanyak jumlah yang diperlukan dan benda itu pun tertempa. Tidak ada teknik yang diperlukan untuk ini dan kualitas senjata yang dihasilkan pun acak; tapi kupikir hasil akhirnya bergantung dengan sekuat apa konsentrasiku, jadi aku menegangkan semua otot-ototku dan mengangkat palunya pelan-pelan. Kemudian, persis saat aku akan menghantam logam itu---

"Hei, Liz!"

"Ahh!"

Pintu ruang kerjaku terbuka dengan keras dan aku pun meleset; alih-alih membentur logam, aku malah mengenai alas tempaku dengan dentang yang menyedihkan dan percikan-percikan bunga api.

Begitu aku mengangkat kepalaku, pengacau itu sedang menggaruk kepalanya dan tersenyum dengan lidahnya terjulur keluar.

"Maaf~ Lain kali aku akan hati-hati."

"Kira-kira udah berapa kali ya aku dengar kata-kata itu--- ...Yah, seenggaknya ini terjadi sebelum aku mulai."

Aku berdiri sambil menghela nafas panjang dan mengembalikan bongkahan logam itu ke dalam kompor arang sebelum menempatkan kedua tanganku di pinggang dan berbalik. Kemudian aku memandang gadis yang sedikit lebih tinggi dariku.

"...Hei, Asuna."

Sahabatku dan seorang pelanggan setia, si pengguna rapier[8] Asuna, berjalan melintasi ruangan ke arahku lalu duduk di atas sebuah kursi kayu. Lalu dia menekan rambut coklat kemerah-merahannya yang panjang yang melewati bahunya dengan tangannya. Semua pergerakannya seperti bersinar, seakan dia adalah seorang bintang film, dan membuatku terpana meskipun aku sudah lama mengenalnya.

Aku pun duduk di kursi di depan alas tempaku itu dan menyandarkan paluku ke dinding.

"...Jadi, hari ini ada apa? Kamu dateng lebih pagi dari biasanya."

"Ah, aku ingin kamu merawat ini."

Asuna mengeluarkan rapiernya, dengan bilahnya masih disarungkan, kemudian melemparnya. Aku menangkapnya dengan satu tangan lalu menariknya keluar. Rapier itu sedikit tumpul karena sudah lama digunakan, namun tidak cukup tumpul untuk menyebabkan masalah memotong pada bilahnya.

"Kondisinya masih lumayan bagus kan? Terlalu awal untuk dirawat."

"Iya kamu benar. Tapi aku ingin ini jadi benar-benar berkilau."

"Hmmm?"

Aku menatap Asuna dengan teliti. Pakaian ksatrianya yang putih bercorak palang merah dan rok mininya tetap sama seperti biasanya, namun sepatunya bersinar seperti baru dan dia bahkan memakai sepasang anting perak.

"Kamu lagi aneh~ Aku baru kepikiran sekarang, hari kan ini hari kerja. Gimana tentang kuota clearing[9] guild[10] kamu? Bukannya kamu bilang kalian lagi kesusahan di lantai enam puluh tiga?"

Mendengar ucapanku, Asuna tersenyum malu:

"Ya--- aku dapet cuti hari ini. Karena nanti aku punya janji dengan seseorang..."

"Ohh~!"

Aku bergeser mendekat ke Asuna sambil tetap duduk di kursiku.

"Kasih tahu aku dong. Kamu mau ketemu siapa?"

"Ra-rahasia!"

Asuna memerah dan menghindari tatapanku. Aku menyilangkan lenganku, menggangguk, lalu berkata:

"Ah~ Kupikir aneh kamu menjadi lebih cerah belakangan ini. Jadi akhirnya kamu dapet pacar."

"Eng-enggak kayak gitu!!"

Pipi Asuna memerah makin tua. Dia terbatuk lalu menanyakanku sebuah pertanyaan sambil sedikit melirik-lirik:

"...Apa aku, bener-bener seberbeda itu sekarang...?"

"Tentu saja~ Waktu aku pertama ketemu kamu, kamu selalu berkonsentrasi menyelesaikan dungeon! Waktu itu kupikir kamu sedikit terlalu kaku, tapi kemudian, mulai musim semi ini, kamu mulai berubah sedikit; seperti beristirahat dari menyelesaikan game waktu hari kerja --- dulu kamu ga akan pernah melakukan itu."

"Be-bener ...mungkin aku memang telah terpengaruh...

"Jadi, siapa dia? Aku kenal ga?"

"Ku... kurasa enggak... kayaknya."

"Lain kali bawa dia kesini."

"Ga kayak gitu! Ini masih, yah... satu arah..."

"Hmm...?"

Kali ini aku benar-benar terkejut. Asuna adalah sub-leader[11] dari guild terkuat, KoB, dan salah satu dari lima cewek tercantik di Aincrad. Laki-laki yang menginginkan perhatian Asuna ada sebanyak bintang di langit, tapi aku bahkan tidak pernah membayangkan kalau kebalikannya itu ada.

"Begini lho, dia orang yang bener-bener aneh."

Ucap Asuna dengan kedua matanya merenung ke dalam kejauhan. Senyum lembut terlihat di bibirnya. Kalau ini adalah komik percintaan, maka sekarang di latarnya akan ada kelopak-kelopak bunga.

"Menurutku dia ga bisa ditebak, atau dia cuma melakukan semuanya dalam temponya sendiri... tapi walaupun begitu, dia bener-bener kuat."

"Oh, lebih kuat dari kamu?"

"Iya, beneran; kalau kita duel, aku bertahan semenit saja ga akan bisa."

"Ohh~ Aku bisa menghitung orang yang mampu melakukan itu dengan jari."

Segera setelah aku mulai memeriksa daftar clearer di kepalaku, Asuna mulai mengibaskan tangannya.

"Ah, jangan bayangkan dia~!"

"Yah, aku menantikan untuk segera melihatnya. Dan kalau begitu ceritanya, aku akan mengandalkanmu untuk promosi juga!"

"Kamu ga pernah melewatkan kesempatan ya. Akan kukenalkan dia ---ah, oh! Cepet dirawat!"

"Iya, iya. Akan kuselesaikan sekarang juga jadi tunggu sebentar."

Aku berdiri dengan rapier Asuna di tanganku dan berjalan ke pemoles yang berputar di pojok ruangan.

Aku mengeluarkan pedang tipis itu dari sarungnya. Senjata ini dikategorikan sebagai «Rapier» dengan nama unik «Lament Light». Termasuk salah satu pedang terbaik yang pernah kubuat. Walau aku menggunakan bahan mentah terbaik, palu terbaik, alas tempa terbaik, dan segalanya yang terbaik sekalipun, kualitas senjata yang dihasilkan masih berbeda-beda dikarenakan faktor acak. Karena itulah, aku hanya bisa membuat pedang berkualitas seperti ini setiap sekitar tiga bulan.

Pelan-pelan aku menempelkan pedang itu ke pemoles dengan kedua tanganku. Teknik yang terlibat dalam memoles senjata juga tidak ada, tapi aku tidak berniat untuk mengabaikannya.

Aku meluncurkan pedang itu dari pangkal hingga ujungnya. Bunga-bunga api berlompatan keluar dengan terang, suara metalik terdengar, dan di saat yang bersamaan kilau gemerlapan kembali ke pedang tersebut. Begitu proses pemolesan selesai, rapier itu kembali ke ke penampilan keperak-perakannya, bersinar dengan cahaya matahari pagi.

Aku menyarungkan bilahnya lagi dan melemparkannya ke Asuna. Lalu aku menangkap koin perak 100 coll yang dilemparkannya pada saat yang bersamaan dengan ujung-ujung jariku.

"Makasih!"

"Aku juga akan memintamu memperbaiki armorku nanti... tapi aku kehabisan waktu sekarang jadi daaah!"

Asuna berdiri dan menggantung rapier itu di sisi pinggangnya.

"Aku penasaran dia seperti apa sih~ Mungkin aku harus ikut pergi."

"Ehh, ja-jangan!"

"Hahaha, aku bercanda. Tapi lain kali bawa dia ya."

"Se-segera."

Asuna melambaikan tangannya dan keluar dari ruang kerjaku seakan dia melarikan diri. Aku menghela nafas panjang dan roboh lagi ke kursiku.

"...Pasti enak."

Aku tersenyum dengan sedikit pahit mendengar ucapan yang terlontar dari mulutku.

Satu setengah tahun sudah lewat sejak aku datang ke dunia ini. Karena kepribadianku, aku tidak bersenang-senang dan malah menuangkan segalanya untuk mengembangkan tokoku hingga seperti sekarang ini. Tetapi sekarang aku telah memiliki sebuah toko dan hampir menyempurnakan skill smithku, aku juga mulai merindukan pertemanan lagi, kemungkinan besar karena aku tidak punya tujuan yang jelas lagi.

Karena tidak ada banyak perempuan di Aincrad, lumayan banyak lelaki yang mencoba mendekatiku, tapi karena beberapa alasan aku tidak pernah merasa ingin menanggapinya. Jadi ketika topik ini dibicarakan aku merasa cukup iri pada Asuna.

"Kapan ya aku bakal ngerasain «Pertemuan Bersejarah» juga~"

Aku bergumam, lalu menggeleng-gelengkan kepalaku untuk menghilangkan pikiran-pikiran aneh ini dan berdiri. Aku mengambil bongkahan logam yang sekarang sudah merah panas, mengeluarkannya dari kompor arang dan meletakkannya kembali ke alas tempa. Sepertinya dialah yang akan menjadi rekanku untuk sementara waktu ini. Dengan pikiran-pikiran ini bergelayutan di kepalaku, kuangkat paluku dan menghantamkannya. Hiiyaa.

Bunyi berirama logam yang menggaung di ruang kerjaku biasanya membuat pikiranku jernih, tapi hari ini ganjalan-ganjalan di hatiku itu tidak mau pergi.

Siang keesokan harinya dia mengunjungi toko milikku.


Aku menyelesaikan semua pesanan senjata kemarin dan sekarang aku terlelap di kursi batu di depan toko.

Aku bermimpi. Mimpi tentang saat aku masih SD. Dulu aku anak yang rajin dan pendiam, tapi aku punya kebiasaan tertidur saat pelajaran siang pertama. Guru-guru sering mencecarku karena tertidur.

Saat itu aku mengagumi guru lelaki muda ini yang baru saja lulus dari universitas. Aku masih merasa malu ketika ditegur, namun untuk beberapa alasan aku sangat menyukai caranya dia membangunkanku. Dia akan menggoyang-goyangkan bahuku dengan pelan dan bicara dengan suara yang pelan dan halus---

"Erm, maaf tapi..."

"I-iya, maafkan aku!"

"Wha?!"

Aku berteriak dan melompat seperti pegas. Didepanku berdiri seorang pemain laki-laki dengan ekpresi terkejut terpasang di wajahnya.

"Huh...?"

Aku melihat sekelilingku. Yang terlihat bukanlah ruang kelas yang berisi barisan-barisan meja. Pepohonan yang tertanam di sepanjang jalan, jalur air yang mengiringi jalanan batu yang luas, halaman yang tertutup rerumputan; rumah keduaku, Lindus.

Tampaknya aku tadi melamun untuk pertama kalinya setelah beberapa lama. Aku batuk untuk menyembunyikan rasa maluku dan menyambut orang yang kelihatannya adalah pelanggan.

"Se-selamat datang. Kamu mencari senjata?"

"Erm, iya."

Pemuda itu mengangguk.

Dia tidak terlihat seperti seseorang yang berlevel sangat tinggi. Dia tampak hanya sedikit lebih tua dariku; rambut hitam dengan baju, celana, dan sepatu yang simpel. Satu-satunya persenjataan yang dia miliki hanyalah pedang satu tangan di punggungnya. Senjata-senjata di tokoku memerlukan stats yang tinggi dan aku khawatir apa levelnya dia cukup tinggi, tapi aku tidak memperlihatkan kekhawatiranku dan memandunya ke dalam toko.

"Bagian pedang satu tangan di sebelah sana."

Melihatku menunjuk ke arah bagian senjata-senjata dasar, dia tersenyum sedikit canggung dan berkata.

"Ah, begini, aku ingin memesan yang buatan sendiri..."

Aku makin tambah khawatir. Bahkan senjata pesanan yang termurah pun, yang butuh bahan-bahan khusus untuk menempanya, berharga lebih dari seratus ribu coll. Kalau dia mulai panik mendengar harganya, aku juga jadi malu, jadi kucoba menghindari situasi itu.

"Harga logam sekarang lagi agak tinggi, jadi kupikir harganya akan sedikit mahal..."

Begitu kuberitahu, pemuda berpakaian serba hitam itu mengucapkan hal yang sama sekali tak bisa dipercaya dengan ekpresi cuek.

"Ga usah khawatir terhadap harganya. Tolong tempa saja pedang terbaik yang kamu bisa sekarang."

"..."

Aku terbelalak menatap wajahnya selama beberapa saat kemudian entah bagaimana aku berhasil membuka mulutku.

"...Yaa, walau kamu bilang begitu... aku harus punya gambaran tentang kualitasnya..."

Intonasiku sedikit lebih kasar dari biasanya, tapi nampaknya dia tidak peduli dengan itu dan hanya mengangguk.

"Bener juga. Kalo gitu..."

Dia mengambil pedang di punggungnya, masih disarungkan, dan memberikannya padaku.

"Gimana kalau pedang dengan kualitas sama atau lebih bagus dari yang ini?"

Tidak terlihat seperti senjata yang hebat. Gagangnya dililit oleh bahan kulit berwarna hitam; warna yang sama dengan pangkalnya. Tapi saat aku mengambilnya dengan tangan kananku---

Berat!!

Aku hampir menjatuhkannya. Persyaratan stat kekuatannya luar biasa tinggi. Sebagai seorang blacksmith dan pengguna gada, aku cukup percaya diri dengan kekuatanku. Tapi aku ga akan pernah bisa mengayunkan pedang ini.

Dengan ragu-ragu aku menariknya dari sarungnya dan pedang yang hampir hitam sempurna itu berkilat. Aku tahu pedang ini adalah pedang berkualitas tinggi hanya dengan melihatnya sekilas. Kuklik pedang itu dengan jariku untuk memanggil layar popup: kategori «Pedang-Panjang/Satu Tangan», nama uniknya «Elucidator». Tidak ada nama pembuatnya, berarti pedang ini bukanlah buatan seorang blacksmith.

Kalian bisa memisahkan semua senjata di Aincrad menjadi dua kelompok.

Satu adalah «Buatan pemain», artinya senjata yang dibuat oleh kami, para blacksmith. Yang satunya lagi adalah senjata yang diperoleh dari berpetualang sebagai «Benda yang dijatuhkan monster». Tak perlu dikatakan lagi, para blacksmith tidak begitu suka senjata-senjata yang dijatuhkan itu. Aku bahkan tidak bisa memulai untuk menghitung semua nama seperti ‘Tidak bernama’ atau ‘Tidak bermerek’ yang diberikan pada senjata-senjata tersebut.

Tetapi pedang ini tampak seperti benda yang sangat langka diantara benda yang dijatuhkan monster. Jika kalian membandingkan kualitas rata-rata senjata buatan pemain dan senjata yang dijatuhkan monster, yang lebih baik adalah yang pertama. Tapi sekali-sekali, «Pedang Setan» seperti ini muncul — begitulah yang kudengar.

Bagaimanapun, harga diriku sekarang menjadi taruhannya. Sebagai seorang blacksmith, ga mungkin aku akan kalah dengan senjata jatuhan. Aku mengembalikan pedang yang berat itu dan mengambil sebuah pedang panjang yang tergantung di dinding belakang toko. Aku menempa pedang ini sebulan lalu dan inilah pedang terbaik yang bisa kutempa sekarang. Pedang yang kutarik dari sarungnya itu dibubuhi warna kemerah-merahan, seakan-akan diliputi oleh api.

"Ini pedang terbaik di tokoku sekarang. Kemungkinan besar ga akan kalah dengan pedangmu."

Dia mengambil pedang itu tanpa bicara, mengayunkannya dengan satu tangan, kemudian memiringkan kepalanya.

"Sedikit enteng ya."

"...Aku menggunakan logam tipe kecepatan untuk membuatnya..."

"Hmm..."

Ekpresi curiga terlihat di wajahnya dan dia mengayunkan pedang itu beberapa kali lagi sebelum memalingkan tatapannya ke arahku dan bertanya.

"Boleh aku mengetesnya sedikit?"

"Tes apanya...?"

"Ketahanan."

Pemuda itu menarik pedangnya, yang ia pegang di tangan kirinya dari tadi, lalu meletakkannya di atas konter. Kemudian dia berdiri di sampingnya dan perlahan-lahan mengangkat pedang yang kemerah-merahan dengan lengan kanannya.

Menyadari apa yang ingin dia lakukan, aku mencoba menghentikannya.

"Tu-tunggu! Kalau kamu lakukan itu pedangnya akan rusak!"

"Kalau pedang ini rusak semudah itu maka ini tidak berguna. Kalau itu terjadi akan kuurus nanti."

"Itu..."

Itu benar-benar gila, adalah yang ingin kukatakan, tapi kuhentikan diriku. Dia memegang pedangnya di atas kepalanya dan matanya bersinar tajam. Segera, pedang itu mulai bersinar dengan cahaya biru.

"Hyah!"

Dengan sebuah pekikan, dia mengayunkan pedang itu dengan kecepatan luar biasa. Kedua pedang tersebut saling beradu satu sama lain sebelum aku sempat berkedip, dan dentumannya bergema keras di dalam toko. Karena kilatan yang dihasilkannya terlalu terang, aku memicingkan mataku untuk melihatnya, lalu mundur selangkah ke belakang...

Bilahnya terbelah dua dengan rapi dan telah benar-benar hancur.

---Pedang karya terbaikku.

"AHHHHHH!!"

Aku berteriak dan buru-buru menggapai tangan kanannya. Kuambil setengah bagian yang tersisa dan memeriksanya dengan hati-hati dari semua sudut.

...Reparasi... sudah tidak mungkin.

Begitu sampai pada kesimpulan itu bahuku terkulai lemas, setengah yang sisanya lagi berhamburan menjadi pecahan poligon. Setelah beberapa detik yang hening lewat, aku mengangkat kepalaku pelan-pelan.

"Wha...wha..."

Aku menggenggam kerahnya selagi bibirku gemetaran.

"Kamu mau ngapain sekarang---!! Ini rusak---!!"

"Ma-maaf! Aku ga pernah mengira kalau pedang yang kuayun akan patah..."

...Snap.

"Dengan kata lain, kamu ingin mengatakan kalau pedangku lebih lemah dari yang kamu kira!?"

"Errr---ummm--- yaa, iya."

"Ah!! Sekarang kamu langsung jujur gitu aja!?"

Aku lepaskan kerahnya, kuletakkan kedua tanganku di pinggul dan menegakkan dadaku.

"Ku--- kuberitahu kamu! Kalau aku punya bahan yang tepat aku bisa membuat senjata-senjata yang bisa mematahkan pedangmu sebanyak apapun yang aku mau!"

"—Oh?"

Dia tersenyum mendengar ucapan yang kukatakan dalam kondisi marah itu.

"Kalau begitu aku ingin memintamu untuk membuatnya; sesuatu yang bisa mematahkan pedang ini begitu saja."

Dia mengambil pedang di konter dan menyarungkannya. Darah akhirnya menyerbu naik ke kepalaku dan---

"Jadi gitu ya!? Oke! Kalo gitu kamu bantuin juga! Mulai dengan membantuku mendapatkan bahan-bahannya!"

Aku tahu kalau aku baru saja membuat kesalahan, tapi nasi sudah menjadi bubur. Ga mungkin aku mundur sekarang. Tapi dia tidak bergeming sama sekali dan mencermatiku dengan kasar.

"...Begini, aku tidak keberatan, tapi bukannya lebih baik kalau aku pergi sendiri? Akan jadi masalah kalau kamu menyulitkanku."

"Argh--!!"

Ternyata orang yang sehebat ini dalam memanas-manasi orang benar-benar ada. Aku mengibas-ngibaskan tanganku dengan liar dan protes seperti anak kecil.

"Ja-jangan meremehkanku! Begini begini, aku seorang pengguna gada!"

"Whew~"

Pemuda itu bersiul. Sekarang dia cuma asyik sendiri.

"Kalau begitu, aku akan menantikannya. ---Omong-omong, akan kubayar pedang yang kupatahkan."

"Ga usah melakukan itu! Inget aja kalau aku membuat pedang yang lebih bagus dari pedangmu, akan kubuat kamu membayar segunung!"

"Oke, sebanyak apapun yang kamu mau. ---Aku Kirito. Kuharap kita berteman baik sampai pedangnya selesai."

Aku menyilangkan tanganku dan membuang pandangan.

"Kuharap kita berteman baik, Kirito."

"Uwa, kamu langsung memanggil namaku seperti itu? Yah, aku oke oke saja sih. Kuharap kita berteman baik, Lizbet."

"Kaaah--!!"

---kesan pertama terburuk yang pernah ada untuk membentuk sebuah kelompok.


Catatan Penerjemah

  1. Coll = mata uang di SAO.
  2. Background Music = Musik Latar.
  3. Blacksmith = Penempa senjata.
  4. Skill = Jurus atau kemampuan.
  5. Weaponsmith = Kemampuan menempa senjata.
  6. NPC(Non-Player Character) = Karakter game yang tidak bisa dimainkan
  7. Item = benda dalam game.
  8. Rapier = Sejenis pedang.
  9. Clearing = Menyelesaikan game
  10. Guild = Sejenis organisasi untuk pemain, banyak ada di game online
  11. Sub-Leader = Wakil Ketua.


Back to Chapter 1 Return to Main Page Forward to Chapter 3