Tate no Yuusha Jilid 1 Bab 7 (Indonesia)

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 7 : Tuduhan Palsu[edit]

Bagian 1[edit]

Saat kami tiba di istana, para ksatria itu mendorongku - yang masih memakai pakaian dalam - menuju ruang aula tamu kerajaan, dengan menodongkan mata tombak mereka di punggungku. Sang raja dan menterinya menanti kedatanganku dengan raut wajah kecewa.

Dan...

"Mine!"

Bukan hanya Ren, Motoyasu, dan Itsuki beserta semua pengikut mereka yang hadir di sana, tapi Mine juga terlihat ada di antara mereka. Namun saat kupanggil, dia langsung bersembunyi dibalik punggung Motoyasu dan memelototiku.

"Huh? Apa-apaan dengan sikapnya itu?"

Semuanya menatapku seakan aku ini seorang penjahat.

"Kau mau beralasan kau tidak ingat, hah?"

Motoyasu menanyaiku dengan nada yang mengancam. Apa yang terjadi di sini?

"Tidak ingat apany...huh?"

Tiba-tiba aku sadar kalau Motoyasu sedang memakai zirah rantaiku.

"Tunggu sebentar... kau! Kau pencurinya!"

"Kau pikir siapa kau, beraninya menuduh orang seperti itu!? Aku tidak menyangka kau bisa berbuat sehina ini, kau... dasar monster!"

"Monster? Kau ini bicara apa?"

Di saat itu, suasana ruang aula tamu kerajaan langsung berubah. Aku sekarang merasa berada di sebuah pengadilan.

"Ya, silakan sebutkan apa saja tuduhanmu kepada Pahlawan Perisai."

"Tuduhan? Apa yang kalian bicarakan?"

"M-malam kemarin Pahlawan Perisai telah mabuk, lalu dia menerobos ke kamarku, dan... dan... memaksakan kehendaknya padaku!"

"Huh?"

"Dia... dia bilang padaku, kalau saat itu akan jadi malam yang panjang, lalu dia mulai m-merobek pakaianku..."

Mine memeluk punggung Motoyasu, dan terus menyebutkan tuduhannya padaku dengan tangis sesenggukannya.

"Dia sangat menakutkan... aku berusaha sekuat mungkin untuk kabur dari kamar dan berteriak. Aku sangat bersyukur Tuan Motoyasu segera datang dan menyelamatkanku."

"Eh?"

Dari mana asal semua omong kosong ini? Semua yang kuingat hanyalah, aku pergi ke kamar lebih awal dan tidur dengan sangat lelap.

Aku memandangi Mine dengan kebingungan.

"Kau ini bicara apa? Setelah makan malam kemarin, yang kulakukan adalah pergi ke kamarku dan langsung tidur."

"Pembohong! Kalau kau memang berkata jujur, kenapa Mine bisa menangis seperti ini?"

"Kenapa kau sok membelanya begitu, hah? Kau sendiri belum kenal dekat dengannya! Dan sebelum kau bicara aneh lagi, jelaskan dari mana kau dapat zirah rantai itu!"

Bukannya kemarin itu mereka pertama kali bertemu?

"Oh, ini? Kemarin aku kebetulan bertemu dengan Mine, saat aku minum sendirian di kedai minuman. Kami ngobrol sebentar, lalu dia memberiku zirah ini sebagai hadiah."

"Huh?"

Seberapa keraspun aku menghindar dari menuduhnya, tetap saja itu sangat mirip dengan zirah rantaiku. Maksudku, memang ada kemungkinan Mine membeli dengan uangnya sendiri, tapi karena zirah rantaiku hilang, persis sebelum Motoyasu memakai zirah yang serupa, yah... semua orang juga akan merasa curiga.

Merasa tidak ada gunanya bicara dengan Motoyasu, aku langsung memohon kepada sang raja.

"Yang Mulia! Kemarin malam semua harta benda kecuali perisaiku telah dicuri! Saya mohon, saya mohon, tangkap pencuri yang sudah melakukannya!"

"Diam kau, monster!"

Sang raja langsung menolak permohonanku.

"Melakukan tindakan pelecehan kepada rakyatku, adalah pelanggaran yang tidak bisa diampuni. Jika saja kau bukan seorang Pahlawan, aku akan langsung menjatuhimu hukuman mati!"

"Sudah kubilang, ini semua hanya salah paham! Aku tidak melakukan kesalahan apapun!"

Walau begitu, semua orang yang hadir di sini sudah menganggap kalau aku ini bersalah. Rasanya bagaikan permukaan bumi tiba-tiba rubuh, dan aku terperosok ke dalamnya.

Apa-apaan ini? Apa-apaan ini!? APA-APAAN DENGAN SEMUA INI!?

Kenapa aku harus menderita karena pelecehan yang bahkan tidak pernah kulakukan?

Dan itulah yang terjadi. Segera setelah tidak ada siapapun yang melihatnya, ekspresi Mine berubah.

Tate no Yuusha Volume 1 Image 3.jpg

Sebuah senyuman picik terlihat di wajahnya, dan dia menjulurkan lidahnya untuk mengejekku.

Akhirnya semuanya terkuak sudah.

Aku menatap tajam ke arah Motoyasu, seiring emosi negatif dan gelap terus bergejolak di dalam tubuhku.

"Kau! Kau yang melakukan semua ini! Kau yang merencanakan semua ini untuk menjebakku!"

Bahkan aku sendiri terkejut bisa mengeluarkan kata-kata itu dari mulutku.

"Hah! Kau pikir akan ada, orang yang mendengar seorang pemerkosa terkutuk sepertimu!"

Motoyasu melangkah maju, dan berhenti di antara aku dan Mine, seakan menghalangi pandangan kotorku pada Mine, dan berlagak sok pahlawan dengan menyelamatkan korban yang 'tidak berdaya'.

"Jangan main-main denganku! Itulah yang sebenarnya terjadi, kan!? Kau merencanakan semua ini untuk mendapatkan semua uangku dan perlengkapanku!"

Motoyasu mungkin sudah tahu, kalau aku membelikan banyak perlengkapan bagus untuk Mine, demi menutupi kelemahanku. Dia merencanakan semua ini agar Mine memeras uangku sebanyak yang dia bisa, dan lalu kabur dengan berapapun uangku yang tersisa. Dengan begitu, semua sandiwara ini akan menyingkirkan keberadaanku selamanya, menjamin mereka tidak akan pernah tertangkap.

...Bajingan, aku hampir terkesan akan rencana picik mereka.

Kalau dipikir lagi, Mine selama ini tidak pernah memanggil namaku, kan? Apa itu caranya menyatakan, kalau dunia ini tidak membutuhkan lebih dari satu Pahlawan?

"Melakukan hal semacam itu, kepada rekan satu-satunya di dunia paralel ini... dasar sampah."

"Kau benar. Bahkan aku sendiri tidak bisa merasa kasihan padanya."

Ren dan Itsuki juga tidak ragu untuk mengutukku. Jadi mereka semua memang sudah bersekongkol sedari awal, huh? Karena aku hanya punya perisai, karena aku ini lemah, karena aku tidak bisa bertarung, mereka semua menginjakku sedemikian rupa, demi keuntungan mereka sendiri?

...Memuakkan.

Mereka semua itu para pecundang yang memuakkan. Tidak ada satupun dari mereka yang mempercayaiku. Persetan dengan itu semua! Kenapa juga aku harus melindungi sekumpulan manusia semacam mereka! Lebih baik dunia ini terbakar dan hancur saja!

"...Baiklah, terserah saja. Kenapa kalian tidak sekalian kembalikan aku ke dunia asalku? Dengan begitu kalian bisa mendapatkan Pahlawan Perisai baru yang sesuai dengan harapan kalian!"

Dunia paralel apanya? Hah! Kenapa juga aku harus jauh-jauh datang ke dunia ini, hanya untuk direndahkan habis-habisan di sini!?

"Saat situasi tidak berpihak padanya, dia memilih untuk kabur, huh? Menjijikan."

"Aku setuju. Seseorang yang lari dari tugasnya, dan melecehkan seorang wanita, adalah orang yang..."

"Enyah kau dari dunia ini! Manusia sepertimu takkan pernah bisa jadi seorang Pahlawan!"

Aku sangat ingin menghabisi mereka. Ren, Itsuki, Motoyasu - ingin kuhabisi mereka semua di sini. Harusnya ini jadi kesempatanku untuk menikmati petualangan di dunia paralel, dan mereka malah menghancurkannya.

"Jadi, apa lagi yang kalian tunggu!? Kembalikan aku sekarang juga!"

Meski begitu, sang raja hanya melipat kedua tangan dan mengerutkan keningnya.

"Aku harap ada cara untuk mengirim seorang Pahlawan kembali ke dunianya, sungguh aku mengharapkan itu. Namun, para penelitiku mengatakan, ritual pemanggilannya hanya bisa dilakukan setelah kematian keempat Pahlawan yang ada."

"...Apa?"

"Ini tidak mungkin..."

"J-jangan bercanda..."

Akhirnya, ketiga Pahlawan lain pun kehabisan kata-kata.

Jadi kami tidak bisa kembali ke dunia asal kami?

"Maksudmu, kami terjebak di dunia ini!?"

Ini pasti hanya candaan saja.

"Kalian harusnya sudah melepaskanku dari tadi!"

Aku meronta dan mencoba lepas dari cengkeraman ksatria.

"Hei! Kau pikir apa yang sedang kau lakukan?"

"Jangan coba-coba kabur!"

Sebagai balasannya, salah satu dari mereka meninjuku.

*bukkk*

Betapa 'indahnya' suara itu. Meski begitu, pukulannya tak terasa sakit sama sekali. Tapi kelihatannya berbeda dengan apa yang dirasakan ksatria itu, karena dia terus mengusap-usap tangan yang dia pakai untuk memukulku, sambil meringis kesakitan.

Bagian 2[edit]

"Jadi? Kalau kau tidak bisa memulangkanku, apa yang akan kau lakukan padaku?"

Aku menggerakkan kedua lenganku yang tadi dicengkeram untuk melancarkan aliran darahku, kemudian berkata pada sang raja.

"...Tidak ada. Kau dipanggil untuk berperang melawan Gelombang Bencana, jadi kau tidak akan dijatuhi hukuman yang resmi. Walau bagaimanapun. Kejahatanmu sudah diketahui luas oleh rakyatku. Itulah yang akan menjadi hukumanmu. Jangan harap kau bisa mencari nafkah di kerajaanku."

"Oh, ayolah, betapa 'murah hati'nya kau ini!"

Singkatnya, dia tetap menyuruhku untuk menaikkan level sebagai seorang petualang, dan bersiap untuk kedatangan Gelombang Bencana.

"Satu bulan lagi kau harus kembali ke sini untuk ikut berperang. Walaupun kau ini seorang penjahat, kau tetap menyandang gelar Pahlawan Perisai. Jangan harap kau bisa lari dari tugasmu."

"Aku mengerti! Lagipula aku ini hanya seorang yang lemah. Dan waktu tetap terus berjalan."

*cring*

Ah, benar juga. Aku hampir lupa dengan uang yang kusembunyikan dibalik perisaiku.

"Hei! Ini yang kau mau, kan!?"

Aku melempar 30 koin perak terakhirku, tepat terhambur di muka Motoyasu.

"Woah! Apa-apaan kau...!"

Tentu saja, Motoyasu mulai mengomeliku lagi, tapi kuacuhkan semua perkataannya.

Saat aku meninggalkan istana, para penduduk menunjuk-nunjuk ke arahku dan mulai saling berbisik. Namun itu tidak terlalu mengagetkanku. Lagipula rumor di sini memang cepat penyebarannya.

Dan di samping itu, kepercayaan orang-orang padaku, dan semua uangku, semuanya lenyap sudah.

Ini benar-benar awal petualangan menyedihkanku di dunia paralel.

Referensi :[edit]