Tate no Yuusha Jilid 2 Bab 24 (Indonesia)

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 49 : Para Sukarelawan[edit]

Bagian 1[edit]

Matahari sudah terbenam, jadi kami memutuskan untuk pergi ke penginapan dan merawat Raphtalia. Kami mengganti pembalut lukanya, dengan perban baru yang direndam air suci yang kami beli tadi.

Setelah perbannya dibalutkan pada badan Raphtalia, asap hitam mulai muncul dan membumbung dari lukanya.


“U... Ugh...”

“Kau tidak apa-apa?”

“I-Iya. Rasa kaku di badanku mulai menghilang, dan setelahnya terasa agak gatal.”

“Begitu ya...”


Aku ingin segera menyembuhkannya, karena aku lah yang telah menyakitinya.

Bekas luka hitam di badannya sekarang semakin memudar.

Tate no Yuusha Volume 2 Image 9.jpg

“Luka yang Tuan Naofumi obati bisa pulih dengan cepat.”

“Baguslah.”


Aku ingin kau segera sembuh.


“Ah, Kakak Raphtalia sangat licik, jangan terus-terusan ‘main mata’ dengan Tuan.”


Filo berkata begitu, sembari selama aku merawat Raphtalia, dia terus menempel padaku.


“A-aku tidak sedang main mata dengan Tuan Naofumi!”

“Raphtalia benar, yang kulakukan ini hanya mengobati lukanya saja.”


Raphtalia dan aku sedang main mata... kenapa tiba-tiba dia menyebutkan istilah jadul itu? Oh, terserah. Lagipula, dari mana Filo tahu istilah itu? Padahal hubungan Raphtalia dan aku tidak seperti itu.


“Punggung Kakak Raphtalia warnanya hitam.”

“Tolong jangan perjelas hal semacam itu.”


Mereka berdua kelihatannya cukup akur.


“Yah, karena Gelombang Bencana akan segera tiba, cobalah untuk lebih santai.”


“Baik~”

“Itu benar. Akhir-akhir ini kita selalu sibuk, tidak ada salahnya kalau sesekali kita mengambil hari libur.”


“Yah.”

“Tuan~ , kapan Tuan akan memasakkan makanan?”

“Hmm... Bagaimana kalau besok?”

“Yeey~!”


Setelah merawat Raphtalia, kami pun bermalam di penginapan.



Pada keesokan harinya, perlengkapan yang kupesan pada Paman masih belum selesai.

Hari ini kami tidak punya kegiatan yang harus dilakukan, mungkin sebagai gantinya, kami akan mengunjungi toko sihir atau toko farmasi. Atau aku harus mendatangi toko si penjahit otaku?


“Baiklah, hari ini apa yang harus kita kerjakan?”

“Apa, ya...”

“Makanan!”


“Iya iya. Aku tahu.”


Dan untuk persediaan obat pemulihan, sudah aku siapkan sebelum gelombang ketiga nanti tiba...

Karena Raphtalia dan Filo sudah mencapai batas level mereka, hanya aku yang masih bisa menaikkan level. Mungkin akan terkesan menyia-nyiakan waktu, tapi sementara ini, tidak ada salahnya kami beristirahat. Lagipula, luka Raphtalia belum pulih sepenuhnya.


“Biar aku belikan air suci lagi, ya?”

“Eh? Yang terakhir Tuan Naofumi beli juga belum habis.”

“Apa itu cukup untuk menyembuhkan seluruh lukamu? Aku benar-benar minta maaf.”


Meski warna hitam pada lukanya mulai memudar, tapi masih jauh dari pulih sepenuhnya. Bekas luka di badan Raphtalia membuatku cemas.

Pemulihannya takkan terlihat jelas, kalau air sucinya tidak diganti setiap hari. Kalau begini terus, akan ada sisa luka di badan Raphtalia saat kami menghadapi gelombang nanti.


“Luka ini kudapat karena perbuatanku sendiri. Tuan Naofumi jangan terlalu khawatir.”

“Baiklah. Kalau begitu, ayo kita pergi ke toko farmasi, lalu setelahnya kita akan membeli makanan.”


“Iya~!”


Raphtalia dan Filo pun mengangguk, lalu kami tinggalkan barang bawaan kami di kamar penginapan, dan pergi ke luar.



Saat kami tiba di toko farmasi, sikap penjaga tokonya saat menyambut kami, tetap seperti biasanya.


“Sudah lama kau tidak berkunjung ke sini.”

“Ah, buku ‘Resep Obat Tingkat Menengah’ yang kau beri padaku, ternyata cukup bermanfaat.”

“Begitu ya...”


Kalau dibandingkan dengan peramuan obat yang kukuasai, sepertinya aku masih harus banyak belajar.


“Aku jadi ingat, sepertinya kau sudah berkenalan dengan teman lamaku, si saudagar perhiasan.”

“Hah?”


Aku terkejut saat pemilik toko obat itu, tiba-tiba menanyakan tentang si saudagar perhiasan.


“Bagaimana caranya kau bisa akrab dengan si kikir itu? Bahkan saat bertemu denganku, dia sampai sebegitunya memujimu.”

“Kalian berdua saling kenal?”

“Sudah lama kami mengenal satu sama lain. Orang itu, dia mempunyai bakat dalam menggunakan serpihan tanaman obat, dan meramunya menjadi obat pemulihan.”


Bahkan pada saat perjalanan kami sebelumnya, hanya dari mencium aroma obatnya saja, orang itu bisa tahu aku sedang meramu obat tingkat menengah!?

Saudagar perhiasan, sebenarnya kau ini siapa? Aku tidak bisa menebak, hal apa lagi yang dia sembunyikan selama ini...

Bagian 2[edit]

“Hm... Apa kau masih berdagang?”


Sepertinya pemilik toko ini mendapat kabar tentang perjalanan berdagangku, dari seorang kenalannya di Desa Riyuuto.


“Saudagar itu sedang kami antarkan ke suatu kota, hingga beberapa bandit muncul dan mengejarnya.”

“Aku yakin, dia pasti takkan senang dikejar-kejar begitu.”


Aku tidak mengerti. Apa dikejarnya saudagar perhiasan itu, bisa disamakan dengan dikejarnya seorang selebriti oleh para fans-nya?


“Ah, sampai mana ceritaku tadi? Oh iya, setelah kami menangkap para bandit itu, aku rampas semua perlengkapan yang mereka pakai, dan barang-barang yang ada di gudang penyimpanan mereka.”


Pemilik toko langsung terdiam, dan mengangguk sembari meletakkan tangan di keningnya.


“Memang sesuai dengan sifatmu. Tentu saja, orang itu juga akan melakukan hal yang sama sepertimu.”

“Setelah itu, dia sudah mengajariku banyak hal.”

“Oh, dia juga mengatakan kalau kau ini pelajar yang berbakat, dan akan menjadi pewaris dalam hal semangat berdagang miliknya.”

“Bisakah kau tidak membahas itu?”


Aku berdagang demi bisa membeli perlengkapan bertarung. Jadi, tujuanku berdagang bukan untuk mencari kekayaan.


“Jadi, kau ada perlu apa hari ini?”

“Ah, apa kau menjual buku ‘Resep Obat Tingkat Tinggi’?”


Pemilik toko pun menunda peramuan obatnya.


“...Cepat juga, kupikir kau belum menguasai resep di buku yang kuberikan sebelumnya.”

“Yah, ada juga beberapa resep obat yang bisa kubuat, meski tidak tercatat dalam buku itu.”


Cairan Zat Asam, Air Energi Sihir, dan Obat Penyembuhan Jiwa belum bisa kubuat. Memang semua ramuan itu belum begitu diperlukan, tapi mungkin saja aku bisa mendapatkan bahan-bahan langka, dari jalur distribusi yang pernah diberitahukan saudagar perhiasan padaku.


“Tapi... Dengan tingkatan obat yang bisa kuramu sekarang, aku belum bisa membantu banyak orang. Untung saja, ada seorang Tabib Ahli yang bisa meramu obat tingkat tinggi. Aku rasa kemampuanku ini masih terlalu lemah.”


Pemilik toko pun mengangguk setelah mendengar jawabanku.


“Aku mengerti... Tapi terlalu cepat bagimu untuk langsung mempelajari resep obat Tingkat Tinggi.”

“Apa teknik meramunya sesulit itu?”

“Obat tingkat menengah bisa digunakan untuk berbagai macam keperluan. Lagipula, banyak juga ramuan yang bisa kau buat, walau bahannya tidak sama persis dengan yang ada di resepnya.”


Apa karena bahan ramuan obat tingkat tingginya sulit didapat? Tapi harusnya tidak selangka itu...


“Tapi aku masih bisa menjual buku resep tingkat tinggi padamu, walau harganya tentu akan mahal.”

“Berapa harganya?”

“Harganya 500 koin perak. Dan itu tidak bisa dikurangi lagi.”


Aku mengerti, sepertinya keputusanku ini memang tepat.

Untuk mempelajari tentang obat, aku yakin, pasti ada beberapa organisasi atau komunitas yang mau mengajariku, aku juga bisa mendapatkan informasi dari Serikat Pedagang.

Tapi kalau aku belajar dari mereka, pasti akan ada tekanan agar aku membantu mereka. Dan belajar dari buku resep takkan membuatku menemui kendala seperti itu.


“Aku akan membelinya.”


Kuserahkan 500 koin perak pada pemilik toko itu.


“Hmm... untuk tambahannya, ini.”


Pemilik toko farmasi memberiku sebuah buku dengan judul “Resep Racun dan Tanaman Beracun”. Walau perlahan, aku bisa membaca beberapa tulisan di dunia ini.


“Resep peramuan racun?”

“Kalau ingin tahu lebih banyak tentang obat-obatan, kau juga harus mempelajarinya. Di dalam buku itu juga tercatat resep ramuan tingkat menengah.”

“Hmm...”


Aku melihat sekilas beberapa halamannya. Buku ini berisi resep sederhana untuk obat penghilang rasa sakit, dan beberapa resep semacamnya.

Kelihatannya rumit, tapi tidak ada salahnya kucoba mempelajarinya. Di samping itu, untuk saat ini buku resep Tingkat Tinggi yang kubeli, belum bisa kupelajari.


“Terima kasih. Apa kau punya buku resep obat pemula, seperti untuk peramuan Pil Penyembuhan dan Obat Biasa?”


Pemilik toko farmasi itu hampir terguling setelah mendengar ucapanku.


“... Kau membuat obat tingkat menengah, tanpa tahu ilmu dasar peramuan obat?”

“Aku mempelajarinya dengan melihat caramu meramu obat, lalu aku hafalkan langkah-langkahnya.”

“Memangnya kau ini bocah dari kuil yang tuna aksara?”


Itu adalah pepatah dari Jepang. Mungkin sistem perisai ini sudah menerjemahkan pepatah dunia ini, dengan pepatah yang bisa kupahami.

Pemilik toko itu pun mengerang, dan menuliskan sesuatu pada selembar gulungan surat dengan rapi.


“Aku sudah menuliskan ilmu dasar untuk peramuan obat pemula. Pelajari lah baik-baik.”

“Yah.”


Saat aku dan Raphtalia yang dari tadi memandangi tanaman obat, pergi dari toko farmasi, Filo sudah berada di luar karena tidak suka dengan bau ramuan obatnya.


“Tuan Pahlawan Perisai!”


Setelah keluar dari toko farmasi, aku mendengar suara seseorang yang tidak kukenal.

Terlihat ada lima orang anak berumur 14 tahun yang mengenakan perlengkapan prajurit, dan mereka terengah-engah saat menghampiri kami.

Sontak aku langsung kabur, diikuti Raphtalia dan Filo yang juga berlari mengikutiku. Saat itu terlalu banyak firasat buruk yang ada di pikiranku.


“Tolong tunggu sebentar! Kami tidak akan menangkapmu! Tolong tunggu dulu!”

“Lalu mau kalian apa!”

“Aku ingin bicara sebentar!”


... Aku masih tidak yakin... Tapi, mungkin kita bisa dengarkan mereka dulu. Kalau mereka terbukti berbohong, haruskah aku lampiaskan amukan Filo pada mereka?


“Haah... Haah... Akhirnya, aku bisa bertemu denganmu.”

Bagian 3[edit]

Bahu anak itu naik-turun, bersamaan dengan napasnya yang masih terengah-engah.


“Lalu ada urusan apa kalian mendatangiku?”

“Umm. Bisakah aku ikut bertarung denganmu, melawan Gelombang Bencana?”

“Ikut bertarung?”


Kau ini bicara apa? Aku menatap bocah laki-laki itu dengan kebingungan.


“Kami adalah prajurit baru yang mengagumi cara bertarung Tuan Pahlawan Perisai, saat gelombang sebelumnya menyerang negeri.”


Jadi, beginilah cerita yang dijelaskan anak itu.

Di saat gelombang kedua terjadi, prajurit tingkat bawah begitu terkesan dengan munculnya Raphtalia dan aku, karena hanya kami berdua yang tetap bertahan melindungi Desa Riyuuto.

Sepertinya ada beberapa orang dalam Golongan Ksatria yang memujiku setelah pertarungan melawan gelombang kedua, dan banyak rumor yang beredar selama aku pergi berdagang.


“Saat melakukan patroli kota, aku dengar Pahlawan Perisai sedang berada di kota, jadi aku segera menemuimu untuk membicarakan sesuatu.”

“Benarkah...”

“Tugas kami adalah melawan serangan Gelombang Bencana, tapi hal terpenting bagi kami adalah melindungi masyarakat.”


Itu sungguh niat yang mulia, walau harusnya kalian katakan itu pada para Pahlawan yang lain.


“Karena itu, kumohon izinkan kami ikut dengan Tuan Pahlawan dalam melawan Gelombang Bencana.”

“Sebenarnya aku tidak terlalu ingin bertarung langsung melawan gelombang. Jadi, bukannya kita tidak tetap bisa bertarung dari tempat yang berbeda?”


Ada sisi negatif dalam permintaan mereka ini. Mungkin keamanan negeri akan lebih terjaga, bila para prajurit dan ksatria lebih aktif saat bertempur melawan gelombang. Jabatan mereka pun akan naik, karena keikutsertaan mereka menjadi rekan seorang Pahlawan. Walau begitu, Pahlawan juga "harus" bertarung melawan Gelombang Bencana.

Kuselipkan kata sindiran pada pernyataan terakhir itu.

Ada sihir pembaca status yang membutuhkan keberadaan rekan petualang. Mungkin aku bisa mencoba sihir itu saat gelombangnya terjadi nanti. Harusnya sistem itu bisa dimanfaatkan untuk membentuk party, agar orang lain bisa ikut bertarung melawan gelombang. Dan jika di dalam game online, ini akan terasa seperti pertempuran “menyerang” atau “bertahan” melawan serikat pemain lain.

Musuh yang kita hadapi bukanlah manusia, tapi itu tidak menutup kemungkinan terjadinya kesalahan apapun. Akan sangat gegabah kalau bertarung sendirian, melawan monster yang berjumlah banyak nanti.

Para Pahlawan mungkin bertugas untuk mengalahkan bos monster, karena mereka lah petarung yang terkuat... Tapi prajurit monster yang lain, harusnya bisa ditangani oleh penduduk dunia ini.

Gelombang yang terakhir terjadi telah membuktikannya. Karena gelombang kedua muncul di Desa Riyuuto yang dekat dengan ibukota, para ksatria bisa segera tiba di tempat tersebut, tapi apa yang akan terjadi pada gelombang kali ini?

Negeri ini cukup luas. Akan sangat membahayakan kalau gelombangnya muncul di tempat yang jauh. Saat itu terjadi, kerugian pertempurannya takkan bisa diperkecil hanya dengan mengandalkan beberapa petarung dari rombongan Pahlawan.

Bagian 4[edit]

Yah, setelah kukatakan siasat umum dalam bertarung melawan Gelombang Becana, aku ingin mendengar jawaban mereka seperti apa. Apa mereka mendatangiku, demi memperkecil persaingan dengan para Pahlawan yang lain?


“Kami ingin melindungi negeri bersama Tuan Pahlawan Perisai.”


Bukanlah hal sulit mengatakan alasan terpuji seperti itu.


“Apa kalian mengincar kenaikan jabatan?”

“Tidak, ini untuk tujuan yang berbeda.”


Anak laki-laki itu menggelengkan kepala dan segera menjawabku. Kemudian aku menoleh pada anak laki-laki, yang bagiku terlihat seperti seorang penyihir. Jubah yang dia kenakan berwarna kuning, tidak berwarna ungu seperti yang dikenakan bibi dari toko sihir.

Mereka pun berjajar dan membungkuk di depanku.


“Aku... aku penduduk asli dari Desa Riyuuto. Sebelumnya, keluargaku telah diselamatkan oleh Tuan Pahlawan... Karena itu, walau hanya sedikit, aku juga ingin membantu Tuan Pahlawan.”

“Aah, aku mengerti.”


Jadi anak ini ingin membalas budi karena keluarganya telah terselamatkan?


“Seperti yang Tuan Pahlawan katakan tadi, tentu ada banyak orang yang menginginkan kenaikan jabatan. Tapi, aku benar-benar ingin membantu Tuan Pahlawan Perisai.”

“Aku paham, tadi aku hanya penasaran saja... Hm?”

“Umm... Tuan Pahlawan.”


Anak dengan jubah Wizard itu menengadahkan kepala, menarik tepian jubahnya ke atas, dan menyodorkan sebuah pena bulu padaku.


“Mohon tanda tangannya.”


Mungkin akan ada syarat seperti ini. Apa harus kutuliskan namaku dalam bahasa Jepang?

Hm?

Saat kuperhatikan lebih jelas, anak ini ternyata seekor Demi-human. Bahkan di negeri yang didominasi manusia ini, Demi-human pun berkesempatan menjadi seorang prajurit. Setelah membandingkan usia dan perlengkapan yang mereka kenakan, dengan para penyihir dan ksatria dewasa, level mereka pasti masih rendah.

Saat menanda tangani jubahnya sesuai permintaan anak ini, diam-diam aku mempersiapkan diri jika tiba-tiba suatu sihir muncul. Tapi akhirnya aku tidak merasakan sensasi aneh, atau pengaruh sihir apapun setelah aku selesai menandatangani jubahnya. Yah, bukan berarti keputusanku ini tidak beresiko nantinya. Kalau terjadi sesuatu, akan kupikirkan cara menanganinya.

Wajah anak laki-laki dengan jubah penyihir itu agak memerah, dan dia tersenyum dengan gembira. Apa maksudnya ini? Menggelikan.


“Dia ini salah satu penggemar Tuan Pahlawan Perisai. Dia telah mendengar tentang cerita kebudayaan para pahlawan dari negeri yang berbeda di masa lalu, dan dia ingin menemui Pahlawan Perisai.”

“Wow...”


Sepertinya mereka ini sangat mempercayai dan ingin membantu kami. Walau anak ini belum mengatakannya, tapi ketiga temannya dari Desa Toka, yang juga telah terselamatkan saat perjalanan berdagang kami, mempunyai tujuan yang sama dengan prajurit muda ini.

Yah, apa aku harus mencoba sistem itu?

Aku menoleh ke arah ‘kapten’ para prajurit muda ini, dan menggumamkan sihir formasi party. Keputusan untuk syarat party ini adalah, posisi Pemimpin Party dipegang olehku, lalu diikuti oleh Raphtalia dan Filo. Dibawah ketiga posisi itu, Kapten Squad[1] diberi kewenangan untuk memimpin keempat prajurit sisanya.

Dan di dalam party ini, kewenanganku memiliki hak tertinggi. Dengan kata lain, bisa saja aku mengambil semua poin EXP yang mereka dapatkan dalam pertarungan.


“Ini...?”

“Kau belum tahu?”

“Belum.”

“Kalau kau belum bergabung dengan sebuah party, mintalah seseorang agar memasukkanmu dalam party mereka, atau buatlah party-mu sendiri dengan mencari orang-orang yang mau bergabung denganmu. Tapi kalian jangan sampai salah paham dengan persetujuanku ini. Kalau kalian bersikap tidak sopan, atau mencoba memanfaatkanku, kalian semua akan kukeluarkan dari party.”

“Baik! Terima kasih banyak!”


Kedua prajurit muda itu memberi hormat padaku, lalu segera pergi bersama ketiga rekan prajurit mereka yang lain.

Mungkin di negeri ini sekalipun, aku bisa sedikit mempercayai seseorang. Begitulah perasaan sesaat yang pernah kurasakan.

Dan seperti yang kukatakan sebelumnya... Apapun yang terjadi, aku akan menyikapinya dengan tegas.

Referensi :[edit]

  1. Squad adalah istilah satuan prajurit yang ideal-nya berjumlah 8-12 orang, dan dipimpin oleh seorang Sersan.(dikutip dari Wikipedia : Command Hierarchy)