Tate no Yuusha Jilid 3 Bab 21 (Indonesia)

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 71 : Tiruan[edit]

Bagian 1[edit]

“Baiklah, sudah saatnya mengakhiri ‘percobaan kecil’ ini. Sekarang aku akan mulai serius.”


Uskup itu mulai menyiapkan pedangnya. Kemudian tanpa merubah desain mewahnya, wujud pedang tersebut berubah menjadi sebilah tombak.

Melihat dari bentuknya saja, bisa ditebak kedua senjata tiruan itu dibuat oleh orang yang sama.


“Senjatanya bisa berubah bentuk!?”

“Tentu saja, karena ini adalah senjata legendaris. Pedang, tombak, dan busur... Bentuk mana yang lebih baik kugunakan untuk mensucikan kalian?”


Senjata Suci dari Tiga Pahlawan...?

Kekuatan dari Ketiga Pahlawan Legendaris telah terkumpulkan di dalam satu senjata, dan mulai 'menunjukkan taringnya' pada Pahlawan Perisai. Penggabungan yang menakjubkan...

Jika aku mencoba kabur... Apa aku bisa melakukannya, saat berhadapan dengan pengguna senjata itu? Hempasan gelombang kejut tadi saja terlalu cepat untuk bisa dihindari.

Jika dia menyerang dengan sungguh-sungguh, dan menggunakan jurus dari bentuk busur, bahkan Filo sekalipun takkan bisa menghindarinya...


“Kalian tahu? Kekuatan yang kami dapat dari para pengikut kami terbatas. Jadi, izinkan aku mengakhiri pertarungan ini dengan satu serangan.”


Di “barisan penonton”, dengan sukacita para ksatria terus bersorak untuk Uskup tersebut.

Senjata legendaris itu dia todongkan ke arah kami. Tombak tiruan yang dipegangnya kembali bersinar, dan cahaya yang muncul merubah wujudnya menjadi tombak tiga cabang.


“...Apa itu Jurus Tingkat Tinggi, ‘Brionac’!?”


Motoyasu si Pahlawan Tombak berseru.

Mungkin nama jurus itu berasal dari salah satu game yang pernah Motoyasu mainkan. Yang berarti, Uskup itu sedang menyiapkan serangan yang tingkatannya cukup tinggi. Biasanya serangan seperti itu akan menyebabkan damage dalam jumlah besar. Akankah jurus itu membunuh kami semua...?

Menghindari serangan itu sudah jelas mustahil, jadi kami harus menangkisnya... Tapi Motoyasu dan yang lainnya takkan bisa melakukannya, kecuali si perisai seorang. Apa serangan ini akan menyorot ke segala arah?

Sekecil apapun kemampuan yang kupunya, aku tidak sedikitpun berniat untuk menyerah.


“Filo!”

“Baik~!”


Filo memahami apa yang kumaksud, dan melemparku ke arah Uskup berada.

Saat Uskup itu memasuki jarak serangku, aku teriakkan...


“Shield Prison!”


Sebuah kurungan perisai menjebakUskup tersebut.

Setelah itu, akan kugunakan Change Shield (Serangan) dan Iron Maiden untuk menghabisinya-


“...Jurus tiruan macam apa ini?”


Bahkan dia tidak perlu mengambil ancang-ancang sedikitpun, karena dampak dari jurus miliknya saja bisa menghancurkan kurungan perisaiku.

Tidak mungkin!?

Tidak, aku harus memikirkannya dengan tenang. Syarat untuk mengaktifkan Iron Maiden belum terpenuhi, dan itu bukanlah satu-satunya rencana penyeranganku.

Aku tinggal membakarnya langsung dengan Kutukan yang Membakar Diri. Meski begitu, dia mencengkeram tombaknya dan mulai menyerang.

Tapi takkan kubiarkan dia menyerang semudah itu.


“Filo! Lemparkan Motoyasu padaku!”

“Baik~!”


“Eh!? Waaaaaaaaaaaaah!!”


Filo melemparkan Motoyasu ke arahku, dan membuatnya cukup lama melayang di udara. Saat terlempar ke arahku dengan kecepatan tinggi, Motoyasu berteriak dengan panik.

Setelah dia mendarat di dekatku...


“Motoyasu! Cepat serang aku!”

“Hahhh!? Oh, aku mengerti. Baiklah!”


Sepertinya Motoyasu cukup jeli dalam memahami maksudku. Saat aku berbalik, Motoyasu telah menyiapkan tombaknya.


*BUKK!!!*


Ya, seperti itu! Baiklah!

Selanjutnya, Motoyasu mengarahkan jurusnya pada si Uskup.


“Meteor Spear!”

“Bodoh.”


Meski begitu, jurus Meteor Spear milik Motoyasu tertahan oleh dinding sihir asing, yang muncul di sekitar Uskup tersebut.


“Apa!?”

“Sekarang, rasakan ini!”


Saat api dari Kutukan yang Membakar Diri menutupi sosokUskup tersebut, Motoyasu juga ikut terbakar.

Dinding sihir yang melindungi Uskup pun menghilang, lalu apinya-


“Yang kalian lakukan ini sia-sia saja!”


Para pengikut yang berada dalam rombongan Uskup tersebut, mulai menyanyikan rapalan sihir dengan bersamaan.


“Oh Tuhan kami yang memerintah inti dari kekuatan. Kami telah membaca dan memahami satu hukum alam. Sucikanlah kutukan ini dengan keajaibanmu! Sihir Pensucian Tingkat Tinggi - Sanctuary!”


Area di sekitar kami pun diterangi cahaya putih, dan efek samping dari Kutukan yang Membakar Diri seketika itu juga menghilang.

Kenapa ini bisa terjadi!?

Tentu saja kekuatan dengan elemen kutukan, saling bertentangan dengan kekuatan elemen suci. Apa aku telah ditipu hingga membeli air suci darinya?

Oh, baiklah... Setidaknya dia membutuhkan Air Suci Tingkat Tinggi, untuk sepenuhnya menghilangkan kutukan dari api hitamku.

Setelah itu, segera kuteriakkan...


“Air Strike Shield! Second Shield!”


Sebelum menjangkau Uskup itu, aku panggil perisai dan menggunakannya sebagai pijakan, lalu aku dan Motoyasu menapaki kedua perisai tersebut untuk mundur.

Sepertinya luka dari api kutukan yang membakar Motoyasu, juga telah ikut disucikan.


“Baiklah. Untuk rekan Motoyasu, gunakan sihir pemulihanmu pada kami!”

“B-baik! Tzuvait - Heal!”


Luka Motoyasu pun sembuh dengan cepat.

Ini sangat berguna, sayangnya aku harus bekerjasama dengan Motoyasu.


“Jadi, apa pertunjukan lelucon kalian sudah selesai? Sekarang aku yang akan menyerang.”


Saat Uskup tersebut mulai menggunakan jurusnya, ujung tombaknya kembali bersinar.


“Sampai di sini saja perjalanan kalian. Aku ucapkan selamat tinggal, untuk iblis perisai dan si pahlawan palsu.”


Saat Uskup itu tersenyum pada kami, tombaknya bersinar semakin terang. Sikapnya seperti dia telah menyelesaikan ritual exorcism-nya[1].

Bagian 2[edit]

“Mel!”


Filo segera melindungi Melty. Raphtalia pun menggenggam tanganku.


“Jadi inilah akhir riwayat kita...”


Motoyasu bergumam seakan dia sudah menyerah.


“A-aku akan menjadi Ratu negeri ini. Beraninya kau berbuat lancang-”


Seolah teriakan si jalang itu, menjadi yang terakhir sebelum kematiannya.

Semua rekan Motoyasu kehilangan semangat bertarung mereka, mereka bersimpuh sembari menangis. Apa tidak ada cara lain untukku bertahan dari kesulitan ini...?

Karena ini adalah situasi lakukan-atau-mati, tanpa ada pilihan lain aku melangkah ke depan. Tentu saja aku lebih memilih tidak melindungi party Motoyasu. Aku hanya ingin melindungi Raphtalia, Filo, dan Melty, karena mereka lah yang mempercayaiku.

Kusiapkan perisaiku dan terus melangkah.


“Aku akan menemanimu.”


Raphtalia mengikutiku yang masih berjalan ke depan. Tangannya terus menggenggam tanganku. Perjalanan sejak kami berdua bertemu, sekarang sudah sampai sejauh ini.

Aku telah dipanggil ke dunia ini di luar kehendakku, dan di sini aku dianggap sebagai iblis perisai. Aku pun terpaksa membeli seekor budak, untuk kujadikan penyerang dalam party-ku.

Tentu saja setelah tindakanku itu, sampai sekarang aku tidak merasa bersalah sedikitpun. Namun, meski telah menghadapi saat-saat seperti ini, Raphtalia tetap mempercayaiku.


“Maaf... Aku sudah membawamu ke tempat seperti ini...”

“Tidak, Tuan Naofumi. Aku yakin kau pasti bisa melindungi kita semua.”

“...Benar juga. Aku tidak tahu seperti apa Pahlawan Tombak di masa lalu, tapi jurus Uskup itu tidak salah lagi adalah jurus Pahlawan Tombak.”


Masih belum... Aku masih belum mau mati di tempat seperti ini.

Akhirnya kesempatan untuk melawan balik perancang konspirasi selama ini, telah muncul tepat di depanku. Brionac... Aku tidak tahu dari mitos Celtic mana nama itu berasal, tapi aku akan menghentikannya.


Kemudian Uskup itu mengacungkan tombaknya ke langit, dan...


“Hundred Sword!”

“Meteor Bow!”


*SSHUUUW SSHUUUW SSHUUUW SSHUUUW!!!*


Tiba-tiba, suatu ‘gelombang’ pedang dan panah beterbangan ke arah Uskup tersebut.


“Apa yang terjadi!?”


Karena aku telah menghancurkan dinding sihir yang digunakan Uskup, dia terpaksa menghentikan rapalan jurusnya, dan memutar tombaknya ke sekitar untuk menangkis semua pedang dan panah yang menyerbu ke arahnya.

Kualihkan pandanganku ke arah suara itu berasal. Di sana aku melihat...


“Wah wah. Harusnya kalian berdua telah disucikan oleh ‘Penghukuman’ Tuhan. Kenapa kalian ada di sini?”


Ren dan Itsuki terlihat berdiri berjajar dengan semua rekan mereka.


“Jangan seenaknya menyatakan aku telah terbunuh sebelum ‘mendapat izin’ dariku. Apa kau benar-benar telah memastikan mayat kami?”

“Hampir saja aku telat menyelamatkan kalian.”


Ren dan Itsuki memanggil kami, sembari bersiap untuk bertarung.


“Sayangnya sihirku itu digunakan, agar aku tidak perlu lagi memastikan kematian kalian.”


Aku menatap ke tempat kami sebelumnya, yang menjadi sasaran “Penghukuman”.

Tentu saja, kemungkinannya sangat kecil untuk menemukan sisa mayat di dalam kawah itu. Bahkan takkan ada sedikitpun jejak yang tersisa, walau aku masih bisa menahan serangan tersebut.

Saat menatap ke arah Ren, tubuhku terasa berat. Perisaiku seakan beradu pendapat, tentang siapa yang menjadi target pelampiasan amarahku. Amarah Naga terus mengalirkan rasa amarah terhadap Ren.

Bertahanlah... Sekarang aku tidak boleh bertindak gegabah.


“Kalian berdua, kenapa kalian masih...”


Motoyasu memandangi Ren dan Itsuki, seperti sedang melihat mayat hidup.

Yah, Motoyasu juga tidak salah... Memang terasa aneh saat semua Pahlawan, berkumpul di tempat terpencil seperti ini. Terakhir kali aku lihat, mereka berdua sedang berada di arah berlawanan dari Silt Welt.


“Suatu kelompok yang bernama Shadow telah menolong kami.”

“Yah, mereka datang di waktu yang tepat.”


“Eh? Apa seseorang dari kelompok Shadow memberitahu kalian tentang keberadaan Naofumi? Shadow itu mengaku berada di pihak gereja.”


Kalau kupikirkan lagi, cukup aneh melihat mereka bisa memperkirakan jalur pelarian kami, dan menempatkan sergapan di sini.

Dengan kata lain, Motoyasu mampu memperkirakan keberadaanku, berkat informasi dari para Shadow di pihak Gereja Tiga Pahlawan.

Dalam pelarian, kami juga bertemu dengan seorang Shadow. Aku jadi teringat...


“...Aku diberi tahu, kalau para Shadow banyak yang berbeda pihak.”

“Yah, para Shadow yang menyelamatkan kami mengatakan, kalau mereka bekerja untuk Sang Ratu.”


Aku mengerti, jadi para Shadow yang dipimpin Sang Ratu saling bekerja sama.

Berarti para Shadow yang telah menyelamatkan Ren dan Itsuki, juga berasal dari pihak Sang Ratu. Apa ini karena Sang Ratu memiliki hubungan yang buruk dengan Uskup gereja? Setidaknya sekarang... Sang Ratu dan kami, keempat Pahlawan, menganggap Uskup dan Gereja Tiga Pahlawan-nya sebagai musuh.

Meski begitu... Ren dan Itsuki sepertinya mencoba mengikuti adegan dalam sebuah manga mingguan. Rasanya mereka menunggu waktu yang tepat, untuk muncul dan membantu kami.

Sepertinya, yang menjadi pimpinan dalam pihak para Pahlawan adalah Motoyasu. Dan Musuh-besarnya adalah aku...? Yang benar saja??

Mungkinkah kesalahpahaman ini bisa dihilangkan, jika aku memiliki rekan petualang seperti yang lainnya? Seperti adegan yang ada pada manga?

Sayangnya, aku tidak punya keinginan menjadi rekan Motoyasu, ataupun salah satu dari mereka bertiga...


“Pasukan keamanan sebentar lagi akan tiba! Hentikan perlawananmu dan menyerahlah!”


Ren berseru seakan dia sudah memenangkan pertempuran. Meski begitu, Uskup itu sama sekali tidak terlihat takut.


“Tidak peduli berapa banyak pasukan yang kalian bawa, kemenangan kami telah ditentukan. Sekuat apapun pasukan yang akan datang, jumlah mereka takkan berarti!”


Uskup tersebut mulai menyiapkan jurusnya lagi.


“Kita lihat saja nanti.”

“Tentu saja.”


Kedua pahlawan itu menembakkan jurus mereka ke arah Uskup tersebut.


“Meteor Sword!”

“Meteor Bow!”


Pedang dan panah yang terbuat dari cahaya melesat ke arah Uskup itu...

Referensi :[edit]

  1. Exorcism(dalam bahasa Yunani εξορκισμός , exorkismós, atau “terikat oleh ikrar”) adalah praktek keagamaan/spiritual, yang digunakan untuk mengeluarkan iblis/makhluk spiritual lainnya dari dalam tubuh seseorang, atau suatu tempat yang dipercaya tengah dirasuki/dihuni makhluk tersebut. Tergantung dari kepercayaan spiritual si pelaksana exorcism, praktek exorcist bisa dilakukan dengan melakukan ritual yang rumit, membuat makhluk yang merasuk ‘mengucapkan ikrar’, atau langsung memerintahkan makhluk yang dimaksud, pergi atas nama “kekuatan yang lebih tinggi”. Praktek ini dilakukan sejak dahulu kala, dan telah menjadi bagian dari kepercayaan banyak budaya dan agama. (dikutip dari Wikipedia)