Tate no Yuusha Jilid 3 Bab 6 (Indonesia)

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 56 : Iblis Perisai[edit]

Bagian 1[edit]

“Ayo kita teruskan perjalanan berdagang kita.”

“Kau benar juga. Biaya perjalanan dan senjata bisa menjadi sangat tinggi.”

“Aku juga berpikiran begitu.”

“Dan pengeluaran kita yang terbesar, adalah biaya makan untuk burung ini.”


Biaya perjalanan, hingga pengeluaran untuk makanan burung ini, tidak bisa disepelekan begitu saja. Tapi sebagai gantinya, kami bisa mendapatkan penarik kereta yang kekuatannya luar biasa.

Memberi makan seekor monster sudah cukup aneh, apalagi porsi makannya semakin sulit untuk kutanggung. Jadi sebelum semua uangku habis, aku harus mencari uang lebih banyak lagi.



Sekarang matahari telah terbenam. Saat berdagang, aku memutuskan untuk memesan makan malam kami di suatu penginapan.

Seharusnya saat kita mampir di desa atau kota, kita tidak perlu khawatir terganggu siapapun saat menjual dagangan kita. Sambil berpikir begitu, kami meneruskan menyantap makanan kami.

Tapi...


“Akhirnya aku bisa mengejar kalian!”


Akhirnya bocah kampret dari ibukota berhasil mengejar kami.


“Bocah tengik yang keras kepala.”

“Aku belum selesai bicara denganmu!”

“Terserah. Kau ingin membicarakan tentang ayahmu, ‘kan? Lalu apa gunanya bagiku?”

“ ‘Apa gunanya’ kau bilang? Kau payah!”


Wajah bocah sialan itu langsung memerah. Benar-benar anak yang sensitif. Sifatnya ini begitu meledak-ledak dan menjengkelkan.


“Ayahanda sangat marah padamu, perisai.”

“Begitu ya, baguslah.”

“Tidak, itu sama sekali bukan hal yang bagus!”


Bocah tengik yang menjengkelkan.

Setelah memutuskan kami akan bermalam di sini, aku membayar biaya makan malam dan sewa kamar penginapan. Aku ingin mengabaikan gadis kecil ini, tapi dia ini orangnya sangat pemaksa.

Aku ingin tahu, sampai berapa jauh dia akan mengejar kami. Untuk memastikannya, rasanya aku ingin bertanya langsung pada gadis kecil itu.


“Ada apa?”


Filo yang sudah bosan bermain di luar, kembali ke tempat kami berada.

Ngomong-ngomong, walau seorang anggota party mengalahkan monster dari posisi yang jauh, aku masih bisa mendapatkan sedikit poin EXP. Saat berdagang, kadang-kadang tampilan laporan EXP akan menghalangi pandanganku.

Dan dari hasil ‘bermain-mainnya’, Filo memberikan loot yang dia sebut ‘oleh-oleh’ untukku.


“Ah...”


Bocah kampret itu berhenti mengomel, dan memandangi Filo lagi.


“Apa kau Filolial yang menarik kereta si perisai?”

“Iya, kau benar.”

“Kau terlihat berbeda dari semua Filolial yang kutahu selama ini. Ini pertama kalinya aku melihat seekor Filolial, yang wujudnya mirip seorang anak kecil.”


Untuk lebih jelasnya, hanya segelintir orang saja yang pernah melihat seekor Ratu Filolial. Dan di desa ini, mungkin hanya aku dan Raphtalia saja yang pernah melihatnya.


“Tuan~, apa kau membutuhkan bantuan?”


“Hei, aku sedang bicara padamu!”

“Coba mulai dari awal lagi~”


Sejak gadis kecil ini mengejar kami, Filo terus mengobrol dengannya.


“Bukankah harusnya kau berkicau?”

“Tidak. Filo juga bisa berbicara~”

“Wow... Menakjubkan!”

“Ehehe~, Filo ini menakjubkan ya.”


Bocah sialan itu mendekati Filo dan menyentuhnya. Filo juga terlihat tidak keberatan. Melihat dari usia mental mereka, sepertinya mereka berdua ini seumuran.

... Akan kumanfaatkan kesempatan ini.


“Kalau Filo mau, dia bisa berubah ke wujud Filolial-nya, dan kalian berdua bisa bermain bersama.”

“Benarkah!?”

“Yah, bermainlah sampai kalian puas, setelah itu kembalilah ke sini.”

“Yey!”


Sambil tersenyum, bocah sialan itu menepuk-nepuk kepala Filo.


“Tuan~. Kalau Filo bagaimana?”

“Bermainlah dengan gadis kecil itu, dan jangan sampai kau melukainya.”

“Yey~!”

*Wush!*

Sambil tersenyum, Filo mengangkat bocah sialan itu, dan mendudukkannya di bahu Filo, yang sekarang telah berubah ke wujud monster-nya.

Ekspresi wajah gadis kecil itu langsung menjadi ceria.


“Yeey! Tinggi sekali!”

“Ayo kita main~!”

“Iya!”


Filo pun membawa gadis kecil itu berlarian dengan gembira.

Para ksatria yang mengawal gadis tersebut, mengejar mereka berdua dengan kewalahan.


“Akhirnya sekarang tidak berisik lagi.”

“Tuan Naofumi, ekspresi wajahmu sekarang terlihat sangat jahat.”

“Tidak apa-apa. Setelah bermain, mungkin bocah sialan itu akan melupakan kekesalannya.”

“ ‘Bocah sialan’... Apa Tuan Naofumi tidak menyukai anak-anak?”

“Bukan begitu. Kalau aku tidak menyukai anak-anak, sudah sejak dulu aku tinggalkan kau dan Filo.”

“Yah, kau ada benarnya juga.”


Aku membenci gadis kecil itu, karena dia sudah menuduhku yang bukan-bukan.

Kalau bisa, aku ingin menghindari pertengkaran apapun yang mungkin terjadi.

Bagian 2[edit]

“Saat kita tiba di desa berikutnya, harusnya bocah itu dan para pengawalnya berhenti mengikuti kita.”

“...Sepertinya begitu.”


Di hari itu... Sampai larut malam, Filo belum kembali juga.

Sepertinya mereka berdua sangat senang karena mempunyai teman baru, dan jadi lupa waktu karena keasikan bermain bersama. Yah... syukurlah kalau mereka bahagia.

Ngomong-ngomong, nama bocah sialan itu adalah Mel.



Pada keesokan paginya... Setelah makan sarapan yang ringan, kami segera meninggalkan penginapan.

Dan dalam perjalanan...


“Tungguuuuuuuuuuuuuuuuuuuu!!!”


Kedutan di wajahku muncul bersamaan kukerutkan keningku.

Aku tahu ini akan terjadi, tapi tidak kusangka dia bisa mengejar secepat ini.

Saat kami berangkat pagi ini, aku sudah melupakan keberadaan bocah sialan itu.


“Ah, itu Mel~”


Karena Filo menghentikan keretanya, aku pun turun dari kereta dan ‘menyambut’ bocah kampret itu.


“Kau harusnya senang, Filo. Kalau kita bisa main lagi, aku tidak akan menyuruh Pahlawan Perisai meminta maaf!”


“Maaf. Bukannya urusan kita sudah selesai?”

“Jangan minta maaf padaku, minta maaflah pada Ayahanda!”


Sangat menyebalkan. Aku sudah tidak sanggup lagi meladeninya.


“Kalau kau tidak minta maaf, kalian semua juga takkan dimaafkan.”

*Srraak...*

Begitulah yang gadis kecil itu katakan, bersamaan seorang ksatria di belakangnya menghunuskan pedang.

Jadi kalian ingin bertarung? Melawan seorang Pahlawan?

Huh? Ksatria yang ada di belakang bocah tengik itu, mengarahkan sebuah bola kristal padaku. Apa yang dia lakukan?

Tiba-tiba aku melihatnya. Orang itu... Dia tidak sedang menatapku.

Mendadak bulu kudukku langsung merinding. Firasat ini, dan suasana yang terasa sekarang, mengingatkanku saat aku ditipu oleh si jalang. Keadaan serupa yang kualami beberapa bulan lalu, sekarang mencoba merenggut bocah itu sebagai korbannya.

Aku langsung menerjang ksatria tersebut.

Dan firasatku menjadi kenyataan. Ksatria itu mengarahkan tebasan pedangnya pada si bocah sialan.


“Kyaaaaaaaaaaaa!?”

“Air Strike Shield!”


Bocah sialan itu mulai menjerit. Aku segera memanggil Air Strike Shield untuk menangkis tebasan ksatria tadi.

*TRANGG!*

“...Apa maksud perbuatanmu ini!”


Aku berdiri di depan bocah sialan itu, dan memelototi ksatria yang mencoba membunuhnya.


“Perisai! Beraninya kau menahan Tuan Puteri!”

“Hah?”


Tuan Puteri?

Meski dilihat dari manapun, bukankah terasa aneh kalau memanggil bocah ini Tuan Puteri? Sepertinya bocah sialan ini tahu apa yang sedang terjadi, dan wajahnya langsung menjadi pucat.


“Si perisai itu makhluk yang jahat! Sejak awal aku sudah tahu itu!”


Sembari berkata begitu, para ksatria segera menyerang kami.

Aku mencoba melindungi si bocah sialan, dengan menariknya agar mendekatiku.

*TRANG!!!*

Suara benturan logam terdengar menggema di udara.


“Sial...”


Musuh mulai merapalkan sihir untuk memanggil hujan api.

Mau bagaimana lagi. Aku tutupi bocah sialan itu dengan jubahku, untuk melindunginya dari serangan sihir mereka.


“Kau... Dasar Iblis Perisai!”

“Raphtalia! Filo!”


“Baik!”

“Baik~!”


Mengikuti perintahku, Raphtalia dan Filo langsung menyerbu ke arah musuh.

Tidak lama setelah kami melakukan serangan balasan, semua musuh tersebut melarikan diri dengan menaiki kuda.


“Dasar bodoh~”


Dengan mudah Filo menyusul beberapa musuh yang kabur. Salah satu dari mereka langsung terpental terkena serangan Filo.


“Waaaaaaaaaaaah!”

“Aaah...! Si iblis semakin mendekat!”


Setelahnya, kami mengejar musuh dan terus menyerang sampai menangkap satu, dua, hingga beberapa orang. Tapi sedikit dari mereka berhasil melarikan diri.


“Ada apa dengan orang-orang ini?”


Bukannya mereka ini pengawal si bocah sialan?

Seorang Tuan Puteri, huh? Tidak ada pilihan lain, aku harus melakukan sedikit interogasi di sini.

Aku bertanya pada semua musuh, yang sekarang telah diikat oleh Raphtalia.


“Baiklah, gerombolan bajingan... Katakan apa alasan kalian hingga ingin membunuh seorang anak kecil.”

“Jangan pikir aku akan bicara pada iblis sepertimu.”

"Oooh......"

Bagian 3[edit]

Iblis, huh. Sudah cukup lama sejak terakhir aku dipanggil begitu. Yang jelas, sebutan itu pasti dialamatkan pada Pahlawan Perisai.


“Kalian ini. Apa kalian tidak tahu, nasib apa yang akan menimpa kalian sekarang?”


Aku memberi isyarat pada Filo.


“Makanan?”


Wajah para ksatria ini langsung memucat.


“Aku akan mengorbankan diriku demi kehendak tuhan... Karena tuhan akan membimbingku ke surga-nya.”


... Jadi, alasan mereka adalah agama.

Kalau begitu, ancaman tidak akan berguna terhadap para fanatik ini.


“Hei bocah sialan, kau tahu apa yang sedang terjadi?”


Bocah sialan itu menggelengkan kepala, dan gemetar karena ketakutan. Aku pun kembali bertanya pada ksatria.


“Lalu kepercayaan apa yang kau ikuti? Lagipula, tuhan yang kau percaya pasti cukup bodoh.”

“Aku dari Gereja Tiga Pahlawan! Kau Iblis terkutuk! Beraninya kau menghina Tuhan?”


Sesuai dugaanku. Orang-orang bodoh ini takkan tahan, kalau agama mereka dihina.

Sekarang... Kalau aku bisa memanfaatkan hinaan agar pria ini bicara, mungkin aku bisa mendapatkan beberapa informasi darinya.


“Ternyata mereka pengikut kepercayaan di negeri ini...”


Raphtalia bergumam pada dirinya sendiri.


“Kau tahu sesuatu tentang kepercayaan itu, Raphtalia?”

“Kebanyakan orang di negeri ini memang mengikuti ajaran Tiga Pahlawan. Tapi aku tidak menganutnya, karena kedua orangtuaku menganut kepercayaan yang lain.”

“... Berarti orang ini memanfaatkan kepentingan agama, untuk keuntungan pribadinya saja.”

“Ah, iya.”


Dari perlengkapan pria yang terikat ini, aku melihat perhiasan mirip tasbih rosario pada lehernya.


“Akan kulempar benda ini ke tanah.”

“Hah...”


Lambang yang aneh. Pada rosario ini, terdapat bentuk ketiga senjata yang ditumpuk satu sama lain.

Pedang, Tombak, dan Busur? Perasaan tidak enak mulai terasa saat kulihat pola senjatanya.


“Kalau kau masih tidak mau menjawab, aku akan menginjak benda ini.”

“He-Hentikaaaaaaan!”


Pria itu berteriak hingga membuatku berhenti. Protes-nya ini terlalu cepat... Apa bongkahan logam ini sangat penting baginya?

Karena tidak menemukan sesuatu yang spesial, benda ini hanya mengingatkanku pada perhiasan untuk model tertentu. Benda ini juga tidak memberi pengaruh apapun pada pemakainya.

Dan mungkin itu hanya anggapan pribadiku saja, karena banyak orang di duniaku memulai peperangan dengan alasan agama.


“Lihat ini.”

*Buk buk buk!*

Berkali-kali aku menginjak perhiasan berlambang aneh tersebut.


“Iblis perisai! Tuhan takkan pernah mengampuni perbuatanmu!”

“Aku tahu... Sekarang cepat katakan, kenapa kau ingin membunuh gadis ini? Atau cuma segini saja tingkatan imanmu? Hah?”

“Sial...”

“Coba pikirkan lagi, ada sesosok iblis yang menginjak lambang tuhan tepat di depanmu. Bukankah harusnya tuhan yang kau percaya membelamu?”


Ini adalah kebalikan dari tes kesetiaan.

Karena orang ini menganggapku sebagai iblis, dia takkan tinggal diam saat melihatku melakukan tindakan, yang baginya sudah diluar batas.


“Kalau kau mau bicara, aku akan berhenti menginjaknya.”

“Aku takkan menuruti apapun yang i-iblis katakan.”

“Ah... Aku mengerti.”

*BUK!!*

Aku injak benda itu dengan kuat, hingga melesak ke dalam tanah.


“Kau bajingaaaaaaaaaaaaaaaaaaan!!!”


Hmm... Aku ingin tahu, apa dia sudah bisa diajak kompromi sekarang?


“Hei bocah sialan, kau tahu siapa orang ini?”

“A-au...”


Bocah sialan itu masih belum pulih dari ketakutannya, karena tadi telah menjadi sasaran pembunuhan.


“Mel~. Tuan dan Filo ada di sini, kau tidak perlu takut.”

“...Filo...”


Bocah sialan itu mencoba menenangkan dirinya, lalu menoleh ke arahku, dan bergumam.


“Uhm. Orang-orang ini adalah ksatria yang dipimpin Ayahanda.”

“Aku juga belum tahu, ayahmu itu siapa?”

“Ayahanda-ku?”

“Yah, kau berasal dari keluarga bangsawan yang mana?”

“Uhm...”


Gadis kecil itu menggelengkan kepala. Jadi dia bukan dari keluarga bangsawan? Lalu dia berasal dari mana?

Apa dia ini puteri si saudagar perhiasan? Kalau benar begitu, harusnya dia tidak menaruh kebencian padaku.

... Kalau dilihat dari ucapan dan sikap gadis ini, ayahnya pasti mempunyai pengaruh yang besar dan cukup dihormati. Tapi, aku masih mengira kalau dia ini puteri bangsawan.


“Ayahanda adalah Raja di negeri ini.”

“...Apa?”

“Ayahanda bernama Aultcray Melromarc ke-32. Dan aku adalah Melty Melromarc... Seorang Puteri di negeri ini.”


Dengan begitu, entah bagaimana... Aku telah terlibat dalam sebuah konspirasi yang aneh.

Referensi :[edit]