Zero no Tsukaima ~ Indonesian Version:Volume6 Bab8
Bab Delapan: Penebusan Dosa Api
Dini hari, pukul empat. Matahari belum terbit, langit masih gelap. Di langit di atas Akademi Sihir sebuah fregat perang nan kecil tiba. Menvil berdiri di geladak sambil menatap langit di depan. Wardes, dengan langkah yang tak terdengar, mendekati Menvil dari belakang. Alun-alun angin menunjukkan dengan sendirinya bahwa itu adalah langit yang sama. Wardes mendekat untuk menguji Menvil.
Dapatkah orang ini berhasil memimpin rencana sulit semacam ini? Dia ragu. Namun, keraguan Wardes tampaknya tidak berdasar. Tanpa mengalihkan pandangannya, Menvil memanggil Wardes dari kejauhan, "Jadi ujiannya apa sekarang, Viscount?" Wardes terkejut. Menvil bahkan tidak berbalik. Bahkan jika pun dia berbalik - sekarang terlalu gelap. Seseorang bahkan tidak bisa melihat bayangan yang mendekat.
Namun ... apa kemampuan apa yang dia gunakan untuk menyadari pendekatan Wardes dari jarak yang begitu jauh? "Sekarang kita hampir sampai." Menvil bergumam tanpa menoleh. Wardes, sambil merasa kagum, dengan hati-hati mendekati Menvil. "Kita beruntung. Ya ampun...., sebagai yang menyerang, kita harus membuat mereka tak tahu dari sisi mana mereka akan diserang. " Mereka berhasil menghindari familiar penyihir yang berjaga-jaga di angkasa ... adalah keberuntungan bahwa mereka berhasil sampai sejauh ini tanpa disadari. "Untuk mengungkapkan rasa terima kasih kami, ketika Anda kembali ke Albion, Mohon persilahkan saya untuk mentraktir anda sesuatu, Viscount."
"Jangan berpikir macam-macam, pikirkan bertahan hidup dulu," kata Wardes. Menvil tiba-tiba menarik keluar tongkat dan mengarahkannya ke tengkuk Wardes. "Jaga mulutmu, anak muda. Atau Kau ingin berubah menjadi abu di sini sekarang juga? " Wardes menatap Menvil tanpa ekspresi. "Saya bercanda, Viscount. Jangan menatap seperti itu. " Sambil tertawa, Menvil melompat dari dek ke udara.
Satu demi satu, seluruh anggota lainnya, yang terbungkus dalam kain hitam, mengikuti Menvil. Banyak orang yang menghilang dari dek dengan kegesitan yang mengejutkan. Fouquet, yang naik ke atas sana, bergumam dengan nada tak senang. "Pria menjijikkan. Dan menakutkan. " "Tapi dia memiliki kemampuan yang dibutuhkan. Tak bisa berharap lebih. " "Apakah dia lebih jago dari Anda?" Fouquet tertawa, menanyakan Wardes sebuah pertanyaan nakal. "Mungkin."
Korps Musketeers menugaskan 2 anggota musketeer ke menara artileri untuk mengawasi meriam. Itu adalah jumlah terbesar pasukan militer yang dapat diizinkan tentara untuk bertugas sebagai penjaga. Sesuatu bergerak di bawah sinar bulan. Anggota yang lebih tua dari keduanya, berjongkok dalam keheningan, dan membuka selubung serbuk mesiu dan peluru dari kantong kertas kecil.
Musketeer lainnya, mengikuti gerakan pasangannya, juga mengisi senapannya dengan mesiu. Dan ketika dia melihat baik-baik ... dia melihat sesuatu yang bergerak dalam kegelapan. Tapi sebelum ia bisa membuka mulutnya, tenggorokan kedua penjaga itu dipotong oleh sihir angin. Dua mayat ditangkap sebelum menyentuh tanah. Tanpa suara, Menvil meletakkan para musketeer di tanah. "Wanita. Masih muda. Menyedihkan. "Salah satu pembunuh memberitahu Menvil sambil tersenyum. "Tidak ada tempat untuk kesopanan masa lalu, pria maupun wanita harus diperlakukan sama." Kata Menvil sambil tersenyum menyeringai.
"Sama ketika kematian tiba." "Hanya Anak-anak bangsawan saja 'yang tidak boleh dibunuh. Mereka harus diambil sebagai sandera. " "Selain mereka, apakah saya dapat membunuh yang lain?" Menvil, sambil mengutak-atik tongkatnya, bergumam dengan suara bahagia.
Salah satu anggota mengeluarkan peta. Itu adalah peta sekolah yang digambar Fouquet. Peta itu ditutupi kain khusus yang tidak membocorkan cahaya, tapi sedikit menerangi peta itu sendiri. Sambil memandangi mayat para penjaga, seorang anggota bergumam. "Pengawal hanya berbekal pistol."
"Berapa banyak penyihir yang ada? Tak termasuk para musketeer. " Anggota yang sedang mempelajari peta memberitahu Menvil. "Komandan, ada tiga target. Menara ini, menara asrama dan menara di sisi dekat.." Menvil menurunkan perintah dengan cepat. "Aku akan mengambil menara asrama. Jean, Ludwig, Germain, Atta - kalian berempat bersama dengan Giovanni mengambil menara ini. Celestin dan sisanya mengambil yang terakhir. " Para penyihir mengangguk.
Tabitha terbangun. Ada suara-suara aneh dari halaman. Setelah berpikir sejenak, akhirnya dia memutuskan untuk membangunkan Kirche. Dia keluar dari kamarnya dan menuju ke lantai bawah dimana kamar Kirche berada. Setelah mengetuk pintu, Kirche, yang hanya mengenakan baju tidur tipis pada kulitnya yang telanjang dan masih menggosok matanya, muncul.
"Kau tahu ... ini terlalu dini ... bahkan matahari belum mulai terbit." "Bunyi aneh," hanya itu saja katanya. Kirche menutup matanya. "Uwaaa." Kirche merasakan salamandernya, Flame, menyeruduk jendela. "Kau juga?"
Begitu Kirche membuka matanya lagi, kantuknya hilang. Kirche buru-buru mengenakan pakaian. Begitu dia mengambil tongkatnya, suara pintu yang didobrak bergema. Kirche dan Tabitha saling memandang. "Mundur," gumam Tabitha. "Setuju."
Kalau tidak tahu jumlah atau lokasi musuh, kau harus mundur untuk memeulihkan diri. Ini adalah dasar-dasar perang. Kirche dan Tabitha melompat dari jendela dan menyembunyikan diri di semak-semak dan dari sana melihat apa yang terjadi di sekitar. Hari mulai terang - matahari mulai terbit.
Saat itu, Agnes terbangun di kamarnya dan menyambar pedang yang berada di samping tempat tidur. Sambil menariknya keluar dari sarungnya, dia menunggu di pintu. Ini lantai dua menara artileri. Ruangan itu selalu digunakan sebagai gudang dan hanya baru-baru ini diubah menjadi kamar tidur.
Secara keseluruhan, dua belas anggota korps Musketeer tinggal di sini. Mereka semua tinggal di ruangan sebelah. Agnes melihat cermin yang diletakkan di tengah ruangan. Ia adalah "Cermin Pendusta". Yang jelek menjadi indah, indah menjadi jelek - semuanya dibalikkan oleh cermin. Agnes berusaha untuk tidak melihat cermin ketika mengatur perangkap.
Empat orang yang dipimpin oleh Celestin si penyihir-pembunuh bayaran menaiki tangga spiral ke lantai dua menara artileri. Mereka berbaris di kedua pintu.
Dua orang diposisikan pada setiap pintu sementara satu lagi menunggu di lorong. Pintu ditendang terbuka. Di tengah ruangan seorang penyihir tampan mengatur tongkatnya. Terjaga, para penyihir mulai melantunkan mantra mereka. "Bam ..." Namun, mereka juga terkena sihir. Dengan jantung tertusuk oleh tombak es, Celestin jatuh ke lantai.
Agnes yang menyembunyikan dirinya di balik pintu, melihat keberhasilan rencananya. Celestin mengira bayangannya sendiri di Cermin pembohong, yang ditempatkan di sini oleh Agnes, adalah musuh dan melepas sebuah mantra yang terpantul dari cermin dan menusuk jantungnya. Agnes berterima kasih kepada Celestin yang cukup bodoh untuk menembak dirinya sendiri dengan mantranya yang terpantul dari cermin.
Seorang Pembunuh bayaran lainnya, buru-buru masuk ruangan. Tapi tenggorokannya dipotong dalam-dalam dari samping dengan pedang Agnes, dan dia jatuh. Kemudian musketeer lainnya melompat masuk ruangan.
"Komandan Agnes! Kau baik-baik saja? " Dia mengangguk menjawab pertanyaan mereka. "Aku baik-baik saja." "Dua orang menyelinap ke kamar kami. Namun, kami menghabisi mereka ... "
Dua orang di kamar ini. Dua orang di sebelah. total Empat orang... Ternyata pencuri ini merayap masuk menara artileri untuk membunuh mereka ... "Anjing Albion."
Gumam Agnes, yang dengan cepat memahami dari mana mereka berasal. Skuad ini hanya terdiri dari penyihir. Mustahil untuk salah menerka mereka sebagai pencuri biasa. Mereka pasti adalah pembunuh bayaran yang disewa Albion ...
Agnes lalu mengkhawatirkan situasi di luar.
Saat ini, Hanya siswi yang tersisa di akademi. "Dalam dua menit saya ingin kalian sepenuhnya siap tempur dan mengikuti saya," perintah Agnes pada bawahannya.
Menvil mengambil alih asrama perempuan tanpa kesulitan. Para bangsawan putri begitu takut oleh penyerbuannya sehingga mereka tidak memberikan perlawanan yang nyata. Dia mengambil seluruh tongkat siswi dan mengumpulkan mereka, yang masih mengenakan baju tidur mereka, di ruang makan di mana dia menahan mereka. Ada sekitar sembilan puluh orang. Selama dia melakukan itu, rekannya dari menara lainnya bergabung.
Melihat kepala sekolah akademi Osman tua diantara salah satu tawanannya membuat senyum tersungging di wajah Menvil. Kini, Menvil mengumpulkan semua tawanan di ruang makan dan mengikat tangan mereka di belakang punggung. Berkat mantra sihir yang dibacakan seseorang, tali bergerak dan mengitari pergelangan tangan mereka dengan sendirinya.
Semua guru dan siswa adalah perempuan dan mereka gemetaran. Menvil bergumam manis kepada semuanya, "Ada apa ini?, tenang, jika tiada dari kalian yang mencoba untuk menonjolkan diri atau ribut dan jika kalian melakukan apa yang disuruh, tidak ada yang akan terluka." Seseorang mulai menangis. "Diam!" Namun, siswi tersebut tidak berhenti menangis. Menvil mendekat dan menghunus tongkat ke arahnya. "Apakah Kau suka abu?"
Kata-kata itu bukan ancaman langsung, tetapi dapat segeraha dipahami. Siswi itu berhenti menangis. Osman membuka mulutnya. "Hei kau." "Apa?" "Jangan gunakan kekerasan terhadap perempuan. Albion menginginkan kita sebagai sandera, bukan? Untuk digunakansebagai kartu tambahan dalam negosiasi, bukan? " "Bagaimana Anda tahu?"
"Orang-orang berpengalaman dari jauh menerobos masuk sini - sangat mudah melihat untuk apa kalian datang kemari. Yang pasti bukan untuk kekayaan. Jadi, bersabarlah. " "Hai Orang tua, berapa nilai yang Anda miliki?" Para tentara bayaran itu tertawa keras.
"Seberapa penting satu orang tua untuk negara? Pertimbangkan ini. " Ketika Osman menunduk, para penyusup mulai melihat-lihat Sekitar Ruang Makan Alviss. Semuanya bisa dengan jelas membaca, "Saya tidak ingin berada di sini," pada wajah para penyihir. Fuuun, pikir Osman. Mereka mungkin masih memiliki kesempatan. "Orang tua, apa ini semua anggota akademi?" Osman mengangguk.
"Ya benar. Ini semua dari mereka. " Kemudian para tentara bayaran menyadari bahwa rekan-rekan mereka belum kembali dari menara artileri. Apakah mereka berlama-lama? Tidak, dia menggelengkan kepalanya. Semakin lama waktu yang dibutuhkan, semakin banyak kesempatan bagi musuh untuk mendapatkan bala bantuan. Dan mereka seharusnya menyadari itu. Oleh karena itu, Menvil meradang. Dari luar ruang makan terdengar suara.
"Mereka yang berlindung diri di ruang makan! Dengarkan! Kami adalah Musketeer Ratu! " Menvil dkk saling memandang. Rupanya Celestin gagal. Namun tidak ada tentara bayaran yang berubah air mukanya. Seorang tentara bayaran memelototi Osman. "Hei hei. Bukankah Anda mengatakan "Ini semuanya'?" "Musketeer bukan bagian dari staf," kata Osman dengan tenang. Dengan senyum di bibir, Menvil melangkah ke pintu untuk bernegosiasi dengan musketeer di luar ruang makan.
Agnes menyembunyikan dirinya di balik tangga menara. Dia mengarahkan sekelompok staf yang terdiri dari jelata jauh dari halaman sehingga mereka tidak akan terlalu terlibat dalam insiden ini. Matahari pagi belum terbit. Di pintu ruang makan seorang penyihir malang muncul. Cahaya bulan dari celah di awan menerangi sosoknya.
Agnes menahan jarinya di pelatuk, sambil mengarahkan pistol pada penyihir itu. "Dengar! Pencuri! Kami adalah Musketeer Ratu! Satu batalyon pasukan telah mengurung Anda dan rekan-rekan Anda yang terkutuk! Lepaskan para sandera! " “satu batalyon pasukan" dari Agnes adalah gertak sambal. Pada kenyataannya, hanya ada sekitar sepuluh orang disana.
Dari ruang makan dia dapat mendengar suara-suara tawa nan keras. "Kami tidak peduli sedikitpun pada satu batalyon musketeer!" "Musketeer ini telah menewaskan empat mitra kalian. Jika kalian menyerah baik-baik, kami akan mengampuni nyawa kalian. " "Menyerah? Bukankah waktunya untuk memulai negosiasi sekarang? Nah, panggil Henrietta ke sini. " "Yang Mulia?"
"Benar sekali. Dan sampai saat itu, berjanjilah untuk menarik tentara dari Albion. Klien saya tampaknya membenci kenyataan tentara Anda mengotori tanah negara dengan sepatu mereka. Biasanya tentara tidak akan menahan diri karena sandera. Namun ... karena sembilan puluh anak bangsawan disandera, ini masalah yang berbeda. Penarikan pasukan penyerbu mungkin saja terjadi. Tanggung jawabku. Agnes menggigit bibir bawahnya.
Dia mencoba berkonsentrasi - kesalahan tetaplah kesalahan. Orang-orang di dewan - mereka masih tanggung jawabku. seorang musketeer berbisik ke telinga Agnes. "... Kita bisa mengirim kurir ke Tristania dan meminta bala bantuan." "Tidak ada gunanya. Tak peduli seberapa banyak tentara yang kita miliki, tiada gunanya selama mereka memegang sandera. "
Melihat konsultasi seperti itu, Menvil berteriak. "Hei, ingat. Setiap kali kau memanggil seorang prajurit baru, satu sandera dibunuh. Satu-satunya yang dapat kau undang ke sini adalah Kardinal atau Henrietta. Bersikap baiklah. Apa itu jelas? " Agnes diam saja. Kemudian, Menvil berteriak lagi. "Putuskan dalam lima menit. Panggil Henrietta atau tidak. Jika tidak ada jawaban setelah lima menit, satu sandera akan dibunuh untuk tiap menit yang lewat. "
Musketeer lain mencolek Agnes. "Komandan Agnes ..." Agnes mengeraskan gigitan bibirnya hingga terasa sakit. Saat itu ... Sebuah suara terdengar dari belakang. "Komandan."
Saat berbalik, dia melihat Colbert berdiri dan menatap terkejut pada Ruang Makan Alvíss. "Jangan terlibat," kata Agnes, berusaha menutupi Colbert dengan dirinya. "Kau akan ditangkap." "Laboratorium saya dalam menara. Apa yang terjadi? " Agnes marah pada sikap tak pedulian Colbert. "Apa kau tidak lihat? Siswa-siswa Anda ditangkap oleh antek Albion. " Colbert menoleh melalui atas bahu Agnes dan, setelah ia menyadari penyihir yang berdiri di depan ruang makan, wajahnya berubah pucat. "Cukup sudah. Kembalilah. "
Karena kesal, dia mengusir Colbert. "Psst, Nona Musketeer." Ia dipanggil lagi dari belakang. Kali ini Kirche dan Tabitha, yang berdiri dalam bayang-bayang tersenyum. "Bukankah kalian adalah siswa? Syukurlah kalian semua baik-baik saja. " "Hei, kami memiliki rencana yang bagus ..."
"Rencana?" "Ya. Saat ini Kau tak bisa menolak bantuan. " "Lalu apa rencananya?" Kirche dan Tabitha menjelaskan rencana mereka pada Agnes. Agnes, setelah mendengarkan, tertawa. "Kedengarannya menyenangkan bagiku."
"Bagaimana? Itu rencana yang kami miliki. " Colbert yang mendengar rencana itu menentang. "Terlalu berbahaya. Musuh adalah tentara bayaran. Kalian pasti tak serius berpikir bahwa trik murahan tersebut akan jalan. " "Tidak ada yang mempedulikan pendapatmu,, guru."
Kata Kirche, sambil tidak berusaha menyembunyikan kebenciannya. Agnes sama sekali tak memperhatikan Colbert. "Mereka tak tahu tentang keberadaan kalian. Kuncinya adalah kejutan. " Bisiknya sambil menunjuk pada Kirche, Tabitha dan dirinya sendiri. Menvil duduk di kursi sambil melihat jam saku di atas meja.
- Tick * jarum jam bergerak.
"Lima menit berlalu." Mendengar itu, para siswa bergidik. Jika tiada kata-kata dari Agnes untuk memanggil Henrietta setelah lima menit, Menvil mengatakan ia akan membunuh salah satu dari mereka "Jangan mendendam padaku," kata Menvil, sambil menarik keluar tongkatnya.
"Bawa aku sebagai gantinya." Gumam Osman, tapi Menvil menggelengkan kepala. "Kau diperlukan sebagai kunci negosiasi. Hei, siapa yang akan terpilih? Kau yang pilih. " Sebuah pertanyaan yang tak terlukiskan kejamnya. Tidak ada yang menjawab saking terkejutnya. "Baiklah.Kalau begitu aku akan memilih. Jangan mendendam. "
Tapi begitu Menvil mengatakan itu ... Sebuah balon kertas kecil terbang masuk ruang makan. Dan begitu semua mata terfokus padanya... Balon kertas meledak dengan ledakan yang sangat keras. Dengannya, fosfor kuning yang menyilaukan terbang keluar dari balon.
Ia diarahkan untuk terbang ke ruang makan oleh angin Tabitha dan dipanasi oleh sihir Api Kirche. Para siswi menjerit. Para penyihir yang melihat secara langsung kini memegang wajah mereka. Kemudian Kirche, Tabitha, dan para musketeer dengan senapan bersiap masuk ruangan. Strategi ini tampaknya berhasil. Tapi...
Peluru api dalam jumlah banyak terbang menuju Kirche. Kirche, yang menurunkan kewaspadaannya karena berpikir sudah berhasil, menembakkan bom apinya sendiri untuk membalas.
Dalam api liar tersebut, mesiu pistol musketeer terdekat meledak. Jari jemari putus diterbangkan, dan si musketeer mulai berguling-guling di tanah sambil memegangi tangannya. Kirche mencoba berdiri tapi tidak menyadari mantra yang ditujukan padanya.
Sebuah bom api meledak di depan perutnya, dan ia menerima kekuatan penuh dari gelombang kejut dalam jarak dekat, menerbangkannya keluar. Berbalut api, ini adalah serangan yang efektif. Butuh waktu bagi api untuk membakar ... tapi ledakan langsung memberikan dampak. Berlawanan dengan membakar yang perlahan. Dia melihat Tabitha yang terkejut mencoba untuk berdiri.
Tapi kemudian gelombang kejut lainnya menghantam kepalanya ... dan ia jatuh ke tanah lagi. Menvil muncul dari asap putih. mantra! Tapi tiada tongkat. Lalu ia melihat ada satu yang tergeletak di tanah. Dia meraihnya, mencoba untuk mengambilnya tetapi Menvil menginjaknya.
Menvil berdiri tegak di hadapan Kirche, melihat ke bawah. "Sayang sekali ... Cahaya bom hanya membutakan mata seseorang ..." Ucap Menvil sambil tersenyum. Saat itulah Kirche menyadarinya.
Bola mata Menvil tidak bergerak sama sekali. "... Mata...mu." Menvil menggerakkan jari-jarinya ke salah satu matanya. Dan mengeluarkannya. Sebiji mata buatan. "Tak hanya kelopak mataku yang terbakar, tapi juga mataku. Aku tidak bisa melihat cahaya. " "B-bagaimana ..."
Tapi Menvil bergerak seolah-olah ia bisa melihat. "Seekor ular menemukan mangsanya dengan suhu." tawa Menvil. "Aku pengguna Api, sehingga aku sangat sensitif terhadap suhu. Jarak, posisi - seseorang dapat mengetahui semua secara rinci dengan mengetahui seberapa panas suhunya. Kau bahkan bisa mengenali orang yang berbeda dengan mengetahui suhu mereka. "
Rambut di kepala Kirche berdiri karena takut. Siapa orang ini ... "Apakah kau takut? Ngeri? " Tawa Menvil. "Ketika perasaan seseorang berubah menjadi kacau, suhunya juga berubah. Perubahan suhu menceritakan banyak hal tentang pikiran seseorang. "
Lubang hidung Menvil membesar setelah menhirup dalam-dalam aroma di udara. "Aku ingin mencium." "Eh?" "Aroma kau yang terbakar, saya ingin menciumnya." Kirche gemetar.
Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia merasakan takut yang murni. Rasa takut yang membuat Sang Ratu Api berbisik ”Tidak ...' seperti seorang gadis kecil. Namun, Menvil hanya tersenyum yang mencemaskan dan berkata. "Bagaimana kau ingin terbakar? Ada banyak cara untuk terbakar. Kali ini kau yang akan menjadi yang dibakar. "
Tidak ingin untuk melihat apa yang akan datang, Kirche menutup mata. Menvil menghunus tongkatnya, tapi di saat api mulai mengumpul di sekitar Kirche ... Api tersebut didorong balik oleh api lain. Dan begitu retak Kirche mengejapkan matanya terbuka, ia melihat ... Colbert berdiri di sampingnya, dengan sebuah tongkat di tangan. "... pak?"
Dengan wajah dingin, Colbert bergumam. "Enyahlah dari siswaku." Seolah-olah menyadari sesuatu, Menvil mendongak. "Ooh, Anda ... Anda! Anda! Anda! " Dengan ekspresi gembira di wajah, Menvil meraung.
"Apakah indera suhuku menipu diriku?! Kau!Kau... Colbert! Aku merindukanmu! Ini suara Colbert! " Ekspresi Colbert tak berubah. Dia terus menatap Menvil. "Ini aku! Apa kau lupa? Ini Menvil, Komandan! Aaah! Begitu lama! " Menvil mengembangkan tangannya dan berteriak gembira. Colbert mengerutkan alisnya. Wajah menjadi gelap. "Kau ..."
"Berapa tahun telah berlalu sejak pertemuan terakhir kita? Haaa! Kapten! Dua puluh tahun! ya benar! " Kapten? Apa artinya itu? Para siswa mulai saling berbisik. "Apa? Kapten! Kau kini seorang guru? Bukankah itu lucu? kau - seorang guru! Apa sih yang kau ajarkan? Anda yang bernama 'Ular Api ... Ha, ha, ha! Hahahahahahahahahahahaha! "
Menvil berteriak sambil tertawa. "Saya akan menjelaskannya kepada kalian. Dia adalah pemakai api yang disebut 'Ular Api sebelumnya. Dia adalah komandan pasukan khusus ... Perempuan atau anak-anak - dia tidak peduli, ia membakar mereka semua sampai habis ".
Kirche menatap Colbert. "Dan dia orang ... yang mengambil mataku!" Colbert itu memancarkan sesuatu yang menakutkan. Aura di sekitarnya terasa sangat berbeda dari biasanya. Membakar rakyatnya sendiri, bahkan keluarga Zerbst, tidak pernah terlibat dalam kekejaman semacam itu. Toh, mereka berduel secara terhormat.
Namun, aura yang dipancarkan Colbert hari ini berbeda. Jika kau sentuh - Kau akan terbakar. kau akan terbakar dan mati. Bau daging terbakar, bau kematian. Dari ujung tongkat Colbert yang terulur santai , ular api nan besar, yang tampak terlalu besar untuk sebuah tongkat halus semacam itu, menyembur keluar. Ular itu menggigit tongkat penyihir yang diam-diam mulai melantunkan mantra.
Tongkat itu berubah menjadi abu dalam sekejap. Colbert tersenyum. Senyum dingin tanpa perasaan, seperti seekor reptil. Colbert bertanya Kirche yang menatapnya kaget. "Nona Zerbst. Apakah kau ingat karakteristik elemen Api? " Dari tepi bibir yang tergigit, sebuah aliran darah menetes. Darah nan merah, seperti api, seperti mantel Colbert.
"... Karakteristik api adalah semangat dan kehancuran." "Tujuan semangat Api adalah semata-mata kehancuran. Itulah yang kau pikirkan. Dua puluh tahun yang lalu aku juga berpikir begitu. " Gumam Colbert dengan nada suara yang tidak seperti biasanya. "Namun, seperti yang kau katakan." Bulan bersembunyi lagi di balik awan.
Tempat mereka menjadi gelap bagai dilukis oleh kuas hitam. Pertempuran dalam gelap menyulitkan bagi orang biasa. Karena tidak bisa melihat lawan. Namun, untuk pengguna Api yang butam tidak ada cahaya dari awal, sehingga kegelapan bukan masalah sama sekali. Menvil berpikir sambil mencengkeram tongkatnya dan mempersiapkan mantra. 20 tahun yang lalu, apiku dikalahkan. Itu karena hijaunya aku. Namun, Kini berbeda.
Seiring waktu, aku menjadi lebih kuat. Meskipun aku kehilangan cahaya, Aku memperoleh Api yang kuat sebagai gantinya. Indra tubuh batinku semakin tajam dan sarafku menjadi dua kali lebih kuat. Sekarang saya bisa mendeteksi sampai perubahan yang paling halus di udara. Suhu dari seseorang, aliran udara mewarnai bayangan dan penglihatan itu diproyeksikan ke dalam pikiran Menvil.
"Papah temanmu dan larikan diri dari sini." Kirche mengangguk, dan memapah Tabitha, mencoba melarikan diri. Namun, penyihir yang mengintai di ruang makan menembakkan panah es menuju punggung mereka. Sebuah nyala api nan tipis melesat dari tongkat Colbert dan menyelubungi panah itu. Panah es itu meleleh dan jatuh.
Begitu api Colbert dilepaskan, api Menvil melayang. Bola api. Sebuah bola api yang mengikuti gerakan Colbert ... Namun, ia langsung dibakar api yang keluar dari tongkat Colbert. "Fufu, jangan." Menvil meluncurkan api satu demi satu, mengarah pada Colbert. Tiba-tiba Colbert terpojok untuk terus bertahan.
Dalam kegelapan ia berlari dari sisi ke sisi mencoba melepaskan diri. Bahkan jika ingin menyerang, menantang Menvil dalam gelap tidak mudah. "Apa yang salah? Ada apa kapten?! Jangan hanya berlari-lari! " Menvil menembak bola api terus-menerus. Tepi mantel Colbert terbakar. "Sayang sekali! Hanya mantel Anda yang hangus! Berikutnya adalah tubuhmu! Ingin ku mencium tubuhmu yang terbakar! Inilah! Uwaha! UHA! Hahahahahahahaha! " Mengenakan senyum yang diwarnai kegilaan, Menvil menembakkan apinya. "Kuu ..."
Colbert menembakkan apinya menuju sumber api Menvil. Namun, tiada respon. Menvil pindah begitu mantra dilepas dan menghilang dalam gelap, sehingga tidak memberikan Colbert kesempatan untuk menyerang balik. seseorang tidak bisa menyerang lawan yang tidak dapat dilihat. Colbert mengerutkan kening. "Di sini! Kapten! " Namun posisinya sepenuhnya diketahui Menvil yang bisa "melihat" dalam gelap.
Colbert bersembunyi di semak-semak, kemudian mencoba untuk menyembunyikan dirinya dalam bayangan menara. Namun, tidak mungkin untuk melarikan diri dari Menvil, yang bisa melacak suhu seseorang dengan sangat akurat. Colbert, sambil berlari-lari dan mencoba melarikan diri, segera menemukan dirinya di tengah alun-alun. Tidak ada tempat di mana ia bisa bersembunyi. "Panggung terbaik telah disiapkan, Kapten. Kau tidak bisa lari lagi. Tidak ada tempat lagi untuk menyembunyikan diri. Menyerahlah. " Colbert menarik napas panjang.
Dan berbicara menuju arah Menvil dalam kegelapan. "Menvil muda, saya punya suatu permintaan." "Apa? Anda ingin membakar tanpa menderita? Nah demi masa laluitu, aku akan membakar Anda dalam sekejap. " Dengan suara yang tersusun sempurna, Colbert berkata,
"Aku ingin kau menyerah. Saya sudah memutuskan untuk tidak membunuh siapa pun dengan sihir. " "Hei hei, kau sudah gila? Apa kau tidak bisa memahami situasi saat ini? Kau tak dapat melihatku. Namun, Aku dapat melihatmu dengan jelas. Dari mana kau melihat kesempatan menangmu? " "Tetap saja, AKu mohon padamu. Aku serius. "
Colbert jatuh berlutut dan membungkuk. Suara Menvil dipenuhi rasa jijik, "Aku ... aku mengejar pengecut sepertimu selama dua puluh tahun ... Kau yang tak ada harganya ... aku tak bisa mengizinkan itu ... AKu tak bisa memaafkan demi diriku sendiri. Aku akan memanggang Anda sedikit demi sedikit, meluangkan waktuku, tanpa simpati apapun, dari kepala sampai ujung kaki. "
Menvil mulai mengucapkan mantra. "Meskipun aku meminta, Kau tidak akan mendengarkan." lanjut Colbert. "Aku tak cukup gigih." Colbert menggeleng sedih dan menunjuk tongkatnya ke langit.
Bola api kecil terangkat. "Apa? Rencana menerangi sekitarmu? Sayangnya, ukuran api tidak cukup untuk menerangi daerah sekitar. Persis kata Menvil. Bola api kecil itu hanya bersinar lemah menerangi sekitarnya. ia tidak bisa menggantikan matahari. Saat mantra Menvil selesai ... Bola api kecil yang tergantung di langit meledak.
Ledakan kecil berubah menjadi ledakan besar dalam sekejap. Api, Api, Bumi. Satu bumi dan dua api. Menggunakan "transmutasi Emas" uap air di udara dirubah menjadi minyak. Dengan satu percikan, ia berubah menjadi bola besar ... APi bola besar menyedot semua oksigen di sekitarnya, menyebabkan makhluk hidup dalam jangkauannya sesak dan mati. Itu adalah "bom Api." Yang tak tertandingi
Menvil yang membuka mulutnya untuk mengucapkan mantra, merasa oksigen disedot paksa dari paru-parunya dan merasa sesak dalam sekejap. Jika musuh bersembunyi di kegelapan ... taruh dia di kegelapan. Namun, mantra ini membunuh semua orang di dekatnya. Oleh karena itu, Colbert tidak menggunakannya hingga mereka sampai ke tengah alun-alun. Colbert berbalik dan, sambil memegangi mulutnya, mendekati Menvil yang terbaring.
"Kau tidak bisa berubah menjadi ular secara penuh, Letnan." Bisik Colbert sambil dengan dingin menatap wajah Menvil yang diwarnai rasa sakit.
Berita tentang kekalahan Menvil menggetarkan moral para tentara bayaran. Kirche, Tabitha dan musketeer yang tak terluka tidak kehilangan momentum dan bergegas ke arena pertarungan lagi. Di dalam, antara jeritan siswi yang terbaring di lantai, seorang penyihir yang melindungi dirinya dalam ruang makan dipukul jatuh. Agnes menikam penyihir terakhir dengan pedangnya. "Kuu!"
Namun, pedang itu tidak keluar. Penyihir lalu melepas sebuah mantra yang mengarah ke punggung Agnes ... Banyak panah sihir beterbangan. Kirche, Tabitha dan musketeer lainnya tidak dapat bereaksi tepat waktu. Sebuah bayangan hitam melompat ke sana.
Dia memblok panah yang hendak mencapai Agnes dengan tubuhnya sendiri. Dia mengucapkan mantra dan seekor ular api terbang keluar dari ujung tongkat itu membakar tongkat yang penyihir lain gunakan. Agnes menatap kosong, terkejut pada Colbert. Mata Colbert terbuka lebar. Suara yang keluar dari mulutnya mendapat perhatian penuh dari Agnes. "... Kau baik-baik saja?"
Secara mekanik, Agnes mengangguk. Sedetik kemudian, Colbert tumbang ke tanah, mengeluarkan batuk darah. Para siswa berlari dengan panik dan mulai melantunkan mantra pemulihan untuk Colbert. Namun ... lukanya parah. Terlalu dalam ...
Agnes yang tersadar kembali menghunus pedang pada Colbert. Kaget, para siswi menatap Agnes. "Tunggu! Apa yang kau lakukan? "Teriak Kirche. Colbert, dengan wajah lemah, menatap Agnes. "Anda ... Apa Anda adalah pemimpin peleton Grup Riset Percobaan Sihir? Anda merusak daftar milik kerajaan tentang hal-hal militer di gudang? " Colbert mengangguk.
"AKu akan memberitahu Anda. Aku adalah yang selamat dari D'Angleterre's. " "... oh begitu." "Mengapa kampung halaman saya dihancurkan? Jawab. "
"Hentikan! Dia terluka! Terluka parah! Jangan bicara! " Teriak Montmorency, yang berusaha keras untuk melantunkan mantra penyembuhan jenis air,. "Jawab!"
Colbert menjawab sambil melihat ke bawah. "... Perintah." "Perintah?" "... Dilaporkan bahwa terjadi epidemi terjadi di sana. Untuk mencegah penyebaran kami disuruh membakarnya. Kami membakarnya dengan enggan. " "Bodoh... Itu dusta."
"... Ha ha, setelah itu, saya baru mengetahui soal itu. Singkatnya itu adalah Perburuan Agama Baru. "Saya tersiksa oleh rasa bersalah setiap hari. Itu ... seperti kata Menvil. Perempuan, anak - aku bakar mereka semua. Hal itu tidak diizinkan. Tapi ingatan soal itu masih menghantui saya. Saya keluar dari tentara. Aku bersumpah ... untuk tidak menggunakan api untuk penghancuran lagi. " "... Tapi perasaan itu tidak menghentikan tanganmu, kan?" Colbert menggelengkan kepala.
Setelah itu ... dia perlahan menutup matanya. Meskipun Montmorency terus berusaha keras mengucapkan mantra ... kekuatan hatinya terkuras seiring waktu - dia pingsan dan terguling ke tanah. Agar Mantra "Pemulihan" menyembuhkan luka yang begitu serius, diperlukan obat khusus ... tapi ia tidak ada sekarang di sini.
Oleh karenanya, meskipun kekuatan hati mencoba untuk menggantikan obat khusus itu ... ia memiliki batas. Pengguna air lainnya kehabisan kekuatan hati satu demi satu dan pingsan. Dengan sedemikian banyak penyihir pingsan yang melingkupi Colbert, Agnes mengangkat pedangnya.
Namun, Colbert dilindungi - Kirche menutupi dia dengan dirinya sendiri. Senyum konyol yang selalu ada kini hilang dari bibirnya. Sambil membuat wajah serius, Kirche berkata. "Tolong hentikan!" "Enyahlah! Aku terus hidup untuk hari ini! Dua puluh tahun! Dua puluh tahun saya menunggu untuk hari ini! " "Aku mohon. Aku mohon. " "Enyahlah!"
Agnes dan Kirche saling melotot. Saat ketegangan di udara hendak pecah ... Kirche menyambar pergelangan tangan Colbert. "Enyah kataku!” Kirche menjawab dengan suara bagai batu. "Tolong, turunkan pedangmu." "Jangan bercanda!"
Kirche menggelengkan kepala dan bergumam. "Dia sudah tewas." Dengan kata-kata itu, tangan Agnes kehilangan kekuatannya. Kaget, Agnes jatuh berlutut. Tubuhnya mulai bergetar sedikit demi sedikit.
"... Teruskan dendam Anda jika itu kemauan Anda. Namun, setidaknya berdoalah. Guru Colbert tentu mungkin adalah musuh Anda ... tapi kini, dia adalah penyelamat Anda. Dia melindungi Anda dengan tubuhnya dan menyelamatkan Anda. " Kirche berkata dengan suara tertahan.
Agnes berdiri lagi tanpa daya, dan mengatakan dua kata, tiga kata, kata-kata yang tak bisa mencapai telinga. Lalu ia mengangkat pedangnya dan menghunjamkannya. Para siswa mengalihkan pandangan mereka, hanya Kirche saja yang tidak menutup mata dan terus memandanginya. Pedang menusuk ke tanah di samping Colbert. Berbalik dengan tumitnya, Agnes mulai perlahan berjalan pergi menjauh. Setelah Agnes menghilang ... Kirche mencoba untuk membawa tubuh Colbert, sambil melihat cincin merah delima yang bersinar di jarinya.
Sebuah ruby merah, seperti terbakar api. Sambil memandangi ruby itu... air mata keluar dari mata Kirche. Ini adalah cincin yang dia berikan. Dia mengatakan, "Aku memberikan ini kepada siswa ku," dan memberikan cincin padanya, yang tengah berkelakuan seperti anak manja. Mengingat itu, Kirche mulai menangis.
Di dek Redoubtable, Malicorne dan Styx duduk dengan kejutan kosong mewarnai seluruh wajah mereka .. Jumlah kapal perang telah menurun menjadi dua pertiganya saat melakukan manuver melawan armada Albion. Armada Tristain telah memenangkan pertempuran. Entah bagaimana mereka mampu mengusir armada Albion. Armada Albion kehilangan lebih dari setengah kapal mereka dan meloloskan diri tercerai-berai. Itu adalah kemenangan yang besar. Tapi ... Malicorne berpikir. Apakah ini sebuah kemenangan?
Ia hidup hanya untuk melihat kehancuran seperti itu. Ini bagai lukisan neraka. Dek terbakar seperti kayu bakar, kerugian besar di mana-mana. Jumlah senjata angkatan laut di sisi kapal berkurang setengahnya, sedangkan untuk starboard – Susunan yang ada hilang di setiap dek. Setelah menerima sebanyak lima tembakan langsung, starboard Redoubtable musnah. 200 ratus orang dari 600 kru entah tewas atau terluka. Namun, Redoubtable masih membelah langit.
Malicorne juga masih hidup. Untuk bertahan hidup di antara mantra yang beterbangan, peluru dan bola meriam - sepertinya dia beruntung. Setiap kali sebuah kapal musuh baru berlalu, Malicorne menciptakan awan gelap sambil berteriak. Jika tidak, ia akan pingsan karena ketakutan. Dia tidak tahu apakah itu efektif atau tidak. "Styx," ucap Malicorne dengan suara parau.
"Apa?" Styx menanggapi dengan suara kecapaian. "Hidup adalah hal yang aneh, kan?" "Saya setuju sepenuhnya denganmu." Di dek, Bowood dan komandan kapal perang tengah jalan-jalan. Mereka berbicara tentang kemajuan pertempuran.
Para kadet perwira yang membimbing mereka berdua melihat dua orang duduk di dek dan berteriak. "Hei! kalian! Tidak ada waktu untuk duduk-duduk! Berdiri! Berdirilah sekarang! " Malicorne dan Styx buru-buru berdiri. "Mulalah bersiap. Menunggulah dengan para komandan dan kadet perwira di dalam. "
Malicorne dan Styx saling memandang. Mereka baru saja selamat dari satu pertempuran yang mematikan. Bagaimana mereka bisa penuh semangat mulai mempersiapkan satu lagi? "Cepat! Jangan membuat para petugas menunggu! " Lalu ... Bowood menegur si petugas sambil tersenyum. "Ah, senior, mereka baru saja mengalami pertempuran pertama mereka. Anda harus membiarkan mereka beristirahat untuk hari ini. "Ah! Tapi, bagaimanapun ... "
"Aku tebak, ini juga adalah pertama kalinya Anda mencium asap bubuk? Dulu aku pun begitu. " Mendengar petugas Albion itu berbicara seperti itu, perwira senior mengangguk. "Baiklah, kalian dapat beristirahat malam ini." Merasa lega, Malicorne dan Styx memberi hormat. Malicorne memandangi mereka pergi dan bergumam. "Ironisnya, kita diselamatkan oleh seseorang dari Albion." "Memang."
Styx bergumam lemah dan mereka berdua merosot di dek lagi. Di ruang konferensi strategis Varsenda, Jenderal De Poitiers menerima laporan. laporan berasal dari Rosais, dari satu penyelidik naga dari unit pertama. Jenderal De Poitiers tersenyum senang. Kepala Staf Wimpffen, mengamati wajah perwira atasannya itu. "Pasti berita baik," gumamnya.
"Pasukan di daerah Rosais dikabarkan menghilang. Void berhasil memancing musuh untuk pergi ke Dartanes. " "Itu hanya rintangan pertama." De Poitiers mengangguk dan memberi perintah. "Semua armada kapal menuju ke Rosais. Kita mendapatkan pendaratan yang pasti. Kumpulkan semua komandan. "
Utusan itu menerima instruksi Jenderal dan berlari keluar. De Poitiers mengangguk. "Sekarang, Aku ingin tahu apakah sekarang aku bisa menjadi panglima atau tidak, saya tidak ingin menunggu satu minggu lagi." Bahkan jika pendaratan berhasil, ini masih mungkin menjadi pertempuran yang sulit. Albion masih memiliki 50.000 tentara yang belum tersentuh disana.
Dalam birunya langit Dartanes, pesawat Saito menuju titik pertemuan dengan armada Tristain. Rencananya, mereka bergabung dengan armada di perbatasan Albion. Saito, yang duduk di kursi pilot, terdiam untuk waktu yang lama. Apapun yang Louise coba bicarakan dengannya, dia tidak menjawab. Hanya sekali Saito membuka mulutnya.
"Mereka ..." "Ya." Namun, Saito tak mengatakan apa-apa sejak itu. Louise menemukan sebuah surat dalam manual Colbert. Tapi karena semua kegilaan tadi, dia tidak memperhatikannya. "Surat."
Ini mendapat perhatian Saito. "Surat?" "Ya. Milik Pak Colbert. Mau dibaca? " Saito mengangguk. Louise membuka surat itu dan mulai membaca keras-keras. Saito-kun, apakah penemuanku bermanfaat?
Jika ya, saya senang. Bagimu... tidak, bagi semua siswa, tidak hanya sebagai guru, itu akan membuat saya bahagia jika itu ada gunanya untukmu. Sangat bahagia. Sekarang, mengapa saya memutuskan untuk menulis surat ini hari ini - saya punya sebuah permintaan. Tidak, tidak aneh. Dan legalah bahwa ini bukan tentang uang. Soal wacana ini tentang apa, ini mengenai beberapa mimpi saya. Bahwa hal-hal yang hanya dapat dilakukan dengan sihir, dapat dilakukan dengan teknologi yang bisa digunakan semua orang.
Pernahkah Anda melihat? Ular Kecil nan Gembira. Nah, yang pasti, itu bukan hanya mainan ... Saya berharap bahwa setiap teknologi yang indah akan ada gunanya suatu hari nanti. Itulah impianku. Mari kita sampai ke sana, meskipun aku masih khawatir apakah harus mengatakannya atau tidak ... Di masa lalu, saya melakukan suatu dosa.
Dosa yang sangat besar. Terlalu besar sehingga tidak akan pernah bisa diampuni. Sebagai penebusan atas dosa ini, saya mengabdikan diri untuk penelitian ... Baru-baru ini aku berpikir. Tidak, dosaku takkan pernah diampuni.
Bahkan jika penemuan aku bermanfaat ... Ini tidak akan menghapus dosa yang kulakukan. Oleh karena itu, aku ingin kau berjanji satu hal. Lihatlah, kau akan menghadapi banyak situasi sulit. Dan Kau akan masuk kedalam perang, dan kau akan melihat banyak orang mati. Tapi ...
Jangan terbiasa dengan itu. Jangan terbiasa dengan kematian orang-orang. Jangan berpikir bahwa itu adalah alami. Begitu Kau menjadi seperti itu - sesuatu akan pecah. Aku tidak ingin Kau menjadi seperti aku. Oleh karena itu, aku meminta berulang kali. Jangan jadi terbiasa dengan perang.
Jangan jadi terbiasa dengan saling membunuh. Jangan jadi terbiasa dengan kematian. Di balik awan ... Mereka dapat melihat armada gabungan Tristain-Germania yang menuju Rosais. Jumlahnya telah berkurang drastis. Tetapi ... sebagian besar kapal masih utuh, sehingga tampaknya mereka memenangkan pertempuran. Meskipun mereka menang, orang-orang yang selamat tampak kelelahan. Banyak lambung kapal 'rusak, tiang-tiang patah. Ada juga sebuah kapal yang kehilangan semua meriamnya.
Louise terus membaca surat itu keras-keras. Nah, permintaan aku ini akan segera berakhir. Ingatkah, apa yang kau katakan kepadaku dulu? Bahwa Engkau datang dari dunia yang berbeda. Di dunia milikmu itu, mesin-mesin terbang yang kau gunakan menembus langit, dan teknologi dikembangkan jauh lebih baik daripada di Halkeginia, bukan? Inilah yang ingin aku lihat.
Aku bisa menggunakannya dalam penelitianku. Karena itu, ketika Kau pergi ke timur ... Aku ingin kau membawaku denganmu. Tidak, aku tidak bercanda. Aku Serius. Karena itu, jangan mati. Kau Mutlak harus Kembali hidup-hidup. Bahkan jika aku tidak bisa pergi ke timur bersamamu P.S.
Di dunia itu, apakah ada “mobil” yang dapat digunakan dan disetir semua orang di jalan-jalan? Apa ada kotak-kotak kecil dimana seseorang bisa berhubungan pada jarak nan jauh? Apakah seseorang telah benar-benar mencapai bulan? Untuk mampu melakukan itu tanpa sihir, pasti sangat luar biasa. Aku ingin melihat dunia semacam itu.
“Samapi disitu, orang yang aneh, dia benar-benar ingin pergi ke duniamu. Saito, sambil terisak-isak, berterima kasih pada Louise. “terima kasih.” Louise dnegan lembut memeluk leher Saito. Dan bergumam, “Bodoh, kenapa kau menangis?” “..Aku ingin saja.”
“..Begitu banyak yang terjadi hari ini, kau hanya kelelalahan. Begitu kita kembali ke kapal, mari beristirahat.” Louise menutup matanya, dan dengan lembut mencium leher Saito. Begitu Varsenda muncul, Saito membelokkan hidung pesawatnya kepada Varsenda. Di hari yang cerah nan terang, armada yang reot tersebut terlihat seakan tercelup dalam lukisan hitam nan indah