Difference between revisions of "Zero no Tsukaima ~ Indonesian Version:Volume7 Bab6"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
(Created page with "Bab Lima : Kota Kuno Saxe-Gotha Sekitar satu mil dari pinggir kota Saxe-Gotha, di daerah pentas pertempuran, 350 tentara batalion De Vineuil tengah menanti sinyal sangkala un...")
 
Line 95: Line 95:
   
 
Langsung setelahnya, para ksatria yang baru saja menyerbu masuk diterbangkan balik bersama dengan bawaan mereka, mendarat di depan Guiche dalam keadaan menyedihkan. Sepertinya di balik dinding ada orc bersenjata pentungan, menunggu orang tolol berpikiran sempit seperti mereka untuk mengirimkan mereka ke kehancuran kmereka.
 
Langsung setelahnya, para ksatria yang baru saja menyerbu masuk diterbangkan balik bersama dengan bawaan mereka, mendarat di depan Guiche dalam keadaan menyedihkan. Sepertinya di balik dinding ada orc bersenjata pentungan, menunggu orang tolol berpikiran sempit seperti mereka untuk mengirimkan mereka ke kehancuran kmereka.
  +
  +
Monster-monster seukuran setidaknya 5x manusia, kelompok orc itu menyadari pasukan Guiche dan langsung menyerbu. Guiche teringat saat dia berburu harta karun dengan kawan-kawannya; bagaimana mereka diserbu orc seperti ini juga. Golem-golem perunggunya dihancurkan berkeping-keping oleh mereka saat itu.
  +
  +
Rasa takut menyergapnya dari dalam.
  +
“Tembak! Tembak! Cepatlah, tembak!” Guiche mulai berteriak panik.
  +
“Jangan menembak dulu! Pak Komandan pasukan! Gunakan mantra untuk menjatuhkan yang berada paling belakang! Cepatlah!”
  +
Lalu, bertindak sesuai yang dikatakan, Guiche mengayunkan mawar buatannya. Muncul dari tanah, sebentuk tangan mencengkram kaki orc di belakang.
  +
  +
Dengan sebuah “Gedebug!” tepat di di tengah celah sempit dalam tembok, orc terjatuh.
  +
“Platon pertama! Kelompok terdepan adalah sasarannya! Tembak!”
  +
Tanpa menunggu lagi, Nicola mengeluarkan perintah untuk menuangkan voli api pada orc di pangkal kelompok yang mendekat.
  +
  +
30-an musketeer menembakkan pistol mereka dalam simfoni pada orc yang memimpin, membuatnya menjadi sarang lebah. Orc di depan juga jatuh ke tanah, menahan laju kelompok di belakang mereka. Nicola buka tipe yang membiarkan kesempatan seperti ini hilang, sehingga menurunkan perintah selanjutnya tanpa keenganan.
  +
“Platon kedua! Tembak--!”
  +
  +
Meski para orc mampu mengayunkan pentungan mereka setelah hujan peluru itu, mereka tetap tak mampu menahan kerasnya tembakan lusinan peluru dari jarak begitu dekat. Para orc yang berada di belakang memutuskan muncur, tapi diantara celah sempit di dinding, ada orc yang telah dijatuhkan ke tanah oleh sihir Guiche, sehingga mereka tak mampu bergerak. Di depan, mereka terhalang mayat teman mereka. Tepat ketika mereka selesai bersusah-payah melalui mayat-mayat untuk menyerbu maju, mereka disambut voli api oleh musketeer yang tersisa.
  +
  +
Orc tersisa yang sedikit bertemu para pembawa pike yang menyerbu dan dengan cepat disingkirkan.
  +
Menatap 20-an mayat orc di tanah, Guiche mengumumkan dalam kagum,
  +
“S-sangat kuat...”
  +
“Itu karena mereka berpikiran sempit – begitu mereka melihat musuh, mereka akan langsung menyerbu menuju musuh.”
  +
  +
Si Sersan veteran tertawa sambil menepuk bahu Guiche.
  +
“Pak Komandan pasukan, lihat, kini kau bisa mendapatkan penghargaan tertinggi.”
  +
Dan hanya dengan itu, batalyon ragtag menunjukkan tingkat solidaritas yang liuar biasa. Sementara di tempat lain, ada “kartu As” tentara sekutu yang sendirian.
  +
Ia Louise dan familiarnya.
  +
  +
Saxe Gotha dibangun di gunung yang relatif tinggi. Dikelilingi oleh sebuah tembok, sebuah jalan utama berbentuk seperti bintang bersudut lima terbangun didalamnya. Legenda mengatakan bahwa ini adalah kota pertama yang dibangun Sang Pendiri di Benua Albion; Apakah itu kebenaran atau bukan, tak mungkin diketahui.
  +
  +
Namun, hanya 5 jalan dari pentagram itu yang menunjukkan desain geometrik nan elegan, didalamnya berupa jalan cabang nan rumit tak terhitung dan gang-gang tak beraturan. Ia tak beda dengan kota-kota lain yang dapat dikunjungi di seantero Halkegenia.
  +
  +
Saat itu, Louise tengah berlari panikl melalui gang nan sempit. Saito dapat terlihat di sampingnya dengan Delflinger terpegang erat dalam genggamannya, dan segera diikuti anggota-anggota ksatrai naga yang menyamar.
  +
  +
Yang mengejar mereka di belakang adalah 10-an troll dan ogre bertaring; keduanya raksasa yang berukuran sekira 5 meter.
  +
  +
Beruntung ini adalah gang sempit, para monster tampak kesulitan untuk menerobos. Karena mereka menabrak tembok dan jendela yang menonjol saat mengejar, mereka memakan waktu lebih lama. Jika ini lahan yang datar dan luas, Louise dkk pasti akan tertangkap dalam sekejap.
  +
Untuk mengetahui mengapa Louise berlari maju dan mundur melalui kerumitan gang dalam Saxe-Gotha, kita akan mulai dari awal tugas yang mereka terima.
  +
  +
Dalam bahasa sederhana, tujuan mereka searah dengan kekuatan utama yang menyerbu: Menyusupi kota dari sisi yang berlawanan. Tujuan asal mereka adalah menggunakan “Ilusi” untuk menciptakan tentara bayangtan, sehingga musuh akan tercerai-berai...
  +
  +
“Mengapa kau harus tiba-tiba menjerit seperti itu?! Hei!” teriak Louise sambil terus berlari.
  +
3 jam yang lalu, mereka menyusup masuk kota dengan bantuan selubung kegelapan.
  +
  +
“Bukankah aku sudah bilang padamu? Tak peduli apapun yang kau lihat, jangan terkejut! Hei!”
  +
“T-tapi...ia terlalu besar! Troll itu! Ogre itu...apapunlah itu!”
  +
  +
Masalahnya, Void Louise perlu masa pelantunan yang sangat-sangat lama.
  +
Tepat ketika dia tengah melantunkan mantra di sudut jalan sambil berpura-pura berceramah, seorang ningrat Albion yang tengah berpatroli mendekat untuk memeriksa mereka.
  +
“Siapa kalian?”
  +
“Kami adalah pengikut Ritual Penyampaian sang Pendiri, yang telah membawa kami ke kota kuno Saxe-Gotha ini. Kami berharap Albion mendapatkan kemenangan, jadi kami tengah berdoa ke langit.”
  +
  +
Meski Rene mengatakannya tanpa mengedipkan mata, penyihir yang berpatroli itu dengan wajah yang menyebalkan masih terus bertanya.
  +
“Jangan-jangan...kalian mata-mata yang dikirimkan Tristain dan Germania?!”
  +
Louise menggelengkan kepalanya keras-keras dengan panik.
  +
Rene juga menggelengkan kepalanya.
  +
  +
Lalu Saito, melihat Troll raksasa yang berdiri dibelakang si penyihir, tiba-tiba menjerit keras:
  +
“Itu sangat besar! Apaan sih itu?”
  +
Penyihir itu langsung mendekatkan wajahnya pada Saito, yang tiba-tiba berteriak keras.”Wajah yang sangat jarang terlihat...”
  +
Aku dicurigai, pikir Saito, sambil bersikap tak biasa. Si penyihir langsung menarget Saito.
  +
  +
“Bolehkah kubertanya padamu-Siapa Jenderal yang memeimpin Tentara kedua Republik Suci Albion?”
  +
Saito tegang.
  +
Seorang Jenderal!? Mana mungkin aku tahu itu? Melihat sekelilingnya, yang dapat dilihatnya hanya butiran keringat di kening semuanya. Sial, keberhasilan misi ini semua tergantung jawabanku. Tapi...aku tak tahu nama jenderal itu.
  +
  +
Penyihir musuh terus mendekatkan wajanya, menatapnya tajam, dan berkata,
  +
“Ada yang salah? Kau tak tahu? Kau bahkan tak tahu nama Jenderal yang melindungi tempat ini? Apa kau benar-benar dari Albion? Ayo bilang!!”
  +
Pikiran Saito mulai kacau balau, dan karena sudah masuk tahap yang sangat parah...pikirannya benar-benar kosong.
  +
“Tokugawa Ieyasu.”
  +
  +
Dia membuat-buat jawaban seperti itu. Soal nama jenderal, dia hanya tahu yang satu ini.
  +
“APa? Tokugawa Ieyasu?! Darimana dia?! Mengapa kau tak bisa memberikan jawaban yang lebih masuk akal?!” teriak Louise sambil berlari.
  +
  +
“Aku tak punya pilihan! Dia satu-satunya yang kutahu!”
  +
“Ya sudah, aku takkan menyalahkanmu untuk saat ini.”
  +
Tidak, sebaliknya, ini semua salahnya, tapi tak ada yang bisa dilakukan sekarang. Louise melanjutkan,
  +
“Tapi mengapa kau tak mengurus mereka seperti biasanya? Mereka hanya sedikit jumlahnya!”
  +
  +
Saat Saito menjawab “Tokugawa Ieyasu”, si penyihir terkejut, sebelum berteriak “Orang-orang mencurigakan!” dan meluncurkan serangan kejutan dengan para troll.
  +
Sebenarnya Saito hendak menahan sernagan mereka...tapi diterbangkan oleh troll dalam satu pukulan.
  +
  +
Kekuatan yang luar biasa dari makhluk semanusia raksasa itu...sangat sulit ditahan, meski dia adalah Gandalfr. Dan ada sekitar 10 dari mereka. Bahkan jika aku tak mampu membunuh mereka, aku seharusnya bisa menahan serangan mereka...Namun, saito hari ini tak sama dnegan yang biasanya.
  +
  +
“Ada apa, rekan? Mengapa aku tak merasakan semangat darimu?”
  +
Setelah menahan serangan musuh, bahkan Derflinger menyadarinya. Entah bagaimana, dengan sihir Rene dkk, mereka bisa menahan musuh dan kabur. Namun, karena kebanyakan ksatria naga adalah penyihir Titik, mereka dneganc epat kehabisan sihir.
  +
  +
Jumlah pengejar bertambah sementara mereka mencoba kabur. Para penduduk di sepanjang jalan membuka sedikit jendela mereka dan dnegan tegang menonton pengejaran ini.
  +
  +
Pada saat itu, dari sisi lain kota, suara ledakan terdengar. Serangan Bagian utama telah dimulai.
  +
“Serangan dimulai!”
  +
  +
Louise menekan bibirnya keras-keras. Misi mereka untuk membantu serangan bagian uta dengan menciptakan kekacauan...gagal.
  +
Ini semua karena kau!”
  +
  +
Dia meneriaki Saito, yang berlari di sebelahnya.
  +
“A-Apa...”
  +
Saito bergumam dalam frustasi.
  +
Badannya terasa berat.
  +
  +
Biasanya...jika dia menggenggam sebuah senjata, tubuhnya terasa ringan, seakan tubuhnya mengeluarkan sayap, lengan dan kakinya bergerak bebas...tapi kini terasa seakan terikat karet.
  +
Saito tak bisa bergerak lebih cepat dari dirnya yang biasa, meski mereka masih bisa bertarung...ini tiada gunanya. Mustahil melawan penyohor dan rekan monsternya. Mereka tak bisa melakukan apapun selain kabur.
  +
  +
Mengapa kau tak berguna di saat yang paling kritis? Hei!”
  +
Saat dimana Louise yang kesal berteriak, sekelompok orc keluar dari sudut jalan di depan.
  +
Troll di belakang, orc di depan.
  +
  +
Mereka sepenuhnya terjebak, Tak mungkin mereka menyernag balik.
  +
Rene mengusap bibirnya.
  +
“yah, aku takkan bahagia mati karena tabrakan.”
  +
Semi-manusia itu mulai mendekat...tapi lalu...menengadah ke langit...
  +
Boooooom!- kelompok orc di depan terbakar tiba-tiba.
  +
“Ksatria naga!”
  +
  +
Teriak Rene dkk. Saito juga melihat menengadah ke langit.
  +
Para ksatria naga menukik dari langit, menembakkan mantra dan hembusan sihir, menyingkirkan musuh.
  +
“Rekan-rekan kami dari pasukan ketiga.” Teriak Rene. Saito melihat ke langit.
  +
  +
Berpakaian putih, Julio mengendarai naga angin terdepan. Ada 10 ksatria. 5 mengejar para troll, sementara 5 yang lain mendarat di sekitar Saito dkk.
  +
“Cepatlah, ayo naik!”
  +
Teriak Julio. Saito, Rene dan yang lainnya buru-buru melompat ke atas para naga. Setelah memastikan semuanya naik, Julio terbang.
  +
  +
“Kami melihat kalian dikejar-kejar dari atas,” jelas Julio.
  +
  +
Louise, merasa lega, menepuk dadanya, dan berterima kasih pada Julio.
  +
“Terima Kasih. Kami selamat.”
  +
“Jangan berterima kasih dulu.”
  +
Bahu Louise yang tak bersemangat jatuh.
  +
“Kami...gagal dalam misi ini. Tak bagus...”
  +
Julio menunjuk ke tanah.
  +
  +
“Memang. Sepertinya tiada perubahan situasi umum yang berarti.”
  +
Kekuatan tentara gabungan Tristain-Germania sangat besar. Tentara Albion yang hanya terdiri dari semi-manusia, yang, dnegan tubuh besar mereka tak bisa bertarung di jalan-jalan nan sempit, kini mundur.

Revision as of 15:37, 22 September 2012

Bab Lima : Kota Kuno Saxe-Gotha

Sekitar satu mil dari pinggir kota Saxe-Gotha, di daerah pentas pertempuran, 350 tentara batalion De Vineuil tengah menanti sinyal sangkala untuk memulai serangan. Hari ini, 15 hari setelah pendaratan, tentara sekutu akhirnya melancarkan serangan mereka. Memimpin skuad kedua, Guiche gemetaran dari kepala hingga ujung kaki, dan emnatap lekat-lekat kota Saxe-Gotha yang tertutup kabut.

“Pak, Komandan Skuad!” Sersan yang berjaga di sisinya, Nicola, berbicara dengan nada lembut.

“A-a-a-ada apa?” Guiche belepotan.

“kau menjatuhkan tongkatmu.” Guiche langsung melihat ke bawah kakinya dan melihat tongkat berbetuk mawar-nya terbaring di tanah. Dia dengan panik mengambilnya kembali dan memasukkannya ke kantong dadanya, sambil berusaha menjaga mimik khidmat wajahnya.” “Pak, komandan Skuad!” “A-ada apa?”

“Meski ini mungkin bukan urusanku, tapi kupikir sebaiknya kau kebelakang dulu.” ”Guiche langsung menatapnya tajam dan mengumumkan, ‘Aku sudah melakukannya!” “baguslah kalau begitu,” jawab Nicola sambil menyeringai. “Tak ada yang perlu ditakutkan. Berdasarkan laporan dari beberapa hari lalu, sluruh meriam-meriam musuh telah dihancurkan bombardir armada kita, dan mereka hanya menurunkan semi-manusia untuk menjaga jalan-jalan.”

“S-semi manusia itu sangat ganas, dan tubuh mereka sangat besar.” “Tapi mereka musuh yang sangat mudah dipancing ke jebakan,” balas Nicola sambil memandang ke depan. Guiche memperhatikan orang kecil yang membawa musket. Ini adalah pertempuran beneran pertama yang diikutinya, dan tiada orang lain yang dapat dia harapkan. Dengan pikiran semacam itu, orang didepannya tampak lebih besar dari preman manapun yang dia kenal.

“Namun...kapan kita memulai penyerbuan kita? Seluruh kota dikelilingi dinding batu raksasa itu...” Nicola menganggukkan kepala begitu mendengarkan kekhawatiran Guiche, “Sebentar lagi seseorang akan datang untuk ‘membuka jalan’ bagi kita.” Setelah beberapa saat berlalu, sebuah armada kapal perang muncul di langit di atas mereka. Kesepuluh kapal perang, lalu berbaris rapih dan terus membombardir dinding dengan menembakkan meriam. Di hadapan kekuatan tembakan kapal perang yang terbang, musuh tak bisa apa-apa.

“Boom—! Boom—! Boom—!” Diikuti oleh raungan dentuman tembakan meriam dan kabut asap nan tebal, dinding mulai runtuh dan sorakan dapat terdengar meletus dari prajurit-prajurit yang berkumpul di pentas ini. Di bawah rentetan tembakan meriam, dinding di sekeliling kota runtuh. Lalu, yang muncul tepat di depan mata mereka adalah segrup golem lumpur raksasa. “mereka pasti golem-golem yang diciptakan penyihir-penyihir kelas-Segitiga.” Pikir Guiche sendiri.

Karena dia sendiri penyihir kelas-Titik, dia tak mampu menciptakan golem sebesar itu. Dia memandang menengadah kagum – Meski mereka agak lebih kecil dari golem lumpur ciptaan Fouqet si Tanah Runtuh, yang dulu pernah mengguncang tristain, mereka masih raksasa. Para golem lupmpur, dengan tinggi sekitar 20 meter, dengan mantap melangkah maju bersama, perlahan mendekat ke dinding-dinding yang runtuh.

Di punggung para golem lumpur tertancap bendera-bendera yang tertoreh simbol-simbol keluarga dari pencipta masing-masing, dan Guiche, saat menyadari simbol yang dia kenal diantara mereka, langsung menjerit keras,

“I-Itu golem lumpur kakakku!” Itu pasti milik kakaknya, karena bendera yang berkibar di punggungnya membawa simbol keluarga Gramont, ‘Rosa dan Panther’.

Saat itu, dengan sebuah wuus, sebuah benda besar entah apa terbang lurus menuju golem lumpur yang menghampiri dinding. Wham! Salah satu golem mendapati lambungnya tertembus, berlubang menganga. Golem tersebut langsung kehilangan keseimbangan, dan runtuh menjadi onggokan di tanah. Cahaya logam ditembakkan menuju golem secara berentet, menjatuhkan mereka begitu terkena tembakannya.

“Apa-apaan itu?” Guiche terbengong-bengong. “Itu ballista raksasa,” jawab Nicola langsung. “Aku khawatir mereka dioperasikan para orc. Itu senjata sepanjang 3 meter turunan crossbow, mampu menembakkan bolt-bolt raksasa. Jika seorang manusia yang kena, mereka pasti remuk berkeping-keping. Tapi, memang itu tak dirancang untuk digunakan pada orang.”

Guiche menonton golem kakaknya dengan rasa khawatir. Sebuah bolt menonjol keluar kaki golem itu, tapi beruntung golem lumpur itu tetap berdiri. “Apa Komandan pasukan...anggota keluarga Gramont?” tanya Nicola, menyadari kegembiraan Guiche. “Aku anak bungsu.”

Mendengar jawaban Guiche, mata Nicola terbelabak kaget. “Itu berarti kau dengan Marshal adalah...! Kejutan! Apa yang membawamu ke batalyon musket rendahan seperti kami? Dengan nama Ayahmu, entah itu ksatria, atau markas regimen elit, bukankah kau bisa ikut batalyon manapun yang kau mau?”

“Jika aku menggunakan nama ayahku, bukankah itu berarti itu bukan lagi karena usahaku?” jawab Guiche sambil melihat kedepan. Nicola tak mampu berkata apa-apa, tapi setelah beberapa saat, dia menyeringai dan menggampar bahu Guiche.

‘Aku suka sikapmu, tuan muda. Karena sudah begini, kita takkan kembali pulang sebelum memenangkan usaha dan kemenangan kita!” Sesaat setelahnya, sesquad ksatria naga juga tiba. Terbang lurus menuju balista di area pertempuran, dengan gabungan sihir dan api naga, mereka dengan cepat membuat balista membisu.

Setelah akhirnya tiba di kaki dinding yang rubuh, yang sudah menjadi puing-puing karena tembakan meriam tadi, para golem lumpur mulai menyingkirkan puing-puing. “mereka membuat jalan masuk.”

Sebentar lagi Orang-orangnya akan menyerbu masuk kota melaluinya. Sekujur tubuh Guiche mulai gemetaran tak terkendali. “kau gemetaran?” “...M-meski aku akan sangat senang untuk mengatakan ini karena semangatku...ini mungkin karena takut. Ugh...”

“heh, jujur adalah hal yang bagus, kau takkan pernah sukses hanya dengan keberanian dan kesembronoan. Tapi, kau tak bisa terlalu pengecut. Apapun itu, biarkan aku menanganinya.”

Nicola mengangkat tangannya pada sekitar ratusan musketeer dibelakangnya. Sekitar 50-an orang ike bertindak sebagai garda mereka. Pasukan ini terdiri dari sekitar ratusan dan 50-an orang, merupakan prajurit-prajurit di bawah komando Guiche.

“Siapkan dan isi selongsongmu-!” Para musketeer dengan leyeh-leyeh mengisi senapan mereka denganpeluru dan bubuk mesiu. “Pak Komandan Pasukan, apa aku boleh mengganggumu dengan ini?” Nicola menyerahkan sumbu pendek pada Guiche.

Guiche mengangguk, dan melantunkan matra “nyala” di sumbu. Sebuah bau terbakar terkuak ke udara mengikuti suara berdesis sumbu yang terbakar. Nicola memanggil seorang prajurit agar mendekat, dan menyerahkan sumbu yang menyala untuk dibagi-bagi ke prajurit lainnya.

Ini obor yang diberikan komandan pasukan kita! Jangan sampai ia padam!”

Respon balasannya kekurangan antusiasme apapun.

Grek-grek---! Para golem telah menyingkirkan dinding. Pada saat itulah, Guiche mencolek Guiche di pinggang dan berkata, “Pak Komandan Pasukan, ayo pergi,”

Sambil mengangkat tongkatnya dengan masih gemetaran, Guiche berteriak lantang, “Pasukan G-G-Gramont, maju!” Para Musketeer veteran mengikuti di belakang dengan langkah yang tak beraturan. Pada sat itulah Guiche menyadari – Hanya pasukannya yang menyerbu maju! Perintah menyerbu belum diturunkan dari atas!

“Hei Sersan---“ Dia baru saja hendak menyuarakan keluhannya, tapi terhenti begitu menyadari wajah kalem penuh percaya diri Nicola. Begitu Pasukan mulai maju, mustahil menghentikan laju mereka, dan karenanya mereka hanya bisa terus maju. Beberapa detik kemudian, perintah “Serbu!” bergema dari barisan di belakang.

Bagaikan ombak tiada henti, prajurit, ksatriam dan lainnya semua menyerbu dengan tujuan masing-masing. “Kami semua vetran tua. Jika kami tak mulai sedikit lebih awal, kita takkan bisa mengejar mereka.” Mungkin karena mereka maju lebih awal, pasukan Guiche adalah yang pertama mencapai salah satu reruntuhan tembok. Tapi beberapa ksatria berlari mendahului mereka, menyerbu masuk kota.

“Tapi kami yang pertama sampai!” teriak Guiche sambil bersiap-siap menyerbu masuk, tepat sebelum Nicole mencengkramnya.

Langsung setelahnya, para ksatria yang baru saja menyerbu masuk diterbangkan balik bersama dengan bawaan mereka, mendarat di depan Guiche dalam keadaan menyedihkan. Sepertinya di balik dinding ada orc bersenjata pentungan, menunggu orang tolol berpikiran sempit seperti mereka untuk mengirimkan mereka ke kehancuran kmereka.

Monster-monster seukuran setidaknya 5x manusia, kelompok orc itu menyadari pasukan Guiche dan langsung menyerbu. Guiche teringat saat dia berburu harta karun dengan kawan-kawannya; bagaimana mereka diserbu orc seperti ini juga. Golem-golem perunggunya dihancurkan berkeping-keping oleh mereka saat itu.

Rasa takut menyergapnya dari dalam. “Tembak! Tembak! Cepatlah, tembak!” Guiche mulai berteriak panik. “Jangan menembak dulu! Pak Komandan pasukan! Gunakan mantra untuk menjatuhkan yang berada paling belakang! Cepatlah!” Lalu, bertindak sesuai yang dikatakan, Guiche mengayunkan mawar buatannya. Muncul dari tanah, sebentuk tangan mencengkram kaki orc di belakang.

Dengan sebuah “Gedebug!” tepat di di tengah celah sempit dalam tembok, orc terjatuh. “Platon pertama! Kelompok terdepan adalah sasarannya! Tembak!” Tanpa menunggu lagi, Nicola mengeluarkan perintah untuk menuangkan voli api pada orc di pangkal kelompok yang mendekat.

30-an musketeer menembakkan pistol mereka dalam simfoni pada orc yang memimpin, membuatnya menjadi sarang lebah. Orc di depan juga jatuh ke tanah, menahan laju kelompok di belakang mereka. Nicola buka tipe yang membiarkan kesempatan seperti ini hilang, sehingga menurunkan perintah selanjutnya tanpa keenganan. “Platon kedua! Tembak--!”

Meski para orc mampu mengayunkan pentungan mereka setelah hujan peluru itu, mereka tetap tak mampu menahan kerasnya tembakan lusinan peluru dari jarak begitu dekat. Para orc yang berada di belakang memutuskan muncur, tapi diantara celah sempit di dinding, ada orc yang telah dijatuhkan ke tanah oleh sihir Guiche, sehingga mereka tak mampu bergerak. Di depan, mereka terhalang mayat teman mereka. Tepat ketika mereka selesai bersusah-payah melalui mayat-mayat untuk menyerbu maju, mereka disambut voli api oleh musketeer yang tersisa.

Orc tersisa yang sedikit bertemu para pembawa pike yang menyerbu dan dengan cepat disingkirkan. Menatap 20-an mayat orc di tanah, Guiche mengumumkan dalam kagum, “S-sangat kuat...” “Itu karena mereka berpikiran sempit – begitu mereka melihat musuh, mereka akan langsung menyerbu menuju musuh.”

Si Sersan veteran tertawa sambil menepuk bahu Guiche. “Pak Komandan pasukan, lihat, kini kau bisa mendapatkan penghargaan tertinggi.” Dan hanya dengan itu, batalyon ragtag menunjukkan tingkat solidaritas yang liuar biasa. Sementara di tempat lain, ada “kartu As” tentara sekutu yang sendirian. Ia Louise dan familiarnya.

Saxe Gotha dibangun di gunung yang relatif tinggi. Dikelilingi oleh sebuah tembok, sebuah jalan utama berbentuk seperti bintang bersudut lima terbangun didalamnya. Legenda mengatakan bahwa ini adalah kota pertama yang dibangun Sang Pendiri di Benua Albion; Apakah itu kebenaran atau bukan, tak mungkin diketahui.

Namun, hanya 5 jalan dari pentagram itu yang menunjukkan desain geometrik nan elegan, didalamnya berupa jalan cabang nan rumit tak terhitung dan gang-gang tak beraturan. Ia tak beda dengan kota-kota lain yang dapat dikunjungi di seantero Halkegenia.

Saat itu, Louise tengah berlari panikl melalui gang nan sempit. Saito dapat terlihat di sampingnya dengan Delflinger terpegang erat dalam genggamannya, dan segera diikuti anggota-anggota ksatrai naga yang menyamar.

Yang mengejar mereka di belakang adalah 10-an troll dan ogre bertaring; keduanya raksasa yang berukuran sekira 5 meter.

Beruntung ini adalah gang sempit, para monster tampak kesulitan untuk menerobos. Karena mereka menabrak tembok dan jendela yang menonjol saat mengejar, mereka memakan waktu lebih lama. Jika ini lahan yang datar dan luas, Louise dkk pasti akan tertangkap dalam sekejap. Untuk mengetahui mengapa Louise berlari maju dan mundur melalui kerumitan gang dalam Saxe-Gotha, kita akan mulai dari awal tugas yang mereka terima.

Dalam bahasa sederhana, tujuan mereka searah dengan kekuatan utama yang menyerbu: Menyusupi kota dari sisi yang berlawanan. Tujuan asal mereka adalah menggunakan “Ilusi” untuk menciptakan tentara bayangtan, sehingga musuh akan tercerai-berai...

“Mengapa kau harus tiba-tiba menjerit seperti itu?! Hei!” teriak Louise sambil terus berlari. 3 jam yang lalu, mereka menyusup masuk kota dengan bantuan selubung kegelapan.

“Bukankah aku sudah bilang padamu? Tak peduli apapun yang kau lihat, jangan terkejut! Hei!” “T-tapi...ia terlalu besar! Troll itu! Ogre itu...apapunlah itu!”

Masalahnya, Void Louise perlu masa pelantunan yang sangat-sangat lama. Tepat ketika dia tengah melantunkan mantra di sudut jalan sambil berpura-pura berceramah, seorang ningrat Albion yang tengah berpatroli mendekat untuk memeriksa mereka. “Siapa kalian?” “Kami adalah pengikut Ritual Penyampaian sang Pendiri, yang telah membawa kami ke kota kuno Saxe-Gotha ini. Kami berharap Albion mendapatkan kemenangan, jadi kami tengah berdoa ke langit.”

Meski Rene mengatakannya tanpa mengedipkan mata, penyihir yang berpatroli itu dengan wajah yang menyebalkan masih terus bertanya. “Jangan-jangan...kalian mata-mata yang dikirimkan Tristain dan Germania?!” Louise menggelengkan kepalanya keras-keras dengan panik. Rene juga menggelengkan kepalanya.

Lalu Saito, melihat Troll raksasa yang berdiri dibelakang si penyihir, tiba-tiba menjerit keras: “Itu sangat besar! Apaan sih itu?” Penyihir itu langsung mendekatkan wajahnya pada Saito, yang tiba-tiba berteriak keras.”Wajah yang sangat jarang terlihat...” Aku dicurigai, pikir Saito, sambil bersikap tak biasa. Si penyihir langsung menarget Saito.

“Bolehkah kubertanya padamu-Siapa Jenderal yang memeimpin Tentara kedua Republik Suci Albion?” Saito tegang. Seorang Jenderal!? Mana mungkin aku tahu itu? Melihat sekelilingnya, yang dapat dilihatnya hanya butiran keringat di kening semuanya. Sial, keberhasilan misi ini semua tergantung jawabanku. Tapi...aku tak tahu nama jenderal itu.

Penyihir musuh terus mendekatkan wajanya, menatapnya tajam, dan berkata, “Ada yang salah? Kau tak tahu? Kau bahkan tak tahu nama Jenderal yang melindungi tempat ini? Apa kau benar-benar dari Albion? Ayo bilang!!” Pikiran Saito mulai kacau balau, dan karena sudah masuk tahap yang sangat parah...pikirannya benar-benar kosong. “Tokugawa Ieyasu.”

Dia membuat-buat jawaban seperti itu. Soal nama jenderal, dia hanya tahu yang satu ini. “APa? Tokugawa Ieyasu?! Darimana dia?! Mengapa kau tak bisa memberikan jawaban yang lebih masuk akal?!” teriak Louise sambil berlari.

“Aku tak punya pilihan! Dia satu-satunya yang kutahu!” “Ya sudah, aku takkan menyalahkanmu untuk saat ini.” Tidak, sebaliknya, ini semua salahnya, tapi tak ada yang bisa dilakukan sekarang. Louise melanjutkan, “Tapi mengapa kau tak mengurus mereka seperti biasanya? Mereka hanya sedikit jumlahnya!”

Saat Saito menjawab “Tokugawa Ieyasu”, si penyihir terkejut, sebelum berteriak “Orang-orang mencurigakan!” dan meluncurkan serangan kejutan dengan para troll. Sebenarnya Saito hendak menahan sernagan mereka...tapi diterbangkan oleh troll dalam satu pukulan.

Kekuatan yang luar biasa dari makhluk semanusia raksasa itu...sangat sulit ditahan, meski dia adalah Gandalfr. Dan ada sekitar 10 dari mereka. Bahkan jika aku tak mampu membunuh mereka, aku seharusnya bisa menahan serangan mereka...Namun, saito hari ini tak sama dnegan yang biasanya.

“Ada apa, rekan? Mengapa aku tak merasakan semangat darimu?”

Setelah menahan serangan musuh, bahkan Derflinger menyadarinya. Entah bagaimana, dengan sihir Rene dkk, mereka bisa menahan musuh dan kabur. Namun, karena kebanyakan ksatria naga adalah penyihir Titik, mereka dneganc epat kehabisan sihir.

Jumlah pengejar bertambah sementara mereka mencoba kabur. Para penduduk di sepanjang jalan membuka sedikit jendela mereka dan dnegan tegang menonton pengejaran ini.

Pada saat itu, dari sisi lain kota, suara ledakan terdengar. Serangan Bagian utama telah dimulai. “Serangan dimulai!”

Louise menekan bibirnya keras-keras. Misi mereka untuk membantu serangan bagian uta dengan menciptakan kekacauan...gagal. Ini semua karena kau!”

Dia meneriaki Saito, yang berlari di sebelahnya. “A-Apa...” Saito bergumam dalam frustasi. Badannya terasa berat.

Biasanya...jika dia menggenggam sebuah senjata, tubuhnya terasa ringan, seakan tubuhnya mengeluarkan sayap, lengan dan kakinya bergerak bebas...tapi kini terasa seakan terikat karet. Saito tak bisa bergerak lebih cepat dari dirnya yang biasa, meski mereka masih bisa bertarung...ini tiada gunanya. Mustahil melawan penyohor dan rekan monsternya. Mereka tak bisa melakukan apapun selain kabur.

Mengapa kau tak berguna di saat yang paling kritis? Hei!” Saat dimana Louise yang kesal berteriak, sekelompok orc keluar dari sudut jalan di depan. Troll di belakang, orc di depan.

Mereka sepenuhnya terjebak, Tak mungkin mereka menyernag balik. Rene mengusap bibirnya. “yah, aku takkan bahagia mati karena tabrakan.” Semi-manusia itu mulai mendekat...tapi lalu...menengadah ke langit... Boooooom!- kelompok orc di depan terbakar tiba-tiba. “Ksatria naga!”

Teriak Rene dkk. Saito juga melihat menengadah ke langit.

Para ksatria naga menukik dari langit, menembakkan mantra dan hembusan sihir, menyingkirkan musuh.

“Rekan-rekan kami dari pasukan ketiga.” Teriak Rene. Saito melihat ke langit.

Berpakaian putih, Julio mengendarai naga angin terdepan. Ada 10 ksatria. 5 mengejar para troll, sementara 5 yang lain mendarat di sekitar Saito dkk. “Cepatlah, ayo naik!” Teriak Julio. Saito, Rene dan yang lainnya buru-buru melompat ke atas para naga. Setelah memastikan semuanya naik, Julio terbang.

“Kami melihat kalian dikejar-kejar dari atas,” jelas Julio.

Louise, merasa lega, menepuk dadanya, dan berterima kasih pada Julio. “Terima Kasih. Kami selamat.” “Jangan berterima kasih dulu.” Bahu Louise yang tak bersemangat jatuh. “Kami...gagal dalam misi ini. Tak bagus...” Julio menunjuk ke tanah.

“Memang. Sepertinya tiada perubahan situasi umum yang berarti.” Kekuatan tentara gabungan Tristain-Germania sangat besar. Tentara Albion yang hanya terdiri dari semi-manusia, yang, dnegan tubuh besar mereka tak bisa bertarung di jalan-jalan nan sempit, kini mundur.