Editing
Date A Live (Indonesia):Jilid 1 Bab 4
(section)
Jump to navigation
Jump to search
Warning:
You are not logged in. Your IP address will be publicly visible if you make any edits. If you
log in
or
create an account
, your edits will be attributed to your username, along with other benefits.
Anti-spam check. Do
not
fill this in!
===Bagian 1=== “... yah memang, sudah pastinya mereka akan menutup sekolah pada kejadian-kejadian seperti ini...” Shidou menapaki jalanan curam yang memanjang dari depan sekolah sambil menggaruk belakang kepalanya. Itu adalah hari setelah ia menamai si ''Spirit'' Tohka. Shidou telah berangkat sekolah seperti biasa, dan setelah melihat gerbang yang tertutup rapat dan bangunan sekolah yang telah hancur menjadi timbunan puing-puing, ia mengeluh atas kebodohannya. Ia sendiri ada di sana ketika sekolah dihancurkan, jadi harusnya siapapun akan berasumsi kalau sekolah akan ditutup... namun ketika menghadapi kejadian yang begitu tidak riil seperti itu, mungkin saja pikirannya tanpa sadar melepaskan diri dari kenyataan. Tambah lagi, ia telah menghabiskan semalaman kemarin dalam ''meeting'' dengan yang lainnya, mengulas ulang rekaman percakapannya dengan Tohka dan membahasnya kembali, karena itu kapasitas mentalnya mungkin telah berkurang karena kurang tidur. “Haah... mungkin aku belanja sebentar kali ya.” Seraya melepas sebuah keluhan, ia berbalik ke arah yang berlainan dengan jalan ke rumah. Pada kenyataannya mereka telah kehabisan telur dan susu, dan pulang ke rumah begitu saja terasa aneh baginya. Namun—baru saja beberapa menit berlalu, Shidou berhenti lagi. Tersandar marka ‘Dilarang Masuk’ di jalan sana. “Oh, jalanan ditutup...?” Tapi andai kata marka tersebut tidak ada di sana, sudah jelas sekali jalanan tersebut tidak bisa dipakai. Aspal yang terkoyak hingga hancur berantakan, dinding-dinding beton yang roboh, dan bahkan gedung ''multi-tenant'' juga runtuh. Seakan baru saja terjadi perang di sini. “—Ah, ini kan...” Ia ingat tempat ini. Tempat ini merupakan bagian dari zona ''spacequake'' di mana ia pertama kali bertemu Tohka. Sepertinya para Petugas Restorasi belum menanganinya, pemandangan kehancuran itu tetap tidak berubah dari sepuluh hari yang lalu. “......” Ketika ia mengingat wujud sang gadis dalam pikirannya, ia mengeluh pelan. —Tohka. Seorang ''Spirit''—gadis pembawa malapetaka—dia yang tak bernama sampai kemarin. Kemarin, setelah berbicara dengannya lebih lama dari yang pernah ia lakukan sebelumnya, dugaan Shidou telah ditegaskan. Gadis itu benar-benar memiliki kekuatan yang tak bisa dibayangkan. Sampai pada titik di mana semua organisasi di dunia akan setuju kalau ia adalah ancaman. Pemandangan yang terlihat di hadapannya adalah bukti dari itu. Hal semacam ini benar-benar tidak bisa didiamkan saja. “...do...” Namun di saat bersamaan, tidak mungkin dia akan menggunakan kekuatan tersebut dengan ceroboh, layaknya monster yang nekat, tanpa ampun. “...i, do...” Shidou membenci wajah murung yang diperlihatkan gadis itu. Ia tidak bisa membiarkannya sama sekali. “Hey, Shido...” … ya, pikiran-pikiran tersebut terus berputar-putar di dalam kepalanya, jadi sebelum ia menyadarinya, ia berakhir menapaki jalan kembali ke arah gerbang sekolah. “... jangan abaikan aku!” “—Huh?” Sebuah suara terdengar—dari sisi lain area yang ditutup. Shidou memiringkan kepala kebingungan. Bagaikan membelah udara yang dingin, suara itu begitu indah. Seperti suara yang pernah ia dengar di suatu tempat... tepatnya, di sekolah pada hari sebelumnya. … sebuah suara yang tidak ia kira akan terdengar di waktu dan tempat seperti ini. “U-Umm—” Shidou memfokuskan pandangannya ke arah tersebut sambil membandingkan suara yang baru ia dengar dengan suara dalam memorinya. Dan kemudian, seluruh tubuhnya membeku. Dia ada tepat di depan matanya. Seorang gadis sedang sedikit bersandar di puncak bukit-bukit reruntuhan tersebut, mengenakan gaun yang jelas-jelas tidak cocok dengan keadaan sekitarnya. “T-Tohka!?” Betul, kecuali pikiran atau mata Shidou sedang menipunya, gadis itu tak diragukan lagi adalah ''Spirit'' yang ia temui di sekolah pada hari sebelumnya. “Sadar juga akhirnya, ba~ka ba~ka.” Wajahnya, yang kecantikannya cukup untuk membuat seseorang gemetar, diwarnai ketidak-senangan. Dia menendang tumpukan puing-puing yang kemudian berbunyi *tong*, dan mendekati Shidou menyusuri aspal yang setengah utuh. Mungkin karena menghalanginya, Tohka menendang marka ‘Dilarang Masuk’ sambil menggerutu dan sampai di depan Shidou. “A-apa yang kau lakukan, Tohka...?” “... nu? Apanya yang apa?” “Kenapa, kau ada di tempat seperti ini...!?” Shidou melirik ke belakangnya seraya berteriak, dan menangkap pandangan berbagai orang seperti sekelompok wanita yang sedang berbicara dan penduduk sekitar yang sedang berjalan-jalan dengan anjingnya. Tidak ada seorangpun yang berlindung di ''shelter''. Artinya, tanda peringatan ''spacequake'' belum berbunyi. Pada dasarnya, ini artinya baik <Ratatoskr> maupun AST belum menyadari goncangan awal sebelum ''Spirit'' muncul. “Meskipun kau tanya kenapa...” Bagaimanapun, orangnya sendiri kelihatannya tidak peduli dengan situasi yang aneh ini sama sekali. Dia melipat lengannya, sepertinya tidak tahu kenapa Shidou meributkan hal ini. “Bukannya kau yang mengajakku, Shido? Itu lho... ''date''.” “Ap—” Bahu Shidou gemetaran mendengar pernyataan santainya. “K-kau ingat...?” “Hm? Apa, kau pikir aku idiot atau apa?” “Bukan, bukan itu maksudku...” “—Hmmf, apalah. Yang penting Shido, ayo cepat kita mulai ''date'' itu. ''Date date date date''.” Tohka terus mengulang ''date date'' dengan intonasi yang unik. <ref>Tohka melafalkan ''date'' lebih seperti ‘Deht’</ref> “A-aku mengerti! Aku mengerti, jadi berhenti mengulang kata itu!” “Eh, kenapa? …...ah, Shido, jangan bilang kau memanfaatkan kenyataan kalau aku tidak tahu artinya, lalu mengajariku kata yang tidak sopan dan mesum?” Selagi pipinya bersipu merah menyala, Tohka mengangkat alis. “—! Ti-tidak, tidak! Itu kata yang benar-benar murni!” Ia menggaruk pipinya seraya berkata demikian. Itu sedikit bohong sebenarnya. Selama kita masih membicarakan manusia, itu adalah sebuah kata yang dapat bermakna sangat kotor. Shidou berbalik dengan tatapan tidak nyaman. Para wanita itu sedang tersenyum lebar, melihat padanya seakan mereka sedang melihat sesuatu yang menawan. Yah, terlihat juga keraguan yang tercampur dalam pandangan mereka, dikarenakan penampilan aneh Tohka. “... nu?” Tohka kelihatannya telah menyadari pandangan-pandangan itu juga. Dia menyembunyikan diri di balik Shidou, dan mengamati mereka dengan tajam. “... Shido, siapa mereka? Musuh? Perlu kubunuh?” “Hu... huh!?” Bahu Shidou gemetar setelah mendengar Tohka tanpa pikir panjang mengucapkan pikiran berbahaya semacam itu dengan tiba-tiba. “Jangan, jangan, jangan, kenapa kau bilang begitu? Mereka cuma wanita-wanita biasa.” “Apa yang kau bicarakan, Shido? Mata yang berapi-api itu... bukankah mereka seperti burung pemangsa? Tidak mungkin mereka tidak mengincarku. … mereka bisa jadi masalah nantinya kalau kita membiarkan mereka. Kupikir lebih baik musnahkan mereka sebelum itu terjadi.” … yah, memang benar kalau mata mereka bersinar-sinar, tapi... Pertama-tama ia harus memikirkan topik pembicaraan baru. “Jangan khawatir. Sudah kubilang bukan? Tidak banyak manusia yang akan menyerangmu.” “... hmph.” Meskipun Tohka masih belum menurunkan kewaspadaannya, setidaknya dia sudah tidak terlihat akan menyerang sewaktu-waktu. “Apalah. Jadi, tentang ''date'' itu—” “A-a-ayo pergi dari sini dulu pertama-tama. Oke?” Shidou mengatakan itu pada Tohka, yang terus melanjutkan tanpa malu-malu, dan dengan buru-buru berjalan. “Nu. Hey, Shido, kita pergi ke mana!” Tohka berjalan mengikutinya, dan mengeraskan suara dengan tidak senang selagi berjalan di sampingnya. Bersama Tohka, Shidou memasuki sebuah gang belakang yang sepi, dan akhirnya menghela nafas lega. “Jadi kau sudah menenangkan diri rupanya. Dasar, orang aneh. Ada apa sebenarnya?” Tohka menyipitkan mata dalam kekecewaan. “Tohka... apa yang terjadi setelah semua itu kemarin?” Ada setumpuk hal-hal yang ingin ia tanyakan, tapi yang pertama keluar dari mulutnya adalah yang satu itu. Bibir Tohka bergerak sembari memberengut. “Tidak ada apa-apa kok, seperti biasa saja. Mereka mengayunkan pedang yang tidak membelah apapun, menembakkan meriam yang tidak mengenai apapun. —Lalu pada akhirnya, tubuhku menghilang dengan sendirinya.” “... menghilang?” Shidou menelengkan kepalanya, kebingungan. Kalau diingat-ingat, Kotori dan yang lainnya juga menduga seperti itu, tapi mereka tidak mengerti benar bagaimana cara kerjanya sama sekali. “Cuma berpindah dari dunia ini ke suatu ruang lain.” “A-ada yang semacam itu? ...tempat seperti apa itu?” “Aku tidak tahu pasti.” “... apa?” Shidou mengernyit mendengar jawabannya. “Segera setelah aku pindah ke sana, dengan sendirinya aku memasuki kondisi layaknya tidur. Dari yang bisa kuingat, rasanya seperti melayang-layang di ruang gelap. —Sejauh yang kurasakan, seperti tertidur saja.” “Lalu, apa kau datang ke dunia ini setelah bangun?” “Bukan begitu juga.” Tohka menggelengkan kepala dan melanjutkan. “Biasanya, aku tidak pernah bisa memilih kapan untuk datang ke sini, aku cuma dikirim secara tidak beraturan dan berakhir di sisi ini. Yah, kurasa seperti dibangunkan tiba-tiba.” “......” Shidou menahan nafas. Ia mengerti bahwa ''spacequake'' terjadi ketika para ''Spirit'' muncul di dunia, tapi kalau apa yang Tohka katakan benar, berarti mereka muncul di sini bukan karena keinginan mereka. Kalau begitu kejadiannya, bukankah ''spacequake'' benar-benar seperti kecelakaan belaka? Memaksakan tanggung jawab pada Tohka—kepada para ''Spirit''—itu terlalu tak beralasan tidak peduli bagaimanapun kau melihatnya. Pada saat itu, satu pertanyaan lagi melintasi pikiran Shidou. Ada satu bagian dari cerita Tohka barusan yang kurang pas. “... apa maksudmu ‘biasanya’? Apa hari ini berbeda?” “......” Pipi Tohka berkedut sedikit, mulutnya melengkung sembari memberengut, dan dia memalingkan pandangannya sambil memiringkan kepala. “Hmph, ma-mana aku tahu.” “Jawab yang benar. Bisa jadi itu sesuatu yang sangat penting.” Namun Shidou terus mendesak. Begitulah—kalau Tohka telah datang ke dunia ini dengan kemauannya sendiri hari ini, maka itu mungkin alasan mengapa tidak ada ''spacequake''. Akan tetapi entah mengapa, pipi Tohka sedikit bersipu kemerah-mudaan, dan tatapannya tajam. “Kau memaksa sekali. Pembicaraan ini sudah selesai.” “Tidak, tapi—” Shidou mulai berbicara, namun Tohka menyentak tanah dengan satu kaki. Aspal yang diinjaknya langsung mencuat naik, dan kilatan cahaya memancar darinya. “Whoa...!?” Cahaya itu menyentuh Shidou, lalu berpencar bagaikan kembang api dengan suara gemercik. “—Ayo, cepat beritahu apa arti ''date''.” Tohka berkata dengan tidak sabar. “... muu.” Menghadapi nada bicara yang tidak kenal kompromi itu, Shidou tidak dapat berbuat apa-apa selain terdiam. Kalau ia menanyakannya lebih lanjut, hasilnya bisa jadi adalah berkas cahaya sama seperti kemarin. Shidou menghabiskan sedikit waktu bergumam sendiri sebelum berbicara. “... itu ketika seorang lelaki dan gadis pergi ke luar dan mencari kesenangan bersama-sama... menurutku begitu.” “Cuma itu?” Tohka menatapnya, seakan ternganga akan betapa antiklimaksnya hal yang ia ucapkan. “Y-ya...” Meskipun ia bilang begitu, ia masih kebingungan karena ia juga belum pernah pergi dalam sebuah ''date''. Yakni, ia tahu beberapa hal dari manga dan drama, namun sejauh itulah pengetahuannya. Tapi Tohka menggerutu dengan tangannya terlipat di depan dadanya. “... jadi intinya, kemarin Shido bilang mau main bersama, kita berdua?” “... y-yah... iya... kurang lebih.” Karena satu dan lain hal yang tadi itu 20% lebih memalukan ketika ia mengatakannya mentah-mentah. Ia menjawabnya sambil menggaruk pipinya dengan canggung. “Begitu.” Ekspresi Tohka sedikit berseri selagi mengangguk, dan dia mengambil langkah lebar untuk keluar dari gang tersebut. “H-hey, Tohka—” “Apa, Shido? Bukannya kita akan bersenang-senang?” “—! K-kau mau...?” “Bukannya kau bilang kau mau?” “Ah... yah, itu benar, tapi...” “Kalau begitu cepat. Kalau tidak aku nanti berubah pikiran.” Tohka berkata sembari lanjut berjalan. Dan kemudian, Shidou menyadari isu yang fatal. “To-Tohka! Pakaianmu itu tidak beres...!” “Apa?” Mata Tohka terbelalak karena keterkejutan yang sangat ketika Shidou mengatakan itu. “Memangnya apa yang salah dengan ''AstralDress''-ku? Ini adalah pelindungku dan teritoriku<ref>Tohka mengatakannya dengan konteks yang sedikit berbeda dari ''territory'' yang dihasilkan ''Realizer''. Penulisan ‘teritori’ disini bukanlah hasil ketidak-konsistenan.</ref> Aku tidak akan memaafkan cercaanmu.” “Kau terlalu mencolok seperti itu...! Bahkan AST akan menyadarinya!” “Nu.” Sepertinya setelah sadar kalau begitu memang akan merepotkan, Tohka memasang wajah tidak senang. “Apa yang harus kulakukan, kalau begitu?” “Uhm, kau harus mengganti pakaianmu, tapi...” Sepercik keringat mengaliri pipi Shidou. Tidak ada pakaian perempuan di sini, dan membawa Tohka sampai ke sebuah toko akan jadi menyusahkan juga.” Juga, dompetnya tidak sepenuh itu. Selagi ia mencari-cari ide dalam isi otaknya, Tohka dengan tidak sabar berbicara. “Pakaian seperti apa yang bagus? Beritahu itu saja.” “Eh? Ah...” Meski dia bertanya pakaian seperti apa, ia tidak bisa segera menjawabnya. Namun, saat itulah, seragam yang tidak asing melewati ujung penglihatannya. “Ah...” Seorang siswi yang tidak dikenalnya sedang menapaki jalan dengan wajah mengantuk. Mungkin dia seorang murid yang karena suatu alasan, juga tidak mendengar kabar kalau sekolah ditutup, sama seperti Shidou. “Tohka, yang itu. Pakaian seperti itu sepertinya boleh.” “Nu?” Tohka melihat ke arah yang ditunjuk Shidou, dan menempatkan tangannya di dagu. “Hmm, begitu. Jadi yang seperti itu bisa, huh?” kata Tohka. Dia lalu mengangkat jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya dengan rapat secara bersamaan. Lalu, sebuah bola cahaya hitam muncul dari ujung jarinya, tertuju pada siswi tersebut. “Tunggu, apa yang mau kau lakukan!?” Dengan panik, Shidou menepuk tangan Tohka. Saat itulah, tembakan fotosfer dari jari Tohka, menyerempet rambut siswi tersebut, dan mengenai dinding di belakangnya. Suara pelan *gong* berbunyi, dan pecahan-pecahan kecil dinding tersebut tersebar kemana-mana. “Hii...!?” Bahu sang siswi gemetar karena kejadian yang tiba-tiba tersebut, dan dia dengan ketakuan melihat ke sekitarnya. Akan tetapi seakan menyimpulkan kalau itu disebabkan karena ia setengah tertidur, dia memiringkan kepalanya kebingungan dan pergi. “Apa yang kau lakukan? Kau membuatku meleset.” “Bukan itu yang seharusnya kau katakaaaaaaan! Itu harusnya kata-kataku!” “Aku bermaksud melumpuhkannya dan melepas pakaiannya, tapi...” Tohka menelengkan kepalanya seakan bertanya kalau ada yang salah dengan itu. Shidou menghela nafas dalam-dalam dari dasar perutnya, dan menopang dahi dengan tangannya. “Dengar, Tohka. Kau tidak boleh menyerang orang-orang. Kau tidak boleh sama sekali.” “Kenapa tidak?” “... tidakkah kau merasa sebal ketika AST menyerangmu? Dengar aku—kau tidak boleh melakukan hal yang tidak disukai orang-orang.” “...hmmf.” Bibir Tohka terkatup rapat karena tidak puas ketika Shidou mengatakannya. Alih-alih tidak setuju dengan apa yang ia katakan, sepertinya dia tidak senang dengan cara Shidou berbicara padanya seakan ia sedang berbicara kepada seorang anak kecil. “... aku mengerti. Aku akan mengingatnya.” Dengan ekspresi tersebut, Tohka menyetujui. Selanjutnya, dia mengangkat wajahnya sedikit sepertinya mengingat sesuatu, dan berkata, “—mau bagaimana lagi. Sepertinya aku harus mengurus pakaianku sendiri, bagaimanapun caranya.” Dengan begitu, dia menjentikkan jari-jarinya. Tepat setelah dia melakukannya, gaun yang dipakainya mulai lenyap di udara... atau seperti itulah kelihatannya, akan tetapi seakan menggantikannya, partikel-partikel cahaya berkumpul menyelimutinya, mengelilingi tubuhnya dan membentuk siluet baru. Setelah beberapa detik, Tohka berdiri di sana, memakai seragam Raizen High School yang dikenakan siswi tadi. “Ap... ap-apaan ini?” “Aku melepas ''AstralDress''-ku dan membuat pakaian baru. Tapi aku cuma membuat dari yang kelihatannya saja jadi detilnya mungkin sedikit beda, namun seharusnya tidak masalah.” Ucap Tohka dengan bangga, sambil melipat tangan, dan berkata ‘hmmf’. “Kalau kau bisa melakukan yang semacam itu seharusnya lakukan dari awal tadi!” Shidou berseru, dan Tohka mengibaskan tangannya seraya berkata ‘iya, iya’. “Yang penting, kita mau kemana?” “M-mengenai itu—” Shidou menyentuh telinga kanannya untuk meminta bantuan. Lalu, ia akhirnya sadar. Sekarang ini, Shidou tidak memasang ''intercom'' di telinganya. Dan tentu saja, tidak ada kamera yang melayang di sekitarnya. Bagaimanapun juga, para ''crew'' Kotori dari <Fraxinus> belum mendeteksi keberadaan Tohka sama sekali. Dengan kata lain, mereka benar-benar sendirian. Shidou merasa sedikit pusing. Tekanan ini membuat perutnya sakit. Ada perbedaan besar ketika Kotori dan Reine tidak ada di belakangnya untuk memberikan masukan-masukan bagus. “Ada apa, Shido?” “... tidak kenapa-napa.” Shidou mengambil nafas dalam-dalam beberapa kali, dan mulai berjalan dengan kaku. Segera setelahnya, Tohka berbicara. [[Image:DAL_v01_223.jpg|thumb]] “—Shido. Kau berjalan terlalu cepat. Pelan-pelan sedikit.” “... a-ah, maaf...” Ia mengatur langkahnya setelah diperingatkan. Kecepatan langkah mereka berbeda pada dasarnya, jadi sudah sewajarnya kalau Shidou berada lebih di depannya... entah mengapa terasa aneh. Begini rupanya rasanya berjalan-jalan bersama seseorang. Bagi Shidou, yang belum pernah pergi ke manapun dengan seorang gadis dalam hidupnya, ini adalah sensasi yang baru (ngomong-ngomong, Kotori yang melompat dan berjingkrak di depan Shidou tidak bisa dijadikan referensi). Berpikir seperti itu—Shidou melirik Tohka yang berjalan di sisinya. Apa yang ia lihat bukanlah monster yang dapat membelah langit dan bumi dengan satu ayunan pedang, namun sebaliknya hanyalah seorang gadis biasa. Selagi mereka meninggalkan gang tesebut dan memasuki jalan besar di mana terbaris berbagai toko-toko di sisinya, Tohka mengernyitkan alis dan dengan gugup memandang ke sekitarnya. “... a-apa-apaan orang sebanyak ini. Apa mereka sedang merencanakan perang besar-besaran!?” Kelihatannya dia dikagetkan dengan jumlah orang dan mobil yang tidak bisa dibandingkan dengan yang biasanya dia lihat. Sambil waspada di segala arah, Tohka berkata dengan suara serius. Lalu, di ujung jari-jemari kedua tangannya, total sepuluh bola cahaya kecil muncul. Shidou buru-buru menghentikannya. “Seperti yang kubilang! Tidak ada yang mengincar nyawamu di sini!” “... benarkah?” “Benar.” Shidou berkata demikian, dan Tohka dengan seksama memandang ke sekeliling lagi, untuk saat ini memadamkan bola-bola cahaya itu. Lalu—tanpa diduga, kewaspadaan yang mewarnai wajah Tohka meluntur. “Huh...? Hey Shido, bau apa ini?” “... bau?” Ia memejamkan matanya dan mencium bau di sekelilingnya, dan seperti yang dikatakan Tohka, ada bau harum tertinggal di udara. “Ahh, mungkin dari arah sana.” Sembari mengatakan ini, ia menunjuk ke sebuah toko roti di sebelah kanan. “Hohoo.” Mengatakan itu, Tohka memandang ke arah tersebut. “... Tohka?” “Nu, kenapa?” “Mau masuk?” “......” Shidou bertanya, dan jari-jari Tohka bergerak sedikit selagi mulutnya melengkung memberengut. Lalu, dengan ''timing'' yang menakjubkan, *guurururu*, perut Tohka keroncongan. Kelihatannya bahkan ''Spirit'' sekalipun dapat merasa lapar. “Kalau Shido mau aku tidak akan menolak untuk masuk.” “... aku mau. Aku benar-benar mau masuk.” “Kalau begitu, aku tidak punya pilihan kan!” Dengan sangat girang, Tohka merespon, dan dengan semangat membuka pintu toko roti tersebut. <br><br> “......” Bersembunyi di balik bayang-bayang dinding, Origami menatap dengan seksama pasangan lelaki-gadis yang sedang berbicara di depan toko roti, dan tanpa mengubah ekspresinya satu milimeter sekalipun ia menghela nafas perlahan. Ia tadinya pergi ke sekolah hanya untuk mendapatinya tutup, dan dalam perjalanan pulang ke rumah, ia melihat Shidou sedang berjalan bersama dengan seorang siswi. Itu saja sudah menjadi situasi yang luar biasa serius. '''Seperti kekasih saja''', ia diam-diam mulai membuntuti mereka. Namun—ternyata ada masalah yang lebih besar lagi dari itu. Siswi itu, Origami mengenalnya. “—''Spirit''.” Diam-diam ia berbisik. Benar. Monster. Keabnormalan. Malapetaka yang akan menghancurkan dunia. Makhluk yang bukan manusia itu, yang semestinya dimusnahkan oleh grup Origami, sedang mengenakan satu stel seragam dan berjalan di samping Shidou. “......” Namun kalau ia dengan tenang memikirkannya, hal seperti itu tidak mungkin terjadi. Sebelum seorang ''Spirit'' muncul, sebagai pendahulu, sebuah goncangan awal dengan tingkat yang abnormal akan terdeteksi. Tidak mungkin ''Squad'' observasi AST meloloskan itu. Namun, kalau begitu peringatan ''spacequake'' seharusnya sudah berbunyi seperti hari sebelumnya, dan sebuah perintah juga seharusnya sudah tersampaikan pada Origami. Origami mengeluarkan ''handphone''-nya dari tas dan membukanya. Tidak ada pesan. Kalau begitu, maka gadis itu ternyata bukanlah seorang ''Spirit'', namun hanya seseorang yang memiliki kemiripan belaka. “... tidak mungkin seperti itu.” Dengan pelan, bibirnya bergerak. Tidak mungkin Origami salah mengenali wajah sang ''Spirit''. “......” Origami menekan beberapa tombol di ''handphone''-nya, membuka halaman ''address'' dan menghubungi sebuah nomor. Lalu. “—AST, Sersan Kepala Tobiichi. A-0613.” Ia mengucapkan jabatan dan kode ID-nya. Ia lalu berkata langsung pada intinya. “Kirimi saya satu mesin observasi.”
Summary:
Please note that all contributions to Baka-Tsuki are considered to be released under the TLG Translation Common Agreement v.0.4.1 (see
Baka-Tsuki:Copyrights
for details). If you do not want your writing to be edited mercilessly and redistributed at will, then do not submit it here.
You are also promising us that you wrote this yourself, or copied it from a public domain or similar free resource.
Do not submit copyrighted work without permission!
To protect the wiki against automated edit spam, please solve the following captcha:
Cancel
Editing help
(opens in new window)
Navigation menu
Personal tools
English
Not logged in
Talk
Contributions
Create account
Log in
Namespaces
Page
Discussion
English
Views
Read
Edit
View history
More
Search
Navigation
Charter of Guidance
Project Presentation
Recent Changes
Categories
Quick Links
About Baka-Tsuki
Getting Started
Rules & Guidelines
IRC: #Baka-Tsuki
Discord server
Annex
MAIN PROJECTS
Alternative Languages
Teaser Projects
Web Novel Projects
Audio Novel Project
Network
Forum
Facebook
Twitter
IRC: #Baka-Tsuki
Discord
Youtube
Completed Series
Baka to test to shoukanjuu
Chrome Shelled Regios
Clash of Hexennacht
Cube × Cursed × Curious
Fate/Zero
Hello, Hello and Hello
Hikaru ga Chikyuu ni Itakoro......
Kamisama no Memochou
Kamisu Reina Series
Leviathan of the Covenant
Magika no Kenshi to Basileus
Masou Gakuen HxH
Maou na Ore to Fushihime no Yubiwa
Owari no Chronicle
Seirei Tsukai no Blade Dance
Silver Cross and Draculea
A Simple Survey
Ultimate Antihero
The Zashiki Warashi of Intellectual Village
One-shots
Amaryllis in the Ice Country
(The) Circumstances Leading to Waltraute's Marriage
Gekkou
Iris on Rainy Days
Mimizuku to Yoru no Ou
Tabi ni Deyou, Horobiyuku Sekai no Hate Made
Tada, Sore Dake de Yokattan Desu
The World God Only Knows
Tosho Meikyuu
Up-to-Date (Within 1 Volume)
Heavy Object
Hyouka
I'm a High School Boy and a Bestselling Light Novel author, strangled by my female classmate who is my junior and a voice actress
The Unexplored Summon://Blood-Sign
Toaru Majutsu no Index: Genesis Testament
Regularly Updated
City Series
Kyoukai Senjou no Horizon
Visual Novels
Anniversary no Kuni no Alice
Fate/Stay Night
Tomoyo After
White Album 2
Original Light Novels
Ancient Magic Arc
Dantega
Daybreak on Hyperion
The Longing Of Shiina Ryo
Mother of Learning
The Devil's Spice
Tools
What links here
Related changes
Special pages
Page information