Editing
Date A Live (Indonesia):Jilid 1 Bab 1
(section)
Jump to navigation
Jump to search
Warning:
You are not logged in. Your IP address will be publicly visible if you make any edits. If you
log in
or
create an account
, your edits will be attributed to your username, along with other benefits.
Anti-spam check. Do
not
fill this in!
===Bagian 2=== Sekitar jam 8.15 pagi, Shidou sampai di gedung SMA-nya. Setelah memeriksa daftar kelas yang ditempel di koridor, ia memasuki ruangan kelas di mana ia akan menghabiskan satu tahun berikutnya. “Kelas 2-4, huh?” Semenjak ''spacequake'' tiga puluh tahun lalu, daerah dari Selatan Tokyo sampai Prefektur Kanagawa—dengan kata lain, lahan kosong yang tercipta dari ''spacequake'' tersebut, telah dibangun ulang sebagai kota percobaan menggunakan berbagai metode baru. Sekolah negeri di mana Shidou terdaftar, Raizen High School, adalah salah satu contohnya. Dilengkapi dengan fasilitas yang dapat dibanggakan, sulit dipercaya bahwa sekolah negeri ini baru saja dibangun beberapa tahun lalu, maka kondisinya sendiri masih hampir sempurna. Tentu saja, sebagai sekolah yang dibangun di daerah bekas bencana, sekolah ini dilengkapi dengan ''shelter'' bawah tanah tipe terbaru. Karena alasan-alasan inilah maka jumlah pendaftarnya cukup tinggi, bagi Shidou, yang mendaftar hanya dengan alasan “dekat dengan rumah”, ia perlu berusaha cukup keras. "Mmmm...." Sambil bergumam kecil, ia memeriksa keadaan kelas. Masih ada sedikit waktu sebelum ''homeroom'', tapi sudah ada banyak orang yang berkumpul. Ada orang-orang yang gembira karena berada di kelas yang sama, ada yang duduk sendirian dan terlihat bosan, dan orang-orang dengan berbagai reaksi lainnya... tapi kelihatannya tidak ada wajah yang Shidou kenal. Selagi Shidou menggerakan kepalanya untuk memeriksa bagan tempat duduk yang tergambar di papan tulis, "—Itsuka Shidou." Tiba-tiba, dari belakangnya, suara yang pelan berbicara dengan nada monoton. "Huh...?" Ia tidak mengenali suara itu. Penasaran, iapun berbalik. Seorang gadis yang ramping berdiri di sana. Gadis itu memiliki rambut yang pas mencapai bahu serta wajah seperti boneka. Mungkin tidak ada orang yang lebih cocok dengan deskripsi ‘seperti boneka’ selain dirinya. Meski dia terlihat berwibawa layaknya makhluk buatan yang dibuat sedemikian tepatnya, pada saat yang sama, wajahnya tidak menunjukkan emosi apapun. “Eh...?” Shidou melirik-lirik ke sekelilingnya, lalu memiringkan kepalanya. “... aku?” Ia tidak menemukan Itsuka Shidou lain di sekitarnya, jadi ia menunjuk dirinya sendiri. “Ya.” Tanpa ada emosi tertentu, gadis itu langsung menjawab, sedikit mengangguk ke arah Shidou. “Ke, kenapa kau tahu namaku...?” Shidou bertanya, dan gadis tersebut, seraya bingung, memiringkan kepalanya. “Kamu tidak ingat?” "... um."<ref>Penyuaraan saat mengangguk atau semacamnya.</ref> "Oh." Shidou dengan ragu-ragu menjawab, dan gadis tersebut, kelihatannya sangat kecewa, memberikan komentar pendek dan berjalan ke arah bangku di dekat jendela. Setelah itu, dia duduk di bangku tersebut, mengambil sesuatu yang terlihat seperti buku petunjuk teknis yang tebal, dan mulai membaca. “Sebenarnya... apa yang terjadi?” Shidou menggaruk wajahnya dan memberengut. Bagaimanapun kelihatannya, sepertinya dia mengenal Shidou, tapi apa mereka pernah bertemu di suatu tempat sebelumnya? ”*Tou!*” "Gefhuu!" Ketika Shidou sedang tenggelam dalam pikirannya, ada yang menepuknya dengan keras di punggungnya. “Apa yang kau lakukan, Tonomachi!?” Ia langsung tahu siapa pelakunya, dan berteriak sambil mengelus punggungnya. “Hey, kau kelihatannya cukup bersemangat, ''sexual beast'' Itsuka.” Teman Shidou, Tonomachi Hiroto, sebelum menunjukkan rasa senangnya karena berada di kelas yang sama, seakan memamerkan rambutnya yang dicat dan tubuhnya yang berotot, melipat tangan dan sedikit menekukkan tubuhnya ke belakang sambil tertawa. "... Sex... Apa kau bilang?" “''Sexual beast'', dasar jahanam. Aku baru sebentar tidak berjumpa denganmu dan kau sudah cukup jantan rupanya. Sejak kapan kau jadi dekat dengan Tobiichi, bagaimana caranya huh?” Sambil melilitkan lengannya ke sekitar leher Shidou dengan menyeringai, Tonomachi bertanya. “Tobiichi...? Siapa itu?” “Ayolah, jangan berlagak bodoh. Baru saja kalian asyik berbincang-bincang, iya kan?” Tonomachi mengarahkan dagunya ke bangku di dekat jendela. Disana, duduk gadis tadi. Sepertinya dia menyadari tatapan mereka, gadis itu melirik dari balik buku, melihat ke arah mereka. "..." Nafas Shidou tertahan di lehernya selagi ia dengan canggung memalingkan matanya. Sebaliknya, Tonomachi tersenyum dan melambaikan tangan dengan sok kenal. “...” Gadis itu, tanpa menunjukkan reaksi tertentu, mengarahkan pandangannya kembali ke buku di tangannya. “Nah, lihat, dia selalu seperti itu. Dari semua gadis, dia yang paling susah, dia sebanding dengan dinginnya tanah di kutub, atau Perang Dingin atau ''Mahyadedosu''<ref>''Mahyadedosu'' adalah ''skill'' tingkat tinggi monster Joker dalam Dragon Quest, di versi Inggrisnya disebut ''C-C-Cold Breath''.</ref>. Bagaimana kau bisa membuat dia terbuka?” “Huh...? Ap-Apa yang kau bicarakan?” “Hah, kau benar-benar tidak tahu?” “... hmm, apa dia benar-benar ada di kelas kita tahun lalu?” Setelah Shidou mengatakan ini, Tonomachi melipat tangannya dengan pose “Aku tidak percaya”, memasang ekspresi terkejut. Dia seseorang yang suka meniru reaksi orang Barat. “Ayolah ''man'', dia Tobiichi, Tobiichi Origami. Si super-jenius yang dibangga-banggakan sekolah kita. Kau tak pernah mendengar itu?” “Tidak, ini pertama kalinya aku mendengarnya tapi... dia benar-benar sehebat itu?” “‘Hebat’ saja tidak dapat mengutarakan dirinya. Nilainya selalu berada di peringkat teratas, dan pada ujian ''Try Out'' baru-baru ini dia mendapat hasil yang gila dan langsung melesat ke peringkat teratas se-nasional.” “Haaah? Kenapa orang seperti itu ada di sekolah negeri?” “Tidak tahu. Mungkin kondisi keluarga?'' Mengangkat bahunya tinggi-tinggi, Tonomachi lanjut berbicara. “Tambah lagi, itu belum semuanya. Nilai mata pelajaran Olahraga-nya juga superior, dan selain itu dia juga cantik. Di ''Best Thirteen Most Wanted Girlfriends Ranking'' tahun lalu dia berakhir di peringkat ketiga seingatku. Bukannya kau melihatnya?” “Aku bahkan tidak tahu ada yang semacam itu. Lagipula, ''best thirteen''? Kenapa angkanya aneh begitu?” “Karena anak yang menyelenggarakannya adalah ''rank'' ketiga-belas.” “... aaah.” Shidou tertawa pelan. “Ngomong-ngomong, ''Most Wanted Boyfriends Ranking'' sampai ''best 358'' lho.” “Sebanyak itu!? Semakin kebawah semakin parah kan? Apa penyelenggaranya yang menetapkan angka itu juga?” “Ahh. Orang itu tidak kenal menyerah.” “Kau peringkat berapa Tonomachi?” “Nomor 358” “Kau penyelenggaranya!?” “Alasan kenapa aku bisa mendapat peringkat itu: ‘Sepertinya dia terlalu bergairah’, ‘Dia terlalu berambut’, dan ‘ujung kakinya bau’.” “Sudah kuduga, itu ''rank'' terparah!” “Yah, dibawah itu adalah untuk orang-orang yang tidak ada ''vote''-nya. Paling tidak dengan ''Minus Point'' aku berhasil memenangkan kategori tersebut.” “Kau terlalu memaksa! Dengan ''rank'' seperti itu, akan lebih baik kalau kau menyerah.” “Jangan khawatir Itsuka. Kau masuk peringkat dengan nama Mr. Anonymous dan mendapat satu suara dengan peringkat ke-52.” “Tanggapanmu salah!” “Yah dengan alasan-alasannya: ‘dia tidak terlihat tertarik dengan wanita’, dan ‘sejujurnya, dia kelihatan seperti seorang homo’.” “Itu palu besi kematian berupa fitnah yang tidak masuk akal!” “Tenanglah. Dalam ''Fujoshi<ref>''Fujoshi'', otaku perempuan penggemar ''Boys Love''</ref> Selected Best Couple'', kau dan aku berhasil menempati ''top ranking'' sebagai pasangan.” “Aku sama sekali tidak senang dengan itu semuaaaaa!” Shidou berteriak. Pada dasarnya ia sedikit khawatir karena menjadi bagian dari pasangan tersebut. Namun, kelihatannya Tonomachi tidak peduli sama sekali (atau malah, dia kelihatannya sudah terbiasa dengan hal itu), lalu dia melipat tangannya dan kembali ke topik semula. “Yah bagaimanapun, tidak berlebihan untuk bilang kalau dia adalah orang paling terkenal di sekolah. Itsuka, keacuh-tak-acuhanmu bahkan mengagetkan Tonomachi yang hebat ini.” “Kau sedang menirukan karakter apa, hah?” Ketika Shidou mengatakan ini, bel peringatan yang ia sudah terbiasa mendengarnya sejak tahun pertamanya berbunyi. "Ups." Kalau dipikir-pikir, ia belum memastikan tempat duduknya. Shidou mengikuti susunan tempat duduk yang tertera di papan, dan menaruh tasnya di sebuah bangku dua baris dari jendela. Lalu, ia sadar. "... ah" Seakan dipermainkan takdir, tempat duduk Shidou bersampingan dengan tempat duduk sang peringkat teratas. Tobiichi Origami telah menutup dan memasukan bukunya ke dalam meja sebelum bel peringatan selesai berbunyi. Dia lalu duduk menatap lurus kedepan, dengan postur yang seindah mungkin seakan telah terukur dengan penggaris. "..." Ia merasa sedikit canggung, Shidou memalingkan matanya ke arah papan tulis seperti yang dilakukan Origami. Seakan menunggu ''timing'' tersebut, pintu kelas terbuka dengan suara berderak. Dari sana seorang wanita pendek dengan kacamata berbingkai tipis muncul dan berjalan ke belakang meja guru. Di sekeliling, murid-murid berbisik heboh. “Ternyata Tama-chan...” “Ah, Tama-chan.” “Yang benar? Yeahhh!” —Singkatnya, semuanya membicarakan hal-hal yang baik. “Baiklah, selamat pagi semuanya. Untuk satu tahun kedepannya, saya akan menjadi guru ''homeroom'' kalian, nama saya Okamine Tamae.” Guru IPS, Okamine Tamae—panggilannya Tama-chan,—berbicara lambat dan membungkuk hormat. Mungkin ukurannya kurang pas, kacamatanya sedikit tergelincir, dan dia buru-buru menahannya dengan kedua tangan. Wajahnya yang kekanak-kanakan dan postur kecilnya yang bahkan tidak lolos untuk menempati generasi yang sama dengan murid-muridnya, ditambah tingkahnya yang santai, telah meraih ketenaran yang luar biasa di kalangan murid. "...?" Di antara murid-murid yang penuh gairah, ekspresi Shidou menjadi kaku. Duduk di samping kiri Shidou adalah Origami, yang sedang melihat ke arah Shidou dengan seksama. "..." Untuk sesaat, mata mereka bertemu. Shidou buru-buru memalingkan pandangan matanya. Kenapa dia menatap Shidou—tidak, bukan berarti dia sedang melihatnya, bisa jadi sesuatu dari balik dirinya, tapi untuk saat itu Shidou tidak bisa menenangkan diri. “... a, ap-apa yang sebenarnya sedang terjadi...?” Ia diam-diam bergumam, dengan tetesan keringat mengaliri wajahnya. <br><br><br> Setelah itu, kurang lebih tiga jam telah berlalu. “Itsuka~. Kau tidak punya kerjaan, kan? Mau cari makanan?” Upacara pembukaan telah berakhir, dan ketika para murid sedang menyelesaikan persiapan mereka dan meninggalkan ruangan kelas, Tonomachi, dengan tasnya yang diselempangkan di bahu, memulai percakapan. Selain pada saat ''test'', sekolah jarang berakhir pada pagi hari. Di sana-sini, beberapa kelompok teman sedang membahas kemana akan pergi untuk makan siang. Shidou hampir saja bermaksud mengangguk, namun “ah” ia berhenti. “Maaf. Aku sudah punya rencana hari ini.” “APHA? Gadis kah?” “Ahhh, yah... iya.” "Tidak mungkin!!" Tonomachi membuat gerakan membentuk V dengan tangannya sambil mengangkat satu lutut, membuat reaksi mirip Glico<ref>Glico adalah perusahaan besar dengan logo seperti [http://www.collectiondx.com/files/category_pictures/glico-logo-new3.gif ini].</ref>. “Apa yang sebenarnya sudah terjadi libur musim semi kemarin!? Kau masih belum puas setelah berhasil berbicara akrab dengan Tobiichi, bahkan sekarang janji untuk makan siang dengan seorang gadis!? Bukankah kita sudah bersumpah untuk menjadi Penyihir<ref>Ada pepatah yang berasal dari 2ch yang mengatakan bahwa jika kau masih perawan sampai umur 30, kau akan menjadi seorang Penyihir.</ref> bersama-sama?” “Tidak, aku tidak ingat sumpah semacam itu... lagipula, cuma dengan Kotori.” Jawab Shidou, dan Tonomachi menghela nafas lega. “Dasar, jangan membuatku kaget!” “Kau yang tiba-tiba mengambil kesimpulan sendiri.” “Meh, kalau Kotori-chan berarti tidak masalah. Aku boleh ikut?” “Mm? Ahh, kupikir oke saja...” Tepat saat Shidou selesai menjawab, Tonomachi menempatkan sikunya pada meja Shidou, dan berbicara dalam suara rendah. “Hey hey, Kotori-chan sekarang kelas 2 SMP, kan? Tidak apa-apa kan kalau dia mendapat pacar atau semacam itu sekarang?” "Huh?" “Uhm, aku tidak punya maksud tersembunyi dibalik ini tapi, apa pendapat Kotori-chan mengenai laki-laki sekitar 3 tahun seniornya?” “... sebenarnya, lupakan. Jangan berani-berani kau coba datang.” Shidou menyipitkan matanya, dan dengan jengkel mendorong wajah Tonomachi yang sedang mendekat. “Haha. Lagipula, aku tidak sekurang-ajar itu, sampai mengganggu persaudaraan kalian kalian yang menyenangkan. Aku mencoba untuk bermain sesuai aturan.” “Kau selalu bicara terlalu banyak dari yang seharusnya kau ucapkan.” Memegangi pipinya, Tonomachi memasang tampang yang tak diduga sambil berbicara. “Tapi hey, tidakkah kau pikir Kotori-chan super cantik? Bisa tinggal di bawah atap yang sama dengannya benar-benar luar biasa.” “Kalau kau benar-benar punya imouto, kurasa kau akan berubah pendapat.” “Ah... Kau seringkali mendengar kabar seperti itu. Jadi benar kalau orang-orang dengan imouto tidak punya ''fetish''<ref>Obsesi terhadap benda-benda, bagian-bagian tubuh atau situasi-situasi yang tidak biasanya dianggap seksual.</ref> seperti itu?” “Ya, mereka bukan gadis. Mereka cuma makhluk yang disebut ‘imouto’.” Shidou menekankan kuat hal itu, dan Tonomachi tersenyum patuh. “Ternyata benar-benar begitu, huh?” “Begitulah. Kalau kau coba memikirkan sesuatu yang benar-benar tidak seperti seorang gadis, mungkin kau sedang memikirkan seorang imouto.” “Kalau begitu, kakak perempuan?” “...Onnashi?”<ref>Kota perempuan-Onnashi (女市), adalah pemisahan radikal dari ‘kakak perempuan’ - Ane(姉), Tonomachi mengatakan ‘Onnashi’ dalam arti ‘kakak perempuan , dan karena Shidou tidak pernah mendengar kosakata itu, ia salah melafalkan dengan ‘kota perempuan’.</ref> “Wooow, kota khusus perempuan!” Sambil tertawa, Tonomachi merespon. —Saat itulah. <br><br><br> UUUUUUUuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu————— <br><br><br> "Huh!?" Jendela-jendela di ruangan kelas bergemeretak diiringi suara sirene yang tidak enak didengar yang bergaung di seluruh jalanan. “Ap-Apa yang terjadi?” Tonomachi membuka jendela dan melihat keluar. Dikejutkan oleh bunyi sirene tersebut, burung-burung gagak yang tak terhitung jumlahnya terbang ke langit. Murid-murid yang tinggal di ruangan kelas semuanya menghentikan pembicaraan mereka dan menatap, dengan mata terbelalak. Mengikuti sirene tersebut, suara mekanis yang memiliki jeda setelah setiap kata, mungkin agar lebih mudah dimengerti, berbunyi. “Ini bukan, latihan. Ini bukan, latihan. Gempa pendahulu, telah terdeteksi. Diperkirakan, terjadinya, ''Spacequake''. Penduduk sekitar, harap bergerak, ke ''shelter'' terdekat, secepatnya. Diulang kembali—" Seketika itu, ruangan yang diam membatu terisi dengan suara terkejut para murid. —Peringatan ''Spacequake''. Dugaan mereka semua telah dipastikan. "Oi oi... Serius?" Tonomachi menyuarakan dengan suara kering sambil bercururan keringat. Namun, kalau berbicara mengenai ketegangan dan kegelisahan, Shidou dan Tonomachi beserta murid-murid lainnya di ruangan kelas masih dapat dikatakan relatif tenang. Paling tidak, tak ada murid yang panik. Setelah kota ini rusak parah disebabkan ''Spacequake'' tiga puluh tahun lalu, anak-anak seperti Shidou telah dilatih berkala dalam latihan evakuasi sejak taman kanak-kanak. Tambah lagi, ini adalah SMA. Terdapat ''shelter'' bawah tanah yang dapat memuat seluruh murid. “''Shelter''-nya ada di sana. Kalau kita tetap tenang dan berlindung di sana, semua akan baik-baik saja.” “Be-benar, kau benar.” Tonomachi mengangguk pada kata-kata Shidou. Secepat mungkin namun tanpa berlari, mereka meninggalkan ruangan kelas. Koridor telah dipenuhi murid-murid, yang sedang membentuk barisan menuju ''shelter''. —Shidou mengernyitkan alis. Ada satu orang yang bergerak berlawanan arah dari barisan tersebut—seorang siswi sedang berlari menuju pintu masuk. “Tobiichi...?” Benar, melesat melewati lorong dengan roknya yang terkepak-kepak adalah sang Tobiichi Origami. “Hey! Apa yang kau lakukan! ''Shelter''-nya ada di arah yang berlawanan—” “Tidak apa-apa.” Origami berhenti sejenak, mengatakan itu saja, dan sekali lagi melesat. “Tidak apa-apa... apa yang...?” Kebingungan, Shidou membalikkan kepala dan memasuki barisan murid bersama Tonomachi. Ia sedikit mengkhawatirkan Origami, tapi mungkin hanya sesuatu yang ketinggalan dan dia pergi mengambilnya. Kenyataannya, meskipun peringatan telah dibunyikan, tidak berarti ''spacequake'' akan langsung terjadi. Kalau dia cepat kembali maka dia akan baik-baik saja. “T-Tolong tenang! Semuanya, baik-baik saja, jadi pelan-pelan! Ingat ‘okashi’, O-Ka-Shi! Osanai, kakenai, sharekoube<ref>”Okashi” adalah istilah cepat untuk mengingat teknik evakuasi seperti pada kebakaran. ‘Okashi’ berkepanjangan ‘osanai’(jangan mendorong), ‘kakenai’(jangan berlari), ‘shaberanai’(jangan berisik), namun di sini Tamae-sensei mengucapkan ‘Sharekoube’(tulang) untuk yang terakhir.</ref>. Dari depan terdengar gaung suara Tamae, yang sedang mengarahkan para murid. Di saat bersamaan, tawa cekikikan kecil terdengar dari para murid. “... entah kenapa, melihat seseorang yang lebih gugup dariku membuatku lebih tenang.” “Ahh, sepertinya aku mengerti yang kau maksud.” Shidou tertawa ringan, dan Tonomachi menjawab dengan ekspresi serupa. Dihadapkan dengan guru yang kelihatannya tak bisa diandalkan seperti Tama-chan, bukannya membangkitkan kegelisahan, kenyataannya ketegangan di kalangan para murid telah menurun. Dan kemudian, Shidou mengingat sesuatu, mencari-cari di kantongnya dan mengambil ''handphone''-nya. “Hm? Ada apa, Itsuka?” “Tidak. S’bentar dulu.” Sambil menghindari pertanyaan tersebut, ia memilih nama ‘Itsuka Kotori’ dari ''call history'' dan menghubunginya. Namun—tidak tersambung. Setiap kali ia mencoba, hasilnya sama saja. “... sial. Apa dia berhasil evakuasi?” Kalau dia masih belum meninggalkan sekolah mungkin akan baik-baik saja. Masalahnya bisa jadi dia sudah meninggalkan sekolah dan sedang berangkat menuju restoran keluarga. Sebenarnya, pasti ada ''shelter'' umum di dekatnya, jadi seharusnya tidak akan ada masalah... tapi untuk alasan tertentu Shidou tidak dapat mengabaikan firasat buruknya. Entah mengapa dalam benaknya tiba-tiba muncul bayangan sosok Kotori yang sedang menunggu Shidou seperti anak anjing penurut, tanpa mengindahkan kenyataan bahwa peringatan telah dibunyikan. Di dalam kepalanya, kata-kata Kotori, “Janji!” berputar-putar dan bergema. “M-memang kami sudah berjanji pasti akan bertemu di sana biarpun ''Spacequake'' sekalipun terjadi, tapi... dia sekalipun tidak mungkin sebodoh itu... Oh, iya, aku punya itu.” ''Handphone'' Kotori seharusnya punya layanan GPS yang terpasang. Mengutak-atik ''Handphone''-nya, ia menampilkan peta kota di layar, di mana terlihat ikon penanda berwarna merah. “...” Setelah melihatnya, tenggorokan Shidou terasa tersumbat. Ikon yang menunjukkan lokasi Kotori tepat berada di depan restoran keluarga yang dijanjikan. “Idiot yang satu itu...” Dengan sumpah serapah itu ia menutup ''cell phone''-nya tanpa mengembalikan layar ke keadaan semula, dan keluar dari barisan murid. “O-Oi, kau mau ke mana, Itsuka!?” “Maaf! Aku lupa sesuatu! Kau duluan saja!” Menjawab Tonomachi ketika menghadap arah berlawanan, ia berlari menuju pintu masuk melawan alur barisan. Setelah itu Shidou buru-buru mengganti sepatunya dan, terlihat hampir jatuh kedepan, ia melesat keluar. Melewati gerbang sekolah, ia jatuh menuruni bukit di depan sekolah. “... kalau sudah begini, seharusnya kita evakuasi seperti biasa saja...!” Berlari sekencang yang ia bisa, Shidou berteriak keras. Terhampar di pandangan Shidou sebuah pemandangan yang sangat menyeramkan. Jalan raya tanpa mobil yang bergerak, sebuah kota tanpa adanya tanda-tanda manusia. Di jalanan, di taman, bahkan di toserba, tidak ada satu orangpun yang tertinggal. Masih tertinggal jejak keberadaan orang-orang yang tadinya ada di sini sampai beberapa waktu yang lalu, namun sosok nyata orang-orang tersebut telah menghilang. Bagaikan adegan dari film horor. Semenjak bencana tiga puluh tahun lalu, kota Tenguu inilah yang dengan hati-hati dibangun ulang sembari menangani ''spacequake'' dalam kegelisahan. Jangankan tempat umum, bahkan persentase keluarga biasa yang memiliki ''shelter'' adalah yang tertinggi di seluruh negeri. Karena ''spacequake'' yang sering terjadi belakangan ini, orang-orang dengan cepat ber-evakuasi. Tapi meski begitu... “Kenapa si idiot itu bersikeras menunggu di sana...!” Ia melepaskan teriakan, lalu membuka ''handphone''-nya masih sambil berlari. Ikon yang menunjukan posisi Kotori tetap berada di depan restoran keluarga itu. Sambil memutuskan bahwa hukuman untuk Kotori adalah serentetan sentilan jari di dahi, ia lanjut menggerakkan kakinya dengan kecepatan tinggi menuju restoran keluarga tersebut. Ia tidak mengatur nafasnya atau semacam itu. Ia hanya berlari tanpa henti menuju restoran keluarga secepat yang ia bisa. Kakinya sakit, dan ujung-ujung jarinya mulai mati rasa. Kepalanya terasa pusing, tenggorokannya mulai terasa lengket, dan suara gemeretak dapat terdengar dari dalam mulutnya. Akan tetapi, Shidou tidak berhenti. Hal-hal seperti bahaya atau keletihan tidak menemukan jalan menuju pikirannya, yang telah terisi dengan satu pikiran akan keinginan untuk tiba ke tempat Kotori berada. Tapi— “...?” Saat berlari, Shidou melirik ke atas. Ia pikir ia melihat sesuatu yang bergerak di ujung penglihatannya. “Apa... benda-benda itu...” Shidou mengernyitkan alisnya. Ada tiga... atau mungkin empat. Di langit, benda-benda yang terlihat seperti manusia sedang melayang. Tapi, Shidou langsung berhenti mempedulikan hal itu. Alasannya— “Uwahhhh...!?” Shidou secara naluriah melindungi matanya. Jalanan di depannya tiba-tiba diselimuti cahaya menyilaukan. Yang diikuti oleh ledakan yang memekakkan telinga, dan gelombang udara yang dahsyat menerpa Shidou. “Ap—" Shidou secara refleks menutupi wajah dengan tangannya dan menambah kekuatan pada kakinya namun itu sia-sia. Tekanan angin bagaikan topan raksasa meniupnya sehingga kehilangan keseimbangan dan ia terjatuh ke belakang. “Ap... Apa yang terjadi...?” Selagi mengusap dan mengedipkan matanya, ia berusaha menopang tubuhnya untuk bangkit. “—Huh—?” Melihat pemandangan yang terbentang di seluruh pandangannya, Shidou melepaskan suara penuh keterkejutan. Bagaimanapun juga, jalanan tepat di hadapannya sesaat yang lalu, dalam waktu yang singkat ketika Shidou menutup matanya— tanpa sisa sedikitpun, telah ‘lenyap’. “Ap-apa ini, apa yang sebenarnya terjadi, ini...” Ia bergumam, kebingungan. Tidak peduli metafora apapun yang kau gunakan, itu tidak akan menjadi sebuah lelucon. Seakan-akan sebuah meteorit baru saja jatuh mendarat. Tidak, lebih tepatnya, seakan-akan semua yang ada di permukaan tanah telah lenyap sepenuhnya. Jalanan di hadapannya telah terkorek keluar menyerupai bentuk mangkok dangkal. Dan, di pinggiran jalan yang telah menjadi seperti sebuah kawah— Ada sesuatu seperti bongkahan logam yang muncul ke permukaan. “Apa...?” Karena pengaruh jarak, ia tidak bisa mengamati detail kecilnya tapi—ia melihat sesuatu yang menyerupai bentuk singgasana yang biasa diduduki raja dalam game-game RPG. Namun, bukan itu yang penting. Di sana ada gadis yang memakai gaun aneh, yang kelihatannya sedang berdiri di singgasana dengan kakinya di atas sandaran lengan. “Gadis itu—kenapa dia ada di tempat seperti itu?” Ia hanya dapat melihat samar-samar, tapi ia dapat memastikan rambut hitam panjangnya dan rok yang memancarkan sinar misterius. Ia sepertinya tidak salah memastikannya sebagai seorang gadis. Gadis itu sambil lalu mengamati lahan tersebut, lalu tiba-tiba berbalik menghadap Shidou. “Un...?” Dia menyadari keberadaan Shidou... Mungkin. Masih terlalu jauh jadi Shidou tidak bisa memastikannya. Selagi Shidou ragu-ragu akan hal tersebut, gadis itu membuat gerakan lebih lanjut. Dengan gerakan mengayun, dia terlihat mengambil pegangan yang terlihat dari balik singgasana, dan perlahan-lahan menariknya keluar. Benda itu adalah—dengan bilah yang lebar, sebuah pedang besar. Menyemburkan sinar bagaikan ilusi layaknya pelangi, atau layaknya bintang, sebuah pedang yang aneh. Gadis itu mengayunkan pedangnya, dan jejak jalur yang dilaluinya meninggalkan sedikit berkas cahaya. Dan kemudian— “Eh...!?” Gadis itu menghadap Shidou, dan disertai suara gemuruh, mengayunkan pedang itu secara horizontal. Ia instan merendahkan kepalanya. Tidak, lebih tepatnya, lengan Shidou, yang tadinya menopang tubuhnya, kehilangan kekuatan, dan sebagai hasilnya membuat posisi bagian atas tubuhnya terjatuh. “Ap—” Pedang tersebut mengikuti jalur yang melewati tempat dimana kepala Shidou tadinya berada. Tentu saja, itu bukan jarak yang secara fisik dapat dijangkau pedang tersebut. Namun, hal tersebut benar-benar— “...Haaah—” Dengan mata terbuka lebar, Shidou membalikkan kepalanya ke belakang. Rumah-rumah, pertokoan, pohon-pohon di sisi jalan, marka jalan dan semuanya yang ada di belakang Shidou dalam sekejap diratakan pada ketinggian yang sama. Sedetik kemudian, bergema suara kehancuran bagaikan gemuruh guntur dari jauh. “Hiiii...!?” Hal tersebut telah berada di luar pemahaman Shidou. Gemetaran, jantungnya terasa sesak. —Apa maksud semua ini? Satu-satunya hal yang ia mengerti adalah jika saja kepalanya tidak merendah barusan, sekarang ini ia sudah senasib dengan pemandangan di belakangnya, terpotong rata. “Ja-jangan bercanda...!” Bagaikan menyeret tubuh yang seakan terpotong di pinggangnya, Shidou merayap mundur. Secepat mungkin, sejauh mungkin, aku harus meninggalkan tempat ini...! Akan tetapi. “—Kau juga... ya” “...!?” Suara penuh kejemuan terdengar dari atas kepalanya. Pandangannya, yang sesaat lebih lambat, mengikuti arah pikirannya. Di depan matanya berdiri seorang gadis yang sampai sesaat yang lalu tidak ada di sana. Benar, gadis yang sama dengan yang berdiri di tengah-tengah kawah barusan. “Ah—” Tanpa sengaja, Shidou bersuara. Dia kira-kira seumur Shidou, atau mungkin sedikit lebih muda. Dibalik rambut hitamnya yang mencapai lutut adalah wajah yang memiliki baik kecantikan dan wibawa. Di tengahnya, sepasang mata yang memancarkan sinar misterius, hampir seperti kristal-kristal yang merefleksikan berbagai sinar berwarna ke segala arah. Dia berpakaian aneh sekali. Menyerupai bentuk seperti gaun seorang putri, terbuat dengan material yang tidak jelas apakah dari kain atau logam. Tambah lagi, celah jahitan, bagian dalam, rok dan sebagainya, tersusun dari lapisan cahaya misterius yang tidak terlihat seperti materi fisik. Dan di tangan itu, dia sedang memegang pedang besar yang panjangnya kira-kira menyamai tingginya sendiri. Kejanggalan situasi tersebut. Keanehan penampilannya. Keunikan dari keberadaannya. Yang manapun dari hal-hal tersebut sudah cukup untuk menarik perhatian Shidou. Tapi. Ya, akan tetapi. Yang mencuri pandangan Shidou tidak mengandung ketidak-murnian seperti hal-hal tersebut. “——” Seketika itu. Rasa takut akan kematian, bahkan kebutuhan untuk bernafas, telah ia lupakan, selagi matanya terpaku pada sang gadis. Seluar-biasa itulah kiranya. Gadis tersebut, sangat luar biasa... cantik. "—Siapa..." Terkesima, Shidou berbicara untuk pertama kalinya. Meski kelancanganku ini akan membuat suara dan mataku hancur, itu pikirnya. Gadis itu perlahan mengalihkan pandangannya turun. "... namamu?" Suaranya, memuat pertanyaan tersebut dari lubuk hatinya, bergema di udara. Namun. "—Aku tidak punya hal semacam itu" Dengan tatapan sedih, gadis itu menjawab. “——” Setelah itulah. Mata Shidou dan sang gadis bertemu untuk pertama kalinya. Pada saat bersamaan, sang gadis tanpa nama, dengan kemurungan yang sangat, sambil membuat ekspresi yang seakan ingin menangis, menarik pedangnya lagi dengan suara ‘kachiri’. “Tunggu, tunggu, tunggu!” Karena bunyi kecil tersebut, gemetarannya telah berlanjut. Shidou memekik putus asa. Tapi gadis tersebut hanya melemparkan pandangan kebingungan pada Shidou. “... apa?” “A-Apa yang kau rencanakan...!?” “Tentu saja—membunuhmu secepatnya." Mendengar sang gadis menjawab dengan sangat datar, wajah Shidou membiru. “Ke-Kenapa...!” “Kenapa...? Bukannya sudah jelas?” Dengan wajah yang penuh kejemuan, sang gadis melanjutkan. “—Lagipula, bukannya kau datang untuk membunuhku juga?” “Huh...?” Diberikan jawaban yang tak diduganya, mulut Shidou terbuka lebar. “... tidak mungkin aku akan melakukan itu.” “——Apa?” Gadis itu menatap Shidou dengan campuran keterkejutan, kecurigaan, dan kebingungan. Namun, sang gadis seketika itu menyipitkan mata dan berpaling dari Shidou, menengadah ke arah langit. Layaknya dipandu olehnya, Shidou juga berbalik melihat ke atas— “Aap...!?” Matanya terbelalak lebih lebar dari sebelumnya, nafasnya tersendat di tenggorokannya. Bagaimanapun juga, ada beberapa manusia yang berpakaian aneh sedang terbang di langit—dan tambah lagi, dari senjata-senjata di tangan mereka, sejumlah besar sesuatu yang mirip misil diluncurkan ke arah Shidou dan sang gadis. “W-Waaaaaaaaaah!?” Ia berteriak secara naluriah. Namun—bahkan setelah beberapa detik telah berlalu, Shidou masih memegang kesadarannya. “Eh...?” Tercengang, suaranya terlepas. Misil yang diluncurkan dari angkasa melayang tanpa bergerak di udara beberapa meter di atas gadis tersebut, seperti sedang dipegangi oleh tangan-tangan tak terlihat. Gadis itu dengan jengkel menghela nafas. “... hal seperti ini sia-sia saja, kenapa mereka tidak pernah bisa belajar.” Seraya berkata, sang gadis mengangkat tangan yang tidak memegang pedang, dan mengepalkannya kuat-kuat. Saat dirinya melakukan hal ini, misil yang tak terhitung jumlahnya remuk, seakan diremas dengan paksa, dan meledak di tempat mereka berada. Bahkan jangkauan ledakkannya sangat kecil. Seakan seluruh daya hancurnya telah tersedot ke dalam. Ia entah bagaimana dapat mengerti kekalutan yang dialami orang-orang yang melayang di langit tersebut. Namun, mereka tidak menghentikan serangan mereka. Satu demi satu, misil-misil ditembakkan. “—Hmpf” Gadis itu mengeluh pelan lagi, memasang wajah yang seperti akan meneteskan air mata kapan saja. Ekspresi wajah yang sama dengan pada saat dirinya mengarahkan pedang pada Shidou sebelumnya. “——” Melihat ekspresi tersebut, Shidou merasa jantungnya berdebar bahkan lebih kuat daripada saat ia hampir kehilangan nyawanya tadi. Benar-benar pemandangan yang sangat aneh. Siapa gadis itu, ia tidak tahu. Siapa orang-orang di langit itu, ia juga tidak tahu. Akan tetapi, fakta bahwa gadis tersebut lebih kuat dari orang-orang yang melayang di udara itu, ia mengerti sejauh itu. Karena itulah ia samar-samar memikirkan pertanyaan ini: Dia adalah yang terkuat. —Lalu kenapa dia memasang ekspresi seperti itu? "... lenyap, lenyap. Semuanya dan segalanya... Lenyaplah...!" Sambil mengatakan itu, dia menghunuskan pedang yang memancarkan sinar yang sama misteriusnya dengan matanya, ke langit. Penuh keletihan, penuh kesedihan, dengan sembarangan dia mengayunkan pedang. Untuk sesaat—angin berhembus. “...w-wah...!” Gelombang udara yang dahsyat menyerbu daerah tersebut, diiringi tebasan yang melayang menuju langit sesuai jejak ayunan pedang. Orang-orang yang melayang di udara buru-buru menghindarinya, dan mundur dari posisi mereka. Namun pada momen berikutnya, dari arah lain, sebuah sorotan cahaya laser dengan tenaga luar biasa ditembakkan ke arah sang gadis. “...!” Ia refleks menutupi matanya. Seperti yang diduga, sinar laser tersebut seperti mengenai dinding tak terlihat di udara di atas sang gadis dan terhenti. Bagaikan kembang api menyala di langit malam, sinar tersebut tersebar ke seluruh arah, berkilau dengan indahnya. Namun, sebagai kelanjutan dari sinar laser tersebut, sesuatu mendarat di belakang Shidou. “A-Apa yang sebenarnya terjadi...” Sejak beberapa saat yang lalu, Shidou masih belum bisa mengerti semua yang sedang terjadi. Ia merasa seperti sedang melihat lamunan yang buruk. Akan tetapi—setelah melihat sosok yang baru saja mendarat, tubuh Shidou menjadi kaku. Sosok yang sedang memakai mesin, atau semacamnya. Dari atas sampai bawah terlapisi ''body suit'' yang asing adalah seorang gadis. Dia membawa mesin ''thruster'' besar di punggungnya, dan sebuah senjata dengan bentuk seperti tas golf di kedua tangannya. Alasan mengapa tubuh Shidou diam membeku adalah sederhana. Ia mengenali gadis itu. “Tobiichi—Origami...?” Ia menggumamkan nama yang diberitahukan Tonomachi padanya pagi ini. Gadis dengan penampilan mekanik yang terlalu berlebihan itu adalah teman sekelasnya, Tobiichi Origami. Origami mendelik sekilas ke Shidou. “Itsuka Shidou...?” Sebagai balasannya, dia memanggil nama Shidou. Meskipun dirinya terkejut, ekspresinya tidak berubah. Namun, hanya sedikit saja, suaranya mengandung nada kebingungan. “... huh? ap-Apa-apaan pakaian itu—” Ia sebenarnya sadar kalau itu pertanyaan yang bodoh, tapi saat itu ia sudah terlanjur mengatakannya. Kewalahan dengan semua yang telah terjadi, ia sudah tidak tahu apa yang harus dikhawatirkannya. Akan tetapi, Tobiichi langsung memalingkan pandangan dari Shidou, menuju sang gadis bergaun. Bagaimanapun juga, “—Fmph” Gadis tersebut mengayunkan pedangnya dengan cara yang sama seperti sebelumnya ke arah Origami. Origami dengan cepat menyentak tanah, menghindari bidang dimana pedang tersebut diayunkan, dan mendekati gadis itu dengan kecepatan menakjubkan. Dari ujung depan senjata di tangan Origami, muncul sebuah pedang yang terbuat dari cahaya. Sasarannya adalah sang gadis, Origami mengayunkannya dengan seluruh kekuatan. “—Ugh” Gadis tersebut mengernyitkan alisnya sedikit, lalu menghentikan serangan tersebut dengan pedang di tangannya. —Pada saat itu. Dari titik di mana sang gadis dan Tobiichi bersilang pedang, terbentuk gelombang udara yang dahsyat. “Wa-W-Waaaahhhhhhhh!?” Dengan teriakan memilukan, ia membungkukkan tubuh dan entah bagaimana berhasil menahannya. Origami ditangkis, lalu perlahan-lahan keduanya berpisah jarak dan saling melotot dengan senjata mereka yang teracu. [[Image:DAL_v01_053.jpg|thumb]] “...” “...” Menghimpit Shidou di tengah-tengahnya, tatapan tajam dari si gadis misterius dan Origami saling bertemu. Saat itu dapat dikatakan situasi yang kritis. Mereka sedang berada pada kondisi dimana pemicu sekecil apapun dapat membuat pertarungan tersebut dilanjutkan kembali. “...” Shidou di sisi lain merasa tidak tenang. Dengan keringat yang terbentuk di dahinya, dan pikiran untuk melarikan diri dari tempat ini, ia perlahan menyeret tubuhnya secara horizontal di atas permukaan tanah. Namun, pada momen tersebut, tiba-tiba ''handphone'' di dalam sakunya berbunyi dengan melodi cemerlang. “——!” “——!” Dan hal tersebut menjadi pemicunya. Sang gadis dan Origami menyentak tanah di saat hampir bersamaan, berbentrokan tepat di depan Shidou. “Gyaaaaaaah!” Menghadapi tekanan angin yang terlalu kuat, Shidou tanpa ampun terlempar, dan pingsan setelah membentur dinding.
Summary:
Please note that all contributions to Baka-Tsuki are considered to be released under the TLG Translation Common Agreement v.0.4.1 (see
Baka-Tsuki:Copyrights
for details). If you do not want your writing to be edited mercilessly and redistributed at will, then do not submit it here.
You are also promising us that you wrote this yourself, or copied it from a public domain or similar free resource.
Do not submit copyrighted work without permission!
To protect the wiki against automated edit spam, please solve the following captcha:
Cancel
Editing help
(opens in new window)
Navigation menu
Personal tools
English
Not logged in
Talk
Contributions
Create account
Log in
Namespaces
Page
Discussion
English
Views
Read
Edit
View history
More
Search
Navigation
Charter of Guidance
Project Presentation
Recent Changes
Categories
Quick Links
About Baka-Tsuki
Getting Started
Rules & Guidelines
IRC: #Baka-Tsuki
Discord server
Annex
MAIN PROJECTS
Alternative Languages
Teaser Projects
Web Novel Projects
Audio Novel Project
Network
Forum
Facebook
Twitter
IRC: #Baka-Tsuki
Discord
Youtube
Completed Series
Baka to test to shoukanjuu
Chrome Shelled Regios
Clash of Hexennacht
Cube × Cursed × Curious
Fate/Zero
Hello, Hello and Hello
Hikaru ga Chikyuu ni Itakoro......
Kamisama no Memochou
Kamisu Reina Series
Leviathan of the Covenant
Magika no Kenshi to Basileus
Masou Gakuen HxH
Maou na Ore to Fushihime no Yubiwa
Owari no Chronicle
Seirei Tsukai no Blade Dance
Silver Cross and Draculea
A Simple Survey
Ultimate Antihero
The Zashiki Warashi of Intellectual Village
One-shots
Amaryllis in the Ice Country
(The) Circumstances Leading to Waltraute's Marriage
Gekkou
Iris on Rainy Days
Mimizuku to Yoru no Ou
Tabi ni Deyou, Horobiyuku Sekai no Hate Made
Tada, Sore Dake de Yokattan Desu
The World God Only Knows
Tosho Meikyuu
Up-to-Date (Within 1 Volume)
Heavy Object
Hyouka
I'm a High School Boy and a Bestselling Light Novel author, strangled by my female classmate who is my junior and a voice actress
The Unexplored Summon://Blood-Sign
Toaru Majutsu no Index: Genesis Testament
Regularly Updated
City Series
Kyoukai Senjou no Horizon
Visual Novels
Anniversary no Kuni no Alice
Fate/Stay Night
Tomoyo After
White Album 2
Original Light Novels
Ancient Magic Arc
Dantega
Daybreak on Hyperion
The Longing Of Shiina Ryo
Mother of Learning
The Devil's Spice
Tools
What links here
Related changes
Special pages
Page information