Editing
Tokyo Ravens (Indonesia):Volume 1 Chapter 2
(section)
Jump to navigation
Jump to search
Warning:
You are not logged in. Your IP address will be publicly visible if you make any edits. If you
log in
or
create an account
, your edits will be attributed to your username, along with other benefits.
Anti-spam check. Do
not
fill this in!
===Bagian 2=== Cuaca cerah di hari berikutnya, cuaca yang pas untuk mengadakan sebuah festival kembang api. Lokasi festival berada di sebuah kuil yang ada di luar kota, dan mencakup area tepi sungai di belakang kuil. Mungkin dikarenakan benyaknya orang yang ada atau antusiasme yang diluapkan oleh pengunjung, kegerahan hari itu tidak tanggung-tanggung. Suara bising yang hidup lebih sering terdengar, dan matahari pada musim panas tercampur dengan udara, seolah-olah hanya dengan bernapas sekali saja dapat merasakan rasa musim panas. “… Kau tidak melihat si gadis ajaib dari keluarga utama selama setengah tahun, dan segera berselisih setelah kalian melihat satu sama lain.” Touji bersandar pada dinding batu besar yang mengelilingi kuil, mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal dengan maksud menggoda. Harutora dan Touji telah menyelesaikan kelas remedial mereka, dan mereka menunggu di lokasi yang telah disepakati. Hokuto terlambat, dan tidak menunjukkan batang hidungnya. Di saat mereka menunggu Hokuto datang, Harutora memberitahu Touji tentang kejadian kemarin malam. Dia tidak berencana untuk membicarakan tentang hal itu, tetapi mata Touji yang tajam telah melihat sikap Harutora yang berbeda dibandingkan kemarin, dan secara tidak terduga, teman sekelasnya ini merupakan master persuasi. Entah bagaimana, Harutora tidak hanya meluapkan percakapannya di jembatan, tetapi bahkan berbicara mengenai hubungannya dengan Natsume. “Apa yang sebenarnya kau pikirkan? ” “Kau menyebalkan.” “… Kau terlalu jujur …” “Kalian tidak bisa berbicara sama sekali. Lain kali aku pergi bersama seorang gadis, kau lebih baik tidak datang denganku.” Dari bawah bandananya, Touji tersenyum dingin. Harutora berjongkok di tanah, dia merasa terganggu. [[image:Tr1_065.png|thumb]] Harutora akan selalu menunjukkan sikap sebaik mungkin, tapi pada akhirnya tidak banyak nomor gadis di dalam ponselnya—nomor yang cukup sedikit—dan itu akan menjadi kesulitan yang besar baginya untuk melakukan pendekatan yang lebih kompleks. “Kuakui aku agak kekanak-kanakan di akhir … tapi dia memprovokasiku terlebih dahulu.” “Tidak peduli siapa orangnya, kau tidak akan pernah bisa berbicara dengan para gadis.” Touji benar-benar tidak peduli saat dia berbicara tanpa ampun, tapi Harutora tidak mengumpulkan kekuatan untuk membalas. “Tapi, seperti yang diharapkan dari sebuah keluarga besar, bahkan keluarga cabang harus mematuhi tradisi dan menjadi shikigami keluarga utama …” Touji tidak keberatan untuk menunduk pada Harutora, bergumam sinis. ‘Shikigami’ disebut sebagai pelayan yang dimanipulasi oleh Onmyouji, ‘shiki’ artinya ‘perbudakan’, dan shikigami berarti ‘roh yang menjadi pelaksana tugas mereka.’ Contohnya, ‘General Onmyoudou’ merupakan Agensi Resmi Onmyou dengan prioritas menggunakan Shikigami buatan manusia, yang diciptakan dengan menempatkan energi magis menjadi ‘inti’ pada pembuluh darah. Shikigami yang sederhana bisa dibuat di tempat, serta semua jenis kepribadian—pembuatan Shikigami. ‘Tradisi’ dari keluarga Tsuchimikado adalah keluarga cabang harus melayani keluarga utama sebagai seorang shikigami. “Hei, tenanglah, dalam kasus itu, apakah Yakou juga memiliki shikigami seperti itu?” “Aku tidak tahu. Dia mungkin punya, meskipun aku tidak begitu yakin.” “Shikigami Yakou adalah Hishamaru dan Kakugyouki … Apa mereka manusia?” “Aku sudah bilang kalau aku tidak tahu.” Touji menunjukkan rasa ingin tahu yang kuat, tetapi Harutora menghentikannya dengan santai. “Kalau dipikir-pikir, terlepas dari Yakou, bukankah kau berpikir terlalu serius untuk mematuhi ‘tradisi’ itu sekarang? Itu terlalu ribet.” “… Kau tidak bermaksud untuk mengatakan ‘ribet’ kan?” Tatapan Touji menjadi lebih dingin. Wajah Harutora memerah, membantah: ‘Itu adalah hal yang sama!’ “Dalam kasus apapun, itu tidak cocok sama sekali! Tidak heran ayah mengatakan padaku untuk tidak terlalu khawatir.” “Apakah seperti itu?” “Bukankah begitu? Pikirkan ini, memaksa seseorang untuk menjadi shikigami, bukankah hal itu mengabaikan hak asasi manusia! Tradisi semacam itu tidak melihat orang-orang sebagai manusia sama sekali!” Kebanyakan orang akan berpikir tentang memanipulasi shikigami dan menggunakan daya tarik ketika ditanya mengenai teknik sihir paling representatif dari Onmyouji. Namun, shikigami merupakan rekan dan penjaga pekerja lapangan, dan secara kasarnya, mereka adalah pelayan atau budak, bahkan ‘alat’. Namun … “Ada banyak situasi di mana seseorang menjadi shikigami.” “Jangan membual, shikigami dapat menghilang dimanapun dan kapanpun.” “Itu hanya kiasan. Sederhananya, shikigami sebenarnya merupakan bawahan yang bertindak sesuai dengan perintah tuannya. Misalnya ninja yang mengabdi selama periode Perang Amerika semacam shikigami.” “… Apapun itu, itu adalah masa lalu.” “Dari sudut pandang modern, hubungan antara pekerja lapangan dan shikigami hampir sama dengan pelatih dan atlet … Uh, itu sedikit berbeda dengan ketaatan mutlak.” “Apa maksudmu, sedikit berbeda! Bagian itulah yang paling penting!” Harutora memikirkan percakapan kemarin di jembatan. Ketaatan mutlak untuk mengabdi pada Natsume? Mustahil. Dia tidak bisa melakukannya. Itu bahkan bukan pertanyaan apakah dia memiliki bakat sebagai Onmyouji lagi. “… Di sisi lain, jika aku mampu melihat roh, akan ada peluang tinggi aku akan berakhir seperti itu …” Dari nada bicara Natsume kemarin, dia mungkin berkomitmen untuk membangun kembali keluarga Tsuchimikado. Itu merupakan dampak dari posisi atau kepribadiannya? Apapun itu, Harutora benar-benar tertarik untuk mendampingi teman masa kecilnya demi mengejar ambisi yang tinggi itu. “Apanya yang ‘teman tidak berguna’, apanya yang ‘kewajiban sebagai pewaris keluarga’ … Apa dia tidak bosan untuk mendramatisir hal-hal seperti itu?” “Dia gadis yang jujur.” “Jujur bagaimana? Ha.” “‘Aku kesepian’ … Itulah maksud pewaris selanjutnya dari keluarga utama, kan?” Touji memandang Harutora, tatapannya sejenak melintas dengan cahaya yang tajam. Kata-katanya terasa tidak terduga bagi Harutora, yang bergumam untuk beberapa waktu. … Itu Natsume, menunjukkan kelemahannya padaku? Tapi … bagaimana jika … Tapi, itu tidak mungkin. Orang-orang khusus yang ingin menjadi Onmyuji berkumpul di Akademi Onmyou tempat Natsume menimba ilmu, dan tentu saja para siswa mengetahui hubungan antara keluarga Tsuchimikado dan Tsuchimikado Yakou. Natsume, seorang diri, berteman dengan orang-orang seperti itu, mempelajari Onmyoudou. Selain itu, Natsume memang berbakat, dan sangat mungkin bisa menyebabkan kecemburuan atau kebencian. Mengingat kepribadiannya, itu sangat sulit untuk membayangkannya mampu menemukan teman sekelompok yang bahagia atau menyingkirkan emosi negatifnya. Dalam hal ini, mungkinkah dia menghabiskan setiap hari di Tokyo dalam keadaan sedih? “….” Harutora mengerutkan kening, tampak tertekan dan terdiam. Touji menunduk melihat Harutora penuh perhatian, seakan dia pikir dia akan menjadi sederhana dan mudah untuk dipahami. “… Oke, kau hanya ditolak, jangan merasa terganggu, ini bukanlah akhir dunia, kan?” Tatapan Touji beralih ke belakang Harutora saat dirinya berbicara sambil mengangkat bahu. Harutora menghentikan murungnya, melihat ke atas dengan ekspresi kesal. “Siapa yang kau katakan ditolak?” “… Siapa juga yang ditolak?” Terdengar suara menakutkan yang terdengar seperti sebuah gunung api yang akan meletus. Itu adalah Hokuto. Touji menyeringai, dan Harutora yang berjongkok di tanah segera berdiri. Harutora berbalik untuk menyelesaikan kesalahpahamannya, tetapi tersedak seperti perkataan itu akan meninggalkan mulutnya. Mata kosongnya melebar. Melihat reaksi Harutora, Hokuto berkata: “… Apa …” dan menoleh sambil melihat Harutora dari sudut matanya. Dia berpura-pura tenang, tetapi wajahnya memerah karena dugaan dan tegang, dan jari kakinya cemas berputar-putar menelusuri tanah. Touji batuk ringan. Harutora segera berbicara: “Ka, Kau telat, Hokuto.” “… Maaf.” Touji batuk kembali. “Um, tidak, tidak apa-apa … Nah … Apa yang terjadi, kamu berpakaian seperti itu?” Kali ini Touji tidak batuk lagi, sebagai gantinya dia mendesah ringan. Hokuto perlahan tegang menggembungkan pipinya. “Tidak! Aku hanya mengenakan yukata karena aku pergi ke sebuah festival, apa ada yang salah?!” Hokuto saat ini sedang mengenakan yukata. Itu adalah yukata berwarna hitam, dihiasi oleh peoni(sejenis bunga) berwarna putih dan kupu-kupu di bagian atasnya, dengan sabuk merah muda yang elegan. Seluruh bagian tubuhnya memberikan aura tradisional dan matang, seolah-olah dia adalah orang yang berbeda dibandingkan Hokuto yang kemarin. “Tidak,, tidak, maaf! … Melihatmu berpakaian seperti ini, aku merasa itu tidak menggambarkanmu … aku, aku terkejut karena penampilanmu terlihat tidak terduga, jadi aku meragaukan mataku sendiri …” Aktivitas gunung berapi di jantung Hokuto menjadi lebih aktif dan lebih aktif lagi setiap kali Harutora membuka mulutnya bingung, terlihat seperti akan meletus setiap saat. Mata penuh kegembiraan yang dipenuhi air mata secara bertahap menatap Harutora. Touji yang berdiri di belakang Harutora, menutupi wajahnya karena dia tak mampu bertahan. Tapi … “Tapi … itu terlihat cocok untukmu. Itu benar-benar mengejutkanku.” Sesaat sebelum gunung berapi meletus, kemarahan Hokuto menghilang. “… Be, Benarkah?” “Ya, bagaimana mengatakannya … Ini terlihat segar, dan lebih dewasa dibandingkan biasanya.” Harutora juga tidak benar-benar jelas mengenai apa yang dikatakannya, dan berbicara ragu, jujur mengatakan apa yang ada di hatinya. Hokuto memindahkan tatapannya, seakan memata-matai ekspresi Harutora. Dia tidak melakukan sesuatu, tetapi detak jantungnya bertambah cepat. Tidak lama setelah itu, Hokuto menyatakan perasaan puasnya, santai dan merilekskan dirinya. “… Terima kasih.” Dia pura-pura tenang, sudut bibirnya membentuk senyum, dan mengucapkan terima kasih dalam diam. Keduanya tenggelam dalam keheningan. Tatapan Hokuto menjentikkan sekitarnya, tampak malu-malu, dan Harutora masih berdiri, juga gelisah dan cemas. Keduanya tampak seperti mereka ingin membuka mulut, tetapi mereka tidak bisa menangkap kesempatan. Keheningan itu berlanjut. Touji diam-diam menghitung sampai dengan seratus. Setelah itu, dia memutuskan untuk terus menunggu. “Baiklah, karena Hokuto ada di sini juga, kita harus bersiap untuk pergi melihat-lihat, kan?” Harutora dan Hokuto menganggukkan kepala mereka sedikit, seolah-olah mereka merasa lega. <center><span style="font-size: 300%;">☆</span></center> Sayangnya, aura dewasa Hokuto tidak berlangsung lama. “Berikutnya, permen kapas! Aku ingin makan permen kapas!” “… Kenapa kau tidak memakan manisan apel yang ada di tangan kanan dan pisang coklat di tangan kiri terlebih dahulu.” “Harutora, ada topeng! Hei, bagus yang mana? Mana yang menurutmu bagus?” “Badut itu … Tidak, aku bercanda! Aku bercanda, jangan menendangku dengan sandalmu!” “Aku melihat ada ikan mas! Yeah!” “Tunggu! Jangan lari menggunakan yukata! Orang jenis apa yang mampu berlari cepat menggunakan yukata?!” Dia merupakan tipikal orang yang sangat ceria, begitu ceria sampai dirinya ditakuti oleh siswa SD yang berjalan bersamanya, setelah benar-benar kembali ke sikap tomboinya yang normal. Touji tertegun. “… Apakah dia juga seperti ini tahun lalu?” “Dia lebih buruk ketika tahun lalu.” Harutora menjawab dengan senyum kering dari belakang Hokuto. Biasanya Hokuto akan sesekali menjadi kekanakan, tetapi begitu dia memasuki perayaan ini, dia nampak terlihat seperti dia telah berbuah sepenuhnya menjadi seorang anak. “Harutora, lihat ini!”, “Harutora, ke sini!”—Matanya menyorot dengan cahaya sambil menarik lengan Harutora, menunjuk ke stan satu per satu. Sebenarnya, Harutora terkadang merasa seperti dirinya tidak bisa mengikutinya, tetapi begitu melihat senyuman Hokuto yang riang, dia akan dimarahi dan dikata-katai. Itu adalah hal yang menyenangkan ketika melihat wajah orang lain yang sedang merasa senang. Juga, ketika dia bersama dengan Hokuto yang naif, dia tidak akan mengingat masa lalu. Dulu, ketika dia masih anak kecil. Setiap kali dia berkunjung ke kediaman keluarga utama, teman masa kecilnya akan merasa gembira, wajahnya memerah dipenuhi kebahagiaan. Dia akan mendengarkan apapun yang Harutora katakan, selalu mengikutinya … Seaca spontan Harutora memikirkan sebuah pertanyaan. … Apakah dia datang ke festival? Dia tidak bisa membanyangkannya. Natsume mungkin tidak mengetahui sesuatu yang menyenangkan lebih dari siapapun, dengan bodohnya terbelenggu nama Tsuchimikado, dan hidup dengan belajar dan berlatih setiap hari. Sementara dia bersenang-senang pada saat ini, apa yang dilakukannya— Kemudian— “… Harutora?” Touji memanggilnya diam-diam, Harutora seketika terkejut. “Ada apa?” “Uh … Tidak, bukan apa-apa.” Harutora tersenyum, kilauan itu membuat kesadarannya kembali ke festival yang ada di hadapannya. Matahari terbenam di arah barat, dan lampu yang tergantung di atas kios dengan deretan lentera menerangi sekitarnya. Pertunjukkan kembang api akan segera dimulai dalam beberapa saat. Saat itu, Hokuto, yang semula berjongkok melebarkan matanya melihat ikan mas, berdiri. “Ah! Apa itu? aku belum pernah melihat itu sebelumnya!” “Oh, itu adalah permainan menembak, terasa nostagia.” Pada waktu yang sama dengan Harutora berbicara, Hokuto sudah bergegas ke stan dengan permainan menembak. Harutora segera mengejarnya, dan Touji mengikuti dari belakang. Ada sepasang yang terlihat seperti anak kuliahan sedang mengambil tantangannya, dan Hokuto berdiri ke samping setelah bergegas ke barisan depan, dengan hati-hati mengamati mereka. “… Jadi cara bermainnya seperti itu, kau menggunakan pistol mainan untuk menjatuhkan hadiah yang ada di sana, kan? Kemudian kau bisa mendapatkan hadiah setelah menjatuhkan …” “Kau tidak pernah bermain?” “Bukankah aku hanya mengatakan kalau aku tidak pernah melihat itu sebelumnya!” Berkata demikian, Hokuto membayar harga untuk sekali bermain (dua ratus yen) kepada manajer stan. Manajer memberinya pistol mainan. “… Bagaimana cara menggunakannya?” Dia menatap Harutora, kemudian Harutora mengambil pistol manian dari tangannya, menarik pegas, dan menaruh peluru gabus ke moncong pistol. “Kemudian kau hanya perlu menarik pelatuknya saja.” “Terima kasih! Kemudian, ayo kita lihat, hadiah apa yang harus kudapatkan?” “Dengar, Hokuto, kau tidak bisa mendapatkan hadiah besar apapun yang kau inginkan dalam permainan jenis ini, tidak hanya kau akan mengenai mereka, bahkan jika kau mengenainya, hadiah tidak akan jatuh karena terlalu berat. Secara teori, kau harus menetapkan targetmu pada baris yang ditempatkan paling depan, mereka adalah hadiah yang relatif lebih mudah didapatkan.” “Ah, aku gagal.” “Dengarkan aku!” Hokuto mulai menembak, dan tidak mengenai hadiah apapun. Dia berani mengarahkan senjatanya pada baris tertinggi, dengan pita yang berada dalam kotak sebagai targetnya, dia benar-benar menolak usulan Harutora. Touji mengunyah cumi-cumi panggang yang telah dibelinya beberapa saat yang lalu, mengikuti kegembiraannya dari samping. Bau kecap yang terpanggang mampu meneteskan air liur. “Uu, sungguh, semuanya tidak kena!” “Itu salahmu sendiri.” “Harutora, aku ingin hadiah itu.” “Jangan menyusahkan.” “Bagaimana dengan Touji? Kau terlihat seperti kau telah ahli dengan jenis permainan seperti ini.” “Tidak tertarik.” Mendengar jawaban dingin mereka, Hokuto memperlihatkan tampilan mengejek, mengatakan ‘sangat tidak berguna’. Kemudian, dia membayar dua ratus yen lagi, dan menantangnya kembali. Tentu saja, targetnya adalah pita dalam kotak yang ada di barisan tertinggi. Dia membungkuk ke depan sebanyak mungkin, memperpanjang laras senapannya, dan bagian bawah yukatanya dianggat tinggi, membuat Harutora tersipu. Tapi, hasilnya tetap sama, tidak ada yang kena. Hokuto cukup gila untuk menginjak-injak tanah. “Menjengkelkan! Itu bahkan tidak mengenainya!” “Aku mengatakan tidak ada gunanya mengincar hadiah besar.” “Sekali lagi!” “Menyerah saja.” “Tidak! Aku ingin itu!” Dia benar-benar seperti anak kecil. ‘Harutora.’ Touji yang berdiri di belakangnya, menempatkan kata-kata malasnya seakan ingin dia untuk memikirkan sesuatu. Bergumam ‘apapun itu tidak ada hubungannya denganku’ dalam hatinya, Harutora menerima pistol mainan yang Hokuto serahkan, dan membayar dua ratus yen. “Tapi aku benar-benar buruk dalam permainan ini …” Sama seperti pengakuannya, tembakannya melengkung satu demi satu. Keberuntungan Harutora mungkin yang terburuk, dan terlepas apapun tujuannya, peluru akan melayang menuju ke arah mustahil. Uang yang ada di dompetnya perlahan habis, dan bahkan ketika seperti itu, Hokuto masih tidak membiarkannya pergi, dan uang uang seribu yen dihabiskan dengan cepat. “Jika sekarang pelurunya tidak kena, menyerahlah.” Setelah mengatakannya, dia memasukkan peluru terakhir. Jantung Hokuto cemas saat menatap Harutora. Kemudian, dia tersipu seolah memikirkan sesuatu. Saat ini Harutora sedang membidik. Hokuto terlihat sedikit ragu, tetapi dia masih menurunkan pandangannya, menempatkan wajahnya dekat dengan telinga Harutora. “Hei, Harutora.” “… Jangan bicara denganku sekarang.” “Jika kau mendapatkan hadiah yang …” “Jangan bicara padaku.” “Aku akan memberimu ciuman.” Tangannya kehilangan kendali untuk sesaat. Peluru gabus yang tidak jelas melaju pada arah yang sama dengan arah laras senapan, mengenai kotak pita. Kotak tersebut mengeluarkan suara tiba-tiba kosong, terjatuh. Hokuto melompat-lompat, berteriak keras. Cumi-cumi yang Touji makan menyangkut di mulutnya, bertepuk tangan santai. Tapi, Harutora tidak menunjukkan kegelisahan. “Ho, Hokuto, kau …!” “Hah? Ada apa denganku?” “Eh, itu, kau berkata … Jika aku mendapatkan hadiah yang …” “Apa? Apa itu, Harutora?” Hokuto memalsukan penampilannya yang sederhana, tersenyum tipis dan sedikit memiringkan kepalanya. Itu jelas senyuman seorang kriminal. ‘Cih!’ Harutora menyesalinya, tetapi suasana saat itu tidak cocok untuk membesarkan apa yang baru saja terjadi atau terus memberikan pertanyaan. Sebenarnya, jika itu dilihat kembali, hal itu akan menyebabkan kesulitan untuk Harutora. “… Sejak kapan kau mempelajarinya …” “Hmm? Aku belum mendapatkan apapun yang kau katakan sampai saat ini.” Hokuto tertawa dan berbalik, dan setelah diamati lebih dekat, orang dapat melihat kalau setengah dari itu hanya untuk menutupi rasa malunya. Tampaknya Harutora bukan satu-satunya yang takut akan risiko yang tidak diketahui. Yang menakjubkannya adalah kalau hadiah besar yang Hokuto bersikeras mendapatkannya ternyata botol sabun dan sedotan. Satu set gelembung tiup anak-anak untuk bermain dengan menempatkannya dalam sebuah kotak hadiah, dan menempatkannya paling tinggi hanya untuk menipu pelanggan. “Tidak heran itu terjatuh dalam satu tembakan.” Touji tertawa. Wajah Harutora memerah saat dia melihat hasil kerja sia-sianya. Tetapi Hokuto sama sekali tidak memasukannya ke dalam hati. “Tidak apa-apa, ini yang kuinginkan.” Dia melepaskan ikatan pita di sekitar kotak, dengan cekatan mengikat ke rambutnya. [[image:Tr1_079.png|thumb]] Itu adalah pita merah muda yang indah, warna yang senada dengan sabuk di yukata Hokuto. Dengan pita yang terikat di rambutnya, terlihat itu telah diatur sejak awal. “Ah.” Harutora membuat suara pujian. “Sekarang bagaimana?” “Kau tidak cocok mengenakannya.” Harutora berbicara sinis, mengambil kesempatan untuk membalas godaannya sekarang. Tapi, Hokuto tidak bergeming. Dia menatap mata Harutora dengan wajah serius. “Terlihat manis?” “….” “Sangat manis, kan?” “….” “Katakan kalau ini manis!” “… Oke, aku tahu. Manis, itu manis.” “Sangat?” “Kubilang, karena kau memaksaku untuk mengatakannya …” “….” “Manis! Itu benar-benar manis!” Harutora hanya bisa memujinya berulang kali saat berhadapan seolah dia akan memukulnya setiap saat. Hokuto tersenyum ringan setelah mendengar itu, dia melonggarkan seluruh tubuh. “Aku menang.” “O, Oke …” “Sebenarnya, Harutora merupakan Bakatora yang tidak mengerti hati perempuan. Jika kau dengan sungguh mengatakan kalau yukataku terlihat manis ketika kau melihatnya, kita tidak harus membuang begitu banyak usaha.” “Hei, tenanglah. Hanya untuk membuatku mengatakan kata manis, kau mengenakan yukata yang tidak dipakai dan membuatku menghabiskan seribu yen pada permainan menembak hanya untuk mendapatkan pita?” “Aku menang.” “… Baik, aku kalah.” Harutora merasa lelah, melemaskan bahunya. Hokuto tersenyum ceria, dengan perasaan senang bermain dengan pita. “Aku akan menyimpannya.” “Lakukan apa yang kauinginkan, tetapi itu sangatlah murah.” “Tak apa, karena …” “Apa?” “Tidak … Bukan apa-apa.” Hokuto tersenyum malu-malu, mengambil gelembung tiup. Dia memasukkan bagian depan jerami ke dalam air sabun, kemudian mengkerutkan bibirnya, menuip ke arah jerami. Gelembung berkedip dalam warna pelangi terbang melalui langit malam. Beberapa anak yang datang dengan orang tuanya bersorak satu demi satu setelah melihat gelembung. Yang bersorak adalah seorang anak kecil dan seorang gadis kecil yang menggenggam tangan anak itu, seakan mereka sepasang saudara kandung. Meski reaksi dari pasangan itu memohon pada Hokuto, saat dia meniup gelembung ke arah kedua anak tersebut. Gumpalan gelembung berkeliaran, meledak dan menghilang tanpa suara. … Kekanakan … Hokuto memandang orang dewasa yang berbicara mengenai gadis yang memakai pita bermain dengan anak-anak, bahkan tanpa adanya jejak kekanakan. Harutora tertegun, kemudian merasa lucu, menyeringai. Hokuto melihat Harutora tersenyum padanya, dan meniup gelembung di wajahnya. “Hei, jangan menganggu!” Harutora segera berlari—Hokuto mengejar, dan saudara kandung itu tertawa bahkan terdengar lebih bahagia. Untuk beberapa waktu, senyum muncul di wajah setiap orang. Mungkin adegan mencolok ini adalah memori musim panas yang akan dikenang di masa depan. “Baiklah … Apa yang harus kita lakukan selanjutnya, Harutora? Kita harus segera pergi, kan?” Touji selesai makan cumi-cumi panggang, dan setelah memeriksa jam, membisikkan kata-kata di telinga Harutora. Ini sudah hampir waktunya untuk pertunjukkan kembang api, dan meskipun mereka bisa melihat kembang api dari sini, kembang api akan ditembakkan dari tepi sungai, sehingga pemandangan terbaik ada di sana. Saat itu, Hokuto yang berpisah dengan saudara kandung itu tersenyum seraya memanggi: “Ah, tunggu sebentar, aku akan segera kembali!”, Berpisah dari Harutora dan Touji, dan tiba-tiba berlari. Mereka berdua saling memandang heran. “Apa yang dia lakukan?” “Entahlah.” Meskipun mereka tidak mengerti, mereka tidak berpikir itu akan baik untuk menunggu pada posisi mereka, sehingga mereka mengangkat bahu dan mengikuti Hokuto. Hokuto berlari ke bagian dalam kuil. Mereka berjalan naik melewati tangga kecil, melewati bagian bawah gerbang merah khas kuil di Jepang. Tidak ada lentera hias di sekitar kuil, tetapi ada lampu penerangan yang terbuat dari batu alam. Berjalan lebih jauh ke dalam, lebih lanjut mereka pergi meninggalkan keramaian dan hiruk pikuk di belakang mereka. Suara serangga masuk di telinga mereka, dan perasaan malam pada musim panas melayang melalui lingkungan dengan pencahayaan remang-remang dengan kuil sebagai pusatnya. Mereka menemukan Hokuto segera. Dia asyik berdoa di depan dinding kuil di mana papan-papan kecil berisi doa digantungkan. “Apa yang kau lakukan?” “Ah … Bu, Bukankah aku memberitahu kalian untuk menunggu.” Hokuto segera menutupi papan doanya setelah mendengar panggilan mendadak padanya. Sayangnya, meskipun pendaran cahaya dari lampu batu itu samar, kata-kata yang tertulis di papan doa itu masih dapat terlihat jelas. ‘Aku harap Harutora menjadi Onmyouji.’ “… Kau …” Suasana yang awalnya menyenangkan membeku dalam sekejap, dan kepergian Hokuto secara sembunyi-sembunyi serta topik yang dia tidak diharapkan untuk datang pada saat ini membuatnya marah. “… Hokuto, apakah kau tidak pernah puas? Aku pikir tidak apa membiarkanmu bebas beberapa waktu.” “Karena …” “Tidak ada, karena! Mengapa kau melakukan segala cara untuk membuatku menjadi Onmyouji, apakah kau membenciku hidup dengan normal?!” “Aku, aku tidak mengatakan itu, ini hanya untuk kepentingan Harutora—” Hokuto menyangkalnya. Tapi kali ini, topik yang biasanya membuatnya lelah dan tercengang misterius telah membangkitkan kemarahannya, dan dia bahkan merasa terkejut. Dia mengerti alasannya. … ‘Aku tidak memiliki waktu untuk melewati hari tanpa melakukan apapun dan aku juga tidak memiliki waktu untuk bergaul dengan teman-teman yang tidak berguna sepanjang hari.’ Perkataan Hokuto terdengar di telinganya seperti kata-kata dari teman masa kecilnya. Tapi, ini salah. Ini tidak seperti itu. Dia ingin Hokuto setidaknya paham kalau ini tidak terjadi. “… Hei, Hokuto.” Dia menekan emosi gelisah, berbicara kata demi kata: “Mungkin aku memang hidup membosankan, tidak signifikan dan lemah, tapi aku menyukainya. Aku menyukai hari-hari di mana aku bisa bergaul denganmu dan Touji serta melakukan hal-hal bodoh setiap harinya.” “Pembohong.” Natsume telah mencelanya seperti ini sekali. Natsume berbicara yang susungguhnya. Dia telah melanggar perjanjian mereka, dan tidak memenuhi janjinya untuk melindungi dirinya, dan telah sengaja melarikan diri ke kehidupan normal dengan orang normal. Dia tidak bisa melakukan apapun jika Natsume menghukumnya karena ini. Tetapi untuk Hokuto—Dia tidak ingin mendengar Hokuto, yang menjalani kehidupan yang normal sepertinya, berkata untuk menyangkal kehidupannya. “Hokuto …” Harutora berpikir secara mendalam, mengambil langkah menuju Hokuto. Touji berseru ‘Harutora’ seolah-olah untuk menghentikannya, tapi dia sengaja mengabaikannya. Hokuto melihat seolah dia sedang dipojokkan, menahan napas. Harutora tidak membiarkan Hokuto pergi, menatap tajam matanya. “Pada saat ini, aku tidak ingin lari dari Onmyouji atau keluarga Tsuchimikado untuk membuat relasi dan menghancurkan hidupku saat ini. Tidakkah kau berpikir seperti itu? Hah, Hokuto?” Hokuto menggigit bibirnya. Setelah sekian lama, tersiksa dalam diam … Dia menurunkan matanya, tidak mengatakan sepatah kata pun. Tanggapan Hokuto membawa kejutan yang tidak terduga, bahkan dirinya merasa kalau dia telah dikhianati. “… Oh, jadi begitu.” Dia merasa marah yang mendidih dalam dirinya, tetapi dia tidak berencana untuk menahan kemarahan itu. Dia menempatkan tangannya ke belakang punggung Hokuto, mengabaikan teriakanya dan menyingkirkan lengan yang berusaha keras untuk menghentikannya, dan meraih papan doa tersebut. Dia menjatuhkan papan doa, melemparkannya ke tanah. Hokuto meratap lemah. “Apa yang kamu lakukan!” Dia berlari ke papan doa yang telah jatuh ke tanah, dibersihkan kotoran darinya, dan memegang erat-erat ke dadanya. Seolah-olah dia bergerak untuk menjaga benda berharga, dan hanya tertahan di mata Harutora. Dia berbalik dengan angkuh, tidak membiarkan dirinya melihat tatapan Hokuto yang berkaca-kaca. “… Harutora, idiot!” Hokuto berteriak, bergegas pergi. Punggungnya menghilang dalam sekejap dari sisi lain gerbang merah kuil tersebut. Suara gemerincing dari sandal secara bertahap berpindah, tetapi dia masih keras kepala melihat ke depan. Setelah cukup lama. “… Dia pergi.” Touji diam-diam menyaksikan situasinya, dengan tenang membuka mulutnya. Harutora tidak mampu menahan amarahnya yang meningkat, dengan nada pahit dia bergumam: ‘… Sial!’ “Oh, pemuda itu, tidaklah buruk.” Touji berbicara santai seperti biasa, tetapi Harutora tidak memiliki energi untuk menanggapinya. “… Apakah kau berpikir itu salahku?” “Tidak, jujur, Hokuto yang salah.” Touji memberikan alasan yang tidak terduga. Harutora memandang Touji heran, tetapi hanya melihatnya terus berbicara dengan tenang seperti biasanya. “Kau hanya ‘tidak berguna’.” Perkataan Touji ini tajam menusuk telinganya, dan Harutora merasakan sensasi yang sangat dalam ketika mendengarnya. Energi cadangannya yang semula menghilang, dan dia pingsan seperti bola kempis. “Selamat, kau telah ditolak dua malam berturut-turut. Melihat ini, kau benar-benar laki-laki yang dicintai, Harutora.” “Diamlah. Jujur, aku sangat frustasi sekarang.” “Ini bukan hanya sihir yang mampu menusuk.” “… Apa maksudnya itu?” “Maksudku, Hokuto yang sedang terluka pasti merasa lebih buruk sekarang.” Harutora tidak bisa membantu tetapi seketika muram ketika mendengarnya. Saat ini, air mata berkilauan di mata Hokuto. Harutora sudah sangat marah, Hokuto sakit hati, dan juga—dia telah melakukannya dengan sengaja. “Apa yang akan kau lakukan? Apa kau ingin mengejarnya? Jika kau berubah pikiran, aku akan memukulmu beberapa kali.” “Mengapa kau harus memukulku?” “Untuk membantu mendorongmu. Ini tugasku melakukannya ketika hal semacam ini datang.” Touji menyeringai. Sekarang, Touji terlihat melunak, tetapi yang sebenarnya dia telah menjadi penjahat yang begis sepanjang waktu, memukul dan menendang orang untuk sarapan. Harutora mengangkat tangannya, mengabaikan anjurannya. Dia sedikit tenang. … Aku berada di atas … Touji mungkin mengatakan Hokuto berada di pihak yang salah karena itu adalah hukuman untuk temannya. Dibandingkan dengan Harutora yang merupakan salah seorang teman yang lebih diutamakan, tidak terlalu dekat dengan Hokuto, sehingga dia bisa mengatakan kalau dia ‘salah’. Hubungan persahabatan tidak dapat dipaksakan. Mengambil contoh yang ektrim, mungkin Hokuto percaya kalau Harutora bukan ‘teman’, dan dia bebas untuk melakukannya. Tentu saja, Harutora tidak berpikir Hokuto memandang rendah dirinya, dan mereka berdua sudah saling mengenal untuk waktu yang lama. Tetapi, bahkan jika Harutora berpikir Hokuto adalah seorang teman yang berharga, Hokuto tidak perlu menanggapi pendapat dengan pikiran atau sikap yang serupa. Namun berbeda keduanya melihat satu sama lain, itu bukanlah alasan untuk mengkritik orang lain. “… Aku akan pergi menemuinya.” Harutora merenungkan kehidupan ke depannya. Touji dan Hokuto adalah dua bagian yang tidak terpisahkan dari hidupnya. Pada saat itu, “… tahan.” Tiba-tiba seseorang berbicara. Seseorang yang berbicara dengan mereka adalah orang yang nampaknya muncul dari bagian gelap kuil. Seorang pria yang mengenakan setelan hitam dan berkacamata hitam. Harutora dan Touji melihat pakaian yang sangat tidak cocok untuk festival, dan secara tidak sadar mundur setengah langkah. “Maaf mengganggu kalian berdua, tetapi aku mendengar percakapanmu, dan aku mendengar kalau ada seseorang dari keluarga Tsuchimikado di sini.” Pria itu menundukkan kepalanya hormat, seolah-olah dia tidak melihat ekspresi keduanya. Dia berkata kepada Harutora yang bingung: “Sebenarnya, aku mencari seseorang dari keluarga Tsuchimikado atas perintah tuan. Bisakah kau meminjamkan sedikit waktu untuk bertemu tuanku?”
Summary:
Please note that all contributions to Baka-Tsuki are considered to be released under the TLG Translation Common Agreement v.0.4.1 (see
Baka-Tsuki:Copyrights
for details). If you do not want your writing to be edited mercilessly and redistributed at will, then do not submit it here.
You are also promising us that you wrote this yourself, or copied it from a public domain or similar free resource.
Do not submit copyrighted work without permission!
To protect the wiki against automated edit spam, please solve the following captcha:
Cancel
Editing help
(opens in new window)
Navigation menu
Personal tools
English
Not logged in
Talk
Contributions
Create account
Log in
Namespaces
Page
Discussion
English
Views
Read
Edit
View history
More
Search
Navigation
Charter of Guidance
Project Presentation
Recent Changes
Categories
Quick Links
About Baka-Tsuki
Getting Started
Rules & Guidelines
IRC: #Baka-Tsuki
Discord server
Annex
MAIN PROJECTS
Alternative Languages
Teaser Projects
Web Novel Projects
Audio Novel Project
Network
Forum
Facebook
Twitter
IRC: #Baka-Tsuki
Discord
Youtube
Completed Series
Baka to test to shoukanjuu
Chrome Shelled Regios
Clash of Hexennacht
Cube × Cursed × Curious
Fate/Zero
Hello, Hello and Hello
Hikaru ga Chikyuu ni Itakoro......
Kamisama no Memochou
Kamisu Reina Series
Leviathan of the Covenant
Magika no Kenshi to Basileus
Masou Gakuen HxH
Maou na Ore to Fushihime no Yubiwa
Owari no Chronicle
Seirei Tsukai no Blade Dance
Silver Cross and Draculea
A Simple Survey
Ultimate Antihero
The Zashiki Warashi of Intellectual Village
One-shots
Amaryllis in the Ice Country
(The) Circumstances Leading to Waltraute's Marriage
Gekkou
Iris on Rainy Days
Mimizuku to Yoru no Ou
Tabi ni Deyou, Horobiyuku Sekai no Hate Made
Tada, Sore Dake de Yokattan Desu
The World God Only Knows
Tosho Meikyuu
Up-to-Date (Within 1 Volume)
Heavy Object
Hyouka
I'm a High School Boy and a Bestselling Light Novel author, strangled by my female classmate who is my junior and a voice actress
The Unexplored Summon://Blood-Sign
Toaru Majutsu no Index: Genesis Testament
Regularly Updated
City Series
Kyoukai Senjou no Horizon
Visual Novels
Anniversary no Kuni no Alice
Fate/Stay Night
Tomoyo After
White Album 2
Original Light Novels
Ancient Magic Arc
Dantega
Daybreak on Hyperion
The Longing Of Shiina Ryo
Mother of Learning
The Devil's Spice
Tools
What links here
Related changes
Special pages
Page information