Editing
Oregairu (Indonesia):Jilid 3 Bab 4
(section)
Jump to navigation
Jump to search
Warning:
You are not logged in. Your IP address will be publicly visible if you make any edits. If you
log in
or
create an account
, your edits will be attributed to your username, along with other benefits.
Anti-spam check. Do
not
fill this in!
===4-3=== Suasana di sekeliling berubah menjadi cerah. Corak warna yang lembut dan cerah bercampur di ruangan terbuka itu, dimana suatu bau bunga-bunga dan sabun melayang-layang di udara. Kami memang telah datang ke suatu tempat untuk para gadis: toko pakaian dan toko aksesoris, toko yang terspesialisasi pada sepatu dan toko lain yang terspesialisasi pada peralatan dapur. Dan lalu, tentu saja, toko pakaian dalam. Sebuah tempat yang tidak nyaman nan seperti dunia lain itu terbentang di hadapanku. “Kelihatannya ini tempatnya, kurasa<!--I imagine-->,” kata Yukinoshita dengan wajah kalem. Tapi kalau aku<!--as for me-->, aku sepenuhnya letih<!--worn out-->. “Oh men, untuk dipikir kita akan tersesat empat kali… kamu benar-benar buruk dalam hal-hal seperti bidang matematika<!--mathematical shape-->.” “Agak lucu mendengar itu darimu…” “Kamu tidak perlu matematika ketika kamu mempelajari sastra di sebuah universitas swasta. Aku membuangnya dari awal. Jadi mendapat nilai terendah itu tidak ada artinya untukku.” “Nilai terendah, katamu… persisnya serendah apa yang kamu katakan?” “Nilai sembilan dari seratus pastilah nilai terendah. Sumber: diriku.” “…bisakah kamu bahkan naik kelas?” Bisa, dengan ujian remedial setelah kamu dipanggil untuk pelajaran tambahan. Karena pertanyaan yang mereka paksakan untuk kamu lakukan di lembar kerja pelajaran tambahan akan muncul pada ujian remedial juga, itu merupakan sebuah pertempuran penghapalan. Yah, kurasa dibuat tinggal kelas satu tahun akan juga menjengkelkan bagi para guru, melihat cara mereka mengambil semua tindakan pencegahan tersebut supaya mereka tidak perlu melakukan pengabsensiannya. “Jadi omong-omong, apa yang akan kamu beli?” tanyaku. “…hmm, mungkin sejenis benda tahan lama yang bisa digunakan untuk jangka waktu yang lama.” “Itu cara yang cukup bertele-tele untuk mengatakan alat tulis kantor.” Tidak peduli bagaimanapun aku melihatnya, aku ragu itu adalah standar untuk apa yang seharusnya kamu beli sebagai hadiah untuk seorang gadis muda. “Aku sedang mempertimbangkan untuk membeli itu.” “Jadi kamu benar-benar mempertimbangkannya, huh…” “Tapi itu semua tidak terlihat seperti jenis barang yang akan membuat Yuigahama-san senang… memang, aku juga tidak percaya dia akan senang mendapat sebuah bolpoin atau satu set perkakas.” “Sungguh penilaian yang cerdas…” Memang, aku sulit sekali bisa membayangkan Yuigahama mengatakan, “Wow! Aku selalu menginginkan satu set obeng ini! Oh, bahkan ada sebuah kunci L! Horeeee! Ada linggis juga! Yukinon, terima kasih banyaaaaak!” Tapi aku mendapat perasaan itu merupakan reaksi yang agak lazim di antara para wanita pecinta mesin. “Jaaaaadi,” kataku, “kamu memutuskan untuk membeli sesuatu yang sejalan dengan minat Yuigahama.” “Memang. Aku ingin membuatnya senang dengan cara apapun yang kubisa…” Yukinoshita memasang senyuman kalem<!--serene smile--> ini di wajahnya. Jika Yuigahama melihat ekspresi itu, aku rasa dia akan luar biasa senangnya.<!--beyond happy--> “Baiklah, kalau begitu ayo kita cepat bergegas dan pilih sesuatu, huh?” “Tunggu dulu sebentar. Bagaimana dengan Komachi-san?” Ah, itu mengingatkanku bahwa dia tidak pernah menelepon balik. Tanpa Komachi di sini, kami tidak akan bisa mendapat saran detil apapun. Dia mungkin saja sudah memperkecilnya pada jenis tempat yang disukai<!--preferred genre--> Yuigahama, tapi kami tidak bisa membuat pilihan akhirnya jika kami tidak tahu apa yang mau dibeli. Aku mungkin memerlukan sedikit bantuan pada aspek-aspek yang lebih detilnya, tapi setidaknya aku tidak sebegitu tak tahunya mengenai gadis-gadis remaja dibanding Yukinoshita. Bolpoin dan set perkakas tidak terlihat cocok<!--legit--> bagiku. Aku melirik sekilas pada ponselku, tapi tidak ada kabar dari Komachi. Ketika aku mencoba meneleponnya, musik familier dari ponsel Komachi setiap kali membuat suara keras yang tidak mengenakkan. Maksudku, serius, kenapa ponsel gadis ini bernyanyi? ''“Haloooooo!”'' “Hei, dimana kamu sekarang? Kami sudah ada di sini. Kami sedang menunggu jadi bergegaslah kemari.” ''“Huh? …ohhh. Ada begitu banyak barang di sini yang mau kubeli jadi aku benar-benar lupa.”'' “Untuk dipikir adikku bisa begitu berkepala angin… Aku agak terkejut aku ada hubungan darah<!--related--> denganmu.” Wow, Aku tidak tahu ingatannya seburuk ''ini''. Tidak heran dia selalu hancur dalam mata pelajaran yang memerlukan penghapalan. Selagi aku sedang merenungkan pemikiran itu, aku mendengar suatu helaan yang begitu mengejek dari ujung lain teleponnya. ''“…men, kepala udangmu itu tidak bisa paham<!--you can’t get it through your thick skull-->, huh, onii-chan? Yah, terserahlah. Kelihatannya aku akan pulang ke rumah sendiri saja karena aku mungkin akan memakan waktu lima jam lagi. Semoga sukses, kalian berdua!”'' “Uh, tunggu, tunggu dulu sebentar!” ''“Kenapa, apa Yukino-san gugup akan sendirian bersama denganmu? Tidak perlu kuatir sama sekali – kurasa.”'' “Uh, Aku benar-benar tidak perduli dengan itu, tapi apa ''kamu'' tidak apa-apa sendirian? Maksudku, tempat ini benar-benar bukan tempat yang seharusnya dikunjungi anak SMP…” Maksudku, ini adalah suatu tempat dimana ada begitu banyak jenis-jenis orang yang berbeda-beda berbaur pada hari libur. Ada kemungkinan kamu bisa terperangkap pada suatu insiden atau kecelakaan. Belum dibilang Komachi itu masihlah seorang gadis SMP. Dan dia itu imut karena dia itu adikku dan semacamnya. Dia mungkin mempermalukanku dan melakukan hal-hal yang membuatku geram, tapi aku tidak bisa tidak mengkhawatirkannya. Komachi tidak mengatakan apa-apa untuk sejenak. ''“Men, Aku harap kamu sepengertian ini mengenai hal-hal yang lain. Aku akan baik-baik saja. Ini aku yang sedang kita bicarakan.”'' “Uh, Aku khawatir ''karena'' itu kamu yang sedang kita bicarakan.” Toh, dia mungkin akan dengan mudahnya pergi dengan seseorang jika dia membelikannya permen atau memikatnya dengan uang… ''“Onii-chan, kamu anggap siapa diriku ini? Kamu tahu bukan aku itu adikmu?”'' Whoa, dia mengucapkan sesuatu yang benar-benar agak menyentuh. ''“Itulah mengapa kamu itu sepenuhnya baik-baik saja sendirian! Malahan, sendirian itu adalah apa yang membuatmu merasa hidup<!--come alive-->!”'' Alasannya sendiri benar-benar menyedihkan. Tapi sebenarnya, karena sendirian itu memang membuatku merasa hidup, tidak ada yang bisa kukatakan untuk membantahnya. Lihat, masalahnya itu, aku begitu cerewet <!--say heaps-->ketika aku bermain game atau semacamnya. Macam “Meeeen, tidak muuuuungkin!” atau “Oho, jadi kamu datang, huh?” atau “Rinko, Aku cinta kamu”. Berkat itu aku mendapat situasi sulit <!--bind-->ini ketika ibuku mengatakan sesuatu seperti, “Oh, jadi ada teman kamu yang datang<!--so you have friends over-->?” dan aku akan menjadi begitu gugup dan menjawab, “Er, A-Aku sedang menelepon…” Tidak lagi aman untuk memainkan ''Love Plus'' di rumahku<ref>Love Plus game dating sim di DS yang terkenal. Rinko itu salah satu karakter wanita yang bisa dikencani. </ref>. “Baiklah… telepon aku segera jika ada sesuatu yang terjadi. Tidak, tunggu, telepon aku bahkan jika tidak ada apapun yang terjadi.” ''“Oke, oke. Baiklah, aku akan menutup teleponnya sekarang! Semoga beruntung, onii-chan!”'' Dan dengan itu, panggilannya berakhir. Semua yang tersisa hanyalah sebuah suara bip robotik<!--robotic-->. Tidak seperti kamu butuh keberuntungan untuk pergi berbelanja… Aku menutup ponselku dan berpaling pada Yukinoshita. “Kelihatannya Komachi ingin membeli beberapa barang. Jadi dia meninggalkan semua kerja sulitnya pada kita.” “Begitu ya… yah, dia memang sudah bersusah payah untuk datang jauh-jauh kemari pada hari libur, jadi aku tidak ada hak untuk mengomplain,” kata Yukinoshita, terdengar agak kecewa. “Kita tahu tentang jenis barang yang disukai Yuigahama, jadi ayo kita mengusahakannya cukup dengan itu saja<!--make do with that-->,” tambahnya untuk membuat dirinya bersemangat lagi. ''Sial, sekarang aku khawatir.'' Tanpa memperdulikan kegelisahanku, Yukinoshita dengan segera pergi mengunjungi<!--made for--> toko pakaian terdekat. Segera setelah dia masuk ke dalam, dia mengambil produk-produk terpajang dan memeriksanya dengan wajah datar. Aku memutuskan untuk berjalan ke dalam toko itu, mengikuti dirinya<!--following suit-->. Aku hampir dengan segera menyesalinya. Pertama-tama<!--For a start-->, itu menyakitkan bagaimana para wanita yang beraneka ragam ini menatap pada seorang pria yang baru saja masuk ke dalam. Itu seperti mereka menganggap aku itu seekor serangga. Dan lalu pelayan toko itu tiba-tiba berdiri<!--What’s more was that the shop assistant sprang on her feet suddenly-->, seakan waswas akan setiap gerakanku. Setiap orang di dalam ruangan itu menjaga jarak yang lebar dariku. Kenapa, sialan…? Maksudku, ada pria lain di dalam toko ini! Apakah aku sedang didiskriminasi? Aku sedang didiskriminasi, bukan?! Toh, semua pria dalam toko itu tipe-tipe riajuu. Mereka mengenakan syal di sekeliling leher mereka meskipun udara tidaklah dingin dan mereka memakai rompi yang membuat mereke terlihat seperti pemburu. Aku bisa melihat dengan sangat jelas bahwa mereka itu tipe-tipe riajuu. Ada apa dengan untaian-untaian aneh di celana mereka? Fungsi apa yang diberikannya?<!--what purpose did they serve--> “Um, tuan… apa anda mencari sesuatu?” seorang pelayan toko wanita menanyakanku, menyembunyikan kewaspadaannya akan diriku di balik sebuah senyuman rapat<!--tight lipped smile-->. “Uh, tidak, um… m-maaf,” Aku meminta maaf tanpa berpikir panjang <!--on impulse-->. Permintan maafku yang tidak perlu pastilah sudah membangkitkan perasaan curiga pelayan toko wanita itu lebih jauh lagi, karena pelayan yang lain segera datang kemari. Sial, dia memanggil temannya! Ini tidak akan berakhir baik! Jika aku terus membuang-buang waktu di sini<!--dawdling around-->, dia akan memanggil lebih banyak temannya lagi. Persis saat aku sedang berpikir untuk melarikan diri, aku diberi pertolongan. “Hikigaya-kun… apa yang kamu lakukan? Mencoba pakaian wanita? Kamu seharusnya melakukan hal semacam itu di rumah.” “Kamu tidak melakukan itu dimanapun! Dan lagipula, aku tidak melakukan apapun, oke…” Yukinoshita mendekatiku, memandang rendah pada diriku dengan angkuh. Sebagai hasilnya, rasa curiga menghilang dari mata pelayan toko tersebut. Persis seperti yang bisa kamu duga dari Yukinoshita. Membuat orang mundur<!--back off--> termasuk ke dalam cakupan keahliannya.<!--area of expertise--> “Oh, anda sedang menunggui pacar anda, ya. Silahkan menunggu selama yang anda mau<!--Please take your time-->,” kata satu pelayan toko tersisa dengan pengertian<!--in understanding--> sebelum dia berpaling untuk pergi. “Tidak, itu sama sekali bukan apa yang sedang kulakukan…” “Bukan? Kalau begitu anda memang benar-benar orang yang mencurigakan…” Matanya berubah dari biru menjadi merah! Aku mengambil pilihan yang salah! Sekarang dia begitu agresif<!--on the offensive-->! Jika begini terus, aku akan mengarah tepat ke akhir yang buruk.<!--bad end--> “Ya Tuhan… Hikigaya-kun, ayo pergi.” Dalam usaha untuk melarikan diri dari pelayan toko yang bergegas<!--burst into--> ke lokasi<!--scene, TKP-->, Yukinoshita menarik tanganku. Itu saja yang diperlukan untuk menepis mereka. Setelah kami berada di luar toko, ketegangannya akhirnya mereda. “…katakan, apa aku benar-benar terlihat se-mencurigakan itu?” Dengan ekspresi berat di wajahku, mataku sejuta kali lebih busuk dari biasa, kuduga. Aku rasa kalau aku harus mengatakannya dalam bahasa Inggris, aku memiliki mata MEGA busuk. Yukinoshita tidak berpura-pura mengejek penampilan yang terlihat mencurigakanku, mungkin bersusah payah untuk menunjukkan simpatinya<!--perhaps out of her own way of showing sympathy-->. “Seorang laki-laki yang sendirian akan dipandang dengan rasa curiga bagaimanapun itu. Dari apa yang kulihat, semua laki-laki di toko itu bagian dari suatu pasangan<!--A lone male will be regarded with suspicion either way. From what I saw, all the males in that store were part of a couple-->.” ''Aku mengerti sekarang.'' Itu adalah zona cuma para gadis/cuma para pasangan, persis seperti bilik foto itu. Kalau begitu keadaannya, tidak ada yang bisa kulakukan mengenainya. Aku tidak memiliki keberanian ataupun tekad<!--determination--> untuk melewati rintangan itu lagi. “…baiklah, kalau begitu aku akan berdiri di sebelah sana saja,” kataku, menunjuk ke arah sebuah bangku yang agak jauh dari sini. Tokonya itu sendiri dipadati oleh para gadis. Jika aku sendirian di antara mereka, itu tidaklah sulit untuk membayangkan diriku memperoleh sekumpulan pandangan aneh.<!--cop a heap of strange look--> Bagaimanapun, itu sama buruknya dengan ditatapi dengan aneh di dalam ruang kelas. Tapi jika aku duduk di bangku yang jauh dari sana<!--far-off-->, maka aku kira tidak ada orang yang akan melaporkanku<!--blow the whistle on me-->. Selama aku tidak bertindak mencurigakan, aku akan baik-baik saja. Kurasa. Mungkin. ''Apa'' aku akan baik-baik saja? Terserahlah, ''lebih baik bersiap-siap untuk yang terburuk'', pikirku selagi aku mulai berjalan ke bangku itu. “Tunggu dulu sebentar<!--Hold it right there-->.” “Huh?” Aku berpaling ke belakang untuk melihat Yukinoshita berjalan ke arahku, dengan kepalanya diangkat tinggi-tinggi. “Apa kamu berencana untuk menyerahkan semuanya pada keputusanku?<!--judgement--> Aku tidak bermaksud untuk terdengar angkuh, tapi standarku sangat berbeda sekali dari gadis remaja biasa<!--far removed-->.” “Jadi kamu tahu…” Yah, ''ini'' gadis yang berpikir untuk membeli satu set perkakas sebagai hadiah barusan tadi. “Jadi, uh… Aku akan menghargainya kalau kamu mau menolongku – atau semacamnya…” kata Yukinoshita dengan begitu susah payah, dengan alisnya terkernyit<!--head furrowed-->, Pandangannya, yang terpaku pada tapak sepatunya<!--soles of her feet-->, melayang-layang dengan gugup dari satu sisi ke sisi lain. Dia pastilah benar-benar dalam kebuntuan jika dia ''memintaku'' untuk membantu. Mari aku perjelas bahwa aku tidak pernah membeli hadiah untuk seorang gadis dalam hidupku - setidaknya tidak dengan benar. Jika kita sedang membicarakan tentang mencoba untuk memberi hadiah dan ditolak<!--get shut down-->, itu pernah terjadi padaku sebelumnya. “Yah, seingin-inginnya aku berniat untuk menolongmu<!--much as I would absolutely love to help you out-->,” jawabku, “itu tidak seperti aku bisa masuk ke da-” Yukinoshita membuat helaan dalam, seakan dia menyerah pada sesuatu<!--resigning herself to something-->. “Kalau begitu, tidak ada yang bisa dilakukan. Tolong, dekat-dekat denganku<!--Keep a close distance, please-->.” “Huh? Dekat?” Aku menatap dirinya, merasa bingung. Yukinoshita menjadi sedikit tersinggung sebagai responnya. “Haruskah aku melafalkannya? Bahwa kalau kamu hanya mampu menghirup udara dan menghembuskannya keluar, maka pendingin ruangan di sebelah sana itu lebih hebat darimu?” Memang. Membersihkan udara dan menghemat energi itu super berguna. Aku harap mereka bergegas dan memasangnya dengan kemampuan untuk membaca suasananya juga. “Dengan kata lain, aku mengizinkanmu untuk berpura-pura menjadi pacarku, hanya untuk hari ini.” “Angkuhnya<!--Talk about condescending-->.” ''Wow, sungguh wanita brengsek.'' Kejengkelanku pastilah muncul di wajahku, karena Yukinoshita menatapku dengan sengit. “Apa kamu tidak senang dengan pengaturan ini?” “Tidak ada apapun<!--Not particularly-->, tidak.” “B-begitu ya…” Yukinoshita terlihat terang-terangan terkejut, belum dibilang terlihat kecewa. Tapi itu benar-benar bukanlah sesuatu yang perlu membuatnya merasa begitu kaget.<!--But it really wasn’t something to be so surprised over.--> Hal terakhir yang kuinginkan adalah menjadi pacar gadis ini atau semacamnya, tapi aku benar-benar tidak begitu keberatan dengan bagian berpura-pura itu. Yukinoshita tidak berbohong. Jadi ketika dia bilang “untuk hari ini”, dia tidak berarti satu menit lebih lama lagi, dan ketika dia bilang “pura-pura jadi pacarku”, tidak ada kesalahpahaman yang terjadi di sana. Itulah mengapa aku bisa ikut ke dalam rencana ini tanpa rasa sangsi apapun. Yukinoshita percaya sepenuhnya dalam kesampahanku, sementara aku memiliki kepercayaan penuh dia akan mengabaikan diriku sepenuhnya<!--wouldn’t give me the time of day-->. Aku heran, bisakah kamu benar-benar menyebut ini kepercayaan? Itu sama sekali benar-benar tidak terasa seperti kita sedang menjaga satu sama lain<!--had each other’s backs at all-->. Apaan? Menyadari bahwa dia memiliki tampang yang begitu bodoh di wajahnya, Yukinoshita mencoba untuk menyembunyikannya dengan tiba-tiba berpaling ke arah lain. “Kupikir sudah pasti kamu tidak akan setuju,” katanya setelah beberapa saat, berbicara pada dinding. “Nah, Aku tidak ada alasan apapun untuk menolak. Bagaimana ''denganmu''? Bukankah kamu sendiri tidak setuju?” bantahku. Yukinoshita berpaling, ekspresinya tidak perduli. “Aku tidak keberatan. Aku tidak akan terlihat oleh siapapun yang mengenali wajahku, dan dilihat bahwa aku dikelilingi hanya oleh orang asing, aku tidak perlu khawatir akan kesalahpahaman atau rumor apapun yang bisa berakibat pada kerugian finansial.” Jadi dia baru saja dengan santainya menganggap bahkan diriku sebagai orang asing. Yah, terserahlah. “Baiklah kalau begitu, mari kita pergi?” kata Yukinoshita selagi dia berpaling pada toko berikutnya. Aku mulai berjalan di sampingnya. Kami tidak ada ekspektasi pada satu sama lain, dan menurut pendapatku tidak ada yang perlu diharapkan darimu benar-benar meringankan beban pikiranmu. Maksudku, coba pikir begini. Bukankah Kotak Pandora diisi dengan segala keburukan bersama dengan harapan? Itulah apa yang dimaksud dengan memiliki ekspektasi. Harapan dan Keburukan. <br /> <center>× × ×</center> <br />
Summary:
Please note that all contributions to Baka-Tsuki are considered to be released under the TLG Translation Common Agreement v.0.4.1 (see
Baka-Tsuki:Copyrights
for details). If you do not want your writing to be edited mercilessly and redistributed at will, then do not submit it here.
You are also promising us that you wrote this yourself, or copied it from a public domain or similar free resource.
Do not submit copyrighted work without permission!
To protect the wiki against automated edit spam, please solve the following captcha:
Cancel
Editing help
(opens in new window)
Navigation menu
Personal tools
English
Not logged in
Talk
Contributions
Create account
Log in
Namespaces
Page
Discussion
English
Views
Read
Edit
View history
More
Search
Navigation
Charter of Guidance
Project Presentation
Recent Changes
Categories
Quick Links
About Baka-Tsuki
Getting Started
Rules & Guidelines
IRC: #Baka-Tsuki
Discord server
Annex
MAIN PROJECTS
Alternative Languages
Teaser Projects
Web Novel Projects
Audio Novel Project
Network
Forum
Facebook
Twitter
IRC: #Baka-Tsuki
Discord
Youtube
Completed Series
Baka to test to shoukanjuu
Chrome Shelled Regios
Clash of Hexennacht
Cube × Cursed × Curious
Fate/Zero
Hello, Hello and Hello
Hikaru ga Chikyuu ni Itakoro......
Kamisama no Memochou
Kamisu Reina Series
Leviathan of the Covenant
Magika no Kenshi to Basileus
Masou Gakuen HxH
Maou na Ore to Fushihime no Yubiwa
Owari no Chronicle
Seirei Tsukai no Blade Dance
Silver Cross and Draculea
A Simple Survey
Ultimate Antihero
The Zashiki Warashi of Intellectual Village
One-shots
Amaryllis in the Ice Country
(The) Circumstances Leading to Waltraute's Marriage
Gekkou
Iris on Rainy Days
Mimizuku to Yoru no Ou
Tabi ni Deyou, Horobiyuku Sekai no Hate Made
Tada, Sore Dake de Yokattan Desu
The World God Only Knows
Tosho Meikyuu
Up-to-Date (Within 1 Volume)
Heavy Object
Hyouka
I'm a High School Boy and a Bestselling Light Novel author, strangled by my female classmate who is my junior and a voice actress
The Unexplored Summon://Blood-Sign
Toaru Majutsu no Index: Genesis Testament
Regularly Updated
City Series
Kyoukai Senjou no Horizon
Visual Novels
Anniversary no Kuni no Alice
Fate/Stay Night
Tomoyo After
White Album 2
Original Light Novels
Ancient Magic Arc
Dantega
Daybreak on Hyperion
The Longing Of Shiina Ryo
Mother of Learning
The Devil's Spice
Tools
What links here
Related changes
Special pages
Page information