Oregairu (Indonesia):Jilid 3 Bab 4

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 4: Hikigaya Komachi dengan Liciknya Membuat Rencananya[edit]

4-1[edit]

Minggu.

Cuacanya bagus, yang orang akan katakan suatu hari cerah yang langka selama musim penghujan. Hari ini adalah hari dimana aku seharusnya pergi keluar dengan Yukinoshita.

Waktunya tinggal sedikit lagi sampai persis jam sepuluh. Aku heran, apa aku datang terlalu awal? Kelihatannya seluruh keadaan ini benar-benar membuatku terguncang. Tak kusangka Yukinoshita, dari semua orang, akan mengajakku jalan…

Apa yang harus kulakukan…? Mungkin aku seharusnya menolaknya saja… pikiranku sedang kacau balau pada saat itu. Aku yakin aku kehilangan naluri pengambilan keputusan biasaku berkat Yukinoshita mengatakan hal-hal yang tidak pernah bisa kubayangkan.

Selagi aku mencengkram kepalaku, menekan hasrat untuk meneriakkan rasa frustasiku, suatu suara memanggil di belakangku. “Maaf sudah membuatmu menunggu.”

Sebuah hembusan angin yang sejuk meniup selagi Yukinoshita dengan perlahan berjalan ke arahku. Dia sedang mengenakan sepotong kemeja tanpa lengan berwarna biru samar dengan kerah stand-up yang terlihat berkelas. Tidak biasanya bagi dia, rambut hitamnya diikat menjadi rambut poni, yang jatuh sampai pinggangnya dan melambai-lambai seperti sebuah selendang. Roknya, yang mencapai lututnya, menari-nari setiap kali dia berjalan.

“Tidak seperti aku sudah menunggu lama sekali,” gugamku.

“Begitukah? Baguslah, kalau begitu. Sekarang ayo kita pergi.”

Yukinoshita mencantelkan tas rotannya selagi dia melirik-lirik ke sekeliling dengan gusar, seakan sedang berusaha untuk menemukan seseorang di sekeliling.

“Kalau kamu sedang mencari Komachi, dia pergi ke toko swalayan, jadi kamu perlu menunggu sejenak.”

“Begitu ya.” Yukinoshita terdiam untuk sejenak. “Namun, aku rasa aku harus meminta maaf untuk memintanya menemuiku pada hari libur…”

“Itu bukan masalah besar. Sungguhpun kamu dan aku yang pergi membeli hadiah ulang tahun untuk Yuigahama, aku terus terang ragu itu akan bagus. Ditambah lagi, Komachi senang untuk ikut datang, jadi itu baik-baik saja.”

“Ya, semua tidak ada masalah, tapi…”

Dan dengan itu, izinkan aku untuk menyingkap pengungkapan yang sangat jelas ini.

Ketika dia bilang “jalan denganku”, dia benar-benar hanya ingin pergi dan membeli hadiah untuk ulang tahun Yuigahama. Dan itu bukanlah diriku yang dia inginkan – itu Komachi.

Yah, itu adalah sebuah keputusan yang cerdas. Kami selalu mengandalkan Yuigahama untuk hal-hal seperti ini sampai sekarang, tapi kami tidak bisa benar-benar mengandalkannya kali ini ketika itu demi dirinyalah kami sedang melakukan ini. Dengan begitu keadaannya, satu-satunya orang yang bisa diharapkan Yukinoshita si antisosial adalah Komachi.

Selama dua menit penuh kami menunggu dengan hening, sampai Komachi akhirnya muncul.

Mungkin itu karena dia sadar dia sedang pergi jalan-jalan bersama Yukinoshita hari ini, tapi selera berpakaian Komachi sudah berubah menjadi lebih berkelas. Dia mengenakan sepotong rompi musim panas di atas blus setengah lengannya dan sepotong rok berlipat dengan kaus-kaki sepanjang lutut pada belahan bawahnya, sementara sepatu loafernya melengkapi tampilan nona berkelasnya. Tapi topi pengantar koran agak bodoh yang dikenakan pada kepalanya itu benar-benar membuat semacam kesan riang. Di tangannya, dia memegang sebuah botol plastik dengan teh hijau di dalamnya.

“Hai, Yukino-san! Selamat siang.”

“Maaf memanggilmu keluar pada hari liburmu,” Yukinoshita meminta maaf.

Komachi merespon dengan sebuah seringai lebar. “Tak masalah. Aku juga ingin membeli sebuah hadiah untuk Yui-san, dan ditambah lagi, aku menanti-nanti untuk menghabiskan hari ini keluar denganmu, Yukino-san.”

Mengenali gadis ini, dia benar-benar mencintai Yukinoshita dengan segenap hatinya, jadi aku tidak berpikir dia sedang berbohong. Aku rasa itu berarti Yukinoshita memikat para gadis berkepala angin[1]. Dia adalah orang yang paling populer dengan para gadis yang kukenal di samping Hayama, serius.

“Kereta api sudah hampir tiba, jadi ayo kita pergi,” kataku, mendesak mereka berdua.

Kami semua berjalan sampai ke palang tiket. Hari ini, tujuan kami adalah LaLaport Teluk Tokyo yang dicintai luas, sebuah tempat yang sering dipakai sebagai sebuah tempat berkencan jika rumor-rumornya dapat dipercaya. Dipenuhi oleh berbagai toko-toko dan didekorasi dengan cukup tempat untuk acara perfilman, tempat itu adalah yang terbaik dari yang terbaik ketika sedang membicarakan tempat-tempat rekreasi di perfektur ini.

Interior gerbong kereta api itu sendiri lumayan padat. Kami berpegangan pada pegangan gantung selama lima menit penuh selagi keretanya mengguncang-guncang dan menyentak-nyentakkan kami. Aku rasa, kalau hanya Yukinoshita dan aku saja, kami mungkin tidak akan mengatakan apa-apa. Tapi karena Komachi ada di sana hari ini, dia terus mengoceh-ngoceh pada Yukinoshita mengenai ini, itu dan lain-lain.

“Apa kamu sudah memutuskan apa yang akan kamu beli, Yukino-san?”

“…tidak, aku sudah mencari kesana kemari, tapi itu semua agak di luar pemahamanku,” kata Yukinoshita dengan sebuah helaan kecil.

Mungkin Yukinoshita sedang memikirkan tentang hadiah ulang tahun Yuigahama ketika dia membaca majalah tersebut di ruang klub. Sepertinya Yukinoshita dan Yuigahama tidak terlihat memiliki selera yang sama…

“Dan aku sendiri tidak pernah menerima hadiah dari seorang teman…” Yukinoshita mengaku, ekspresinya terlihat agak muram.

Ketika Komachi mendengar itu, dia terdiam, senyuman juga memudar dari wajahnya. Dia terlihat agak kesusahan memikirkan apa yang mesti dikatakan untuk itu.

Aku akhirnya memecahkan keheningan tersebut dengan bersenandung penuh minat. “Jadi kamu benar-benar seperti itu. Nah aku, di sisi lain, benar-benar mendapat hadiah.”

“Huh? Kamu tidak berbohong?”

Reaksi tercengang Yukinoshita agak terkesan sedikit tidak sopan padaku. “Tidak, aku tidak berbohong,” tegasku. “Tidak ada gunanya bagiku untuk mencoba pamer padamu setelah sekian lama.”

Yukinoshita mengangguk kagum untuk beberapa alasan. “Itu memang benar… Aku berbicara tanpa berpikir. Aku minta maaf. Aku tidak semestinya memperlakukanmu hanya dengan rasa curiga. Mulai sekarang, aku akan sepenuhnya mempercayai kesampahanmu .”

“Jika itu idemu untuk sebuah pujian, kamu salah besar.”

“Jadi, apa yang kamu terima? Aku sedang menanyakanmu untuk referensi.”

“Jagung…”

Itu membuat Yukinoshita yang melebarkan-matanya untuk berkedip beberapa kali. “Huh?” tanyanya sebagai responnya, seakan dia tidak mendengarku dengan baik.

“Ja-Jagung…”

“Ulangi lagi?”

“Yah, kamu tahu! Dia berasal dari keluarga petani! Izinkan aku untuk mengatakan bahwa jagung itu terasa menabjubkan! Ibunya merebusnya untukku, kamu tahu!”

“O-onii-chan. K-Kamu tidak perlu terlihat begitu berlinangan air mata…”

Aku tidak sedang menangis. Aku betul-betul tidak sedang menangis atau apapun yang mirip dengan itu. Lihat, hanya ada sedikit air yang keluar dari mataku. “Ya, itu adalah cerita dari liburan musim panas kelas empat SDku…”

“Onii-chan tiba-tiba mulai berbicara pada dirinya sendiri…” kata Komachi, memutar matanya.

Tapi Yukinoshita bersedia untuk mendengarkannya. Dia mengangguk, mendesakku untuk meneruskannya.

“Karena ibu kami itu teman atau apalah, Takatsu-kun datang ke rumah kami. Itu adalah yang pertama kalinya teman sekelasku pernah datang ke rumahku, jadi aku agak gembira. Ketika aku pergi ke depan pintu, Takatsu-kun sedang duduk di atas sepeda gunungnya, dan selagi dia berpindah ke gigi lima, dia menyerahkan itu padaku yang dibungkus dengan kertas koran..

“‘Hari ini hari ulang tahunmu, bukan? Mari, ibuku memberitahuku untuk memberikan ini padamu.’”

“‘Te-Terima kasih…’”

“Dia tidak mengatakan apapun. Kemudian aku berkata, ‘Kamu mau masuk ke dalam?’”

“‘Huh? Ohhh, um. Aku janji pergi main ke tempat Shin-chan.’”

“‘Oh, oke…’”

“APA-? DIA TIDAK MENGAJAKKU? Aku agak sedang berada di ambang air mata pada saat itu, karena aku pikir aku begitu akrab dengan Shin-chan. Takatsu-kun berkata ‘Sampai jumpa lagi’ dan mulai mengayuh pergi menaiki sepeda gunungnya. Setelah aku melihat dia pergi, aku membuka bungkusannya dan di dalamnya terdapat jagung segar, masih dibasahi oleh embun pagi. Ketika aku menyadari hal itu, setetes air mata jatuh, dan kemudian setetes lagi…”

Yukinoshita menghela sedikit di penghujung cerita. “Jadi pada akhirnya, kamu tidak pernah menerima hadiah dari seorang teman.”

“…astaga, kamu benar! Aku dan Takatsu-kun bukanlah teman!”

Aku sedang menyadari kebenarannya tujuh tahun setelah kejadian tersebut. Jika demikian, aku ragu kalau Shin-chan itu temanku juga.

Kelihatannya teriakan penuh kepedihanku mencapai Yukinoshita, karena dia memiliki ekspresi melamun di wajahnya. “Tapi benar, itu memang terjadi ketika orangtua pergi keluar…” gugamnya. “Aku benar-benar berharap para orangtua berhenti meninggalkan anak-anaknya untuk bertindak sesukanya selagi mereka berbincang-bincang dengan satu sama lain.”

“Ya, hal semacam itu memang terjadi. Kelompok-kelompok anak dan tempat penitipan anak tentu terasa berat… Aku bahkan tidak akrab dengan anak-anak yang satu angkatan denganku, jangankan yang lain, kamu tahu? Aku selalu membaca sebuah buku sendirian… namun, hasilnya setelah menimang untung ruginya itu bagus karena aku menemukan setumpuk buku-buku bagus.”

“Aku juga ada kenangan membaca buku sepanjang waktu… namun, aku merasa senang karena aku selalu suka membaca dan menulis.”

“Wow woooooow! Sungguh cuaca yang indah di luar!” Komachi tiba-tiba mulai melihat ke luar jendela, memecahkan suasana yang menyuramkan dan menyesakkan itu.

Langit biru terbentang tanpa henti, menandakan awal dari musim panas.

Hari ini akan menjadi hari yang panas, kelihatannya.


× × ×


4-2[edit]

Ketika kamu berjalan sedikit dari stasiun Minami-Funabashi, ada IKEA di sebelah tangan kirimu. Di samping menjadi sebuah toko perabot yang fantastis , toko itu juga salah satu tempat populer untuk jalan-jalan. Dahulu kala, tempat-tempat rekreasi di sekitar sini dipakai untuk membentuk sebuah labirin raksasa yang memenuhi seluruh ruangan, dan setelah itu tempatnya menjadi sebuah bangunan ski dalam ruang. Bangunan lamanya, tentu saja, tidak lagi ada. Aku dapat merasakan betapa banyaknya waktu telah berlalu. Sebelum aku menyadarinya, aku sudah tumbuh dewasa.

Semua slogan “ski tanpa proteksi” benar-benar membangkitkan kembali kenanganku. Sekarang ini ketika aku mendengar kata “tanpa proteksi”, Aku hanya bisa terpikir akan kondom. Aku dapat merasakan betapa banyaknya waktu telah berlalu. Sebelum aku menyadarinya, aku sudah tumbuh dewasa…

Setelah kami selesai menyebrangi jembatan penyebrangannya, pintu masuk ke supermarket perbelanjaan terhubung padanya. Selagi dia melirik ke arah papan petunjuk arah di lingkungan bangunan itu, Yukinoshita melipat lengannya sambil berpikir. “Aku terkejut… tempat ini cukup besar .”

“Yap,” kata Komachi. “Mari kita lihat, kita lebih baik memisahkan zona-zonanya dan memperkecilnya pada apa yang kita inginkan.”

Tempat ini mungkin saja berada persis di samping lingkunganku, tapi itu adalah pusat perbelanjaan yang terbaik[2]. Aku tidak akan bisa memberitahumu ukuran tepatnya, tapi mungkin akan memakan satu hari penuh hanya untuk berjalan dari satu ujung ke ujung yang lain jika kamu bersantai-santai berjalannya. Kelihatannya, jika kami akan menghabiskan waktu disini, kami harus memetakan arah tujuan kami dengan saksama.

“Benar, kita harus memasukkan efisiensi ke dalam pertimbangan ketika kita mengelilingi tempat ini. Oke, aku akan pergi ke sekitar sini.” Aku menunjuk ke arah kanan papan penunjuk arahnya.

Yukinoshita merespon dengan menunjuk ke arah kiri. “Memang. Kalau begitu aku akan pergi ke arah sebaliknya..”

Baaaaaik, itu seharusnya akan membagi pekerjaannya menjadi dua. Semua yang kuperlukan sekarang adalah menetapkan tempat Komachi, dan efisiensi kami akan sempurna.

“Baik, kamu pergi turun ke arah sana, Koma-”

“Berhenti di situ,” kata Komachi dengan suara lantunan selagi dia menyentak jari telunjukku, yang menunjuk ke arah papan penunjuk arahnya.

“Apa-apaan…? Lontong sate, kamu menyakiti jariku…”

Komachi melihatku mengutuk dengan begitu pelan dan membuat helaan besar, sambil mengangkat bahu. Dia membuat semua reaksi “Men, orang ini benar-benar tidak mengerti”, persis seperti orang Amerika. Sial, tingkah itu langsung begitu menjengkelkanku.

Kelihatannya aku bukan satu-satunya orang yang tercengang dengan tingkah itu, karena Yukinoshita memiringkan kepalanya selagi dia melirik ke arah Komachi. “Apa ada semacam masalah?”

“Kalian berdua harus berhenti segera mengambil pilihan penyendiri, onii-chan, Yukino-san. Karena kita semua datang jauh-jauh kemari sebagai satu kelompok, kenapa tidak melihat-lihat bersama? Dengan begitu kita bisa bertukar saran, yang bisa membantu.”

“Tapi aku ragu kita bisa selesai mengelilinginya…”

“Bukan masalah besar! Menurut pendapat pakarku, kita seharusnya tidak ada masalah jika kita berfokus pada tempat ini dan memikirkan minat Yui-san,” kata Komachi selagi dia mengambil sebuah brosur yang terletak di bawah papan penunjuk arah dan membukanya.

Tempat yang ditunjuk Komachi berada di pusat lantai satu. Disana terjejer nama-nama seperti “Love Craft”, yang merangkak dengan penuh cinta[3], dan “Lisa Lisa”, yang merupakan semacam nama yang bisa mengajarimu bagaimana menggunakan Ripple. [4] Seluruh tempat itu mungkin dipenuhi dengan toko-toko yang menyetok prooduk-produk yang ditujukan pada gadis muda.

“Baik, mari kita pergi ke sana?” kataku, yang kemudian Yukinoshita mengangguk seakan dia juga tidak ada keberatan khusus apapun.

Dan dengan itu, kami pergi.

Zona femininnya berada dua atau tiga blok di depan. Sekelompok toko dengan nama merek yang berbeda-beda menjual berbagai barang yang ditujukan pada laki-laki dan yang ditujukan pada kedua jenis kelamin terjejer pada jalan ke sana. Ada begitu banyak barang yang berbeda sampai aku tidak bisa tidak mengaguminya – kamu benar-benar tidak bisa melihatnya semua dalam sekali pandang. Aku memimpin jalannya ke sana, tapi karena aku biasanya tidak datang ke jenis supermarket besar semacam ini, aku sepenuhnya tidak ada keyakinan mengenai kemana kami akan pergi.

Untuk sekali ini aku memiliki suatu hal yang sama dengan Yukinoshita, yang memaling-malingkan kepalanya dengan perhatiannya terus teralihkan, melihat ke arah sana-sini. Paling tidak dia tidak terlihat bosan. Kadang-kadang, dia berhenti di tempat dan menatapi produk-produk yang terpajang. Tapi persis saat seorang pelayan toko mendekatinya, dia merasakan keberadaannya dan melesat pergi.

…ah, Aku mengerti benar apa yang dirasakannya. Aku benar-benar berharap mereka berhenti berbicara padamu ketika kamu sedang memilih-milih pakaian. Pelayan toko pakaian patut menguasai kemampuan merasakan aura “jangan bicara padaku” yang dipancarkan dari para penyendiri. Jika mereka melakukan itu, aku jamin penjualan mereka mungkin meningkat.

Selagi semua ini sedang terjadi, kami sampai ke persimpangan jalannya, dimana seseorang bisa berpindah ke blok lain ke arah kiri maupun ke arah kanan. Ditambah lagi, aku bisa melihat setiap jalannya memiliki tangga eskalator yang bergerak ke atas.

Sambil mengingat kembali papan penunjuk arah tersebut, aku berpaling ke arah Komachi selagi aku menunjuk ke arah kanan. “Komachi, apa kita jalan terus saja dari sini?”

Tapi ketika aku berpaling ke belakang, Komachi tidak ada di sana.

“H-huh?”

Komachi tidak bisa terlihat dimanapun tidak peduli sebanyak apapun aku melihat ke sekeliling. Malah, untuk apa yang bisa kulihat, hanyalah sebuah boneka plushie panda aneh dengan mata keji dan cakar tajam, disertai taring yang berkilau di bawah cahaya. Yukinoshita sedang menarik pipinya dengan tampang sepenuhnya datar di wajahnya.

Itu adalah karakter populer dari Tokyo Disneyland, Pan-san si Panda. “Pan-san’s Bamboo Hunt” merupakan atraksi yang sedemikian populernya sampai itu biasa untuk menunggu dua atau tiga jam untuk itu.[5]

Tokyo Disneyland, sebuah atraksi turis yang tidak perlu perkenalan lagi. Sebesar-besarnya tempat itu menjadi kebanggaan Chiba, tempat itu sebuah eksistensi pengecut yang berbau keaiban, melihat bagaimana tempat itu harus menyebutnya Tokyo Disneyland meskipun tempat itu ada di Chiba. Tempatnya terletak di Maihama, tapi tampaknya alasan asli untuk itu adalah karena Maihama mirip sekali dengan Pantai Miami. Dan itulah pelajaran Prefektur Chibamu untuk hari ini.

“Yukinoshita,” Aku memanggilnya.

Yukinoshita dengan buru-buru meletakkan benda yang sedang dimainkannya sampai sekarang pada raknya dan menjentikkan rambutnya dengan kalem. “Apa?” tuntutnya dengan matanya saja.

Er, um… tidak seperti aku sedang akan mengatakan sesuatu yang khusus… Aku paham dari semua insiden kucing semalam bahwa, ketika dihadapkan dengan tingkah Yukinoshita, respon yang benar adalah untuk tidak mengungkitnya.

“Kamu ada lihat Komachi, tidak? Kelihatannya dia berkeliaran ke suatu tempat.”

“Aku tidak melihatnya, dipikir-pikir lagi… kenapa tidak kamu telepon dia?”

“Oke.”

Aku segera mencoba menelepon Komachi. Segera setelah aku melakukan itu, musik aneh yang tidak bisa kumengerti ini berdering sekali lagi. Jadi, um, mengapa ponsel gadis ini bernyanyi?

Pangggilannya terhubung dengan baik, tapi Komachi tidak ada disana untuk menjawab. Setelah mendengar layanan penjawabnya, aku menyerah dan mengakhiri panggilannya.

“Dia tidak mengangkat…”

Sementara aku sedang menelepon, barang Yukinoshita telah menumpuk. Dia sedang memegang tas plastik yang begitu cerah dan mencolok itu bersama dengan tas rotannya. Jadi dia pergi membelinya, huh…

Mungkin menyadari bahwa aku sedang meliriknya dengan tampang jijik samar, Yukinoshita berpura-pura tidak menyadariku selagi dia menjejalkan barang belanjaannya ke dalam tasnya. “Aku heran apa sesuatu menarik minat Komachi-san…” katanya dengan acuh tak acuh. “Memang, ada produk-produk tertentu yang akan dibeli seseorang tanpa berpikir panjang.”

“Begitu mirip denganmu, kalau begitu.” Pandanganku menuju ke tasnya.

Yukinoshita mendadak terbatuk. “Omong-omong, karena Komachi-san tahu akan tujuan akhir kita, kita sebaiknya bertemu di sana. Tidak ada gunanya membuang-buang waktu di sini.”

“Ya, kurasa…”

Setelah aku mengirimkan pesan teks pada Komachi yang berisikan, “Telepon aku, tolol. Aku akan pergi duluan,” Aku memutuskan untuk pergi.

“…jaaaaadi, kita belok tepat di sini dan jalan lurus ke depan, hmm?” tanyaku, memastikan dengan suara keras karena aku sudah tahu kemana kita pergi.

Yukinoshita menatap dengan kosong sebagai jawabannya “Bukankah kiri?”

Jawaban yang benar adalah kanan.


× × ×


4-3[edit]

Suasana di sekeliling berubah menjadi cerah. Corak warna yang lembut dan cerah bercampur di ruangan terbuka itu, dimana suatu bau bunga-bunga dan sabun melayang-layang di udara. Kami memang telah datang ke suatu tempat untuk para gadis: toko pakaian dan toko aksesoris, toko yang terspesialisasi pada sepatu dan toko lain yang terspesialisasi pada peralatan dapur. Dan lalu, tentu saja, toko pakaian dalam. Sebuah tempat yang tidak nyaman nan seperti dunia lain itu terbentang di hadapanku.

“Kelihatannya ini tempatnya, kurasa,” kata Yukinoshita dengan wajah kalem.

Tapi kalau aku, aku sepenuhnya letih. “Oh men, untuk dipikir kita akan tersesat empat kali… kamu benar-benar buruk dalam hal-hal seperti bidang matematika.”

“Agak lucu mendengar itu darimu…”

“Kamu tidak perlu matematika ketika kamu mempelajari sastra di sebuah universitas swasta. Aku membuangnya dari awal. Jadi mendapat nilai terendah itu tidak ada artinya untukku.”

“Nilai terendah, katamu… persisnya serendah apa yang kamu katakan?”

“Nilai sembilan dari seratus pastilah nilai terendah. Sumber: diriku.”

“…bisakah kamu bahkan naik kelas?”

Bisa, dengan ujian remedial setelah kamu dipanggil untuk pelajaran tambahan. Karena pertanyaan yang mereka paksakan untuk kamu lakukan di lembar kerja pelajaran tambahan akan muncul pada ujian remedial juga, itu merupakan sebuah pertempuran penghapalan. Yah, kurasa dibuat tinggal kelas satu tahun akan juga menjengkelkan bagi para guru, melihat cara mereka mengambil semua tindakan pencegahan tersebut supaya mereka tidak perlu melakukan pengabsensiannya.

“Jadi omong-omong, apa yang akan kamu beli?” tanyaku.

“…hmm, mungkin sejenis benda tahan lama yang bisa digunakan untuk jangka waktu yang lama.”

“Itu cara yang cukup bertele-tele untuk mengatakan alat tulis kantor.” Tidak peduli bagaimanapun aku melihatnya, aku ragu itu adalah standar untuk apa yang seharusnya kamu beli sebagai hadiah untuk seorang gadis muda.

“Aku sedang mempertimbangkan untuk membeli itu.”

“Jadi kamu benar-benar mempertimbangkannya, huh…”

“Tapi itu semua tidak terlihat seperti jenis barang yang akan membuat Yuigahama-san senang… memang, aku juga tidak percaya dia akan senang mendapat sebuah bolpoin atau satu set perkakas.”

“Sungguh penilaian yang cerdas…”

Memang, aku sulit sekali bisa membayangkan Yuigahama mengatakan, “Wow! Aku selalu menginginkan satu set obeng ini! Oh, bahkan ada sebuah kunci L! Horeeee! Ada linggis juga! Yukinon, terima kasih banyaaaaak!” Tapi aku mendapat perasaan itu merupakan reaksi yang agak lazim di antara para wanita pecinta mesin.

“Jaaaaadi,” kataku, “kamu memutuskan untuk membeli sesuatu yang sejalan dengan minat Yuigahama.”

“Memang. Aku ingin membuatnya senang dengan cara apapun yang kubisa…”

Yukinoshita memasang senyuman kalem ini di wajahnya. Jika Yuigahama melihat ekspresi itu, aku rasa dia akan luar biasa senangnya.

“Baiklah, kalau begitu ayo kita cepat bergegas dan pilih sesuatu, huh?”

“Tunggu dulu sebentar. Bagaimana dengan Komachi-san?”

Ah, itu mengingatkanku bahwa dia tidak pernah menelepon balik. Tanpa Komachi di sini, kami tidak akan bisa mendapat saran detil apapun. Dia mungkin saja sudah memperkecilnya pada jenis tempat yang disukai Yuigahama, tapi kami tidak bisa membuat pilihan akhirnya jika kami tidak tahu apa yang mau dibeli. Aku mungkin memerlukan sedikit bantuan pada aspek-aspek yang lebih detilnya, tapi setidaknya aku tidak sebegitu tak tahunya mengenai gadis-gadis remaja dibanding Yukinoshita. Bolpoin dan set perkakas tidak terlihat cocok bagiku.

Aku melirik sekilas pada ponselku, tapi tidak ada kabar dari Komachi. Ketika aku mencoba meneleponnya, musik familier dari ponsel Komachi setiap kali membuat suara keras yang tidak mengenakkan. Maksudku, serius, kenapa ponsel gadis ini bernyanyi?

“Haloooooo!”

“Hei, dimana kamu sekarang? Kami sudah ada di sini. Kami sedang menunggu jadi bergegaslah kemari.”

“Huh? …ohhh. Ada begitu banyak barang di sini yang mau kubeli jadi aku benar-benar lupa.”

“Untuk dipikir adikku bisa begitu berkepala angin… Aku agak terkejut aku ada hubungan darah denganmu.”

Wow, Aku tidak tahu ingatannya seburuk ini. Tidak heran dia selalu hancur dalam mata pelajaran yang memerlukan penghapalan. Selagi aku sedang merenungkan pemikiran itu, aku mendengar suatu helaan yang begitu mengejek dari ujung lain teleponnya.

“…men, kepala udangmu itu tidak bisa paham, huh, onii-chan? Yah, terserahlah. Kelihatannya aku akan pulang ke rumah sendiri saja karena aku mungkin akan memakan waktu lima jam lagi. Semoga sukses, kalian berdua!”

“Uh, tunggu, tunggu dulu sebentar!”

“Kenapa, apa Yukino-san gugup akan sendirian bersama denganmu? Tidak perlu kuatir sama sekali – kurasa.”

“Uh, Aku benar-benar tidak perduli dengan itu, tapi apa kamu tidak apa-apa sendirian? Maksudku, tempat ini benar-benar bukan tempat yang seharusnya dikunjungi anak SMP…”

Maksudku, ini adalah suatu tempat dimana ada begitu banyak jenis-jenis orang yang berbeda-beda berbaur pada hari libur. Ada kemungkinan kamu bisa terperangkap pada suatu insiden atau kecelakaan. Belum dibilang Komachi itu masihlah seorang gadis SMP. Dan dia itu imut karena dia itu adikku dan semacamnya. Dia mungkin mempermalukanku dan melakukan hal-hal yang membuatku geram, tapi aku tidak bisa tidak mengkhawatirkannya.

Komachi tidak mengatakan apa-apa untuk sejenak. “Men, Aku harap kamu sepengertian ini mengenai hal-hal yang lain. Aku akan baik-baik saja. Ini aku yang sedang kita bicarakan.”

“Uh, Aku khawatir karena itu kamu yang sedang kita bicarakan.”

Toh, dia mungkin akan dengan mudahnya pergi dengan seseorang jika dia membelikannya permen atau memikatnya dengan uang…

“Onii-chan, kamu anggap siapa diriku ini? Kamu tahu bukan aku itu adikmu?”

Whoa, dia mengucapkan sesuatu yang benar-benar agak menyentuh.

“Itulah mengapa kamu itu sepenuhnya baik-baik saja sendirian! Malahan, sendirian itu adalah apa yang membuatmu merasa hidup!”

Alasannya sendiri benar-benar menyedihkan.

Tapi sebenarnya, karena sendirian itu memang membuatku merasa hidup, tidak ada yang bisa kukatakan untuk membantahnya. Lihat, masalahnya itu, aku begitu cerewet ketika aku bermain game atau semacamnya. Macam “Meeeen, tidak muuuuungkin!” atau “Oho, jadi kamu datang, huh?” atau “Rinko, Aku cinta kamu”. Berkat itu aku mendapat situasi sulit ini ketika ibuku mengatakan sesuatu seperti, “Oh, jadi ada teman kamu yang datang?” dan aku akan menjadi begitu gugup dan menjawab, “Er, A-Aku sedang menelepon…” Tidak lagi aman untuk memainkan Love Plus di rumahku[6].

“Baiklah… telepon aku segera jika ada sesuatu yang terjadi. Tidak, tunggu, telepon aku bahkan jika tidak ada apapun yang terjadi.”

“Oke, oke. Baiklah, aku akan menutup teleponnya sekarang! Semoga beruntung, onii-chan!” Dan dengan itu, panggilannya berakhir. Semua yang tersisa hanyalah sebuah suara bip robotik.

Tidak seperti kamu butuh keberuntungan untuk pergi berbelanja…

Aku menutup ponselku dan berpaling pada Yukinoshita. “Kelihatannya Komachi ingin membeli beberapa barang. Jadi dia meninggalkan semua kerja sulitnya pada kita.”

“Begitu ya… yah, dia memang sudah bersusah payah untuk datang jauh-jauh kemari pada hari libur, jadi aku tidak ada hak untuk mengomplain,” kata Yukinoshita, terdengar agak kecewa. “Kita tahu tentang jenis barang yang disukai Yuigahama, jadi ayo kita mengusahakannya cukup dengan itu saja,” tambahnya untuk membuat dirinya bersemangat lagi.

Sial, sekarang aku khawatir.

Tanpa memperdulikan kegelisahanku, Yukinoshita dengan segera pergi mengunjungi toko pakaian terdekat. Segera setelah dia masuk ke dalam, dia mengambil produk-produk terpajang dan memeriksanya dengan wajah datar. Aku memutuskan untuk berjalan ke dalam toko itu, mengikuti dirinya.

Aku hampir dengan segera menyesalinya.

Pertama-tama, itu menyakitkan bagaimana para wanita yang beraneka ragam ini menatap pada seorang pria yang baru saja masuk ke dalam. Itu seperti mereka menganggap aku itu seekor serangga. Dan lalu pelayan toko itu tiba-tiba berdiri, seakan waswas akan setiap gerakanku. Setiap orang di dalam ruangan itu menjaga jarak yang lebar dariku.

Kenapa, sialan…? Maksudku, ada pria lain di dalam toko ini! Apakah aku sedang didiskriminasi? Aku sedang didiskriminasi, bukan?! Toh, semua pria dalam toko itu tipe-tipe riajuu. Mereka mengenakan syal di sekeliling leher mereka meskipun udara tidaklah dingin dan mereka memakai rompi yang membuat mereke terlihat seperti pemburu. Aku bisa melihat dengan sangat jelas bahwa mereka itu tipe-tipe riajuu. Ada apa dengan untaian-untaian aneh di celana mereka? Fungsi apa yang diberikannya?

“Um, tuan… apa anda mencari sesuatu?” seorang pelayan toko wanita menanyakanku, menyembunyikan kewaspadaannya akan diriku di balik sebuah senyuman rapat.

“Uh, tidak, um… m-maaf,” Aku meminta maaf tanpa berpikir panjang .

Permintan maafku yang tidak perlu pastilah sudah membangkitkan perasaan curiga pelayan toko wanita itu lebih jauh lagi, karena pelayan yang lain segera datang kemari. Sial, dia memanggil temannya! Ini tidak akan berakhir baik!

Jika aku terus membuang-buang waktu di sini, dia akan memanggil lebih banyak temannya lagi. Persis saat aku sedang berpikir untuk melarikan diri, aku diberi pertolongan.

“Hikigaya-kun… apa yang kamu lakukan? Mencoba pakaian wanita? Kamu seharusnya melakukan hal semacam itu di rumah.”

“Kamu tidak melakukan itu dimanapun! Dan lagipula, aku tidak melakukan apapun, oke…”

Yukinoshita mendekatiku, memandang rendah pada diriku dengan angkuh. Sebagai hasilnya, rasa curiga menghilang dari mata pelayan toko tersebut. Persis seperti yang bisa kamu duga dari Yukinoshita. Membuat orang mundur termasuk ke dalam cakupan keahliannya.

“Oh, anda sedang menunggui pacar anda, ya. Silahkan menunggu selama yang anda mau,” kata satu pelayan toko tersisa dengan pengertian sebelum dia berpaling untuk pergi.

“Tidak, itu sama sekali bukan apa yang sedang kulakukan…”

“Bukan? Kalau begitu anda memang benar-benar orang yang mencurigakan…”

Matanya berubah dari biru menjadi merah! Aku mengambil pilihan yang salah! Sekarang dia begitu agresif! Jika begini terus, aku akan mengarah tepat ke akhir yang buruk.

“Ya Tuhan… Hikigaya-kun, ayo pergi.” Dalam usaha untuk melarikan diri dari pelayan toko yang bergegas ke lokasi, Yukinoshita menarik tanganku. Itu saja yang diperlukan untuk menepis mereka.

Setelah kami berada di luar toko, ketegangannya akhirnya mereda.

“…katakan, apa aku benar-benar terlihat se-mencurigakan itu?”

Dengan ekspresi berat di wajahku, mataku sejuta kali lebih busuk dari biasa, kuduga. Aku rasa kalau aku harus mengatakannya dalam bahasa Inggris, aku memiliki mata MEGA busuk.

Yukinoshita tidak berpura-pura mengejek penampilan yang terlihat mencurigakanku, mungkin bersusah payah untuk menunjukkan simpatinya. “Seorang laki-laki yang sendirian akan dipandang dengan rasa curiga bagaimanapun itu. Dari apa yang kulihat, semua laki-laki di toko itu bagian dari suatu pasangan.”

Aku mengerti sekarang. Itu adalah zona cuma para gadis/cuma para pasangan, persis seperti bilik foto itu. Kalau begitu keadaannya, tidak ada yang bisa kulakukan mengenainya. Aku tidak memiliki keberanian ataupun tekad untuk melewati rintangan itu lagi.

“…baiklah, kalau begitu aku akan berdiri di sebelah sana saja,” kataku, menunjuk ke arah sebuah bangku yang agak jauh dari sini.

Tokonya itu sendiri dipadati oleh para gadis. Jika aku sendirian di antara mereka, itu tidaklah sulit untuk membayangkan diriku memperoleh sekumpulan pandangan aneh. Bagaimanapun, itu sama buruknya dengan ditatapi dengan aneh di dalam ruang kelas. Tapi jika aku duduk di bangku yang jauh dari sana, maka aku kira tidak ada orang yang akan melaporkanku. Selama aku tidak bertindak mencurigakan, aku akan baik-baik saja. Kurasa. Mungkin. Apa aku akan baik-baik saja? Terserahlah, lebih baik bersiap-siap untuk yang terburuk, pikirku selagi aku mulai berjalan ke bangku itu.

“Tunggu dulu sebentar.”

“Huh?”

Aku berpaling ke belakang untuk melihat Yukinoshita berjalan ke arahku, dengan kepalanya diangkat tinggi-tinggi.

“Apa kamu berencana untuk menyerahkan semuanya pada keputusanku? Aku tidak bermaksud untuk terdengar angkuh, tapi standarku sangat berbeda sekali dari gadis remaja biasa.”

“Jadi kamu tahu…”

Yah, ini gadis yang berpikir untuk membeli satu set perkakas sebagai hadiah barusan tadi.

“Jadi, uh… Aku akan menghargainya kalau kamu mau menolongku – atau semacamnya…” kata Yukinoshita dengan begitu susah payah, dengan alisnya terkernyit, Pandangannya, yang terpaku pada tapak sepatunya, melayang-layang dengan gugup dari satu sisi ke sisi lain.

Dia pastilah benar-benar dalam kebuntuan jika dia memintaku untuk membantu. Mari aku perjelas bahwa aku tidak pernah membeli hadiah untuk seorang gadis dalam hidupku - setidaknya tidak dengan benar. Jika kita sedang membicarakan tentang mencoba untuk memberi hadiah dan ditolak, itu pernah terjadi padaku sebelumnya.

“Yah, seingin-inginnya aku berniat untuk menolongmu,” jawabku, “itu tidak seperti aku bisa masuk ke da-”

Yukinoshita membuat helaan dalam, seakan dia menyerah pada sesuatu. “Kalau begitu, tidak ada yang bisa dilakukan. Tolong, dekat-dekat denganku.”

“Huh? Dekat?” Aku menatap dirinya, merasa bingung.

Yukinoshita menjadi sedikit tersinggung sebagai responnya. “Haruskah aku melafalkannya? Bahwa kalau kamu hanya mampu menghirup udara dan menghembuskannya keluar, maka pendingin ruangan di sebelah sana itu lebih hebat darimu?”

Memang. Membersihkan udara dan menghemat energi itu super berguna. Aku harap mereka bergegas dan memasangnya dengan kemampuan untuk membaca suasananya juga.

“Dengan kata lain, aku mengizinkanmu untuk berpura-pura menjadi pacarku, hanya untuk hari ini.”

“Angkuhnya.”

Wow, sungguh wanita brengsek.

Kejengkelanku pastilah muncul di wajahku, karena Yukinoshita menatapku dengan sengit. “Apa kamu tidak senang dengan pengaturan ini?”

“Tidak ada apapun, tidak.”

“B-begitu ya…” Yukinoshita terlihat terang-terangan terkejut, belum dibilang terlihat kecewa.

Tapi itu benar-benar bukanlah sesuatu yang perlu membuatnya merasa begitu kaget. Hal terakhir yang kuinginkan adalah menjadi pacar gadis ini atau semacamnya, tapi aku benar-benar tidak begitu keberatan dengan bagian berpura-pura itu. Yukinoshita tidak berbohong. Jadi ketika dia bilang “untuk hari ini”, dia tidak berarti satu menit lebih lama lagi, dan ketika dia bilang “pura-pura jadi pacarku”, tidak ada kesalahpahaman yang terjadi di sana.

Itulah mengapa aku bisa ikut ke dalam rencana ini tanpa rasa sangsi apapun.

Yukinoshita percaya sepenuhnya dalam kesampahanku, sementara aku memiliki kepercayaan penuh dia akan mengabaikan diriku sepenuhnya. Aku heran, bisakah kamu benar-benar menyebut ini kepercayaan? Itu sama sekali benar-benar tidak terasa seperti kita sedang menjaga satu sama lain. Apaan?

Menyadari bahwa dia memiliki tampang yang begitu bodoh di wajahnya, Yukinoshita mencoba untuk menyembunyikannya dengan tiba-tiba berpaling ke arah lain. “Kupikir sudah pasti kamu tidak akan setuju,” katanya setelah beberapa saat, berbicara pada dinding.

“Nah, Aku tidak ada alasan apapun untuk menolak. Bagaimana denganmu? Bukankah kamu sendiri tidak setuju?” bantahku.

Yukinoshita berpaling, ekspresinya tidak perduli. “Aku tidak keberatan. Aku tidak akan terlihat oleh siapapun yang mengenali wajahku, dan dilihat bahwa aku dikelilingi hanya oleh orang asing, aku tidak perlu khawatir akan kesalahpahaman atau rumor apapun yang bisa berakibat pada kerugian finansial.”

Jadi dia baru saja dengan santainya menganggap bahkan diriku sebagai orang asing. Yah, terserahlah.

“Baiklah kalau begitu, mari kita pergi?” kata Yukinoshita selagi dia berpaling pada toko berikutnya. Aku mulai berjalan di sampingnya.

Kami tidak ada ekspektasi pada satu sama lain, dan menurut pendapatku tidak ada yang perlu diharapkan darimu benar-benar meringankan beban pikiranmu. Maksudku, coba pikir begini. Bukankah Kotak Pandora diisi dengan segala keburukan bersama dengan harapan? Itulah apa yang dimaksud dengan memiliki ekspektasi. Harapan dan Keburukan.


× × ×


4-4[edit]

Yang mengejutkanku, semuanya berjalan dengan lancar ketika kami memasuki toko baju berikutnya. Entah kenapa, dunia ini lebih sederhana dari yang kukira – seperti mengambil permen dari seorang bayi. Seorang lelaki muda dan seorang gadis hanya perlu berjalan bersama-sama untuk membuat orang lain mengira mereka sedang berkencan. Dan ya, itu juga berlaku bagiku, dipikir-pikir lagi. Menilai dari bagaimana di dalam hatiku aku selalu mengutuk para laki-laki dan gadis berusia-SMA ketika mereka sedang bersama, mungkin sebenarnya memang begitu adanya. Ketika para pelayan tokonya mengawasiku dan merasa diriku tidak memadai, semua yang diperlukan untuk menghilangkan kecurigaan mereka adalah dengan berdiri di dekat Yukinoshita.

Telah menyatakan bahwa semua orang disekelilingnya itu hanyalah orang asing, Yukinoshita menepis para pelayan toko yang berbicara padanya dengan sepatah “Aku baik-baik saja, terima kasih” dan membuat pilihannya dengan mata yang serius. Sesuatu akan menangkap perhatiannya dari waktu ke waktu dan dia akan menariknya ke samping dan meregangkannya secara vertikal. Aku rasa dasarnya untuk menilai barang agak aneh.

“Ayo kita pergi ke tempat selanjutnya?” Dia melipat pakaian di tangannya dengan cekatan dan mengembalikannya pada raknya, terlihat agak cemas akan ketahanannya.

“Kamu tahu, aku tidak pernah sekalipun memilih pakaianku berdasarkan pada betapa kuat bahan kainnya. Entah kenapa aku tidak merasa Yuigahama memikirkan tentang kekuatan perlindungan dari pakaiannya atau apapun.”

Baju biasa saja tidak apa-apa, terima kasih banyak. Toh, tidak seperti ada monster berkeliaran.

Yukinoshita menghela. “Yah, maafkan aku. Aku hanya bisa membuat keputusan berdasarkan kualitas bahan kainnya dan jahitannya.” Dia terdiam untuk sejenak. “Kamu tahu, aku tidak pernah mengetahui apa yang Yuigahama-san sukai atau apa minatnya… tidak ada yang seperti itu.”

Helaannya kemudian itu helaan yang lebih dalam, lebih letih dari yang pernah kudengar darinya sebelumnya. Dia mungkin sedang merenungkan semua hal yang tidak pernah dapat dipelajarinya.

Kalau demikian, itu sebuah penyesalan yang tidak ada gunanya.

“Siapa peduli jika kamu tidak tahu? Aku akan lebih jengkel pada seseorang yang memperlakukanku seakan mereka tahu segalanya tentangku ketika mereka hanya tahu tentang hal-hal dangkalnya saja. Itu agak seperti mengirim kacang dari suatu tempat lain ke seorang penduduk Chiba.”

“Contoh itu begitu spesifik ke Chiba sampai tidak ada orang yang akan memahaminya…” kata Yukinoshita, terlihat agak kaget.

Hmph, apa itu tidak jelas? Untuk menjelaskannya secara sederhana, penduduk Chiba muak dengan kacang. Kami tidak percuma membanggakan hasil produksi tertinggi di seluruh negara ini. Dan yang benar saja, itu agak aneh bagaimana 70 persen sekian kacang datang dari Chiba. Omong-omong, 20 persen datang dari Ibaraki. Orang-orang memanggilnya wilayah kacang.

“Untuk menjelaskannya dengan bahasa orang awam, itu seperti mengirim anggur pada seorang sommelier[7] ketika kamu sendiri hanya memiliki pengetahuan anggur yang samar-samar, kurasa.”

“Itu masuk akal… itu beralasan…” Yukinoshita mengangguk seakan dia dengan mudahnya mengerti apa yang baru saja kukatakan.

Kamu tahu, ayahku begitu sering melakukan itu ketika dia membelikanku hadiah ulang tahun. Dia membalikkan Playstations dengan Sega Saturns dan hal semacam itu. Super Famicon sudah terjual habis, tapi masa bodo, Sega Genesis dan 3DO membuat suara bip yang sama baginya. Setiap kali kamu memberi hadiah dengan pemahaman yang setengah-setengah mengenai orang itu, hasilnya biasanya kurang dari memuaskan.

“…cara menilaimu yang aneh itu terkadang bisa berguna,” kata Yukinoshita, setengah-terkagum, walaupun aku sama sekali tidak merasa seperti aku sedang dipuji. “Memang, peluang seseorang untuk menang itu kecil ketika kamu bertempur melawan titik kuat pihak lain. Untuk menang, kamu harus menyerang titik lemah mereka…”

Jika memilih sebuah hadiah itu sebuah pertempuran baginya, apa keluarganya itu terdiri dari para Amazon atau semacamnya? “Yah, kamu mungkin bisa menyerang titik lemah mereka, tapi mereka juga bisa mempunyai sesuatu untuk mengimbangi titik lemah mereka. Itu memenuhi persyaratan berguna yang kamu sedang bicarakan.”

“Memang.” Dia kelihatannya berpikir mengenai sesuatu. “Kalau begitu…”

Yukinoshita melemparkan pandangannya ke toko berikutnya dalam jajaran itu.

Kami berhenti di depan toko pakaian dalam yang menghadap secara diagonal ke toko pakaian tersebut. Yukinoshita menghilang ke dalam sebuah toko peralatan dapur di sebelahnya, meninggalkanku terdampar sendirian. Aku tidak mungkin hanya satu-satunya yang merasa bahwa hanya dengan keberadaan sebuah toko pakaian dalam saja yang dikelilingi oleh toko seperti Yokado itu jauh lebih mesum daripada keimutan dan keseksian jelas yang ditekankan oleh pakaian dalamnya itu sendiri[8]. Juga, mereka menjual pakaian renang sekolah sekarang ini sekitaran Juni, yang terasa lebih mesum lagi, menurut pendapatku.

Tapi aku sedang ngelantur.

Selain alat-alat masak utama seperti wajan penggorengan dan panci, ada juga sarung tangan oven yang terlihat seperti The Muppets[9] dan set-set peralatan makan yang menyerupai boneka Matryoshka yang berderet di dalam toko peralatan dapur itu.

“Aku paham…” kataku. “Itu memang titik lemah Yuigahama.”

Yuigahama itu tidak pandai memasak. Tidak, lebih pada dia itu hancur bukan main soal memasak. Aku sudah memakan biskuit buatan gadis itu sekali, tapi itu begitu tidak enak sampai aku heran apa aku sedang memakan arang yang mereka jual di Keiyo Home Center. Atau mungkin Joyful Honda[10]. Apapun itu, apa yang kamu lihat adalah apa yang kamu dapat – rasa yang kuat itu tidak mengkhianati perkiraannya. Ketika aku bilang rasa, maksudku sebenarnya sensasi membakar. Dan tidak hanya aku yang memakannya, Yukinoshita juga. Tuntunan mantap Yukinoshita sudah membawanya ke level masakan biasa-biasa saja, tapi aku ragu masakan yang lebih rumit dari itu bisa melewati fase pembuatannya.

Akan tetapi, tempat ini cukup menyenangkan untuk dimasuki.

Macam whoa, ada apa dengan tutup panci ini? Aku dibuat terpesona oleh caranya menaburi penyedapnya untukmu ketika kamu menarik bagian gagangnya. Oh men, aku sedang melongo seperti orang idiot. Persis saat aku pikir hanya ada barang-barang yang mudah dipakai, aku juga menyadari mereka bahkan ada wok-wok gaya tradisional. Sial, ini membuatku ingin tertawa bodoh atau semacamnya. Berbicara soal tempat seperti home center, toko 100 yen juga seperti ini, dengan bagaimana hanya melihat pada semua alat dan perkakas keren itu saja bisa membuat darahmu terpompa.

“Hikigaya-kun, ke sini.” Aku mendengar namaku dipanggil.

Ketika aku datang ke sana, aku disambut oleh pemandangan Yukinoshita Yukino mengenakan celemek.

YahariLoveCom v3-125.jpg

Kainnya tipis, bertolak belakang dengan corak hitamnya, dan ketika Yukinoshita mengenakannya, celemek itu menghasilkan suasana yang tenang dan sopan. Sebuah cetakan cakar kucing terjahit di bagian dada. Tali yang mengelilingi pinggang Yukinoshita diikat dalam sebuah pita, menekankan ukuran pinggangnya yang langsing.

Selagi kepala dan pinggulnya berpaling, Yukinoshita mengetes sebetapa mudah untuk bergerak dengan tiba-tiba melakukan sebuah putaran di depanku, begitu mirip waltz. Itu membuat talinya menjadi terlepas dan berdesir seperti ekor “Bagaimana kelihatannya?”

“Kamu menanyakanku, huh… harus kubilang, itu terlihat lumayan bagus sekali padamu.”

Tidak banyak lagi yang bisa dikatakan. Semacam kesan rapi dan apik itu terlalu cocok sekali dengan gaya Yukinoshita, mungkin karena rambutnya juga hitam. Aku ingin langsung saja memujinya, tapi Yukinoshita bermain-main dengan kerah dan tali serta lengan bajunya, berfokus pada pakaiannya tanpa melihatku sama sekali. Pada saat itu, satu-satunya yang mengetahui ekspresi Yukinoshita adalah si cermin dan Yukinoshita sendiri.

“…wah, terima kasih. Tapi, aku tidak sedang bertanya tentang diriku. Maksudku bagaimana kelihatannya pada Yuigahama-san?”

“Itu tidak akan cocok dengan Yuigahama. Semacam barang lembut, penuh warna, yang terlihat bodoh akan membuatnya lebih senang.”

“Bengis, tapi benar. Sampai aku tidak tahu bagaimana bereaksinya…” kata Yukinoshita selagi dia melepaskan celemek yang dipakainya sampai barusan tadi dan mulai melipatnya dengan hati-hati. “Kalau begitu, aku rasa kita sebaiknya memilih sesuatu sekitaran ini.”

Selagi dia mengengam celemek yang terlipat itu, matanya jatuh ke korban selanjutnya. Kali ini, dia mengecek jumlah kantong dan terbuat dari kain apa. Yap, itu perlu untuk mengecek kualitas kainnya. Dari caraku memikirkannya, kain asbes atau yang tak mudah terbakar atau semacamnya akan lebih baik. Yuigahama mungkin akan dalam bahaya setiap kali dia memakai api.

Pada akhirnya, Yukinoshita memilih sebuah celemek kecil mungil, untuk hiasan yang seluruhnya berwarna merah muda. “Aku akan memilih yang ini.”

Ada sebuah kantong kecil di kedua sisi, ditambah sebuah kantong besar berbentuk-persegi di tengah. Itu kelihatannya cocok dengan Yuigahama, yang merupakan tipe yang menjejalkan permen sebanyak yang dia suka ke dalam kantongnya.

Yukinoshita melihat celemek merah muda itu dan berjalan ke kasir. Di tangannya, dia memegang celemek merah muda itu – dan yang hitam juga.

“Kamu tahu, aku tidak masalah dengan boneka yang tadi, tapi kamu benar-benar sedang menyelinapkan belanjaanmu sendiri ke dalam sini.”

“…Aku perlu memberitahumu aku tidak ada rencana untuk membeli sebuah celemek.”

“Suatu dorongan untuk membeli, huh? Yah, itu sering terjadi ketika kamu keluar berbelanja.”

Yukinoshita membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu untuk membantah, tapi berhenti di tengah-tengah. Dia memandangku dari samping sebelum memalingkan pandangannya dan menuju ke kasirnya sendirian, tanpa sekalipun menoleh ke belakang.

Jadi itu bukan suatu dorongan untuk membelinya? Sungguh gadis yang tidak bisa dimengerti. Tapi jika ada satu hal yang kutahu mengenainya, itu adalah bahwa dia sudah berencana untuk membeli boneka panda aneh itu dari awal.


× × ×


4-5[edit]

Aku membeli sesuatu di toko hewan peliharaan dan menyelesaikan tagihannya. Yukinoshita tidak lagi berada di sisiku.

Itu tidak seperti dia telah meninggalkanku dan buru-buru pulang atau semacamnya. Dia tidak se-tak berperasaan itu. Dia hanyalah dengan senang hati menerima saranku untuk melakukan hal yang lain selagi aku pergi berbelanja. Oke, jadi mungkin dia memang tak berperasaan.

Aku mempertimbangkan untuk menelepon Yukinoshita, tapi dia hanya bisa pergi dekat-dekat di sebuah tempat seperti ini. Meninggalkan tempat penjualan barang hewan peliharaan di belakangku, aku menuju ke tempat kandangnya.

Dan apa kalian tahu? Yukinoshita berada tepat di sana.

Dia duduk memeluki lututnya tepat di dekat pintu masuknya, suatu senyuman lembut di wajahnya selagi dia memancing seekor anak kucing dan mengelus-elusnya, terkadang mengacaukan bulunya. Dia kelihatannya tidak mengeong kali ini, mungkin karena ada orang di sekitar sini, seperti yang bisa kalian duga.

Karena dia begitu asyik sekali membelai-belai kucing itu, sulit untuk memanggil dirinya. Persis saat aku sedang mempertimbangkan apa yang akan kulakukan, kucing yang dibelai Yukinoshita memalingkan perhatiannya ke arahku, telinganya yang berkedut merupakan satu-satunya gerakannya yang dapat terlihat. Itu sudah cukup untuk membuat Yukinoshita berpaling.

“Wah wah, begitu cepat.”

(Terjemahan: Aku ingin bermain-main dengan anak kucing itu sedikit lagi…)

“Maaf.”

Aku tidak bisa tahu apakah aku meminta maaf karena aku membuatnya menunggu atau karena aku tidak memakan waktu cukup lama, tapi terserahlah – sebuah permintaan maaf bisa mencakup itu semua.

Ketika Yukinoshita sudah selesai membelai anak kucing itu, dengan mulutnya membentuk sebuah meongan tanpa bersuara sebagai ucapan selamat tinggalnya yang enggan, dia berdiri. “Jadi apa yang kamu beli? Walau, aku bisa kurang lebih membayangkannya.”

“Yah, itu persis seperti yang kamu bayangkan.”

“Begitu ya,” Yukinoshita menjawab dengan biasa-biasa saja, walaupun ekspresinya terlihat agak puas. Dia kelihatannya senang karena dia benar. “Namun, aku terkejut. Untuk dipikir kamu akan membeli sebuah hadiah untuk Yuigahama-san.”

“…tidak juga,” jawabku dengan sedikit kaku pada ucapannya. “Itu masuk akal karena kita sedang ber‘tanding’. Aku hanya memutuskan untuk bekerja sama denganmu untuk kali ini.”

“Jangan pernah mengatakan tidak akan pernah[11], kurasa…” mata Yukinoshita melebar karena terkejut. “Apa kamu sakit?”

Hei hei, itu begitu menghina.

Tapi terserahlah, meskipun itu untuk menaikkan motivasi Yuigahama, ide untuk merayakan ulang tahunnya tidaklah begitu buruk. Hanya saja, untuk melakukan itu, aku perlu menjernihkan suasana di antara kami. Jika situasinya terus tidak menentu seperti sekarang ini, hal yang sama akan terjadi sekali lagi.

“Aku ada sesuatu untuk dikerjakan, jadi mari kita pulang?” tanyaku.

“Baiklah.”

Ketika aku melihat waktunya, sudah sekitaran jam 2. Waktu benar-benar cepat berlalu, mengejutkannya. Dan di sini aku sedang berencana untuk segera menyelesaikan belanjanya dan langsung segera menyelinap balik ke dalam rumah.

Aku memimpin jalannya sampai kami mencapai pintu keluar. Aku mendapat perasaan ini adalah yang kedua kalinya Yukinoshita, yang juga akan pulang, tidak bisa keluar setelah mencoba untuk meninggalkanku. Sudah lebih dari cukup dengan labirin tua raksasa itu – tapi hanya bagi Yukinoshita.

Di dalam perjalanan, ada sebuah tempat game yang ditujukan pada keluarga dan pasangan.

Game koin, game capit boneka, game tembak-tembakan dua orang, game balapan yang berlangsung di dalam wahana yang menyembunyikan wajahmu dari dunia luar – dan belum disebut bilik fotonya. Itu adalah alat-alat penting bagi siapapun untuk dapat terkekeh-kekeh dan bersenang-senang. Dengan kata lain, tidak ada hubungannya denganku.

Persis saat aku dengan cepat mengarungi jalanku melewati semua ini, Yukinoshita berhenti di tempat.

“Ada apa?” tanyaku. “Jadi kamu ingin bermain game sekarang?”

“Aku tidak tertarik dengan game.”

Kata sang gadis yang matanya terpaku pada game capit boneka itu. Oh tunggu, sekarang setelah aku melihat lebih dekat, bukan itu yang difokuskannya. Ketika aku mengikuti pandangan Yukinoshita, kelihatannya dia hanya menatap pada satu game capit boneka khusus.

Di dalam mesin itu, terdapat satu boneka khusus yang kukenal dengan melihatnya saja.

Mata suram yang terlihat melirik ke dalam keburukan dunia ini, cakar yang bisa memotong menembus baik hewan buas dan bambu-bambu, taring tajam yang berpendar dengan menyeramkannya dalam kegelapan.

Tentu saja, itu Pan-san si panda. Jika kamu tahu betapa besarnya dampak yang dihasilkannya, kamu akan mengerti mengapa aku menambahkan ‘san’ ke dalam namanya.

“…kamu ingin mencobanya?”

“Tidak perlu. Aku tidak benar-benar ingin bermain game.”

(Terjemahan: Aku hanya di sini untuk boneka itu.)

Aku tidak perlu memakan jeli aneh apapun untuk menerjemahkan apa yang tidak dikatakan Yukinoshita dan untuk meneruskan percakapannya [12].

“Yah, kamu harus memainkannya jika kamu menginginkannya. Walau aku rasa kamu tidak akan bisa mendapatkannya.”

“Wah wah, kalimat yang cukup konfrontatif, hm? Apa kamu kebetulan sedang meremehkanku?” Aku pastilah telah menyentuh titik sensitifnya, karena sebuah gelombang membekukan mulai dipancarkan dari Yukinoshita.

“Nah, Aku bukan mengatai ini atau itu mengenai lenganmu, hanya saja itu sulit kalau kamu tidak terbiasa padanya – hal semacam itu. Maksudku, Komachi memainkannya lagi dan lagi dan dia tidak pernah mendapatkan benda yang diinginkannya sekalipun.”

Penampakan seseorang yang terus bersikeras mengucurkan hampir semua koin dalam celengan babinya ke dalam sebuah mesin itu hanya bisa dikatakan sebagai menyedihkan.

Tapi jauh dari meredamkan tingkah kompetitif Yukinoshita, contoh Komachi menyebabkan Yukinoshita memasukkan uang kertas seribu yen ke dalam mesin penukar uangnya.

“Kalau begitu, aku hanya perlu terbiasa dengannya,” katanya selagi koin-koin ratusan yennya tertumpuk di samping slot insert, siap untuk dihabiskan dalam sekali jalan

Dia memasukkan sebuah koin seratus yen. Itu membuat mesinnya menghasilkan suara “fueee!” yang benar-benar idiotik. Seakan mencoba untuk memastikan sesuatu, Yukinoshita menatap dengan teliti pada mesin itu, tak bergerak.

Tidak ada kata yang diucapkan.

Ekspresinya begitu bertekad sekali, hanya ditandingi oleh dorongan hasratnya.

Gadis ini… mungkinkah…?

Dia tidak tahu bagaimana mengoperasikan mesin itu…?

“Tombol di kanan menggerakkannya ke kiri dan ke kanan, dan tombol di kiri itu maju dan mundur. Capitnya hanya bergerak selagi kamu menekan tombolnya. Segera setelah kamu melepas jarimu capitnya berhenti.”

“B-Begitu ya… terima kasih.”

Merona merah terang, Yukinoshita memulai gamenya. Pertama, dia membuat capitnya berpindah ke kanan… hm, yah, bukan langkah buruk. Kemudian, dia menggerakkannya ke dalam. Hmm, itu posisi yang cukup bagus, menurutku.

Kemudian, dengan satu seruan “fueee!”, capit itu mencengkram boneka tersebut. A-Ada apa dengan capit ini? Dia membuat seruan yang begitu imut…

“…Aku mendapatkannya.”

Aku mendengar suatu suara yyang begitu lembut. Ketika aku seketika melemparkan pandanganku ke Yukinoshita, tangannya sedang terkepal dengan erat dan dia sedang gemetar lemah.

Tapi Crane-chan membuat suara “fueee!” lain dan membuat bonekanya terlepas dan jatuh, sebelum kembali ke tempat semulanya tanpa membuat suara apapun, pip pun tidak.

Gagal.

“Hei, itu sulit bagi kita pertama-tama, kamu tahu?” kataku, mencoba untuk menghiburnya.

Yukinoshita sedang menatap pada Capit-chan dengan segenap tenaga dalam tubuhnya.

“…permisi, bukankah kamu mengambilnya dengan sempurna tadi? Bagaimana bisa aku membuatmu menjatuhkan bonekanya ke sebelah sini?” Yukinoshita menekan Capit-chan untuk mendapat jawaban dengan cara yang biasa dilakukannya padaku. Dia sedang begitu intensnya sampai aku hanya bisa berdiri di samping dan menonton. Seram.

“Y-yah, lihat ke sini. Kamu menaruh bonekanya di posisi di mana bonekanya bisa lebih mudah untuk di dapat sekarang. Kelihatannya triknya itu dengan memindahkannya sedikit demi sedikit.”

Setidaknya, itulah saran yang tertulis di mesin itu.

“Begitu ya… jika kamu kurang di kekuatan kamu tutupi dengan jumlah.” Dengan wajahnya tersingsing dengan pemahaman, dia memasukkan satu koin seratus yen lagi.

Fueee…

“…bah, jangan lagi.”

Fueeeeeee, fueeeeeee.

“Oh, turut berduka…”

Fueee…

“Tch!”

Itu adalah reaksi Yukinoshita dengan hanya mendengar suaranya saja. Semua yang bisa kudengar setelah itu adalah suara Yukinoshita mendamprat mesin itu.

Kamu bisa katakan ekspresi Yukinoshita itu tenang dan kalem, tapi tangannya sedang menghantamkan koin-koin ke dalam mesinnya dengan mati-matian. Jadi dia masih terus memainkannya, huh…

Tidak peduli betapa sering dia meneruskannya, usahanya terlihat sia-sia saja.

“…kamu benar-benar payah.”

“Hmph… kalau kamu mengkritikku, apa itu berarti kamu memiliki kemampuan untuk ini?” kata Yukinoshita selagi dia memberungut padaku.

Jawabanku meluap dengan kepercayaan diri. “Yap, Komachi biasanya merengekiku untuk melakukannya sepanjang waktu. Berkat dia, aku menjadi agak hebat sekali melakukan ini. Setiap kali Komachi memintaku untuk melakukan sesuatu…”

“Aku mengerti bagaimana itu adanya…”

Yang benar saja, sejak kapan aku mulai menangani semuanya atas setiap permintaan Komachi…? Harga diri dan martabatku sebagai seorang abang menghilang.

“Aku akan mencobanya. Aku akan mendapatkannya untukmu tanpa setetespun keringat,” kataku, yang kemudian Yukinoshita dengan enggan membukakan jalan padaku, matanya penuh dengan kesangsian mendalam. “Sekarang kalau begitu, aku akan menunjukkanmu trik-trik kotorku.”

Kemudian, dengan sangat perlahan sekali, aku mengangkat tanganku setinggi mungkin. Aku menahannya lurus seperti pin bowling.

Yukinoshita melihat pada tanganku, matanya penuh dengan harapan bahwa sesuatu akan segera dimulai.

Masih belum… masih belum… hal terpenting adalah timingnya.

Kemudian aku melihat suatu gerakan tiba-tiba dari sudut mataku.

Sekarang!


× × ×


4-6[edit]

“Er, uh, permisi. Aku benar-benar mau ini…”

“Ya, Pan-san si panda ini, kamu bilang? Aku akan segera mengambilkannya.”

Fueee… Crane-chan menangis, selagi sesuatu jatuh dengan suara plop.

“Oke, mari,” kata nona tempat arcade itu dengan senyuman ramah saat dia menyerahkan Pan-san padaku.

Itu adalah layanan “mengambilkan sesuatu dengan imbalan” yang sering dipakai belakangan ini.

“Oh, terima kasih,” Aku mengucapkan permintaan terima kasihku.

Nona itu membalasnya dengan senyuman murah hati yang meliputi setiap inci wajahnya, sebelum kembali ke tempat dia datang tadi.

Sementara itu, Yukinoshita berada persis di sampingku, melihatku dengan ekspresi yang lebih masam dari biasa.

“A-Apa…?”

“Tidak ada… Aku hanya merasa heran saja apa itu memalukan untukmu untuk hidup.”

“Begini, Yukinoshita. Hidup itu anugerah terbesar kita. Bukankah itu lebih memalukan untuk berpikir bahwa itu memalukan? Itulah kenapa bajingan-bajingan yang melihatku dan tertawa ‘Ewww! Sungguh memalukan!’ itu adalah orang-orang yang tidak ada harganya dalam kehidupan.”

“Kamu menodai kalimat mutiaramu dengan kebencian yang tidak perlu…” Yukinoshita menghela singkat selagi dia menjentikkan sehelai rambut lepas dengan rasa muak. “Ya ampun… baru saja aku pikir kamu akan melakukannya dengan serius untuk sekali ini, kamu pergi melakukan itu…”

“Aku tidak mengatakan aku akan memainkannya untukmu. Aku hanya bilang aku akan mendapatkannya untukmu. Mari, ambilah.”

Aku menjejalkan Pan-san ke tangan Yukinoshita. Tapi Yukinoshita mendorongnya kembali padaku. “Kamu yang mendapatkannya. Meskipun kamu memang memakai cara-cara yang aku tolak untuk akui, aku harus mengakui pencapaianmu.”

Yukinoshita terus menjalani semua formalitasnya, meskipun seluruh keadaannya pada akhirnya itu begitu sepele. Kamu bisa bilang dia itu serius, atau mungkin keras kepala. Sebenarnya, tidak, dia hanya begitu kaku.

Tapi aku bukanlah tipe orang yang bisa dikalahkan oleh kekeras-kepalaan seseorang. “Nah, Aku tidak memerlukannya, kamu tahu. Dan ditambah lagi, kamu memakai uangmu sendiri. Kamulah yang membayar kompensasinya. Yang berarti kamu memiliki kewajiban untuk mengambilnya,” kataku.

Atas itu, perlawanan Yukinoshita melemah dan boneka itu jatuh dengan nyaman ke dalam tangannya.

“…B-Begitu ya.” Pandangan Yukinoshita jatuh ke boneka yang digengamnya dalam lengannya. Kemudian, dia melirikku dari samping. Hening. “Aku tidak akan mengembalikannya padamu, kamu tahu.”

“Aku bilang aku tidak memerlukannya.”

Macam ada orang yang mau boneka yang begitu terlihat-jahat itu. Lagipula, aku tidak akan memintanya kembali ketika dia memegangnya seakan itu begitu penting baginya.

Jadi dia ada sisi imutnya juga. Dan di sini kupikir dia itu lebih berdarah dingin.

Pada saat itu, aku menyadari bahwa aku sedang melihatnya dengan senyuman di wajahku. Dengan sedikit malu-malu, Yukinoshita memalingkan wajahnya, pipinya agak merah.

“…boneka tidak cocok denganmu. Boneka semacam itu lebih cocok dengan Yuigahama-san atau Totsuka-kun.”

“Yang pertama aku agak ragu, tapi aku bisa setuju denganmu dengan yang terakhir itu.”

Pasangan paling cocok bagi Totsuka dengan sebuah boneka pastilah roti manis dengan susu.

“Omong-omong, aku jujur saja terkejut kamu itu seorang penyuka boneka,” beberku, tapi Yukinoshita tidak terlihat begitu heboh. Dia hanya membelai Pan-san dengan santai.

“…Aku tidak benar-benar ada minat dengan boneka lain, tapi aku memang suka Pan-san si Panda ini.”

Yukinoshita terus bermain-main dengan lengan boneka itu. Setiap kali dia melakukan itu, cakar Pan-san membuat suara mencakar yang menyeramkan. Jika aku tidak menghiraukan suara itu, itu memang terlihat sangat imut sebagai suatu karya seni.

“Walaupun aku telah mengoleksi boneka lembut dan barang-barangnya untuk waktu yang lama, daripada melalui sumber-sumber biasa aku hanya bisa mendapatkannya melalui hadiah-hadiah, jadi aku tidak tahu mau bagaimana. Aku mempertimbangkan pelelangan internet, tapi aku tidak bisa benar-benar membulatkan tekadku karena aku khawatir mengenai bagaimana barang yang dipajangkan di pelelangan itu disimpan atau apakah foto yang dipostingkan itu palsu…”

A-Alasannya tidak imut sama sekali…

Tanpa sengaja, aku menghela. “O-Omong-omong, kamu benar-benar suka Pan-san itu.” Sebagai hasil perkenalanku pada kegilaan hewannya yang tidak berarti, kata-kata itu melesat keluar dari mulutku tanpa kuperhatikan.

Tanpa sepengetahuan dirinya, Yukinoshita memasang pandangan melamun di matanya setelah mendengar apa yang kukatakan.

“…memang. Aku menerima satu ketika aku masih kecil.”

“Sebuah boneka?”

“Bukan, manuskrip asli ceritanya.”

“Huh? Um, apa yang kamu maksud dengan cerita?” tanyaku, tercengang.

Tapi ini ternyata merupakan suatu kesalahan.

Sesaat selanjutnya, Yukinoshita mulai berbicara lagi dan lagi, seakan dia telah kesurupan. “Pan-san si Panda. Judul aslinya adalah Halo, Mister Panda. Sebelum mereka mengubah judulnya itu adalah Kebun Panda. Dikatakan bahwa ahli biologi Amerika Rand McIntosh mulai menuliskannya pada anaknya, yang tidak cukup mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya ketika seluruh keluarga mereka melintasi China untuk penelitian panda McIntosh.”

“…ini dia, Yukipedia mulai lagi.”

Walaupun aku sedang agak setengah mengejeknya, Yukinoshita terus berbicara dengan riang.

“Walaupun edisi Dizney yang dichibikan lebih menekankan karakternya, cerita aslinya itu bagus sekali. Ceritanya unggul dalam menggabungkan kiasan barat dan timur dan menceritakan naratif tunggal yang terfokus. Seseorang bisa merasakan pesan kasih sayangnya yang penting untuk anaknya pada setiap tingkatan.”

“Huh, apa cerita begitukah? Aku pikir sudah pasti itu hanya sebuah cerita tentang seekor panda yang berkata, ‘Aku ingin makan rumput bambu sepanjang hari,’ dan kemudian ketika dia memang memakan rumput bambu, dia menjadi mabuk akannya dan melakukan jurus mabuk.”

“…memang, adegan itu ditekankan dalam versi Dizney, jadi aku tidak bisa mengatakan apa-apa tentang itu, tapi bagian itu memainkan peran yang minor dalam cerita aslinya. Kamu akan mengerti jika kamu membacanya sendiri. Terjemahannya juga cukup bagus, tapi aku benar-benar merokemendasikanmu untuk membaca manuskrip aslinya,” kata Yukinoshita dengan terang-terangan semangat.

Ahh, Aku bisa ingat melakukan sesuatu seperti ini. Kamu akan bertingkah seperti itu ketika kamu membicarakan mengenai sesuatu yang kamu sukai. Dulu ketika aku masih di SMP, aku berbicara lagi dan lagi selama tiga puluh menit mengenai sebuah komik manga yang kusukai pada orang-orang yang kupikir akrab denganku ini. Sekitaran saat itu mereka berkata padaku, “Kamu biasanya tidak banyak bicara, Hikigaya, tapi saat-saat kamu tidak bisa diam itu hanya ketika mengenai manga. Itu agak… kamu tahu,” dan aku ingin mati dalam hatiku.

Namun, untuk bisa berbicara mengenai apa yang kamu sukai sebanyak yang kamu mau itu hal yang bagus, menurutku. Meskipun, katakanlah, itu bukanlah sesuatu yang populer atau yang akan diterima masyarakat umum.

Itu sesuatu yang bagus, tidak memikirkan perihal apakah orang lain akan menerima apa yang kamu sukai atau apakah kamu bisa akrab dengan orang-orang yang tidak benar-benar menyukaimu.

Tapi, meski aku mengatakan itu, aku kesulitan jika dia memintaku untuk membaca manuskrip aslinya. Aku hanya akan membaca bagian Indexnya sekilas.

“Aku barusan berpikir. Kamu bisa membaca bahasa Inggris sejak kamu kecil, huh.”

“Tidak sedikitpun. Tapi itu karena aku tidak bisa membaca bahasa Inggrislah baru aku terus mengacu pada kamus selagi aku membacanya. Itu menyenangkan seperti sedang memecahkan sebuah puzzle.” Mata Yukinoshita lembut, seakan dia sedang mengenang masa lampaunya dengan sukacita. Kemudian setelah sejenak dia bergugam, dengan suara sepelan bisikan, “Itu adalah hadiah ulang tahun. Aku mungkin memiliki keterikatan yang sentimentil padanya karena itu.”

Dia bimbang.

“I-Itulah kenapa, um…” Yukinoshita dengan malu-malu membenamkan kepalanya pada boneka itu, menyembunyikan ekspresinya selagi pandangannya berpaling padaku. “Itulah kenapa… ketika kamu memberikan ini padaku-”

“Huuuuh? Yukino-chan? Oh, benar-benar kamu, Yukino-chan!” Suatu suara yang riang gembira memotong Yukinoshita di tengah kalimatnya.

Ketika aku melihat pemilik suara yang entah kenapa familier dan yang kukenal itu, aku tidak bisa berkata-kata.

Rambut hitam berkilau dan kulit putih terang nan halus – belum disebut ciri wajahnya yang tenang dan anggun. Dengan tampang indah langka dan sangat menarik yang meluap-luap dengan pesona wanitanya itu, senyuman ramahnya merupakan lapisan gula di atas sebuah kue yang sudah luar biasa.

Tepat di depan mataku berdiri seorang wanita cantik dengan proporsi tubuh yang tidak bisa kupercaya. Dia mungkin sedang berjalan-jalan dengan teman-temannya, karena dia menepukkan tangannya untuk meminta maaf dan berkata, “Maaf, aku akan menyusul kalian nanti,” pada banyak pria dan wanita yang berhiruk-pikuk di belakangnya.

Suatu rasa déjà vu menerjangku. Tapi lebih dari itu – lebih dari apapun – Aku sedang disiksa oleh perasaan tidak enak yang jelas.


× × ×


4-7[edit]

“Nee-san…”

Aku berpaling ke belakang atas mendengar suara Yukinoshita. Ekpresi tak berdayanya barusan telah hilang sekarang, digantikan oleh sebuah tampang ngeri. Dia meremas bonekanya erat-erat pada dadanya, bahunya mengeras.

“Huh? Itu kakakmu? Apa?” Mataku berpaling-paling antara Yukinoshita dan wanita di depanku, membandingkan mereka berdua.

Jika aku dapat menaksir angka usia wanita itu, aku akan bilang dia sekitaran dua puluh tahun. Pakaian halusnya, yang dipasang dengan tali yang berlambai-lambai di ujungnya, didasarkan kira-kira pada tema putih, dan lengan dan kakinya menekankan keindahan kulitnya. Dia begitu menyilaukan untuk dilihat, tapi anehnya, seluruh tubuhnya menghasilkan kesan kemurnian.

Dia memang sungguh menyerupai Yukinoshita. Jika Yukinoshita itu kecantikan yang padat, wanita di depanku ini kecantikan yang cair, yang meluap-luap dengan pesona.

YahariLoveCom v3-143.jpg

“Apa yang sedang kamu lakukan di sini? Ooooooh! Kencan, benar?! Pasti sebuah kencan! Teehee!”

“…”

Yukinoshita yang lebih tua menggoda Yukinoshita yang lebih muda, menyikunya tanpa henti. Tapi Yukinoshita tetap berwajah dingin dan hanya terlihat jengkel.

Aku mengerti sekarang. Mereka terlihat mirip, tapi kepribadian mereka terlihat berdunia-dunia jauhnya.

Ketika aku memahami situasinya dan melihat benar-benar dekat, ada sejumlah perbedaan di antara mereka.

Pameran A) buah dada. Tidak seperti punya Yukinoshita yang malu-malu, kakaknya memiliki sepasang yang besar dan indah, yang bagus untuk cuci mata.

Sungguh mencerahkan! Ketika aku sedang merasa janggal, penyebab sebenarnya adalah ukuran buah dadanya! Er, tidak, bukan hanya itu saja.

“Hei hei, Yukino-chan, apa itu pacarmu? Apa kamu sedang berpacaran dengannya?”

“…sama sekali bukan. Kami satu sekolah.”

“Nah nah! Tidak usah malu-malu!”

Yukinoshita tidak mengatakan apapun.

Whoa, jika tatapan bisa membunuh… meskipun semua orang akan membasahi celananya karena takut jika mereka yang menerima tatapan Yukinoshita, kakaknya menyeringai dan menerimanya dengan biasa-biasa saja.

“Aku Haruno kakak Yukino-chan,” katanya padaku. “Main baik-baik dengan Yukino-chan, oke?”

“Uhh. Aku Hikigaya.” Dia memperkenalkan dirinya dengan namanya jadi aku balik memperkenalkan diriku.

Jadi, entah kenapa kelihatannya nama kakaknya itu Yukinoshita Haruno. Baik, sudah mengerti.

“Hikigaya…” Haruno-san berhenti hanya sebentar untuk berpikir, dengan cepat mengamatiku dari ujung kepala sampai ujung kaki. “Begitu ya…”

Persis saat itu, suatu hawa dingin menjalari sumsumku, cukup untuk membuatku merinding, Seakan dihantam oleh kelumpuhan sementara, aku terpatung di tempat.

Tapi kemudian dia melantun, “Kalau begitu, aku akan memanggilmu Hikigaya-kun. Bagus, senang berjumpa denganmu.”

Haruno-san meredakan ketegangannya dengan seringaian lebar. Apa itu barusan…? Apakah itu, kamu tahu, karena aku gugup dilihati oleh seorang wanita cantik?

Haruno-san itu secerah dan secermelang namanya[13]. Dia mungkin menyerupai Yukinoshita secara fisik, tapi kesan yang dihasilkannya sepenuhnya berbeda. Tidak seperti Yukinoshita dan kesan gadis-kalemnya yang sangat kuat, ekspresi kakaknya itu selamanya berubah-ubah. Siapa yang tahu bahwa senyuman itu memiliki begitu banyak variasi yang berbeda-beda?

Walaupun bagian-bagian mereka itu sama, aku terkesan oleh betapa berbedanya cara mereka menggunakannya.

Aku mengerti sekarang mengapa mereka begitu berbeda, dan namun semacam perasaan tidak puas karena merasa janggal menjalari sumsumku sekali lagi. Alasan sebenarnya dari ketidaknyamananku mungkin bukan dalam perbedaan mereka.

Ketika aku memalingkan pandangan curigaku pada Haruno-san, dia bertemu mataku hanya untuk sekejap sebelum dengan segera memindahkan perhatiannya pada Yukinoshita. “Oh, hei. Bukankah itu Pan-san si Panda?” katanya dengan nada riang gembira selagi dia menggapai pada bonekanya. “Aku suka ini! Sungguh bagus, itu begitu lembut. Aku cemburu, Yukino-chan.”

“Jangan sentuh itu.”

Suara Yukinoshita begitu kuatnya sampai membuat telingamu berdengung. Itu tidak seperti dia meninggikan suaranya atau apa. Itu hanya bahwa penolakannya berdering begitu keras dan jelas sampai menyakitkan untuk didengar.

Haruno-san pastilah merasakan hal yang sama, karena senyuman tak berubahnya dari sebelumnya membeku pada wajahnya. Dia tidak mengatakan apapun untuk sejenak.

“Wh-whoa, itu menakutkanku,” katanya pada akhirnya. “M-maaf, Yukino-chan, a-aku mengerti sekarang. Aku agak bodoh untuk tidak menyadari bahwa itu adalah sebuah hadiah dari pacarmu.”

“Um, Aku bukan pacarnya,” kataku.

“Teehee, kamu pura-pura malu. Kakak tidak akan memaafkanmu jika kamu membuat Yukino-chan menangis.”

Dengan seruan “hmph!” Haruno-san mengangkat jari telunjuknya untuk menegurku, sebelum menyodok pipiku tanpa henti sampai terasa sakit. Argh, ow, hati-hati, jangan berdiri terlalu dekat! (Dia tercium wangi.)

Dengan kekuatan komunikasinya, dia bisa menggunakan kekuatannya padaku meskipun kami itu masih asing. Haruno-san, yang sedang menekanku dari posisi dekat ini, merupakan pemilik sebuah kekuatan yang mengerikan.

“Nee-san, sudah cukup. Jika kamu tidak ada yang perlu dilakukan di sini, maka kami akan langsung pergi sekarang,” kata Yukinoshita, tapi Haruno-san tidak menghiraukannya dan terus mengangguku.

“Ayolah, kamu boleh memberitahuku! Sudah berapa lama kalian berdua berpacaran?”

“Tungg-! Serius, tolong hentikan!”

Dia meneruskan serangan sodokan jarinya dengan keras kepala, dan sebelum aku menyadarinya, Haruno-san menekankan dirinya padaku. Dan tunggu, buah dadanya menghantamku! Oh, dia melepaskannya! Tidak tunggu, dia menghantamku lagi! Buah dada yang kuperiksa tadi sedang datang padaku dengan pukulan pesat! Sial, buah dada itu Muhammed Ali…

“…Nee-san, hentikan itu segera.”

Itu suara yang pelan, suara yang mengancam untuk menggetarkan bumi. Selagi Yukinoshita menjentikkan rambutnya, tanpa repot-repot menyembunyikan kemurkaannya, matanya menusuk Haruno-san dengan tatapan menghina.

“Oh… maaf, Yukino-chan. Aku mungkin sedikit terbawa suasana,” kata Haruno-san tanpa merasa menyesal, sambil tertawa lemah. Itu terlihat seperti semacam susunan seorang kakak dungu dengan seorang adik yang begitu tegang. Kemudian Haruno-san mulai berbisik pada telingaku. (Seperti yang kubilang, jangan begitu dekat!) “Maaf, ente tahu? Yukino-chan itu gadis yang sensitif… jadi kamu sebaiknya berhati-hati dengannya, Hikigaya-kun.”

Kali ini, aku diterjang oleh perasaan tidak enak yang pasti. Aku secara tidak sadar terkejut. Seakan tercengang akan reaksiku, Haruno-san memiringkan kepalanya ke kanan dan memejamkan matanya sambil merengek. Persis saat itu, satu-satunya hal yang bisa dipikirkan seorang pria yang berdiri di dekatnya adalah betapa imut tingkahnya itu.

“Apa aku melakukan sesuatu yang membuatmu membenciku? Jika ada, maaf,” Haruno-san meminta maaf, menjulurkan lidah merah mudanya.

Ketika aku melihat betapa terus terangnya dia, hasrat untuk melindunginya tumbuh dalam diriku dan aku tiba-tiba diserang oleh rasa bersalah. Aku harus memikirkan semacam permintaan maaf!

“Er, sungguh bukan seperti itu. Maksudku, um, telingaku geli.”

“Hikigaya-kun, berhenti menyingkap obsesi seksualmu pada seorang wanita yang baru saja kamu temui. Kamu tidak bisa mengomplain jika kamu digugat.” tangan Yukinoshita ditekan dengan hati-hati pada dahinya seakan ini semua membuatnya sakit kepala.

Kalau Haruno-san, senyum menyeringainya yang jelas kembali ke wajahnya. “Aha,” lantunnya. “Kamu kocak, Hikigaya-kun!”

Aku tidak mengerti apa yang begitu lucu, tapi Haruno-san sedang tertawa dengan terbahak-bahak selagi dia menepuk punggungku. (Seperti yang kubilang, jangan begitu dekat!)

“Oh, itu mengingatkanku. Hikigaya-kun. Mau pergi minum teh denganku kalau kamu senggang? Aku harus memastikan kamu cukup bagus untuk menjadi pacar Yukino-chan.” Haruno-san membusungkan dadanya dan mengedip dengan pelan ke arahku.

“…sungguh lancang. Aku bilang dia hanya satu sekolah denganku.” Potong suatu suara yang kasar dan bengis yang mirip seperti badai salju Kutub Utara. Itu adalah suara dengan reaksi yang terasa mendalam, suara yang disebabkan oleh nada bercanda Haruno-san dan segalanya tentang dia. Yukinoshita sudah melancarkan penolakan terhebatnya.

Tapi Haruno-san menepisnya kali ini dengan senyuman nakal. “Maksudku, ini adalah yang pertama kalinya aku melihatmu pergi bersama seseorang, Yukino-chan. Bukankah itu wajar aku akan berpikir dia itu pacarmu? Aku merasa senang untukmu.” Haruno-san membuat tawa aneh yang terdengar seperti sebuah kekekan. “Kamu seorang anak remaja, jadi kamu lebih baik pergi bersenang-senang! Oh, tapi kamu sebaiknya jangan nakal, k'mu tahu?”

Dengan bercanda, Haruno-san meletakkan tangan kirinya pada pinggulnya dan mencondong ke depan, jari telunjuk kanannya terangkat untuk memperingatkan. Saat dia mempertahankan postur itu, dia menempatkan kepalanya ke dekat telinga Yukinoshita dan membisikkan sesuatu dengan pelan.

“Lagipula, Ibu masih marah akan kamu tinggal sendirian.”

Persis saat kata “Ibu” keluar, seluruh tubuh Yukinoshita mengeras.

Sebuah keheningan yang lembut menimpa area itu.. Seakan oleh semacam ilusi, suara-suaranya sudah menjadi lebih hening seperti air surut bahkan di dalam tempat game ini, sebuah tempat yang seharusnya penuh dengan keributan.

Dalam jangka sesaat itu, Yukinoshita memeluk bonekanya seakan untuk memastikan itu ada di sana.

“…itu benar-benar tidak ada hubungannya denganmu, Nee-san,” tutur Yukinoshita seakan dia sedang berbicara pada lantai, tidak melihat pada mata kakaknya.

Ini adalah si Yukinoshita Yukino yang berdiri gagah dan tidak pernah bimbang – si Yukinoshita yang tidak pernah terintimidasi oleh siapapun atau apapun melihat ke arah lantai.

Itu adalah sebuah tampilan yang sedikit menggoncangku. Dia adalah jenis orang yang akan membiarkan dirinya merasa murung ketika dia sedang sendirian, tapi aku tidak pernah melihat lututnya bergetar ketika dia berbicara pada orang lain.

Haruno-san tertawa kecil pada sudut mulutnya. “Ya, kamu benar. Itu tidak ada hubungannya denganku,” katanya, sambil mundur dengan tiba-tiba seakan dia melompat pergi. “Selama kamu ada memikirkannya, tidak apa-apa, Yukino-chan. Aku sedang mencoba untuk membantu, tapi aku mencampuri urusanmu. Maaf soal itu.”

Selagi sebuah senyuman malu-malu muncul pada wajahnya, Haruno-san tertawa dan berpaling padaku.

“Hikigaya-kun. Aku akan mengatakan ini padamu lagi: mari kita pergi minum teh ketika kamu menjadi pacar Yukino-chan. Oke, sampai jumpa nanti!”

Pada akhirnya, sebuah senyuman cemerlang yang menyilaukan muncul pada wajah Haruno dan dia membuat lambaian kecil di depan dadanya untuk mengatakan bye-bye. Dan dengan itu, dia pergi dengan buru-buru ke kejauhan.

Terkesan akan betapa luar biasa kecemerlangannya, Aku tidak bisa memalingkan mataku. Pada akhirnya, aku melihatnya sampai dia sepenuhnya di luar pandangan.



× × ×


4-8[edit]

Dan kemudian, karena tidak ada yang bisa dilakukan, Yukinoshita dan aku mulai berjalan.

“Kakakmu benar-benar menabjubkan…” tuturku tanpa berpikir panjang.

Yukinoshita mengangguk. “Semua orang mengatakan itu ketika mereka bertemu dia.”

“Ya, aku bisa mengerti itu.”

“Mm. Wajah dan rupa yang menarik, murid juara, terampil dalam baik kesusastraan dan seni bela diri, seorang wanita dengan banyak bakat – belum disebut kepribadian yang baik hati dan lembut… Aku ragu ada manusia yang bisa menandingi kesempurnaannya. Semua orang menghujaninya dengan pujian…”

“Huh? Itu tidak mengurangi pencapaianmu sendiri,” kataku. “Ada apa dengan kerendahan hati palsu itu?”

Yukinoshita mendongak ke atas padaku, terlihat tercengang.

“…huh?”

“Ketika aku bilang dia menabjubkan, aku sedang mengatakan tentang – bagaimana kamu mengatakannya? Kedok eksoskeleton yang diperkuat itu.”

Sebuah eksoskeleton yang diperkuat – tidak, kamu bisa bilang itu sebuah mobile suit. Omong-omong, perasaan tidak enak yang kurasakan dari Yukinoshita Haruno adalah itu. Ungkapan lain yang cocok adalah dia sedang dilumuri dalam kedoknya.

“Dari caranya bertingkah, kakakmu itu seperti mimpi basah seorang kutu buku. Dia bisa mencerahkan suasananya ketika dia berbicara, tingkah lakunya baik, dia selalu memiliki senyuman lebar, dia bahkan bisa berbicara denganku seperti orang normal dan juga, um… kamu bisa bilang dia itu terlalu suka sentuh-sentuhan, dan bahwa dia itu agak halus waktu disentuh.”

“Aku heran apa anak muda ini sadar betapa rendahan kata-katanya itu…”

“J-Jangan bodoh! Itu tangannya yang sedang kubicarakan, kamu tahu. Tangannya! Sentuhan tangannya!”

Alasanku tidak mampu berbuat banyak untuk meredakan pandangan sinis Yukinoshita. Dalam usaha untuk mengalihkan perhatiannya, aku terus berbicara dengan nada yang lebih keras dan lebih tegas.

“Idealisme adalah idealisme. Itu bukanlah kenyataan. Itulah kenapa sesuatu mengenainya terlihat palsu.”

Toh, mungkin tidak ada yang namanya kutu buku yang realistis.

Seorang kutu buku yang kesepian hidup dengan tiga prinsip umum: “(Jangan ada) harapan , (Jangan buat) peluang asmara, (Jangan utarakan) kata-kata mesra.” Prinsip-prinsip ini terukir dalam hati mereka. Pasukan sempurna ini, yang terus bertarung siang dan malam melawan musuh utama yang dikenal sebagai kenyataan, sehingga dapat dengan mudahnya diperdaya.

Meskipun mungkin ada “gadis baik” di dalam dunia ini, “gadis yang hidup demi dirimu” itu tidak pernah ada.
-Hikigaya Hachiman

Aku pikir itu terdengar seperti sebuah pepatah bijak, jadi aku mengukir kata-kata bijak itu ke dalam hatiku.

Yukinoshita memandangku dengan wajah datar. Setelah berpikir sejenak, dia berkata, “Kamu punya mata yang busuk – tidak, karena kamu punya mata busuk-lah sehingga ada beberapa hal yang bisa kamu lihat…”

“Apa kamu sedang memujiku?”

“Tentu. Itu pujian besar.”

Entah kenapa, aku tidak mendapat kesan itu…

Yukinoshita terlihat agak misterius saat dia melipat lengannya, suatu tampang yang agak terlihat melamun di matanya. “Seperti yang kamu bilang, itu kedok kakakku. Apa kamu tahu tentang keluargaku? Sebagai anak perempuan sulung, kakakku diajak berkeliling bertamu di tempat-tempat yang berkaitan dengan pekerjaan pada Tahun Baru dan ke pesta-pesta. Sebagai hasil dari itu, dia memiliki sebuah topeng… kamu sangat jeli.”

”Ah, itu apa yang diajari ayahku. Bahwa aku harus waswas dengan orang-orang seperti pada nona-nona yang menjual gambar-gambar di galeri seni yang terlihat mencurigakan. Aku waspada terhadap orang-orang yang tiba-tiba menginvasi wilayah pribadimu saat pertama kalinya mereka berbicara padamu. Dulu-dulu, itulah bagaimana ayahku kena tipu dan mendapatkan hutang besar.”

Kelihatannya, ibuku begitu marah padanya setelah itu sampai dia hampir mati.

Bagaimanapun itu, sebagai hasil dari progam pendidikan khusus bagi murid berbakat yang kuterima, aku tidak pernah ada pengalaman ditipu dengan cara seperti itu sampai sekarang. Aku juga ragu aku akan ditipu di masa depan nanti.

Ketika aku memberitahu Yukinoshita semua itu, dia membuat helaan singkat dan memijat dahinya dengan tangannya. “Astaga… sungguh alasan yang tolol. Kakakku pasti tidak akan percaya kedoknya terbongkar oleh penalaran semacam itu.”

Yukinoshita mungkin kurang terkesan, tapi tidak seperti itu satu-satunya alasan aku berpikir seperti itu. “Omong-omong, wajah kalian mungkin terlihat mirip, tapi ketika kamu tersenyum kalian terlihat sepenuhnya berbeda.”

Aku tahu bagaimana senyuman asli terlihat. Bukan senyuman genit, juga bukan senyuman untuk menipu orang atau untuk mengalihkan perhatian mereka – sebuah senyuman asli, yang jujur dan tulus.

Ketika aku mengatakan itu, Yukinoshita mempercepat laju berjalannya, meninggalkanku beberapa langkah di belakangnya. “Hmph… alasan yang tolol.”

Kemudian dia berpaling padaku dari bahunya. Aku melihat ekspresi biasanya yang dingin dan tak berubah.

“…ayo kita pulang,” katanya dengan lembut.

Aku mengangguk.

Setelah itu, tanpa mengutarakan satu patah kata pun, kami berdua memulai perjalanan pulang kami.

Aku tidak ada yang bisa ditanyakan pada Yukinoshita dan Yukinoshita tidak bertingkah seakan dia ada sesuatu untuk dikatakan padaku juga. Mungkin itu adalah waktu dimana kami seharusnya menanyakan pertanyaan dan berbicara pada satu sama lain. Tapi, daripada menghujat satu sama lain, kami memilih untuk membuat suatu jarak yang sudah begitu familier pada kami sekarang. Dan karena itu, kami menghabiskan waktu tanpa kehangatan manusia apapun, sebagai orang asing yang duduk berdampingan dalam kereta api.

Ketika dia sampai pada stasiun dimana kami akan turun, Yukinoshita berdiri dari tempat duduknya terlebih dulu dariku. Aku lalu mengikutinya.

Setelah kami melewati palang tiketnya, Yukinoshita langsung berhenti di tempat. “Aku akan pergi ke arah sini,” katanya, menunjuk ke arah pintu keluar selatan.

“Oh. Sampai jumpa,” sahutku, menghadap pintu masuk utaranya.

Selagi punggungku berpaling padanya, aku mendengar suatu suara kecil.

“Hari ini begitu menyenangkan. Sampai jumpa nanti.”

Dorongan pertamaku adalah meragukan telingaku sendiri. Aku berpaling ke belakang dengan buru-buru, tapi Yukinoshita sudah beranjak pergi. Dia tidak menunjukkan tanda-tanda untuk berpaling melihatku.

Pada akhirnya, aku melihat Yukinoshita sampai dia keluar dari pandangan sepenuhnya.


Mundur ke Bab 3 Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Bab 5

Catatan Translasi[edit]

<references>

  1. Memang ada artinya, coba cek google/kbbi
  2. pièce de résistance
  3. Crawling with Love. Referensi pada judul LN : Haiyore! Nyaruko-san
  4. “Love Craft” adalah referensi pada penulis cerita horor Howard Phillips Lovecraft, dan bagian merangkak dengan penuh cinta adalah referensi pada Haiyore! Nyaruko-san (harfiah. ‘Nyaruko-san: Crawling with Love’), yang merupakan seri LN penuh dengn referensi dari H.P. Lovecraft. Lisa Lisa adalah karakter dari JoJo’s Bizarre Adventure. Dia mengajari para protagonisnya cara menggunakan Ripple, yang merupakan sumber kekuatan utama di Bagian Kedua manganya.
  5. Referensi pada Pooh's Hunny Hunt.
  6. Love Plus game dating sim di DS yang terkenal. Rinko itu salah satu karakter wanita yang bisa dikencani.
  7. Ahli anggur
  8. Yokado itu pengecer terbesar di Jepang.
  9. Boneka tangan
  10. Keiyo Co, Ltd. dan Joyful Honda toko eceran yang menjual keperluan rumah tangga.
  11. Never say never
  12. Referensi paa Jeli Penerjemah Doraemon.
  13. Salah satu karakter pada nama Haruno adalah karakter matahari