Difference between revisions of "Tsukumodo Bahasa Indonesia:Jilid 2 Make-Up"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
(Undo revision 222249 by 39.215.151.191 (talk))
Line 110: Line 110:
 
"Yeah, tidak mungkin kamu menggunakannya," katanya, "Tapi serius, hati-hati! Benar-benar kacau waktu aku menyentuh dompet Relik itu. Kau bisa camkan kata-kataku."
 
"Yeah, tidak mungkin kamu menggunakannya," katanya, "Tapi serius, hati-hati! Benar-benar kacau waktu aku menyentuh dompet Relik itu. Kau bisa camkan kata-kataku."
   
Tentu saja, Tokiya sudah mengalami pengalaman-pengalaman menyakitkan dengan Relik sebanyak yang kualami. Jadi kalau Tokiya saja memperingatkanku, bahaya macam apa yang disembunyikan kamera itu?
+
Tentu saja, Tokiya mengalami pengalaman-pengalaman menyakitkan dengan Relik sebanyak yang kualami. Jadi jika Tokiya memperingatkanku akan benda itu, bahaya macam apa yang disembunyikan kamera itu?
   
 
"T-Tokiya... Kekuatan apa yang dimiliki kamera ini?"
 
"T-Tokiya... Kekuatan apa yang dimiliki kamera ini?"
 
"Kalau boleh jujur, nggak ada heboh-hebohnya sih," aku Tokiya sembari berjalan masuk ke ruang tamu. Setelah sampai ke dekat meja, dia mengangkat kamera itu, memutar semacam dial, dan akhirnya memotret castella cake yang kuletakkan di meja. Setelah beberapa saat, satu foto lain tercetak dengan suara mekanis yang sama seperti sebelumnya.
 
 
Dia mengambil foto itu dan menunjukkannya padaku.
 
 
Tentu saja, sebuah cake ada di dalamnya. Akan tetapi, di dalam foto, cake itu tampak kadaluarsa—nyaris busuk—dan warnanya pun sedikit berbeda.
 
 
"Kenapa kelihatan beda?"
 
 
"Nah, kamu bisa mengambil foto dari masa depan."
 
 
"Dari masa depan..."
 
 
"Aah, tapi ada satu kelemahan...," kata Tokiya seraya mengambil sepotong castella cake, dan menggigitnya. "Foto ini cuma menunjukkan bagaimana obyek ''akan'' terlihat setelah jangka waktu tertentu tanpa mempertimbangkan jika ia dimakan, seperti sekarang ini."
 
 
"Itu berapa lama?"
 
 
"Dalam kasus ini, mungkin setahun? Lihat dial ini? Kamu bisa mengatur angka tahunnya di sini, begitu kata Towako-san."
 
 
"K-Ke angka berapa itu diset sebelumnya?"
 
 
"Sebelumnya?"
 
 
"Maksudku, a-apa kamera itu juga diset ke satu tahun sebelum kau memotret foto ini? Tidak, kan?"
 
 
"Err, berapa ya? Aku nggak terlalu memperhatikan, tapi mungkin 16 tahun? Ya, kira-kira segitu. Cuma lihat sekilas, sih."
 
 
"16 tahun?"
 
 
"Iya."
 
 
"Kamu bilang enam belas tahun?"
 
 
"Iya. Kenapa?"
 
 
"Tidak."
 
 
Dia mengangkat bahu dan kembali ke toko sambil mendorong potongan cake yang tersisa ke dalam mulutnya.
 
 
"Oh, 16 tahun...."
 
 
Aku melihat foto itu, yang tak sengaja kuremas.
 
 
Kerut-kerutan dalam yang timbul bukan karena foto itu kuremas, rambut seputih salju, baju compang-camping—
 
 
Itu adalah foto gadis bernama Saki Maino, 16 tahun yang akan datang.
 
 
...Dengan kata lain, aku.
 

Revision as of 10:42, 25 January 2013

Kapan dan bagaimana cewek belajar menggunakan make-up?

Di TV, kalian dapat sering melihat anak-anak yang berubah menjadi monster dengan menggunakan make-up ketika ibu mereka lengah, tapi aku belum pernah melihat hal seperti itu di kehidupan nyata.

Sementara di lingkunganku sendiri, aku menyadari cewek-cewek di kelasku mulai menggunakan make-up sekitar saat kami mulai memasuki SMA.

Tidak hanya dalam urusan make-up para cewek lebih maju dari kami kaum adam, tetapi juga ketika menyangkut pakaian dan gaya rambut . Mereka pasti lebih sensitif pada fashion daripada kami.

Memang ada juga beberapa laki-laki yang modis di sana sini, tapi itu hanya minoritas. Cenderung lumrah bagi pria untuk tampil biasa dalam hal seperti ini. Bukannya aku mau menyebut diriku standar, tapi itulah fakta yang tidak bisa kusangkal dalam fashion.

Mungkin para cewek membaca majalah agar dapat lebih terampil dalam bidang ini? Tapi aku tidak percaya mereka bisa berhasil cukup dengan itu.

Artinya, mereka harus meminta nasihat pada ibu atau teman mereka dalam hal make-up dan fashion.

Tapi cewek-cewek yang tidak punya teman dan orang tua tidak diuntungkan dalam hal ini.

Mm? Kalian tanya siapa yang kumaksud?

Tidak, tentu saja aku tidak memikirkan seseorang yang spesifik.



Sederet panjang botol-botol dijajarkan di atas meja.

Toner, lotion biasa dan lotion susu, alas bedak cair, krim... pelindung kulit, pelembab, perawatan kulit... produk-produk setelah perawatan untuk digunakan setelah mencuci muka, atau setelah memakai masker, atau sebelum menggunakan make-up...

Karena aku sama sekali belum tahu apa yang harus digunakan, kapan, dan untuk apa, aku hanya membeli beberapa secara acak, tapi sekarang setelah kuderetkan barang belanjaanku, aku pun masih belum tahu.

Faktanya, semua ini hanya sebagian kecil dari kosmetik-kosmetik yang dijual. Yang bisa kukatakan sekarang hanya masker wajah masih terlalu tinggi tingkatannya untukku.

Sudah sekitar pukul sepuluh malam. Aku masih memegangi kepalaku di depan cermin dan sederet produk-produk kecantikan sementara masih memakai slip dress yang kukenakan sehabis mandi tadi.

Mestinya, aku perlu melakukan sesuatu pada kulitku yang kering setelah mandi, tapi aku bahkan tidak tahu mengapa karena mandi saja kulitku bisa kering. Apalagi, toner dan semacamnya bisa saja seharusnya tidak hanya dioleskan, tetapi juga dipijat-pijat.

Pokoknya, duduk diam saja tidak akan ada gunanya.

Aku memutuskan untuk mulai sambil mengikuti petunjuk di bukuku.

Dengan hati-hati, aku menuang sedikit toner ke atas tanganku dan memijatnya memutar-mutar di permukaan wajahku untuk agar merasuk. Dengan mengikuti perintah di buku, aku juga mengoleskan sebagian ke tempat-tempat lain seperti lengan dan tengkuk leherku.

Aku takut harus mengulangi langkah yang sama lagi untuk lotion dan alas bedak, tapi karena keduanya disebutkan opsional, jadi aku mengabaikannya.

Jika aku memikirkan sebagian besar wanita melakukan ini setiap hari, aku jadi merasa salut.

Aku sendiri juga baru saja mulai menggunakan kosmetik, tapi aku tidak tahu berapa lama lagi aku bisa bertahan.

Tidak, ini pola pikir yang salah.

Aku tidak boleh menyerah.

Atau aku akan berakhir seperti...

Aku melirik sebuah foto yang berkerut-kerut di atas meja.

Aku berusaha meratakannya dengan telapak tanganku, tapi foto itu tetap saja berkerut-kerut. Dan orang yang tampak di dalamnya pun masih tetap penuh dengan kerutan seperti wanita tua.


Insiden itu terjadi beberapa jam yang lalu.

Towako-san sedang pergi belanja seperti biasanya, sementara kami berdua menjaga toko.

Selama waktu istirahatku, aku pergi keluar untuk membeli beberapa barang. Ketika aku kembali, aku meletakkan bahan-bahan makanan ke dalam kulkas. Saat hendak meletakkan castella cake (yang kubeli untuk dimakan saat minum teh) di ruang tamu saat aku tiba-tiba menyadari sebuah kamera di sana.

Itu adalah kamera analog yang kelihatan lumayan tua, dan aku pun tergoda untuk mengangkatnya dengan tanganku.

Saat itulah peristiwa itu terjadi.

Suara jepretan keras menggema.

Aku belum sempat mengoperasikan kamera itu. Jadi mungkin aku menyentuh titik yang salah atau benda itu aktif sendiri.

Aku menaruh kembali kamera itu dengan panik.

...Orang lain mungkin belum menyadarinya, tapi aku benar-benar panik; karena mungkin saja kamera itu adalah sebuah Relik.

Karena kekuatan istimewanya, tidak mungkin untuk memprediksi efek apa yang dimiliki sebuah Relik. Sementara itu, Towako-san punya kebiasaan buruk meninggalkan Relik-Reliknya tergeletak sembarangan.

Ceroboh sekali aku. Aku terlalu tidak hati-hati.

Aku seharusnya sudah memikirkan kemungkinan itu sebelum menyentuhnya.

Bagaimana kalau kamera itu punya kekuatan untuk menghisap jiwa seseorang? Apalagi, dulu kami sudah pernah bertemu patung yang membunuh siapapun yang menyentuhnya.

Selagi aku memikirkan hal-hal ini, kamera itu mengeluarkan suara seperti mesin dan mencetak selembar foto. Seperti kelihatannya, itu adalah kamera Polaroid. Tapi apa yang akan terjadi sekarang?

Aku mengambil foto itu dan melihatnya.

"Ini...?"

Saat itulah Tokiya mengintip ruang tamu dari toko.

"Ada apa?"

"Ah, Tokiya. Lihat, kamera ini..."

"Mm? Ah, jangan sentuh itu, oke? Itu Relik yang Towako-san tinggal di situ."

"Jadi itu memang Relik."

"Hei, jangan-jangan kamu sudah menggunakannya?"

Aku cepat-cepat menggeleng, sambil menyembunyikan foto itu di belakangku.

"Yeah, tidak mungkin kamu menggunakannya," katanya, "Tapi serius, hati-hati! Benar-benar kacau waktu aku menyentuh dompet Relik itu. Kau bisa camkan kata-kataku."

Tentu saja, Tokiya mengalami pengalaman-pengalaman menyakitkan dengan Relik sebanyak yang kualami. Jadi jika Tokiya memperingatkanku akan benda itu, bahaya macam apa yang disembunyikan kamera itu?

"T-Tokiya... Kekuatan apa yang dimiliki kamera ini?"