Difference between revisions of "Sayonara Piano Sonata (Indonesia):Jilid 1 Bab 4"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
(Created page with "Stratocaster, Teh Merah Saat sekolah usai, Mafuyu menghilang dari ruang kelas dalam sekejap mata. Sejak dia pindah ke sini, keberadaannya menjadi misteri terbesar Kelas Ketiga...")
 
m
Line 1: Line 1:
Stratocaster, Teh Merah
+
==Stratocaster, Teh Merah==
 
Saat sekolah usai, Mafuyu menghilang dari ruang kelas dalam sekejap mata. Sejak dia pindah ke sini, keberadaannya menjadi misteri terbesar Kelas Ketiga Tahun Pertama.
 
Saat sekolah usai, Mafuyu menghilang dari ruang kelas dalam sekejap mata. Sejak dia pindah ke sini, keberadaannya menjadi misteri terbesar Kelas Ketiga Tahun Pertama.
   
Line 66: Line 66:
 
Suara itu berasal dari ruang kelas yang kugunakan. Dan aku tiba-tiba berfikir: apa aku meninggalkan ruang itu dengan CD masih diputar? Sial! Tapi saat aku berjalan mendekati pintu dan mendengarkan, aku menyadari kalau bukan itu yang terjadi. Dari dalam ruang kelas, keluar nada yang belum pernah kudengar sebelumnya, tapi sangat akrab dengan melodi itu di saat yang bersamaan.
 
Suara itu berasal dari ruang kelas yang kugunakan. Dan aku tiba-tiba berfikir: apa aku meninggalkan ruang itu dengan CD masih diputar? Sial! Tapi saat aku berjalan mendekati pintu dan mendengarkan, aku menyadari kalau bukan itu yang terjadi. Dari dalam ruang kelas, keluar nada yang belum pernah kudengar sebelumnya, tapi sangat akrab dengan melodi itu di saat yang bersamaan.
   
<Hungarian Thapsody No.2> Liszt.
+
<Hungarian Rhapsody No. 2> Liszt.
   
 
Ini adalah piano solo yang sangat sulit. Saat endearing friska, nadanya akan dibarengi dengan not-not yang dimainkan berulang-ulang dengan kecepatan tinggi; terlebih, yang aku dengarkan adalah versi gitarnya. Apa ini? Aku tidak punya CD yang sehebat itu..... tidak, tunggu, ini dimainkan langsung – jadi ada seseorang memainkanya saat ini, dengan gitar elektrik yang terpasang dengan amplifier yang aku modifikasi.
 
Ini adalah piano solo yang sangat sulit. Saat endearing friska, nadanya akan dibarengi dengan not-not yang dimainkan berulang-ulang dengan kecepatan tinggi; terlebih, yang aku dengarkan adalah versi gitarnya. Apa ini? Aku tidak punya CD yang sehebat itu..... tidak, tunggu, ini dimainkan langsung – jadi ada seseorang memainkanya saat ini, dengan gitar elektrik yang terpasang dengan amplifier yang aku modifikasi.

Revision as of 19:33, 2 July 2013

Stratocaster, Teh Merah

Saat sekolah usai, Mafuyu menghilang dari ruang kelas dalam sekejap mata. Sejak dia pindah ke sini, keberadaannya menjadi misteri terbesar Kelas Ketiga Tahun Pertama.

“Sepatunya masih ada di rak, jadi kurasa dia tidak langsung pulang ke rumah.”

“Ketua, kemarin kau pulang jam berapa?”

“Hmm—sekitar jam lima.”

“Aku melihat Mafuyu di dekat ruang guru.”

Homeroom akan segera dimulai, tapi Mafuyu tidak terlihat dimanapun. Sekelompok gadis sudah berkumpul di sekitar mejanya (yang mana berada di sampingku), dan bertukar informasi yang mereka miliki di antara mereka sendiri. Berhentilah mencampuri urusan orang lain!

“Aku pikir dia suka menggambar karena dia memiliih senirupa sebagai mata pelajaran pilihan, jadi aku mencobanya mengajaknya bergabung ke klub seni...... tapi dia kabur setelah mengatakan hal aneh padaku. Apa maksudnya itu!”

“Ngomong-ngomong, gadis itu tidak melakukan apapun saat pelajaran kan? Yang dia lakukan cuma membuka buku gambarnya dan membiarkannya! Apa ada yang salah dengan otaknya?”

“Dia seharusnya memilik musik saja. Dia juga membuat masalah bagi para guru kan?”

Semua penilaian tentang Mafuyu merosot semakin ke bawah saat mereka terus berbicara, meski hal sepeti itu sudah terduga.

“Maniak, apa kau tahu sesuatu mengenainya?”

Mereka tiba-tiba membuatku bergabung dengan pembicaraan mereka.

“Bisakah kalian tidak memanggilku seperti itu......”

“Lalu bagaimana kalau ‘Kritikus Ekslusif Mafuyu’?”

“Wow, kedengaran seperti penguntit.”

“Aku juga tidak mau dipanggil begitu.”

“Terus bagaimana kalau aku gabungkan keduanya jadi ‘Maniak Kritikus’?”

“Jangan asal menggabungkan kata seenaknya!” Karena fitnah tanpa dasar Mafuyu, aku menghadapi krisis dalam hidupku. “Kami cuma bertemu sekali sebelum sekolah dimulai, jadi aku tidak tahu apa-apa tentang dirinya.”

Kenapa mereka menatapku dengan pandangan tidak percaya!

Bel mulai berbunyi, tapi Mafuyu masih belum masuk kelas, dan Chiaki juga belum datang, seperti biasa. Sepertinya dia berlatih drum di suatu tempat setiap pagi. Keuntungan menjadi drummer adalah kau bisa berlatih hampir dimana saja, asal kau punya sepasang stick drum, sebuah metronom dan sekumpulan majalah tua.

Saat bel berhenti berdentang dan guru mulai menutup buku hadir, pintu belakang kelas tiba-tiba terbuka.

“Aku aman! Aku aman kan?” Chiaki berteriak sambil berlari ke dalam kelas, dan karena suatu alasan, dia menarik Mafuyu bersamanya. Mafuyu yang pendiam menunjukkan ekspresi galak, dan mengibas-lepas tangan Chiaki yang menggengam tangannya.

Guru kami lumayan baik, dan berkata pada mereka,”Aku tidak akan menganggap kalian berdua telat, jadi segera duduk di kursi kalian masing-masing.” Kalau Chiaki sendirian, guru kami mungkin tanpa ragu akan menganggapnya telat.

“Maaf, pinjami catatanmu sebentar. Aku akan menyalinnya dengan cepat.”

Chiaki merebut buku catatanku sesudah duduk.

Aku melihat ke punggungnya saat dia menyalin catatanku dengan cepat, dan bertanya dengan suara pelan,”Dari mana kalian berdua?”

“Aku berlatih di koridor lantai tiga, dan aku melihat Mafuyu. Sepertinya dia tersesat.”

“Aku tidak tersesat......” Mafuyu bergumam. Aku diam-diam menatap sekilas ke arahnya – dia sepertinya sedikit marah, dan wajahnya juga agak memerah. Itu artinya...... gadis ini sebenarnya buta arah? Sekolah ini memang agak besar, tapi tetap saja aneh kan tersesat saat menuju kelasmu sendiri?

“Aku mengambil jalan memutar ke ruang musik, dan saat aku kembali......”

“Baiklah, aku akan segera memulai pelajaran, jadi kalian berdua hentikan obrolan kalian,” bentak guru itu, dan teman sekelas kami tertawa tertahan.

Ruang musik? Kenapa di sana? Keraguanku cuma bertahan sebentar sih, karena guru memintaku menjawab pertanyaan di tugas kami. Karenanya, satu-atunya hal yang bisa kulakukan adalah memusatkan diri mengambil kembali buku catatanku dari Chiaki.

Seperti biasa, aku kabur dari usaha Chiaki menarikku ke klubnya seusai sekolah. Aku berjalan turun ke perpustakaan untuk mengembalikan buku yang kupinjam, sebelum berjalan menuju arah ruang kelas yang tidak terpakai di belakang bangunan utama sekolah. Saat aku berbelok melewati pojok bangunan dan melihat cerobong asap pembakaran, suara lembut gitar elektrik mengalir ke telingaku.

Suara itu berasal dari ruang kelas yang kugunakan. Dan aku tiba-tiba berfikir: apa aku meninggalkan ruang itu dengan CD masih diputar? Sial! Tapi saat aku berjalan mendekati pintu dan mendengarkan, aku menyadari kalau bukan itu yang terjadi. Dari dalam ruang kelas, keluar nada yang belum pernah kudengar sebelumnya, tapi sangat akrab dengan melodi itu di saat yang bersamaan.

<Hungarian Rhapsody No. 2> Liszt.

Ini adalah piano solo yang sangat sulit. Saat endearing friska, nadanya akan dibarengi dengan not-not yang dimainkan berulang-ulang dengan kecepatan tinggi; terlebih, yang aku dengarkan adalah versi gitarnya. Apa ini? Aku tidak punya CD yang sehebat itu..... tidak, tunggu, ini dimainkan langsung – jadi ada seseorang memainkanya saat ini, dengan gitar elektrik yang terpasang dengan amplifier yang aku modifikasi.


Mau tidak mau, aku merinding. Tidak mungkin nada seperti ini dimainkan satu orang sendirian, meski dia memiliki empat tangan. Akan tetapi, melodi yang masuk ketelingaku jelas-jelas berasal dari satu gitar. Jadi siapakah orang ini......?

Aku meraih pegangan pintu.

Saat itu, piano besar yang terkubur dalam tempat pembuangan muncul di kepalaku.

Aku mendorong pegangannya turun secara diagonal, dan memutarnya di saat yang bersamaan. *Kacha*—sebuah logam yang teredam terdengar, dan aku bisa merasakan sensasi kunci terlepas melalui tanganku. Saat aku membuka pintu, musik itu berhenti dengan bunyi berdecit.

Mafuyu duduk di meja panjang dan menatapku dengan ekpresi terkejut. Gitar dipernis miliknya hampir jatuh dari kakinya. Aku rasa ekspresiku saat itu hampir sama dengannya.

Kenapa—Mafuyu ada di sini? Di ruang kelasku (yang aku gunakan tanpa ijin), dan memegang sebuah gitar? Apa sih yang sebenarnya terjadi di sini? Kapan dan bagaimana mimpi ini dimulai? Mungkinkah, semua yang terjadi sejak pertemuanku dengannya saat liburan musim semi hanyalah mimpi—

“...... Kenapa?”

Mafuyu mulai tersadar sedikit lebih cepat dan bicara duluan. Aku juga melangkah mundur sedikit dalam keterkejutan.

“Eh? Ah, gak.......tunggu, hentikan, kau bisa membunuhku kalau kau memukulku dengan gitarmu itu!”

Wajah mafuyu bersemu merah, dan dia mengayunkan Statocaster yang agak berat miliknya itu ke arahku saat dia mengejarku. Aku membanting pintu menutup agar bisa kabur darinya.

“...... Kenapa kau ada di sini? Maniak! Penguntit!”

Jeritan Mafuyu terdengar dari celah pintu. Tunggu, seharusnya aku yang menanyakan pertanyaan itu!

“Aku sudah menggunakan ruang kelas ini dari awal, jadi kenapa kau masuk seenaknya?” meski aku juga menggunakannya tanpa ijin......

“Aku...... aku sudah mendapat ijin dari Miss Mukoujima.”

“Eh?”

Miss Mukoujima Maki, meski semua orang memanggilnya Maki. Dia guru musik yang masih muda dan dianggap mudah bergaul dan menakutkan di saat bersamaan. Begitu ya, jadi itu alasannya pergi ke ruang musik pagi tadi? Tidak, tunggu, kenapa dia diijinkan menggunakan ruang kelas? Jadi itu berarti kalau aku meminta ijin pada guru, aku juga boleh menggunakan ruang kelas?

“Cepat enyah dari sini!”

Dia mengatakan hal itu, tapi aku sudah memindahkan setumpuk besar CD ku, memperlengkap komponen amplifier, dan bahkan mempersiapkan beberapa bantal – aku sudah menghabiskan banyak tenaga untuk membuat ruang kelas itu senyaman mungkin! Meski kau ingin aku menghilang, aku tidak bisa mengharapkanku berkata,”Baiklah kalau begitu” dan pergi sesuai perintah!

“...... Eh, apa yang terjadi? Kenapa guru......”

Dia tidak menjawab, melainkan sebuah suara seperti cakaran kuku raksasa pada dinding terdengar – itu adalah suara arus balik gitar elektrik. Hentikan, kalau tidak amplifiernya akan rusak!

Yang bisa kulakukan cuma mendesah dan menjauh dari pintu ruang kelas.

Kembali ke bangunan sekolah, gelombang kemarahan berkembang dalam diriku saat aku berjalan di koridor. Tempat itu adalah daerah kekuasaanku – dia datang belakangan, tapi dia berada di sana, duduk dengan nyaman. Siapa yang bisa menerimanya? Kalau begitu, aku akan mengeluh pada Miss Maki. Akan tetapi, kemarahanku menghilang saat aku mendekati pintu ruang persiapan musik. Sebuah poster Ohtsuki Kenji ditempel di pintu geser – mungkinkah Miss Maki adalah penggemar band rock Kinniku Shoujo Tai? Terus, memangnya tidak apa-apa baginya menempel poster semacam itu terang-terangan di pintu masuk ruang guru?

Aku berlomba saling-tatap dengan Ohtsuki Kenji saat aku mencoba menenangkan diri. Aku bisa mendengar samar-samar melodi yang menenangkan dari sebuah konser band yang berlatih di ruang sebelah – memainkan sebuah musik background dari simulasi game <Take the ‘A’ train>.

Tidak peduli apa katamu, kau juga menggunakan ruang kelas tanpa ijin—kalau aku komplain pada Miss Maki, aku juga akan kena masalah.

Mmm, meskipun begitu, kalau kau mau aku mundur begitu saja seperi itu, kalau begitu—

“Ya? Kau mencariku?”

Aku melompat kaget dari sebuah suara yang tiba-tiba muncul di belakangku, dan keningku membentur wajah Ohtsuki Kenji. Aku memutar kepalaku, dan melihat Miss Maki berdiri di belakangku dengan senyum ringan di wajahnya. Dia mengenakkan blus putih dan rok mini – dan karena dia begitu cocok dengan pakaian semacam itu, murid-murid diam-diam memanggilnya ‘Guru Erotis’. Dia adalah alasan murid cowok tahun pertama yang memilih senirupa atau kaligrafi sebagai mata pelajaran pilihan hidup dalam penyesalan. Akan tetapi, sesudah mengikuti pelajarannya, justru murid cowok yang memilih musik sebagai mata pelajaran pilihanlah memiliki penyesalan lebih dalam sekarang.

“Eh? Ah, bukan apa-apa.”

“Tidak apa-apa, masuk saja. Aku sedang ingin minum teh. Kau mau menemaniku?”

Dengan itu, Miss Maki menyeretku masuk ruang persiapan.

Ruang persiapan musik hanya berukuran setengah dari ruang kelas biasa. Karena ada sebuah rak yang dipenuhi lembaran not musik, dan juga sebuah piano biasa, tempat ini cukup penuh sesak.

“Oh, ada air panas di teko, dan kantung tehnya ada di laci. Juga, potong kue madunya sekalian.”

Jadi kau menyerahkan semuanya padaku?

“Ah, secangkir teh sudah cukup, dan potong kuenya menjadi tiga bagian.”

“Eh? Miss Maki tidak minum?”

“Apa yang kau katakan? Itu untukku, tentu saja. Aku tidak pernah bilang kalau kau juga dapat.”

Apa lagi yang bisa kukatakan?

“Kalau kau benar-benar mau minum teh bagaimanapun juga, aku bisa mengijinkanmu menghisap kantung teh yang sudah tidak berasa itu.”

Tidak terima kasih. Ahh, aku mau pulang sajalah......

Miss Maki menepuk punggungku dan berkata kalau itu cuma lelucon. Aku akhirnya bisa duduk di kursi saat aku menyelesaikan dua porsi teh dan kue. Tepat saat itu, Miss Maki tiba-tiba berkata,

“Kau di sini bermaksud membicarakan tentang ruang musik kan?”


Aku hampir menyemburkan teh yang baru kuseruput.

“Ba-bagaimana kau tahu?”

“Ara ara. Aku sudah tahu semuanya. Seperti bagaimana kau sudah menggunakan ruang kelas tanpa ijin selama dua minggu; bagaimana kau memodifikasi CD player untuk mencolokkannya dengan input device external; atau bagaimana kau sudah memperbaiki kabel penerima radio...... dan bagaimana bantalnya sangat nyaman untuk diduduki......”


“Ahhhhhhhhhhhhh!”

Aku benar-benar mempertimbangkan apakah aku seharusnya bersembunyi saja di bawah meja atau semacamnya. Tunggu dulu, kalau aku melakukannya, aku akan dibantai Miss Maki.

“Tapi karena kau membersihkan tempat itu dengan sangat baik, aku pura-pura tidak melihatnya. Lagipula aku satu-satunya yang tahu.”

“Maaf maaf, aku tidak akan melakukannya lagi.”

“Karena Mafuyu bisa langsung menggunakannya begitu saja, waktunya sangat tepat.”

Aku melepaskan tanganku yang memeluk kepalaku, dan menatap wajah Miss Maki.

Dia berkata sambil tertawa,”Kau ingin mengeluhkan hal itu kan?”

“Tidak...... lagipula aku tidak dalam posisi untuk mengeluh.”

“Tidak apa-apa bagiku kalau kau ingin menggunakannya. Aku tidak bisa menolakmu sesudah memberi Mafuyu ijin spesial untuk menggunakan ruang itu. Kalian berdua harus mencoba berhubungan baik satu sama lain.”

“Tidak, itu tidak mungkin.”

Ngomong-ngomong, aku benar-benar bingung mengenai situasinya.

“Mungkinkah, Miss Maki dan Mafuyu sudah saling kenal?”

“Ya. Aku adalah murid ayahnya, dan dulu aku sering bermain dengan Mafuyu setiap waktu.”

Ekspresi Miss Maki sedikit kesepian.

“Sedangkan Mafuyu...... sesuatu terjadi, dan dia akhirnya pindah ke sekolah ini. Dia mengatakan padaku dia ingin sebuah ruangan yang bisa dia gunakan sendiri. Memang ini keinginan putri Kepala Sekolah yang sedikit memaksa, tapi karena dia tidak membuat masalah bagi siapapun......”

“Jadi begitu......” Jadi para guru diam-diam sudah menyetujuinya.

“Jadi kau bisa mengguanakan ruang itu juga, kalau kau mau berbagi dengan Mafuyu.”

Jadi pada akhirnya, akulah yang diusir keluar!

“Tapi, kenapa dia memainkan gitar? Aku dengar dia tidak lagi bermain piano, apa itu benar? Dia sebenarnya akan masuk Universitas Musik kan? Kenapa dia pindah ke sekolah ini?”

“Aku tidak bisa memberitahukannya padamu......” ekspresi Miss Maki segera berubah serius. “...... Lagipula, dia sendiri tidak ingin orang lain tahu. Sejujurnya...... Aku pikir sebaiknya dia tidak melakukan hal itu, dan pada akhirnya, keputusan ada di tangan Mafuyu.”

Aku tidak mengerti sedikitpun apa yang terjadi di sini, dan Mafuyu juga tidak menjelaskan apapun padaku.

Karenanya, masalah terbesar bagiku adalah apa yang harus kulakukan dengan ruang kelas itu. Kalau masalahnya adalah sekolah tahu aku menggunakan ruang kelas itu tanpa ijin, dan dengan marah melarangku menggunakannya lagi, aku pasti akan segera menyerah. Akan tetapi, kalau kau ingin aku duduk di samping Mafuyu dab mendengarkan CD ku sementara dia bermain gitar, tidak mungkin aku bisa melakukannya, tidak peduli bagaimanapun!

“Kenapa kau tidak mencoba bicara padanya, cari tahu apa kalian berdua bisa berbagi ruang kelas?”

“Tapi dia mencoba memukulku sampai mati dengan gitarnya saat aku mencoba bicara padanya?”

“Kau menyerah terlalu cepat! Bagaimana mungkin ada anak muda seperti itu?”

Sesudah rentetan omelan tiba-tiba dari Miss Maki, aku akhirnya diijinkan meninggalkan ruang persiapan musik.