Difference between revisions of "Suzumiya Haruhi ~ Indonesian Version:Volume9 Prologue"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
Line 152: Line 152:
 
Aku anggukkan kepala beberapa saat, mencoba mengendurkan bahuku, dan memulai misiku mengamati anak-anak kelas satu.
 
Aku anggukkan kepala beberapa saat, mencoba mengendurkan bahuku, dan memulai misiku mengamati anak-anak kelas satu.
 
--Bersambung
 
--Bersambung
  +
  +
<noinclude>
  +
{| border="1" cellpadding="5" cellspacing="0" style="margin: 1em 1em 1em 0; background: #f9f9f9; border: 1px #aaaaaa solid; padding: 0.2em; border-collapse: collapse;"
  +
|-
  +
| Kembali ke [[Suzumiya Haruhi ~ Indonesian Version]]
  +
| Mundur ke [[Suzumiya Haruhi:Volume9 Illustrations|Ilustrasi Berwarna]]
  +
| Maju ke [[Suzumiya Haruhi ~ Indonesian Version:Volume9 Chapter1|Bab 1]]
  +
|-
  +
|}
  +
</noinclude>

Revision as of 18:45, 22 July 2009

Prolog


Cara-cara mengetahui perubahan musim berbeda-beda untuk tiap orang. Untukku, cara tergampang mungkin dengan mengamati kelakuan kucing calicoku, Shamisen.

Saat Shamisen tidak lagi menyelinap ke ranjangku tengah malam, aku akan tahu bahwa beberapa bulan musim semi, musim yang paling disenangi di daerah empat musim, telah tiba. Tetapi dibandingkan kucing, tumbuhan punya kemampuan yang sama, bahkan lebih hebat dan mengagumkan. Sakura yang berbunga di mana-mana seolah siap layu perlahan menurut jadwal yang telah mereka laksanakan. Langit di awal April cerah dan biru seolah diwarnai dengan krayon. Mentari, seolah bersiap untuk musim panas, menumpahkan cahya keemasannya ke daratan dengan segala kehebatannya. Tetapi, angin yang bertiup dari pegunungan terus membawa sedikit rasa dingin, mengingatkanku dengan ketinggian kota yang kutinggali ini.

Aku, tanpa ada yang ingin kulakukan, mengangkat kepala dan melihat ke langit biru, berkata lirih.

"Sudah musim semi, yah…"

Mungkin kukatakan sesuatu macam itu karena kebosananku. Karena itu aku tidak megharap jawaban dari siapapun. Tapi orang di sampingku, alih-alih mengetahui hal ini, bagaimanapun juga merasa harus menjawab.

"Nggak ragu lagi, ini sudah musim semi. Buat murid-murid, ini juga awal tahun pelajaran dan tahun kalender. Aku ngerasa ini awal lembaran baru juga."

Nada bicaranya - yang secara mengejutkan - menyenangkan itu cocok untuk musim semi, jadi sejauh ini tak apa. Kalau saja itu diucapkan saat musim panas hanya akan membuat orang merasa hangat. Soal musim dingin… satu-satunya orang yang aku harap sudi berbicara padaku adalah Asahina-san, dan hanya dirinya seorang.

Aku tidak terlalu yakin ia sadar bahwa hatiku tak lagi ada untuk pembicaraan itu, dan segala yang tersisa hanyalah tubuh fisikku. Tetapi ia melanjutkan bicaranya tanpa memperhatikan selaan apapun.

"Ini kali keduaku menyambut musim semi sejak aku masuk SMA. Aku nggak tau apa 'musim semi akhirnya datang' atau 'musim semi datang lagi begitu cepat' yang lebih tepat nunjukin maksudku di sini."

Aku penasaran bagian mana yang perlu dibingungkan soal itu. Andai ini Bahasa Indonesia, dia selalu bisa menggunakan 'dan' untuk menghubungkan kedua frase itu. Orang tidak mungkin mengingat semua yang mereka lakukan tiap saat. Karena itu, ketika seseorang mencoba mengingatnya lagi, banyak kejadian yang lalu ini kelihatannya berlalu begitu cepat atau lambat. Seperti yang terjadi sekarang ini, aku cuma harus menggunakan banyaknya rasa gembira yang aku alami untuk menilai seberapa cepat atau lambat kejadian itu terjadi. Mari kita pikirkan ini dari sudut pandang jarum jam; bukankah jarum-jarum itu bergantung pada hitungan detik untuk mengukur aliran waktu, sembari mengeluarkan suara detikan untuk mengingatkan orang-orang akan hal ini? Walau kadang seseorang tidak ingat mematikan alarm jam, kadang akhirnya alarm itu tidak menyala, membuatku marah sampai-sampai melempar jam alarm itu ke dinding. Musibah macam itu paling sering terjadi Senin pagi.

"Seperti kamu bilang, jarum jam itu satu dari sedikit benda yang bisa mengingatkan kita secara objektif tentang kejadian-kejadian. Tapi untuk manusia, bukan hanya jarum jam, yang paling penting itu apa yang sudah kita kerjakan atau lewati selama waktu itu."

"He eh."

Aku berhenti mengamati perubahan bentuk awan dan menoleh menghadap orang di sampingku.

Yang ada di depan mataku adalah sesosok wajah ganteng dengan senyum yang tak memudar, mengingatkan kita akan keberadaan pemiliknya - Koizumi Itsuki. Senyum yang dapat digambarkan sebagai pemandangan senormal jejak asap sebuah pesawat yang baru melintasi langit: tidak terlalu menyilaukan mata sehingga membuat kita tidak ingin melihatnya. Sadar bahwa tidak ada gunanya lagi menatap wajahnya lebih lama, aku tolehkan kepalaku kembali ke depan.

Tapi,

"Ngomong-ngomong soal perasaanku..."

Sementara pemandangan lapangan sekolah terpantul di retinaku, aku bilang ke Koizumi dengan tatapan lekatnya yang tertuju padaku.

"...'musim semi AKHIRNYA datang' itu lebih cocok!"

Mataku mengikuti anak-anak kelas satu yang terkumpul dalam kelompok-kelompok kecil di lapangan dan seragam SMA Utara yang mereka pakai. Pikiranku memutar kembali adegan-adegan tahun lalu yang dapat kuingat, membuatku penasaran apakah anak-anak kelas dua setahun lalu melihat anak kelas satu dengan perasaan yang sama seperti yang kurasakan sekarang. Kupikir begitu. Betul-betul perasaan yang menakjubkan.

Karena penempatan distrik untuk sekolah aku berakhir di SMA Utara dan bertemu Suzumiya Haruhi, si enigma berjalan. Sebelum benar-benar terbiasa dengan situasi, aku dipaksa mendengarkan perkenalan dirinya yang gila. Sementara aku masih penasaran "Apa sih yang salah dari orang ini?", aku ditarik ke dunianya dan dipaksa bergabung dengan organisasi misterius yang dikenal dengan nama Brigade SOS. Berkat ini, aku bertemu alien sungguhan, esper, pengelana waktu, semua yang seharusnya tidak pernah ada. Tidak apalah kalau cukup berhenti di situ, tetapi aku ditarik ke kejadian-kejadian paranormal satu demi satu, dan harus ikut bersenang-senang bersama Haruhi pula. Ya ampun. Pengalaman hidupku pastilah telah meningkat secara eksponensial hanya dalam setahun belakangan. Kenyataanya, kupikir aku tidak akan kerepotan mengalahkan boss di video game dengan semua pengalaman-pengalaman ini.


"Kebiasaan itu betul-betul kuat."

Perengan yang harus aku taklukkan tiap hari dalam misiku ke sekolah telah menjadi semacam kebiasaan sampai-sampai akhir-akhir ini, aku merasakan diriku masih dalam kontak fisik dengan kasurku hingga saat-saat terakhir yang memungkinkan. Bagaimanapun juga, aku bukan satu-satunya orang yang telah berubah drastis; Haruhi juga telah mengalami proses ini, seperti seekor karper yang sebelumnya hanya melompati ring berubah menjadi naga.

Aku benar-benar ingin memakai kamera untuk memotret Haruhi saat ini, dan menunjukkannya pada Haruhi yang setahun lalu untuk ia lihat. Aku juga ingin membuat sebuah cerita bergaya kisah peribahasa menceritakan bagaimana dirinya akan menjadi dalam setahun.

"Aku juga setuju."

Koizumi menjulingkan matanya dan mengangkat mulutnya agak keatas, tangan menyilang di depan dadanya, kaki tersandar pada meja.

"Aku lagi ngomongin soal kebiasaan. Saat melihat orang-orang tersebar di seluruh penjuru bumi, kita bisa tahu bahwa mereka bisa beradaptasi dengan lingkungannya dengan mudah. Pada dasarnya seseorang butuh waktu untuk terbiasa dengan lingkungan barunya. Tapi akhir-akhir ini aku mulai penasaran apakah ini buruk? Sekali orang terbiasa dengan suat lingkungan, kemampuan beradaptasi dengan perubahan mendadak akan berkurang pula."

Apa sih yang sebenarnya sedang kamu omongin? Kalau yang kamu maksudkan Haruhi, aku percaya jumlah kejadian tak terduga jauh melebihi kebalikannya.

"Hmm, kamu benar..."

Koizumi memperlihatkan ekspresi yang jarang terlihat, yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Orang ini sering ngomong besar lagi dan lagi, bahkan walaupun pihak lain tidak memintanya. Kalau aku meminta apapun aku mungkin harus duduk menyimak setumpuk jargon darinya dulu.

Kuanggukkan kepalaku tanpa bicara, mencoba mengalihkan perhatian Koizumi, sebelum mengalihkan pandangan ke arah lain.

"......"

Masih dalam keheningan, punggung orang yang pendek setenang patung Buddha di biara masuk ke medan pandanganku. Ia mengenakan seragam perempuan SMA Utara, rambut pendeknya melambai pelan tertiup angin.

Tak ragu lagi, itu Nagato Yuki, senjata rahasia Brigade SOS - walaupun Presiden Klub Literatur merupakan gelar kehormatan yang sebenarnya untuk dia. Seperti Koizumi dan diriku, Nagato telah membawa meja dan kursinya ke lapangan, agak jauh dari kami, tanpa berkata-kata membaca bukunya. Judulnya terbaca "Filsuf, Seniman, Pemusik, dan Hubungan Antara Mereka", dan buku itu setebal bata.

Aku menoleh dan memandangi blok ruangan klub sekolah. Asahina-san, setelah ditarik keluar dari ruangan klub oleh Haruhi yang berjalan secepat cahaya, masih belum kembali. Sebetulnya, aku nggak terlalu mempermasalahkan, karena barangkali itu akan menjadi berkah tersembunyi.

"Kalau seperti ini permasalahannya..."

Aku belum menceritakan situasi saat ini, jadi mari kita bahas secara cepat. Tahun ajaran baru telah berjalan beberapa hari, dan masa kurikulum telah berakhir. Hari ini, kami membawa meja dan kursi kami ke sebuah sudut di lapanngan. Hampir semua - walau tidak semuanya - anak kelas dua dan tiga berkumpul di lapangan sekolah juga.

Di balik punggung para anggota Kelompok Riset Komputer samar-samar aku dapat melihat layar-layar komputer di depan mereka yang mempertontonkan isi beberapa CD-ROM atau grafis CG. Tidak seperti "The Day of Sagittarius III", ada nuansa abad pertengahan dari apa yang nampak di layar. Mirip dengan kartu tarot peramal keberuntungan. Ini membuat kita penasaran apakah presiden Kelompok Riset Komputer menderita kerusakan otak sehingga mempertontonkan sesuatu macam ini. Aku dapat melihat presiden anak kelas tiga yang baru saja dipromosikan di kerumunan, walau aku tidak yakin apakah ia masih memegang posisi itu. Walaupun hal-hal ini bukan benar-benar urusanku, aku rasa aku hanya merasa penasaran. Kupikir aku akan memastikannya pada Nagato nantinya.

Melayangkan pandanganku ke mana pun, aku melihat beberapa klub tak dikenal berkumpul di sudut lain. Aku bahkan belum pernah mendengar nama beberapa dari klub itu. Melihat semua ini, aku mulai menyadari bahwa apa yang kulakukan saat ini betul-betul tidak bermanfaat. Aku hanya tidak paham mengapa kita harus berpartisipasi dalam aktifitas macam ini.

Kalaulah aku dipaksa memberikan alasan untuk ini, aku pikir barangkali ini karena Nagato.

Sekali lagi aku melihat ke gadis kutu buku itu.

Tak terlalu jauh dari tempat Nagato duduk diam, tulisan "Klub Literatur" tercetak di selembar kertas, ditempelkan ke sebuah meja dengan double-tape. Lembar kertas itu berayun lembut seirama angin yang bertiup di rambut Nagato yang tak terjamah oleh salon manapun. Tatapan lekatnya tak pernah sekalipun meninggalkan buku itu, seolah mencoba memutus Nagato dari dunia luar.

Kurasa semua orang sudah mengerti sekarang.

Ini adalah masa bagi bermacam-macam klub ekstra kurikuler untuk merekrut anggota baru, sekaligus ajang pamer hasil karya mereka. Seperti inilah tepatnya yang sedang terjadi di sini untuk klub rumpun kebudayaan di lapangan. Klub rumpun olahraga mengadakan acara serupa di ruang olahraga atau lapangan olahraga sekolah. Orang akan langsung mendekati kelompok itu dengan sendirinya, bahkan tanpa ada usaha untuk perekrutan. Mengenai klub-klub seni dan semacamnya, mereka telah menyiapkan bilik-bilik di dalam ruangan klub masing-masing, mirip sekali dengan nelayan yang memasang jala dan menunggu ikan tertangkap. Ini menyisakan klub-klub yang barangkali bahkan tidak dikenal tanpa adanya promosi - seperti bermacam-macam kelompok minat - di lapangan.

Aku mengharapkan kebanyakan pembaca memahami hal ini tanpa penjelasan lebih lanjut, jadi aku belum benar-benar menyebutkannya sampai sekarang. Secara alamiah, para anggota Brigade SOS telah naik kelas. Haruhi, Nagato, Koizumi, dan aku akan masuk kelas dua, dan Asahina-san kelas tiga. Kini aku harus mengucapkan perpisahan dengan ruang kelas 1-5 yang penuh kenangan. Tak dapat kukatakan aku tak akan merindukan kelas itu, tetapi bahkan sementara aku melangkah memasuki tahun kedua, aku ragu banyak yang akan berubah. Oh, aku belum menyebutkan bahwa Haruhi dan aku sekali lagi masuk ke kelas yang sama. Saat aku masuk ke ruang kelas dua setelah upacara pembukaan tahun ini, orang yang duduk di belakangku - seperti dugaanku - Haruhi. Muka arogan itu, yang terisi dengan emosi dan cengiran yang kelihatannya selalu menyembunyikan rencana jahat, tetap tidak berubah

"Kenapa ini?"

Haruhi memandang dengan raut-tak-pedulinya yang biasanya.

"Seperti nggak ada perubahan sejak kelas satu! Aku mengharap kejadian yang meluluhlantakkan bumi terjadi!"

Saat ini aku merasakan sentimen yang sama juga, walaupun ingin kutanyakan maksud perkataannya, apakah ia senang atau tidak senang dengan keadaan saat ini. Di 2-5, selain aku dan Haruhi, Taniguchi dan Kunikida masih berkeliaran juga. Bahkan wali kelas kami masih Okabe-sensei, yang terkenal dengan perhatiannya untuk para siswa. Walaupun ada beberapa teman sekelas yang namanya tidak kuketahui walau aku ingat pernah melihat mereka, yang penting adalah semuanya berasal dari 1 -5. Aku juga mendengar bahwa semua siswa yang berniat masuk program ilmu alam cukup untuk dimasukkan dalam satu kelas saja, dengan begitu 2-8 sudah secara khusus disediakan untuk maksud ini. Anak-anak 1-8 dibubarkan dan dipecah ke tujuh kelas lainnya. Tentunya ada beberapa anak yang - walaupun tidak begitu perlu - dikocok dari satu kelas ke kelas lain. Mungkin inilah tujuan Okabe- sensei menyuruh kita melakukan perkenalan diri lagi, untuk anak-anak yang dipaksa hengkang dan bergabung dengan kami.

Sebelumnya, aku meragukan keaslian pengocokan kelas macam ini. Karena itu aku mendekati mereka yang tampaknya meragukan bagaimanapun kita melihat mereka, dan mereka yang punya kemampuan memanipulasi kejadian macam itu sekehendaknya.

"Kamu merencanakan ini?"

Jawaban mereka adalah:

"Tidak." Nagato menjawab datar. Ajaibnya, dia menambahkan, "Ini hanyalah sebuah kebetulan."

"Kami tidak melakukan apapun. Aku kira ini keputusan sekolah. 'Organisasi telah memutuskan untuk tidak mempertanyakan kejadian ini lebih jauh." Koizumi menjelaskan dengan senyuman pahit.

"Aku pikir ini cuma kebetulan."

Kelihatannya mereka serius tentang hal itu.

Walaupun di dalam hati aku mengetahui adanya gadis yang punya kemampuan mengubah kebetulan menjadi sesuatu yang diperlukan, aku tidak akan mengembangkannya lebih jauh.

Apa ini juga berarti Asahina-san dan Tsuruya-san dimasukkan ke kelas yang sama pula? Kalau memang begitu, ada kemungkinan keluarga Tsuruya ada di balik hal ini. Tetapi aku samasekali tidak tahu bagaimana aku bisa menanyakan kepadanya dengan tepat walaupun seandainya saja ini benar.

Bagaimanapun juga, alih-alih perbedaan dalam kelas, semuanya masih akan berkumpul di tempat yang sama sepulang sekolah.

Yang jadi urusanku sekarang, atau seharusnya jadi perhatianku, adalah hal-hal lain. Kelihatannya hal-hal itu ada di pikiran setiap siswa baru juga.

Aku sudah mengenal para alien, sebagaimana seorang kakak kelas dari masa depan. Aku juga tidak dapat menyangkal bahwa lelaki yang paling sering aku ajak bicara setahun terakhir ini adalah esper.

Tapi...

Pada hari itu, saat itu, ketika Haruhi mengucapkan perkenalan yang mengejutkan seisi 1-5, dari semua kelompok yang telah ia sebutkan masih ada satu yang belum muncul.

Para slider.

Meskipun kupikir aku tidak ingin orang-orang macam itu ada, dan hanya gadis itu satu-satunya yang akan merasakan bahwa mereka menghilang, dengan keberhasilan kami naik kelas saat ini, kursi kelas satu menjadi kosong...

"Ya ampun."

Aku anggukkan kepala beberapa saat, mencoba mengendurkan bahuku, dan memulai misiku mengamati anak-anak kelas satu. --Bersambung


Kembali ke Suzumiya Haruhi ~ Indonesian Version Mundur ke Ilustrasi Berwarna Maju ke Bab 1