To Aru Majutsu no Index ~ Bahasa Indonesia:Volume7 Prolog: Difference between revisions

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
Gerrymon (talk | contribs)
Adding more trans~
Line 1: Line 1:
==Prolog: Aksi dimulai (Gerbang telah dibuka)==
==Prolog: Mulai beraksi (Gerbang telah dibuka)==


Katedral St. George.
Katedral St. George.
Line 7: Line 7:
Bahkan faktanya di London, jumlah bangunan yang bernama 'St. George' sangat banyak. Selain gereja, ada departement store, restoran, toko-toko pakaian, dan sekolah-sekolah. Bisa ada banyak bangunan bernama itu di dalam kota. Tidak hanya itu, paling tidak ada lebih dari sepuluh gereja dengan nama 'Katedral St. George'. Hubungan antara 'St George' dan para orang Inggris bahkan dapat dilihat dari Union Jack.
Bahkan faktanya di London, jumlah bangunan yang bernama 'St. George' sangat banyak. Selain gereja, ada departement store, restoran, toko-toko pakaian, dan sekolah-sekolah. Bisa ada banyak bangunan bernama itu di dalam kota. Tidak hanya itu, paling tidak ada lebih dari sepuluh gereja dengan nama 'Katedral St. George'. Hubungan antara 'St George' dan para orang Inggris bahkan dapat dilihat dari Union Jack.


Katedral St. George ini sebelumnya adalah markas dari ‘Necessarius’.
Katedral St. George ini adalah markas dari ‘Necessarius’.


Tetapi mereka tidak memiliki pekerjaan yang glamor (TN: better translation expected) Tugas dari ‘Necessarius’ adalah mengeliminasi berbagai asosiasi sihir di Ingris dan penyihir-penyihir yang terlibat di dalamnya. Untuk mencapai tujuan ini, ‘Necessarius’ juga menggunakan sihir, yang dianggap kotor oleh anggota gereja Puritan lainnya. Karena hal inilah, mereka dipandang rendah oleh para Puritan, dan bahkan diusir keluar dari Canterbury, markas utama bagi para Puritan, ke katedral St. George ini.
Tetapi mereka tidak memiliki pekerjaan yang glamor atau dipuja. (TN: better translation expected) Tugas dari ‘Necessarius’ adalah mengeliminasi berbagai asosiasi sihir di Ingris dan penyihir-penyihir yang terlibat di dalamnya. Untuk mencapai tujuan ini, ‘Necessarius’ juga menggunakan sihir, yang dianggap kotor oleh anggota (gereja) lainnya. Karena hal inilah, mereka dipandang rendah oleh para Puritan, dan bahkan diusir keluar dari Canterbury, markas utama bagi para Puritan, ke katedral St. George ini.


Tetapi setelah itu, ada banyak perubahan yang tidak terduga.
Tetapi setelah itu, ada banyak perubahan yang tidak mereka duga.


Meskipun sebelumnya dianggap sebagai organisasi sampingan, ‘Necessarius’ telah melakukan banyak kontribusi dari belakang layar.
Meskipun sebelumnya dianggap sebagai organisasi sampingan, ‘Necessarius’ telah melakukan banyak kontribusi dari belakang layar.


Hal ini memungkinkan ‘Necessarius’ untuk membangun profil dan kekuatan di dalam Gereja Puritan Inggris. Saat ini, meskipun nampaknya gereja Puritan dijalankan oleh Katedral Canterbury, tetapi faktanya, kekuasaan pengambil keputusan sekarang telah berpindah ke katedral St. George.
Hal ini memungkinkan ‘Necessarius’ untuk membangun profil dan kekuatan di dalam Gereja Puritan Inggris. Saat ini, meskipun nampak bahwa gereja puritan dijalankan oleh Katedral Canterbury, tetapi faktanya, pemegang keputusan sekarang telah berpindah ke katedral St. George.


Maka, katedral ini, yang terletak agak jauh dari pusat Kota London, saat ini adalah inti dari Gereja Puritan Inggris yang besar.  
Maka, katedral ini, yang terletak agak jauh dari pusat Kota London, saat ini adalah inti dari Gereja Puritan Inggris yang besar.  


Stiyl Magnus si pendeta dengan rambut merah sedang berjalan di jalanan Kota London pagi itu, dengan penuh pertanyaan.  
Styl Magnus si pendeta dengan rambut merah sedang berjalan di jalanan Kota London pagi itu, dengan penuh pertanyaan.
<!--"feeling extremely puzzled." any better suggestion?-->
Tidak ada yang aneh dengan jalanan itu sendiri. Terdapat apartemen-apartemen dari dinding batu yang telah berumur 300 tahun lebih, yang berjajar di kedua sisi jalan. Ada banyak pekerja kantoran dengan handphone di tangan mereka dan berjalan dengan cepat di jalanan tua itu. Bus bertingkat dua (double decker) berjalan maju secara perlahan dan para pekerja di jalanan yang sedang membongkar telepon umum tua yang tampak umum. Sebuah integrasi antara sejarah baru dan lama, tidak ada yang tidak biasa terjadi.  


Tidak ada yang aneh dengan jalanan itu sendiri. Terdapat apartemen-apartemen dari dinding batu yang telah berumur 300 tahun lebih, yang berjajar di kedua sisi jalan. Ada banyak pekerja kantoran dengan handphone di tangan mereka dan berjalan dengan cepat di jalanan tua itu. Bus bertingkat dua (double decker) berjalan maju secara perlahan dan para pekerja di jalanan yang sedang membongkar telepon umum tua yang tampak umum. Sebuah integrasi antara sejarah baru dan lama, tidak ada yang tidak biasa terjadi.  
Tidak ada yang salah dengan cuaca saat itu juga. Meskipun tidak ada awan di langit pagi ini, tapi cuaca berganti tiap kira-kira empat jam, maka tampak banyak orang yang membawa payung kemana-mana. Hari ini hari yang terasa panas, dan karena London juga dikenal dengan cuacanya yang berkabut, maka cuaca yang selalu berubah-ubah ini, adalah hal yang tidak dapat diremehkan. Karena meningkatnya kelembaban yang disebabkan hujan yang terus menerus , bersamaan dengan gelombang udara musim panas<!--Theres some typo in the english part, and I dunno what the trans mean. will re check later-->, menyebabkan temperatur yang tinggi. Jadi, pemandangan yang tampak menarik bagi para turis ini tetap saja tersa kurang. Tetapi bagi orang seperti Styl, saat dia pertama kali memutuskan untuk tinggal di kota ini, dia telah mempertimbangkan kekurangan ini, maka ia sudah menerima hal ini.
 
Apa atau siapa yang membuatnya merasa resah adalah gadis di sampingnya.
 
"Uskup besar..." <!-- XD definitely sounds odd though maybe I just put 'archbishop' back-->
 
"Hmm? Saya sengaja memakai baju yang sederhana hari ini, tolong jangan memanggil saya dengan pangkat seperti itu"
 
Dengan pakaian dengan jubah berwarna beige (coklat muda), sang gadis, yang terlihat berumur 18 tahun, berbicara dengan tenang dalam bahasa Jepang. Seharusnya, sesuai dengan aturan, pakaian seorang biarawan hanya boleh berwarna putih, merah, hitam, hijau atau ungu, dengan garis-garis emas untuk dekorasi, jadi gadis ini secara diam-diam telah melanggar aturan.
 
Celakanya, hanya dia yang merasa selama ia memakai pakaian ini, ia tidak akan menarik perhatian. Karena dengan kulitnya yang putih bagai kristal, matanya yang biru cemerlang dan rambutnya yang berkilau keemasan--yang bahkan seseorang tidak akan terkejut jika dijual di toko perhiasan, apapun keadaannya, dia tetap tampak menonjol diantara kerumunan orang.


Juga tidak ada yang salah dengan cuaca saat itu. Meskipun tidak ada awan di langit pagi ini, tapi cuaca berganti tiap kira-kira empat jam, maka tampak banyak orang yang membawa payung kemana-mana. Hari ini hari yang terasa panas, dan karena London juga dikenal dengan cuacanya yang berkabut, maka cuaca yang selalu berubah-ubah ini, adalah hal yang tidak dapat diremehkan. Karena meningkatnya kelembaban yang disebabkan hujan yang terus menerus , bersamaan dengan gelombang udara musim panas<!--Theres some typo in the english part, and I dunno what the trans mean. will re check later-->, menyebabkan temperatur yang tinggi. Sehingga, objek wisata yang tampaknya menarik ini tetap saja ada yang kekurangannya. Tetapi bagi orang seperti Stiyl, saat dia pertama kali memutuskan untuk tinggal di kota ini, dia telah mempertimbangkan kekurangan ini, maka ia sudah menerimanya.
Rambutnya terurai sangat panjang. Rambut lurusnya tergerai hingga lutut, terlipat ke atas, ada di belakang kepalanya, dengan ikat rambut perak besar yang menahannya, dan juga di dekat pinggangnya. Dengan kata lain, panjang rambutnya hampir 2,5 kali tinggi badannya.


Yang membuatnya merasa resah adalah gadis di sampingnya.
Pada pagi hari di Lambeth, London, suasana berisik dan hiruk-pikuk yang terkenal biasa terjadi, namun di sekeliling dia, suara-suara tersebut seperti hampir tak ada, mereka bagaikan dalam suasana hening gereja yang tidak mengijinkan suara bising.


"Uskup agung..." <!-- XD definitely sounds odd though maybe I just put 'archbishop' back-->
[[Image:Index_v07_013.jpg|thumb]]


<!-- menurut gugel trenslet sih uskup agung, bhs indo emang rada susah cari padanan yg enak~-->
Sang uskup besar dari sektor nol Gereja Puritan, ‘Necessarius’.


<!-- I'll be translating from english version, so I put this while translating~-->
Laura Stuart.
<!--
What makes Stiyl insecure is the girl beside him.


“Archbishop……”
Raja adalah ranking tertinggi dalam hirarki Gereja Puritan. Uskup Besar Laura adalah sang pembawa pesan sang raja, dan tanggung jawabnya adalah... 'Mengambil alih sang raja yang sedang sibuk dan mengontrol Para Puritisme Inggris.'


“Hm? I purposely chose to wear such simple attire today, please refrain from calling me by that lofty title.
Gereja Puritan itu bagai perangkat musik ber-senar yang klasik.


Dressed in a beige robe, the girl, who looks 18, calmly spoke in Japanese. In fact, according to regulations, a clergyman’s attire can only have white, red, black, green or purple, with threads of gold for decorations, so this girl is secretly breaking the rules.  
Selain sang 'pemilik', juga ada sang 'pengurus'. Ambil contoh sebuah biola. Sebagus apapun sebuah biola, jika tidak pernah digunakan dalam jangka waktu yang lama, senarnya akan kendur, dan kualitas suara yang dihasilkannya akan menurun, yang menyebabkan suaranya tidak indah lagi. Tugas Laura adalah untuk tampil bermain menggantikan pemiliknya, sehingga biola tersebut dapat dipelihara dalam keadaan sempurna.


Unfortunately, it seems that only she feels that as long as she puts these clothes on, she won’t be noticed in the crowd. Because with her crystal-white skin, clear blue eyes and shining golden hair--one won’t be surprised if it were sold in a gem shop, no matter the circumstances, she completely stands out from the surrounding crowd.
Tetapi, seperti situasi dalam Katedral Canterbury dan Katedral St. George, nama dan kekuasaan secara de facto telah dibalik. Kekuasaan sebenarnya ada di tangan Laura.


Her hair is shockingly long. Her straight hair extends all the way to her ankles, folds up, goes behind the back of her head, through the large silver hairpin holding it in place, and down near her waist. In other words, the length of her hair is almost 2.5 times her height.
Sang Uskup besar, yang memiliki kekuasaan besar tersebut, sekarang dengan santai berjalan di jalanan pada pagi hari, tanpa satu pun pengawal di dekatnya.


During the morning in Lambeth, London, the world-famous din occurs, but around her, the voices feel like they’ve been suppressed, like they are in a solemn church where noise is not tolerated.
Styl dan Laura sekarang berjalan menuju Katedral St. George. Awalnya Laura yang mengusulkan pada Styl untuk bertemu di katedral pada waktu seperti ini. Dia seharusnya menunggu di katedral, dan Styl seharusnya datang menemuinya disana.


[[Image:Index_v07_013.jpg|thumb]]
"Saya juga memiliki rumah sendiri. Dan tidak selalu terperangkap dalam gereja tua itu sepanjang tahun."
Sambil melanjutkan langkahnya, yang tanpa bersuara.
"Bukankah lebih menyenangkan untuk berjalan-jalan sambil berbicara?"
 
Di sekeliling mereka, para pekerja kerah putih berlalu lalang dengan cepat. Karena tempat ini dekat dengan Stasiun Waterloo, yang merupakan stasiun terbesar di London, bahwa ada satu dua pendeta atau suster disini, merupakan hal yang biasa. Jumlah gereja di London hampir sebanyak jumlah taman umum, meskipun tidak bisa dibandingkan dengan Roma.
"Aku tidak mempermasalahkan hal itu. Tetapi bukankan kamu memanggilku ke katedral untuk membicarakan sesuatu yang tidak boleh didengar orang luar?"
 
"Jangan berpikiran sempit, mengapa harus kuatir dengan hal-hal kecil? Tidak dapatkah kamu menikmati saat ini saja? Meskipun seorang pendeta yang mendengarkan pengakuan seorang wanita memberikan rasa 'lega', mengapa ia tidak bisa membuka hatinya?"


The archbishop of sector zero of the Puritan church, ‘Necessarius’.
"......" Styl tertegun, dan bertanya, "Bolehkah saya bertanya sesuatu?"


Laura Stuart.
"Mengapa kamu sangat waspada? Silahkan saja."


The king is the highest ranking leader of the Puritan church. Archbishop Laura is considered to be the courier of the king, and her responsibility is to……’Take over the busy king and control the British Puritanism.’
"Mengapa bahasa jepang Anda terdengar bodoh?"


The Puritan church is like an age-old string instrument.
"....?" (lol Note:Di teks aslinya pengerang sengaja menggunakan gaya bahasa seperti jepang klasik untuk dialog Laura)
Muka Sang Uskup Besar Gereja Puritan tampak seperti orang yang sadar bahwa ia salah memasang kancing bajunya. Awalnya dia terhenyak, lalu badannnya terhenti. Lalu dengan muka agak merah merona berkata:


Beside the ‘owner’, there is also the ‘caretaker’. Take a violin for example. No matter how good a violin is, as long as it isn’t used for a while, the strings will be relaxed, and the sound post would be in a decrepit condition, causing it to not sound beautiful. Laura’s job is to perform in place of the owner, so that the violin can be maintained in a perfect state.
"Ah...eh...? Apa...apakah memang janggal? Bukankah 'bahasa jepang' seharusnya terdengar seperti ini?"


But, like the situation with the Cathedral of Canterbury and the St George Cathedral, the name and actual power has now been reversed. The real power now lies with Laura.
"Maafkan saya, tetapi saya tidak dapat menangkap apa yang Anda berusaha katakan. Anda berusaha bicara dengan bahasa klasik, tetapi tidak terasa benar."


The archbishop, who has such a large amount of power, is now walking freely on the streets in the early morning, without even a single bodyguard near her.
Orang-orang di sekitar mereka, yang terbungkus pakaian barat, kemungkinan besar tidak mengerti bahasa jepang, tetapi Laura merasa hiruk-pikuk di sekitarnya seperti menertawakannya.


Stiyl and Laura are now heading towards St George Cathedral. At first, it was Laura who suggested that Stiyl should meet her at the cathedral at this time. She was supposed to wait at the cathedral, and Stiyl was supposed to arrive.  
"Ah... ehm... Saya mempelajari bahasa jepang dari berbagai sumber, seperti literatur dan program TV. Saya bahkan meminta bantuan pada orang jepang asli sebelumnya..."


“I have my own home. And I’m not always stuck in that old church all year long.” Laura continued forward, not making any noise.
"Eh bolehkah saya bertanya pada siapa 'Orang Jepang asli' itu?"
“Isn’t it fun to walk and talk?


Around them, the office workers are hurrying around. Because this place is close to Waterloo station, which is the largest station in London, for a nun or priest to be here, is not unusual for them. The number of churches in London is as big as the number of parks, although it cannot be compared to Rome.
"Uh... orang itu Tsucimikado Motoharu..."


“Anyway, I’m okay with it. But did't you call me to the cathedral because you wanted to talk about something that outsiders are not supposed to hear?
"Tolong jangan menggunakan pria yang dengan nafsu dan membiarkan adik perempuannya mengenakan seragam maid sebagai orang Jepang ideal. Asia tidak semenarik itu, kau tahu?


“Such a narrow-minded man, why worry too much about these minor things? Can’t you enjoy this time with me? Although a father who
"Ba... bahwa hal itu mungkin... Saya harus segera memperabaiki bahasa jepang saya... oh tidak!"
hears a woman’s repentance gives a ‘relief’ feeling, why doesn’t he open his heart?”


“……” Stiyl frowns, and asks, “Can I ask a question?
"Ada apa?"


“Do you have to be so cautious? Fire away.
"Su... sulit untuk mengubah sesuatu yang saya sudah terbiasa"


“Why does your Japanese sound so stupid?”
"...Jangan bilang bahwa kau menggunakan bahasa yang terdengar aneh ini untuk bernegosiasi dengan perwakilan dari Academy City"


“……?” (Note: In the original text, the author purposely uses something which sounds like old Japanese for Laura’s dialogue.)
Laura terhenyak, dan berkata "Ja... Jangan kuatir, jangan kuatir... tak apa-apa, tak apa-apa..."


The Archbishop of the Puritan church looked like someone who has been told that her shirt is buttoned wrongly. She initially froze, then her movements completely stopped. She then blushed, while saying:
Tetapi suaranya terdengar terguncang, keringat muncul di wajahnya, dan matanya memandang kemana-mana.  


“Ah……eh……? Is……is it strange? Isn’t ‘Japanese’ supposed to be like this?”
Styl menghela nafas, hembusan nafasnya dipenuhi dengan asap rokok.


“Pardon me; I do not really understand what you’re trying to say. You’re trying to speak the ancient language, but it just doesn’t feel right.”
"Baiklah, mari kita bicara saat kita sampai di katedral"


The people around them, clad in western clothing, are probably unable to understand Japanese, but Laura feels that the commotion around her has now become laughter.
Keduanya berbelok di ujung jalan. Kanzaki Kaori diam-diam sering mengunjungi restoran jepang yang terdapat di sini.


“Ah……ehm……I learnt my Japanese from many sources, like literature and television programmes. I even asked a real Japanese for help before……”
"Apa... apakah kita harus membicarakan hal ini!? Saya tidak mungkin berkomunikasi dengan Bahasa Jepang ini!"


“Eh, may I know who that ‘real Japanese’ is?”
"Cukup, mari bicara mengenai 'bisnis resmi' dan bukan hal tak penting seperti ini. Jika Anda tidak yakin dengan bahasa jepang Anda, kita tetap bisa berbicara dengan Bahasa Inggris."


“Uh……that guy named Tsuchimikado Motoharu……”
"Ja-jangan konyol! Siapa bilang Saya tidak percaya diri! Ha... hanya saja... badan saya hari ini tidak terasa enak!"


“Please don’t use that dangerous guy who lustfully lets his own step-sister wear a maid uniform as an ideal Japanese. Asia is not that fascinating, you know.
Kata Laura, yang merasa kalah.


“To……to think there is such a thing……I must quickly correct my Japanese……oh no!”
"Dan mengenai bisnis resmi itu... sebelum kita mulai..."


“What’s wrong?”
Dari balik jubah di dadanya, Laura mengeluarkan sesuatu, yang terlihat seperti dua lembar kertas memo, dan juga spidol berwarna hitam. Sebagai spesialis dalam bidang runes/relic, Styl langsung paham apa yang akan ia lakukan.


“It’s……it’s difficult to change something that I’m so used to!
“Chiu chiu chiu~


“……Don’t tell me you used such a stupid way of speaking to negotiate with the representatives from Academy City.
Laura mencoba meniru suara janggal seperti saat spidol digoreskan di kertas. Pada beberapa upacara penting, saat sang Uskup Besar Laura berdiri di hadapan orang banyak, dia tampak sangat agung tidak seperti manusia biasa. Tetapi sekarang, sang uskup besar tamapk seperti seorang gadis yang asal mencorat-coret buku catatannya di tengah pelajaran.


Laura’s shoulders jumped, as she said "Do not... Do not worry, do not worry... No problem, no problem..."
(Kalau bisa, Saya berharap dia dapat mempertahankan personanya yang agung)


However, her voice is trembling, sweat appearing on her face, her eyes swimming around.
Pikir Styl, sambil memegang rokok dan tertegun. Dia sangat terganggu dengan suara tersebut.


Stiyl sighs, his breath full of cigarette smoke.
“Chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu~”


“Anyway, let’s talk when we reach the cathedral.”
"... maafkan saya, tapi boleh saya bertanya apa yang Anda lakukan?"


The two turn around the corner. Kanzaki Kaori has secretly frequented the Japanese restaurant located there.
Styl bertanya, sambil mengertakkan gigi dan dengan badan agak bergetar.


“Do……do we really have to talk about this!? I can’t possibly communicate with my Japanese!”
Meskipun dahinya menjadi pucat, Styl memutuskan untuk bersabar.


“Enough, let’s talk about the ‘proper business’, and not about this trivial stuff. If you aren’t confident in your Japanese,
"Hanya untuk berjaga-jaga. Ini."
we can still talk using English.


“Ri—ridiculous! Who said that I’m not confident! It’s……it’s just that…… my body condition today is rather bad!”
Laura menggambar hal yang sama di kedua lembar kertas tersebut, dan memberikan salah satunya pada Styl.


Laura says, being at a loss.
"Ah-ah-ah apakah kamu dapat mendengar saya?"


“And regarding the proper business……before we start……”
Styl merasakan suaranya berasal dari dalam pikirannya. Dia memandang Laura, yang bibir kecilnya tidak bergerak sedikitpun"


From under the robe on her chest, Laura pulled something out, which looked like two pieces of notebook paper, as well as a black magic marker. As one who specialises in using runes, Stiyl immediately knew what she was going to use it for.
"...Apakah ini talisman untuk berkomunikasi?"


“Chiu chiu chiu~”
"Pikiran kita dapat dihantarkan secara langsung tanpa perlu berbicara."


Laura tries to imitate this strange sound made by the magic marker as she draws on the paper. On several important ceremonies, when Archbishop Laura stands in front of the crowd, she looks too noble to be even mortal. But now, the Archbishop is like a girl randomly doodling on her notebook in the middle of a lesson.  
"Hm."


(If possible, I wish she could maintain that noble image.)
Styl mengamati lembaran tersebut. Tampaknya Laura menciptakan sepasang talisman ini karena sarannya agar orang di sekelilingnya tidak dapat menguping.


Stiyl thought, dangling his cigarette and frowning. He really didn’t like this sound.
"Mengapa suara dari hatimu juga terdengar konyol!?"


“Chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu~”
"Eh? Tu... tunggu sebentar, Styl! Sekarang saya bicara dengan Bahasa Inggris!"


“……Excuse me, may I ask what you’re doing?”
Meskipun dia tidak mengeluarkan suara sedikitpun, Laura tampak panik, hingga mengejutkan kucing-kucing yang berbaring di depan restoran yang belum dibuka. Styl menghela nafas. Segala otoritas dan keagungan yang dimiliki seorang Uskup Besar runtuh sudah.


Stiyl asks, gritting his teeth and slightly trembling.
"Jadi mungkin ada yang salah saat pesan ini dikirim. Meskipun terdengar janggal, tapi tidak mempengaruhi pembicaraan kita. Mari kita bicara langsung ke bisnis yang seharusnya"


Although his temple has gone blue, Stiyl decided to remain patient.
"Ah...Uu... ehem ehem, baiklah, mari."


“Just a little precaution. Here.”
Tampaknya Laura hendak mengatakan sesuatu, tetapi dia menelannya kembali, dan kembali ke permasalahan utama.


Laura drew the same image on the two pieces of paper, and gave one of them to Stiyl.”
"Styl, apakah pernah mendengar tentang 'Kitab Hukum'?"


“Ah—ah—can you hear me?”
"Itu adalah kitab sihir. Jika tidak salah, pengarangnya adalah Edward Alexander "
Edward Alexander. Juga dikenal sebagai Crowley.


Stiyl feels that this voice just came from his mind. He turned to look at Laura, who’s small mouth did not move in the slightest.
<!--Beberapa orang berkata bahwa dia adalah penyihir paling dipuja pada abad ke 20, dan ada yang berkata dia adalah penyihir terburuk pada abad ke 20. Sesuai dengan kelakuan dan perangainya yang melampaui imajinasi dan pemikiran umum, dia pernah diusir dari berbagai negara. Dia berhasil mempengaruhi


“……Is it a talisman for communication?”


“Our thoughts can be conveyed to each other without the need of speech.”


“Hm.”


Stiyl looks at the card. It seems like Laura created these talismans because of his suggestion to not allow the people around them to eavesdrop.”
Stiyl looks at the card. It seems like Laura created these talismans because of his suggestion to not allow the people around them to eavesdrop.”

Revision as of 02:29, 21 April 2010

Prolog: Mulai beraksi (Gerbang telah dibuka)

Katedral St. George.

Meskipun disebut katedral, tetapi gereja ini hanya salah satu dari sejumlah gereja ditengah Kota London. Meskipun tidak dapat dibilang kecil, terdapat perbedaan yang sangat besar jika dibandingkan dengan Westminster Abbey dan Katedral St. Paulus. Tentu saja tdak bisa dibandingkan dengan Katedral Canterbury, gereja asal mula Puritanisme di Inggris.

Bahkan faktanya di London, jumlah bangunan yang bernama 'St. George' sangat banyak. Selain gereja, ada departement store, restoran, toko-toko pakaian, dan sekolah-sekolah. Bisa ada banyak bangunan bernama itu di dalam kota. Tidak hanya itu, paling tidak ada lebih dari sepuluh gereja dengan nama 'Katedral St. George'. Hubungan antara 'St George' dan para orang Inggris bahkan dapat dilihat dari Union Jack.

Katedral St. George ini adalah markas dari ‘Necessarius’.

Tetapi mereka tidak memiliki pekerjaan yang glamor atau dipuja. (TN: better translation expected) Tugas dari ‘Necessarius’ adalah mengeliminasi berbagai asosiasi sihir di Ingris dan penyihir-penyihir yang terlibat di dalamnya. Untuk mencapai tujuan ini, ‘Necessarius’ juga menggunakan sihir, yang dianggap kotor oleh anggota (gereja) lainnya. Karena hal inilah, mereka dipandang rendah oleh para Puritan, dan bahkan diusir keluar dari Canterbury, markas utama bagi para Puritan, ke katedral St. George ini.

Tetapi setelah itu, ada banyak perubahan yang tidak mereka duga.

Meskipun sebelumnya dianggap sebagai organisasi sampingan, ‘Necessarius’ telah melakukan banyak kontribusi dari belakang layar.

Hal ini memungkinkan ‘Necessarius’ untuk membangun profil dan kekuatan di dalam Gereja Puritan Inggris. Saat ini, meskipun nampak bahwa gereja puritan dijalankan oleh Katedral Canterbury, tetapi faktanya, pemegang keputusan sekarang telah berpindah ke katedral St. George.

Maka, katedral ini, yang terletak agak jauh dari pusat Kota London, saat ini adalah inti dari Gereja Puritan Inggris yang besar.

Styl Magnus si pendeta dengan rambut merah sedang berjalan di jalanan Kota London pagi itu, dengan penuh pertanyaan. Tidak ada yang aneh dengan jalanan itu sendiri. Terdapat apartemen-apartemen dari dinding batu yang telah berumur 300 tahun lebih, yang berjajar di kedua sisi jalan. Ada banyak pekerja kantoran dengan handphone di tangan mereka dan berjalan dengan cepat di jalanan tua itu. Bus bertingkat dua (double decker) berjalan maju secara perlahan dan para pekerja di jalanan yang sedang membongkar telepon umum tua yang tampak umum. Sebuah integrasi antara sejarah baru dan lama, tidak ada yang tidak biasa terjadi.

Tidak ada yang salah dengan cuaca saat itu juga. Meskipun tidak ada awan di langit pagi ini, tapi cuaca berganti tiap kira-kira empat jam, maka tampak banyak orang yang membawa payung kemana-mana. Hari ini hari yang terasa panas, dan karena London juga dikenal dengan cuacanya yang berkabut, maka cuaca yang selalu berubah-ubah ini, adalah hal yang tidak dapat diremehkan. Karena meningkatnya kelembaban yang disebabkan hujan yang terus menerus , bersamaan dengan gelombang udara musim panas, menyebabkan temperatur yang tinggi. Jadi, pemandangan yang tampak menarik bagi para turis ini tetap saja tersa kurang. Tetapi bagi orang seperti Styl, saat dia pertama kali memutuskan untuk tinggal di kota ini, dia telah mempertimbangkan kekurangan ini, maka ia sudah menerima hal ini.

Apa atau siapa yang membuatnya merasa resah adalah gadis di sampingnya.

"Uskup besar..."

"Hmm? Saya sengaja memakai baju yang sederhana hari ini, tolong jangan memanggil saya dengan pangkat seperti itu"

Dengan pakaian dengan jubah berwarna beige (coklat muda), sang gadis, yang terlihat berumur 18 tahun, berbicara dengan tenang dalam bahasa Jepang. Seharusnya, sesuai dengan aturan, pakaian seorang biarawan hanya boleh berwarna putih, merah, hitam, hijau atau ungu, dengan garis-garis emas untuk dekorasi, jadi gadis ini secara diam-diam telah melanggar aturan.

Celakanya, hanya dia yang merasa selama ia memakai pakaian ini, ia tidak akan menarik perhatian. Karena dengan kulitnya yang putih bagai kristal, matanya yang biru cemerlang dan rambutnya yang berkilau keemasan--yang bahkan seseorang tidak akan terkejut jika dijual di toko perhiasan, apapun keadaannya, dia tetap tampak menonjol diantara kerumunan orang.

Rambutnya terurai sangat panjang. Rambut lurusnya tergerai hingga lutut, terlipat ke atas, ada di belakang kepalanya, dengan ikat rambut perak besar yang menahannya, dan juga di dekat pinggangnya. Dengan kata lain, panjang rambutnya hampir 2,5 kali tinggi badannya.

Pada pagi hari di Lambeth, London, suasana berisik dan hiruk-pikuk yang terkenal biasa terjadi, namun di sekeliling dia, suara-suara tersebut seperti hampir tak ada, mereka bagaikan dalam suasana hening gereja yang tidak mengijinkan suara bising.

Sang uskup besar dari sektor nol Gereja Puritan, ‘Necessarius’.

Laura Stuart.

Raja adalah ranking tertinggi dalam hirarki Gereja Puritan. Uskup Besar Laura adalah sang pembawa pesan sang raja, dan tanggung jawabnya adalah... 'Mengambil alih sang raja yang sedang sibuk dan mengontrol Para Puritisme Inggris.'

Gereja Puritan itu bagai perangkat musik ber-senar yang klasik.

Selain sang 'pemilik', juga ada sang 'pengurus'. Ambil contoh sebuah biola. Sebagus apapun sebuah biola, jika tidak pernah digunakan dalam jangka waktu yang lama, senarnya akan kendur, dan kualitas suara yang dihasilkannya akan menurun, yang menyebabkan suaranya tidak indah lagi. Tugas Laura adalah untuk tampil bermain menggantikan pemiliknya, sehingga biola tersebut dapat dipelihara dalam keadaan sempurna.

Tetapi, seperti situasi dalam Katedral Canterbury dan Katedral St. George, nama dan kekuasaan secara de facto telah dibalik. Kekuasaan sebenarnya ada di tangan Laura.

Sang Uskup besar, yang memiliki kekuasaan besar tersebut, sekarang dengan santai berjalan di jalanan pada pagi hari, tanpa satu pun pengawal di dekatnya.

Styl dan Laura sekarang berjalan menuju Katedral St. George. Awalnya Laura yang mengusulkan pada Styl untuk bertemu di katedral pada waktu seperti ini. Dia seharusnya menunggu di katedral, dan Styl seharusnya datang menemuinya disana.

"Saya juga memiliki rumah sendiri. Dan tidak selalu terperangkap dalam gereja tua itu sepanjang tahun." Sambil melanjutkan langkahnya, yang tanpa bersuara. "Bukankah lebih menyenangkan untuk berjalan-jalan sambil berbicara?"

Di sekeliling mereka, para pekerja kerah putih berlalu lalang dengan cepat. Karena tempat ini dekat dengan Stasiun Waterloo, yang merupakan stasiun terbesar di London, bahwa ada satu dua pendeta atau suster disini, merupakan hal yang biasa. Jumlah gereja di London hampir sebanyak jumlah taman umum, meskipun tidak bisa dibandingkan dengan Roma.

"Aku tidak mempermasalahkan hal itu. Tetapi bukankan kamu memanggilku ke katedral untuk membicarakan sesuatu yang tidak boleh didengar orang luar?"

"Jangan berpikiran sempit, mengapa harus kuatir dengan hal-hal kecil? Tidak dapatkah kamu menikmati saat ini saja? Meskipun seorang pendeta yang mendengarkan pengakuan seorang wanita memberikan rasa 'lega', mengapa ia tidak bisa membuka hatinya?"

"......" Styl tertegun, dan bertanya, "Bolehkah saya bertanya sesuatu?"

"Mengapa kamu sangat waspada? Silahkan saja."

"Mengapa bahasa jepang Anda terdengar bodoh?"

"....?" (lol Note:Di teks aslinya pengerang sengaja menggunakan gaya bahasa seperti jepang klasik untuk dialog Laura)

Muka Sang Uskup Besar Gereja Puritan tampak seperti orang yang sadar bahwa ia salah memasang kancing bajunya. Awalnya dia terhenyak, lalu badannnya terhenti. Lalu dengan muka agak merah merona berkata:

"Ah...eh...? Apa...apakah memang janggal? Bukankah 'bahasa jepang' seharusnya terdengar seperti ini?"

"Maafkan saya, tetapi saya tidak dapat menangkap apa yang Anda berusaha katakan. Anda berusaha bicara dengan bahasa klasik, tetapi tidak terasa benar."

Orang-orang di sekitar mereka, yang terbungkus pakaian barat, kemungkinan besar tidak mengerti bahasa jepang, tetapi Laura merasa hiruk-pikuk di sekitarnya seperti menertawakannya.

"Ah... ehm... Saya mempelajari bahasa jepang dari berbagai sumber, seperti literatur dan program TV. Saya bahkan meminta bantuan pada orang jepang asli sebelumnya..."

"Eh bolehkah saya bertanya pada siapa 'Orang Jepang asli' itu?"

"Uh... orang itu Tsucimikado Motoharu..."

"Tolong jangan menggunakan pria yang dengan nafsu dan membiarkan adik perempuannya mengenakan seragam maid sebagai orang Jepang ideal. Asia tidak semenarik itu, kau tahu?

"Ba... bahwa hal itu mungkin... Saya harus segera memperabaiki bahasa jepang saya... oh tidak!"

"Ada apa?"

"Su... sulit untuk mengubah sesuatu yang saya sudah terbiasa"

"...Jangan bilang bahwa kau menggunakan bahasa yang terdengar aneh ini untuk bernegosiasi dengan perwakilan dari Academy City"

Laura terhenyak, dan berkata "Ja... Jangan kuatir, jangan kuatir... tak apa-apa, tak apa-apa..."

Tetapi suaranya terdengar terguncang, keringat muncul di wajahnya, dan matanya memandang kemana-mana.

Styl menghela nafas, hembusan nafasnya dipenuhi dengan asap rokok.

"Baiklah, mari kita bicara saat kita sampai di katedral"

Keduanya berbelok di ujung jalan. Kanzaki Kaori diam-diam sering mengunjungi restoran jepang yang terdapat di sini.

"Apa... apakah kita harus membicarakan hal ini!? Saya tidak mungkin berkomunikasi dengan Bahasa Jepang ini!"

"Cukup, mari bicara mengenai 'bisnis resmi' dan bukan hal tak penting seperti ini. Jika Anda tidak yakin dengan bahasa jepang Anda, kita tetap bisa berbicara dengan Bahasa Inggris."

"Ja-jangan konyol! Siapa bilang Saya tidak percaya diri! Ha... hanya saja... badan saya hari ini tidak terasa enak!"

Kata Laura, yang merasa kalah.

"Dan mengenai bisnis resmi itu... sebelum kita mulai..."

Dari balik jubah di dadanya, Laura mengeluarkan sesuatu, yang terlihat seperti dua lembar kertas memo, dan juga spidol berwarna hitam. Sebagai spesialis dalam bidang runes/relic, Styl langsung paham apa yang akan ia lakukan.

“Chiu chiu chiu~”

Laura mencoba meniru suara janggal seperti saat spidol digoreskan di kertas. Pada beberapa upacara penting, saat sang Uskup Besar Laura berdiri di hadapan orang banyak, dia tampak sangat agung tidak seperti manusia biasa. Tetapi sekarang, sang uskup besar tamapk seperti seorang gadis yang asal mencorat-coret buku catatannya di tengah pelajaran.

(Kalau bisa, Saya berharap dia dapat mempertahankan personanya yang agung)

Pikir Styl, sambil memegang rokok dan tertegun. Dia sangat terganggu dengan suara tersebut.

“Chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu~”

"... maafkan saya, tapi boleh saya bertanya apa yang Anda lakukan?"

Styl bertanya, sambil mengertakkan gigi dan dengan badan agak bergetar.

Meskipun dahinya menjadi pucat, Styl memutuskan untuk bersabar.

"Hanya untuk berjaga-jaga. Ini."

Laura menggambar hal yang sama di kedua lembar kertas tersebut, dan memberikan salah satunya pada Styl.

"Ah-ah-ah apakah kamu dapat mendengar saya?"

Styl merasakan suaranya berasal dari dalam pikirannya. Dia memandang Laura, yang bibir kecilnya tidak bergerak sedikitpun"

"...Apakah ini talisman untuk berkomunikasi?"

"Pikiran kita dapat dihantarkan secara langsung tanpa perlu berbicara."

"Hm."

Styl mengamati lembaran tersebut. Tampaknya Laura menciptakan sepasang talisman ini karena sarannya agar orang di sekelilingnya tidak dapat menguping.

"Mengapa suara dari hatimu juga terdengar konyol!?"

"Eh? Tu... tunggu sebentar, Styl! Sekarang saya bicara dengan Bahasa Inggris!"

Meskipun dia tidak mengeluarkan suara sedikitpun, Laura tampak panik, hingga mengejutkan kucing-kucing yang berbaring di depan restoran yang belum dibuka. Styl menghela nafas. Segala otoritas dan keagungan yang dimiliki seorang Uskup Besar runtuh sudah.

"Jadi mungkin ada yang salah saat pesan ini dikirim. Meskipun terdengar janggal, tapi tidak mempengaruhi pembicaraan kita. Mari kita bicara langsung ke bisnis yang seharusnya"

"Ah...Uu... ehem ehem, baiklah, mari."

Tampaknya Laura hendak mengatakan sesuatu, tetapi dia menelannya kembali, dan kembali ke permasalahan utama.

"Styl, apakah pernah mendengar tentang 'Kitab Hukum'?"

"Itu adalah kitab sihir. Jika tidak salah, pengarangnya adalah Edward Alexander " Edward Alexander. Juga dikenal sebagai Crowley.



Back to Illustrations Return to Main Page Forward to Bab 1: Pemuja Ilmu Pengetahuan