Difference between revisions of "Oregairu (Indonesia):Jilid 9 Bab 3"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
(Created page with "==Bab 3: Berulang kali, Hikigaya Hachiman Menanyai Dirinya Sendiri== ===3-1=== Aku membuat helaan besar di kelas selepas sekolah. Hari ini juga, aku harus menghadiri rapat di...")
 
Line 146: Line 146:
 
“Oh ayooola', itu hanyalah diriku sedang bersikap jujur denganmu, duuuh.”
 
“Oh ayooola', itu hanyalah diriku sedang bersikap jujur denganmu, duuuh.”
   
  +
Bukankah itu mengerikan? Kemampuan onii-chanku berakhir diaktivasi secara otomatis. Jika ini membuatku sadar, itu akan menjadi begitu memalukannya sampai tanganku akan mulai berkeringat. Ah, aku sudah sadar akan hal itu sehingga sekarang tanganku tiba-tiba berkeringat.
   
  +
Selagi kami membuat percakapan semacam itu, kami memasuki Ruangan Latihan yang sama seperti yang kami masuki semalam. Yang sudah berkumpul di dalam sana adalah semua orang dari SMA Kaihin Sogo dan SMA Sobu.
  +
  +
“Ah, Iroha-chan.”
  +
  +
“Terima kasih untuk kerja keraaasmu.”
  +
  +
Ketua OSIS Kaihin Sogo, Tamanawa, mengangkat tangannya dan memanggil Isshiki. Isshiki merespon padanya selagi dia menuju ke tempat duduk yang sama seperti yang didudukinya semalam. Aku mengikuti persis di belakangnya.
  +
  +
Kelihatannya kami adalah yang terakhir sampai. Semua orang bergegas dan memfokuskan perhatian mereka pada Tamanawa.
  +
  +
“Oke, mari kita mulai? Aku berharap untuk bisa bekerja sama dengan kalian semua.”
  +
  +
Setelah ucapannya, konferensinya dimulai.
  +
  +
Pertama-tama, Tamanawa mengecek notulen yang kami buat semalam. Dia menekan, menekan, dan menekan <ref> [http://jigokuno.img.jugem.jp/20100218_1708335.gif ka-cha-ka-cha-ka-cha] </ref>Macbook Airnya. Dia terlihat seperti dia memiliki mata yang lelah saat dia menyernyitkan alisnya. Dia kemudian berbicara.
  +
  +
“Hmm, masih tinggal sedikit lagi yang perlu dipastikan, jadi mari kita lanjutkan diskusi semalam.”
  +
  +
Tidak, itu tidak sesederhana “tinggal sedikit lagi”. Aku tidak mengerti satu hhal pun yang didiskusikan dalam konferensi semalam. Karena itu, notulennya begitu konyolnya abstrak.
  +
  +
“Itu akan bagus jika kita bisa menuliskan beberapa notulen yang semestinya hari ini,” pikirku selagi aku memusatkan telingaku pada detail-detail konferensi itu.
  +
  +
Orang yang memulai konferensi itu adalah SMA Kaihin Sogo.
  +
  +
“Karena kita akan melakukan ini, itu akan bagus jika kita bisa membuatnya sedikit lebih menyolok.”
  +
  +
“Itu dia! Benar-benar itu dia. Maksudku, kita sudah pasti harus membuat sesuatu yang besar atau semacamnya.”
  +
  +
Aku memalingkan kepalaku pada suara yang terdengar familier itu dan Orimoto sedang mencondongkan dirinya ke depan, menyetujui ide tersebut. Ketika dia melakukannya, Tamanawa memasang ekspresi pelik selagi dia menatap pada Macbook Airnya.
  +
  +
“…Benar. aku rasa kita mungkin menyelesaikan terlalu banyak hal-hal berskala kecil.”
  +
  +
Eh? Sungguh? Kita begitu? Namun melihat sekilas pada notulennya dan satu-satunya hal yang bisa kulihat adalah sekumpulan pertimbangan strategis berPEMIKIRAN LOGIS?
  +
  +
Mungkinkah itu bahwa mereka memutuskan pada sesuatu tanpa kuketahui? Aku menjadi sedikit gelisah dan berbicara pada Isshiki yang berada di sampingku.
  +
  +
“Hei… Aku benar-benar tidak yakin apa yang sedang coba kalian lakukan di sini…”
  +
  +
“…Yah, itu karena tidak ada hal spesifik yang sudah diputuskan.”
  +
  +
Isshiki memiliki nada yang pasrah ketika dia menjawab dengan suara kecil.
  +
  +
Kalau untuk apa yang sudah diputuskan sekarang ini, hanya ada tanggal, lokasi, dan tujuannya.
  +
  +
Tanggalnya pada hari sebelum Natal. Lokasinya aula besar di dalam pusat komunitas ini. Tujuannya adalah untuk menyelenggarakan acara Natal yang menargetkan anak TK di taman kanak-kanak di dekat sana dan orang-orang tua yang pergi ke panti jompo sebegai sebuah bentuk aktivitas sukarela dengan tujuan membuat kontribusi wilayah dan pertukaran budaya.
  +
  +
Tapi detail-detail yang sangat penting masih belum diselesaikan.
  +
  +
Arah dari diskusinya sekarang ini seharusnya adalah konsep di balik detail-detailnya. Tapi, yah, itu sama sekali tidak terasa seperti itu.
  +
  +
Tamanawa memutuskan sebagian besar pendapat mereka dan menanyakan Isshiki.
  +
  +
“Dengan demikian, aku ingin memperbesar skala acara ini. Bagaimana kamu rasa?”
  +
  +
“Mmm. Mari kupikiiiiir.”
  +
  +
Ditanyai untuk pendapatnya, Isshiki membuat senyuman riang selagi dia bergugam dengan samar. Tamanawa terlihat merasakan hal yang sama selagi dia membalasnya dengan suatu senyuman.<!--had the same opinion-->
  +
  +
Suatu helaan yang menyelip keluar dapat terdengar dari dekat sini. Ketika aku melihat menyamping, helaan itu berasal dari wakil ketua kami.
  +
  +
Setuju.
  +
  +
Tidak peduli betapa sepelenya tugas kami sebagai pembantunya itu, akan ada masalah jika lebih banyak pekerjaan lagi didesakkan pada kami. Ini adalah dimana kita seharusnya menolaknya dengan tegas.
  +
  +
“Isshiki, kita tidak punya cukup waktu dan tenaga <!--people-->untuk menambah skala acaranya.”
  +
  +
Itu tidak akan banyak gunanya jika seseorang sepertiku yang paling banyakpun dihitung sebagai jatah kerja satu orang yang mengatakannya. Niatanku adalah untuk membisikkannya pada Isshiki yang merupakan wakil kami untuk menyuruhnya mengatakannya saja.
  +
  +
Tapi Tamanawa kelihatannya mendengar itu.
  +
  +
“NO, NO. Bukan begitu.”
  +
  +
Tamanawa menambahkan gerakan tubuh dan tangan yang sangat berlebih-lebihan selagi dia berbicara dengan nada yang bukan hanya bisa kudengar, tapi juga bisa didengar semuanya.
  +
  +
“BRAINSTORMING itu, kamu tahu, dimana kamu tidak menolak pendapat seseorang. Karena tuntutan waktu dan kekurangan personil, kita tidak bisa memperbesarnya lebih jauh lagi. Kalau begitu, kita mau mencari tahu bagaimana kita bisa menangani hal tersebut. Dengan begitu, kita bisa dengan mudah memajukan diskusinya. Kita harus segera mendapatkan keputusan. Itulah kenapa pendapatmu itu tidak bagus.”
  +
  +
Be-benar… Begitulah yang kamu bilang, tapi namun barusan, kamu dengan segera menolak pendapatku…
  +
  +
Tamanawa menghadapku dengan senyuman seorang pria baik yang menyegarkan.
  +
  +
“Jadi mari berbicara tentang bagaimana kita bisa membuatnya menjadi mungkin!”
  +
  +
Jadi menambah skalanya itu sudah ditetapkan, huh…?
  +
  +
Tidak ada satu suarapun yang menyuarakan suatu bantahan terhadap saran Tamanawa. Dipikir lagi, berkat pidatonya tadi, tidak ada tempat lagi untuk perbedaan pendapat.
  +
  +
Setelah itu, konferensinya berubah menjadi sebuah diskusi akan bagaimana untuk melakukan pendekatan pada penambahan skala acara itu dan pertukaran pendapat yang berfokus pada pelaksanaan dari pendekatan tadi.
  +
  +
“Mungkin kita bisa entah bagaimana melibatkan KOMUNITAS wilayah itu.”
  +
  +
“Kalau begitu, kita sebaiknya melakukannya sehingga kita bisa mengubur CELAH antar-generasinya.”
  +
  +
Untuk sementara ini, aku sedang mencatat notulennya, tapi proposal-proposal yang membuatku heran apa aku harus mencatatnya atau tidak terus berlanjut.
  +
  +
“Bagaimana jika kita mencari<!--have--> SMA dekat sini untuk diikutkan ke dalamnya?”
  +
  +
Pendapat baru yang lain datang dari SMA Kaihin Sogo. Hei, hei, ada apa dengan tipe-tipe terlampau sadar ini (lol) yang begitu senang bekerja bersama-sama dengan orang laine?
  +
  +
Aku heran, mungkinkah mereka itu sedang menonton suatu mimpi dimana kesadaran mereka begitu tingginya sampai naik ke dimensi yang lebih tinggi dan sebagai hasilnya, mereka menjadi bagian dari ''Data Integration Thought Entity''<ref> The Melancholy of Suzumiya Haruhi </ref>?
  +
  +
Namun, tidak ada manfaatnya untuk menambahkan SMA lain. Bahkan sekarang kami sudah ada masalah mengurus diri kami sendiri. Menambah keluaran pendapat dari orang lain hanya akan membuatnya lebih sulit untuk terus memperhatikannya<!--keep track--> semua. Tidak diragukan lagi beban kerjanya juga akan meningkat. Aku harus mencegah hal itu dengan segala cara…
  +
  +
Tapi mengajukan suatu keberatan saja akan ditolak. Apa yang harus kulakukan untuk mencegah itu terjadi?
  +
  +
…Tidak ada pilihan kalau begitu. Cara satu-satunya untuk memberi sebuah pendapat keberatan adalah untuk mengatakannya dengan cara yang bertele-tele yang sesuai dengan peraturan mereka. Jika demikian, maka pastilah itu akan sulit untuk menyuruh Isshiki mengatakannya karena itu akan terlalu panjang.
  +
  +
“Ini hanya IDE TERLINTAS<!--flash idea-->, tapi sebagai BALASAN pada saran barusan, aku rasa itu akan lebih baik untuk mengharapkan efek SINERGI terbaik dari dua sekolah yang membentuk hubungan dan koordinasi yang erat saja, tapi bagaimana kamu rasa?”
  +
  +
Dengan ini, aku bisa menanyakannya bagaimana pendapatnya akan hal ini selagi mencampurkan beberapa lingo katakana di dalamnya. Suatu keributan muncul ketika seseorang yang tak terduga tiba-tiba berbicara. Dari arah diagonal dariku terdapat Orimoto yang menatapku dengan kosong.
  +
  +
Tapi orang yang sedang kuhadapi hanyalah satu orang.
  +
  +
Seperti yang kuduga, si pecinta lingo katakana Tamanawa terpancing<!--took the bait-->.
  +
  +
“…Begitu ya. Kalau begitu, lebih baik itu tidak dengan SMA lain. Seperti dengan suatu universitas atau semacamnya.”
  +
  +
Tidak baaaaagus, huh? Sialan. Kalau begitu terus, itu akan menyusahkan untuk mencoba mengambil alih KONTROL situasinya. Aku harus terus menekannya di sini<!--pursue-->.
  +
  +
“Tidak, tunggu. Jika demikian, kita tidak akan bisa mengambil INISIATIFnya. Meskipun kita bisa mendapatkan SPONSOR<!--stakeholder--> dan suatu KONSENSUS, kita masih memerlukan suatu HUBUNGAN REKAN dimana kta bisa memiliki MANIFESTO JELAS<!--unblurry manifesto--> yang akan mengizinkan kita untuk membuat SARAN yang transparan…”
  +
  +
“Senpai, apa-apaan yang sedang kamu katakan…?”
  +
  +
Isshiki memasnag tampang terperanjat. Yah, aku sendiri juga tidak tahu apa yang sedang aku katakan. MANIFESTO juga itu sepenuhnya asal tadi. Tapi sekarang ini, itu adalah satu-satunya cara untuk mengatakannya.
  +
  +
Walaupun aku mengatakannya karena putus asa<!--out of desperation-->, berkat persentase penggunaan lingo katakana yang tinggi dalam kalimatku, Tamanawa mengangguk-angguk kepalanya.
  +
  +
“Benar. Kalau begitu…”
  +
  +
Bagus, bagus, kelihatannya Tamanawa sudah akan teryakinkan kali ini kira-kira. Apa kalian tahu? Orang ini adalah tipe orang yang mendengarkan setelah kamu berbicara padanya. Dia orang yang lumayan baik. Apa aku berakhir menghancurkan argumennya lagi? Aku ingin merasakan kekalahan.<ref> Kutipan dari kalimat diucapkan Umehara Daigo dalam suatu interview karena dia menang cukup sering yang kemudian akhirnya menjadi meem 2chan(?). </ref>
  +
  +
Pada saat aku memikirkan itu, Tamanawa mengacungkan jari telunjuknya.
  +
  +
“Kalau begitu, bagaimana dengan sekolah SD di dekat sini? Kita mungkin bisa menambah penonton yang lain selagi kita para murid SMA.”
  +
  +
“…Huh?”
  +
  +
Apa yang sedang dikatakan orang ini…? Tidak mampu merespon pada proposalnya yang tiba-tiba, Tamanawa menambahkan pendapat lain. Kelihatannya dia benar-benar tertarik dengan proposalnya.
  +
  +
“Hmm, sesuatu seperti GAMEDUCATION? Dengan melakukannya seperti itu, kita bisa membuatnya menyenangkan untuk bekerja dan kita bisa mendapatkan bantuan dari murid SD di wilayah ini.”
  +
  +
“Itu SAMA-SAMA SENANG, huh?”
  +
  +
Seseorang dari SMA Kaihin Sogo setuju dengan ide tersebut. Ketika orang itu melakukannya, Orimoto menepuk tangannya dan menunjuk.
  +
  +
“SAMA-SAMA SENANG, Itu dia!”
  +
  +
Apa “itu”nya…?
  +
  +
Tidak hanya Orimoto saja, tapi yang lain juga setuju. Tamanawa mengangguk dengan yakin dan mulai memimpin seakan masalahnya sudah selesai.
  +
  +
“Pihak kami akan menangani JANJI BERTEMU dan NEGOSIASI dengan SD itu. Setelah itu, aku ingin meminta anggota dari SMA Sobu untuk menangani sisanya.”
  +
  +
Dia tersenyum selagi dia mengatakan itu pada Isshiki.
  +
  +
Tapi Isshiki memiliki sikap yang ambigu selagi dia menjawab “hmm”, tidak memberi jawaban ya atau tidak yang jelas. Dari awalpun, Isshiki berada pada pihak yang tidak memiliki motivasi untuk bekerja. Dia mungkin memiliki kesan yang negatif terhadap ide mendapat beban kerjanya meningkat. Itu kemungkinan berkaitan dengan keraguannya.
  +
  +
“Bagaimana?”
  +
  +
Tapi Tamanawa terus menekannya.
  +
  +
“…Oke, Aku mengertiii.”
  +
  +
Kemudian dengan senyuman riang dan menyegarkan yang tiba-tiba, Isshiki menjawab.
  +
  +
Yah, tidak banyak yang bisa dia lakukan. Bagi Isshiki, orang yang sedang dihadapinya adalah seorang laki-laki yang lebih tua darinya dan juga ketua OSIS dari sekolah lain. Itu bukanlah sesuatu yang bisa dengan mudah ditolaknya. Kemungkinan bahwa ini adalah bentuk dimana pendapat pihak mereka dipaksakan pada mereka.
  +
  +
Dengan ini, beban kerja kami yang meningkat sudah ditetapkan.
  +
  +
Suatu helaan dari wakil ketua dapat terdengar lagi. Aku juga ingin menghela. Hanya helaan saja dari tadi!<!--all the time-->
  +
  +
Tapi hanya diberikan lebih banyak pekerjaan saja cukup menjengkekan.
  +
  +
Meskipun itu satu atau dua pekerjaan tidak berarti, kami harus bertaruh pada kemungkinan bahwa kita bisa memperkecil jumlah pekerjaannya. Jika itu supaya tidak perlu bekerja, maka aku tidak membenci jumlah upaya yang dibutuhkan untuk mencapainya…
  +
  +
“Hei, apa ini sesuatu yang bisa cukup kita pastikan sendiri?”
  +
  +
“Itu sebaliknya<!--if anything-->, bukankah itu akan berarti sesuatu jika kita bisa memasukkan INISIATIF kita ke dalam tindakan kita?”
  +
  +
Tamanawa menjawab pertanyaanku selagi dia menyisir rambut di depan dahinya. Berbicara dengan orang ini benar-benar membuat kepalaku sakit… Aku menyernyitkan alisku selagi aku berkata.
  +
  +
“Bukan itu apa yang aku maksud… Bahkan jika kita meminta anak SD untuk membantu, itu juga berarti kita perlu meminta wali mereka untuk berpartisipasi juga. Untuk hal itu, kita akan mendapat masalah mengenai KAPASITAS aulanya.”
  +
  +
Pusat komunitasnya sudah ditentukan sebagai tempat bertemu pada tahap awal rencana ini. Itu adalah sesuatu yang tidak bisa diubah. Jika demikian, maka ada batasan maksimum akan berapa banyak orang yang bisa berpartisipasi dalam acara ini. Kamu tidak bisa berkeliling mengajak seseorang atau entah siapa sesuka hatimu saja.
  +
  +
Ketika aku menjelaskannya, Isshiki mengangguk.
  +
  +
“Aah, itu benar. Kita toh masih tidak tahu berapa banyak orang dari taman kanak-kanak dan panti jomponya yang akan datang…”
  +
  +
Itu belum ditentukan…? Aku merasa ada banyak hal lain yang harus dilakukan sebelum berpikir memperbesar skalanya, tapi meskipun begitu, Tamanawa tidak mau menyerah. Dia mempertimbangkan pendapat kami dan menguatkan pendapatnya sendiri.<!--factored-->
  +
  +
“Hmm, kalau begitu, itu berarti kita harus menentukannya. Juga, itu akan lebih baik jika kita menghubungi mereka terlbih dulu. Setelah itu, kita akan memastikan jumlah anak SD yang ikut dan menghubungi mereka.”
  +
  +
Untuk sekarang, apa yang akan kita lakukan sudah diputuskan.
  +
  +
SMA Sobu dan SMA Kaihin Sogo akan mengecek dengan taman kanak-kanaknya dan panti jomponya masing-masing. Setelah itu, kita akan mengeceknya dengan SDnya.
  +
  +
Yah, itu tidak ada yang bisa dilakukan… Kami berhasil menetapkan suatu batasan pada jumlah pesertanya. Aku paling tidak seharusnya lega bahwa aku tidak harus berurusan dengan jumlah orang yang tiada akhir.
  +
  +
Itu benar, Hachiman! Tidak peduli kapanpun, kamu harus mencari hal-hal positifnya!
  +
  +
Konferensinya, yang dimulai sebagai suatu diskusi, berakhir dan kita semua segera mengerjakan pekerjaan kami yang sudah ditentukan.
  +
  +
“Um, jadi apa yang harus kita lakukan?”
  +
  +
Isshiki mengumpulkan anggota OSIS dan aku dan memulai.
  +
  +
“Kita juga ada pekerjaan lain jadi aku ingin menentukan siapa sebaiknya yang pergi ke taman kanak-kanaknya dan siapa yang seharusnya mengerjakan notulennya atau semacamnya…”
  +
  +
Fumu. Yah, karena itu hanya untuk memastikan informasinya, maka tidak perlu semua orang untuk pergi sekaligus. Jumlah orang yang sebaiknya pergi seharusnya sekecil mungkin. Masalah akan siapa yang pergi… Jujur saja, ini benar-benar bukan sesuatu yang perlu didiskusikan.
  +
  +
Sebelum aku baru akan mengatakan sesuatu mengenai itu, si wakil ketua berbicara dengan enggan.
  +
  +
“Aku rasa akan lebih baik jika ketua menangani negosiasinya…”
  +
  +
“Ah, aah, ya, begitu. Aku rasa begitu…”
  +
  +
Ketika dia mengatakan itu, bahu Isshiki jatuh. Yah, wakil kita yang pergi merupakan keputusan yang tepat di sini. Apa yang seharusnya Isshiki lakukan sekarang ini bukanlah memutuskan siapa yang akan pergi, tapi membagi pekerjaan kepada anggota staf yang tersisa.
  +
  +
Wakil ketuanya sepertinya memikirkan hal yang sama selagi dia menambahkan sambil menahan dirinya.
  +
  +
“Ya… Tidak, tidak hanya terbatas pada hal ini saja. Ada berbagai hal lain juga, kurasa.”
  +
  +
“Haa… Aku rasa begituuu.”
  +
  +
Si wakil ketua menghela melihat tingkah laku Isshiki.
  +
  +
–Aah, jadi helaannya selama konferensi itu ini, huh?
  +
  +
Tidak sepertiku, si wakil ketua tidak geram mengenai penambahan beban kerjanya.
  +
  +
Alasan utamanya ada berhubungan dengan Isshiki.
  +
  +
Begitu ya… Itu benar-benar terasa seperti seorang subkontraktor dalam artian terburuk kata tersebut.
  +
  +
Anggota OSIS SMA Sobu termasuk wakil ketuanya meminta dari Isshiki untuk bersikap seperti seorang ketua OSIS.
  +
  +
Tapi orang tersebut, Isshiki, sedang bersikap pengertian terhadap ketua OSIS yang lain yang juga mendesakkan pendapatnya pada dia dari awal sampai akhir. Ditambah lagi, dia sebagai seorang anak kelas sepuluh juga berkontribusi pada pihak SMA Sobu bersikap segan juga.<!--reserved-->
  +
  +
Dari sudut pandang anggota kami, mereka mungkin tidak begitu memperdulikannya sebab mereka hanya ingin mendapat pekerjaan untuk dilakukan.
  +
  +
Yah, itu ada dalam S a g a<ref> tidak yakin maksudnya apa. Tapi itu berarti sifat, watak </ref> seseorang untuk memikirkan sesuatu setelah mereka dibilang untuk tidak usah memperdulikannya. Untuk sekarang, mereka harus bekerja dengan keadaannya mereka sekarang ini dengan perasaan ada jarak yang aneh ini.
  +
  +
Tapi selama aku adalah alasan untuk membuat Isshiki menjadi ketua, aku juga menanggung sejumlah tanggung jawab itu juga. Aku harus memastikan bahwa aku menyokongnya dengan semestinya selama acara ini.
  +
  +
“Isshiki, Aku juga akan pergi denganmu ke taman kanak-kanaknya. Sementara itu, kita bisa menyerahkan sisa pekerjaannya pada yang lain.”
  +
  +
Aku melemparkan pandangan pada si wakil ketuanya untuk menanyakan apa ini cukup bagus dan dia mengangguk. Isshiki yang melihat percakapan kami terlihat sedikit lega selagi dia membuat ekspresi yang lebih lembut.
  +
  +
“Ya. Kalau begitu kita akan melakukannya seperti itu. Oke, aku akan pergi menelepon sejenak.”
  +
  +
Ketika dia mengatakan itu, Isshiki menekan ponselnya dan menelepon. Meskipun itu untuk sesuatu sesederhana hanya untuk memastikan, tiba-tiba menerobos ke tempat mereka bukanlah sesuatu yang bisa kita lakukan. Itu perlu untuk membuat JANJI BERTEMU sebelumnya.
  +
  +
Selagi aku menunggu telepon itu untuk berakhir, aku berdiri di sana termenung-menung memikirkan berapa banyak waktu senggang yang kumiliki dan dari sudut mataku terdapat suatu wajah yang familier mendekatiku.
  +
  +
Orimoto mengangkat tangannya dan berbicara padaku.
  +
  +
“Hikigaya, apa kamu masuk ke OSIS waktu SMP?”
  +
  +
“Tidak, tidak sama sekali.”
  +
  +
Kita berada pada SMP yang sama dan dia tidak tahu itu? Tapi ketika aku memikirkannya dengan lebih cermat, aku juga tidak bisa mengingat satu orang pun dari OSIS waktu itu. Tapi di sisi lain, untuk tidak bisa mengingat mereka berarti mereka bukanlah bagian dari traumaku, jadi mereka mungkin orang-orang baik. Melupakan orang-orang baik itu membuatku terasa agak bersalah..
  +
  +
Orimoto mencari-cari pada memori Orimotonya. Dia mengangguk.
  +
  +
“Aku tahu itu<!--I knew it-->. Tapi kamu terlihat agak terbiasa dengan itu?”
  +
  +
“Tidak benar-benar begitu.”
  +
  +
Walaupun aku mengatakan itu, aku sudah mengumpulkan sejumlah pengalaman karena aku terlibat dengan Festival Budaya dan Festival Olahraga akhir-akhir ini. Dibandingkan sebelumnya, aku sudah mendapat sedikit toleransi terhadap jenis pekerjaan seperti ini.
  +
  +
“Omong-omong, kenapa kamu ikut membantu?”
  +
  +
“Yah, aku dimintai.”
  +
  +
“Uh huuuh…”
  +
  +
Orimoto berhenti sejenak sebagai balasan akan penjelasanku. Tatapannya padaku membuat aku sedikit tidak nyaman. Aku menggeliatkan badanku dengan suatu cara supaya bisa keluar dari pandangannya dan dia menanyakanku sesuatu yang begitu mengejutkan.<!--outrageous-->
  +
  +
“Apa kamu putus dengan pacarmu?”
  +
  +
“Haa?”
  +
  +
Apa yang sedang dia katakan…? Ketika aku bertanya balik tidak memahami apa yang dia maksud, Orimoto melihat ke arah Isshiki yang sedang menelepon sedikit agak jauh dari sini.
  +
  +
“Oh, Aku hanya berpikir kamu mengincar Iroha-chan karena itu.”
  +
  +
Sekali lagi, apa yang sedang dikatakannya…? Memang, wajah Isshiki itu imut, tapi aku toh bukan orang yang bisa menanganinya. Dari awalpun, aku juga tidak merasa dia adalah tipe orang yang akan mencoba melakukan sesuatu<!--try to do something either.-->.
  +
  +
“Tidak… Lagipula, aku tidak pernah punya pacar jadi aku tidak pernah putus dengan siapapun.”
  +
  +
Kenapa aku harus mengatakan hal ini pada gadis yang kunyatakan cintaku dahulu kala? Apa itu ya? Suatu cara mem''bully'' yang melampaui rana waktu<!--transcended time-->…? Dan juga, aku mencintai diriku yang bisa dengan jujur menjawab pertanyaan ini. Jika ini adalah suatu dongeng rakyat Jepang, maka aku pasti menjadi pemenangnya. Ah, tidak bagus, aku tidak punya anjing. Aku juga tidak punya rumput laut. Bukanlah rumput laut itu cerita yang lain?
  +
  +
Orimoto mengedip sebagai balasannya.
  +
  +
“Oh begitu ya… Aku pikir sudah pasti kamu sedang mengencani salah satu gadis itu juga.”
  +
  +
Gadis mana yang sedang kamu bicarakan…? Aku menanyakannya dengan satu tatapan dan melihat itu, Orimoto memutar jari telunjuk yang diacungkannya dan menambahkan.
  +
  +
“Ingat? Mereka yang ketika pergi keluar saat itu.”
  +
  +
Hanya ada satu saat ketika Orimoto dan aku pergi keluar. Meski begitu, Hayama dan teman Orimoto juga ada dan itu tidak hanya kami berdua saja. Jika aku harus mengatakannya dengan lebih akurat lagi, maka aku itu hanyalah orang tambahan sehingga jumlah orangnya bisa pas.
  +
  +
Pada saat itu, sesuai dengan rencana Hayama, kami bertemu dengan dua gadis. Mereka adalah Yukinoshita dan Yuigahama.
  +
  +
Gadis yang dibicarakan Orimoto tidak diragukan lagi mereka berdua.
  +
  +
“Mereka… hanyalah masuk ke klub yang sama denganku.”
  +
  +
Kata-kata yang dengan akurat menjelaskan hubungan kami hanya tidak mau keluar. Aku ingin mengatakan kebenarannya secara terang terangan, tapi aku tidak yakin apa itu juga benar. Persisnya berapa banyak artian dalam kata-kata “dalam klub yang sama” yang kumengerti? Persis selagi aku sedang akan merenungi pemikiran mengenai itu, Orimoto menghentikanku dengan suatu seruan “heeeh” dengan suara yang bodoh.
  +
  +
“Jadi kamu masuk dalam klub. Klub mana?”
  +
  +
“…Klub Servis.”
  +
  +
Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya, tapi itu akan anehnya bermasalah jika percakapannya menghadap ke arah suatu kebohongan. Ketika aku menyatakannya dengan jujur, Orimoto mendengus.
  +
  +
“Apa-apaan itu? Aku sepenuhnya tidak paham! Itu super kocak.”
  +
  +
“Tidak, itu tidak kocak…”
  +
  +
Orimoto memegangi perutnya dan meledak tertawa terbahak-bahak. Yah, itu sudah pasti suatu klub yang tidak bisa dipahami. Tapi itu sama sekali tidak kocak.
  +
  +
Sungguh, aku sama sekali tidak bisa tertawa.
  +
  +
<br />
  +
  +
<center>× × ×</center>
  +
  +
<br />
 
==Catatan Translasi==
 
==Catatan Translasi==
 
<references> <references/>
 
<references> <references/>

Revision as of 10:34, 26 April 2015

Bab 3: Berulang kali, Hikigaya Hachiman Menanyai Dirinya Sendiri

3-1

Aku membuat helaan besar di kelas selepas sekolah.

Hari ini juga, aku harus menghadiri rapat di pusat komunitas itu untuk membantu Isshiki setelah ini.

Aku benar-benar tidak begitu keberatan dengan tindakanku itu sendiri.

Walaupun harus berpartisipasi dalam rapat itu begitu melelahkan, sekarang ini, itu seluruhnya diurus oleh SMA Kaihin Sogo. Berkat itu, itu adalah sebuah situasi dimana kita hanya melakukan hal yang disuruh mereka. Dengan diskusi penuh semangat disini-sana dari diskusi itu, motivasinya begitu tinggi. Aku harus menambahkan bahwa kesadaran kami juga tinggi.

Satu-satunya hal yang menangkap perhatianku adalah OSIS SMA Sobu. Menilai dari bagaimana sikap mereka semalam, itu sulit untuk mengatakan apakah OSIS SMA Sobu sedang berkerja dengan benar.

Dan penyebab terbesar dari hal ini adalah perasaan jarak antara Isshiki dan anggota yang lain.

Seorang ketua yang merupakan murid kelas sepuluh itu mengejutkannya menyusahkan. Itu hanyalah perbedaan satu tahun, tapi bagi kami para murid SMA, perbedaan itu cukup besar. Mereka akan bersikap sopan dengan satu sama lain, tapi kesopanan dan pengertian itu adalah hal-hal yang menghalangi interaksi mereka.

Itu akan bagus untuk melakukan sesuatu mengenainya, tapi itu adalah suatu masalah dengan Isshiki dan yang lain. Itu bukan soal apakah aku bisa melakukan sesuatu mengenai itu. Bahkan di dalam klub itu dimana hanya ada kami bertiga, tidak ada sesuatu yang bisa kulakukan juga.

Lagipula, mempertimbangkan situasi sekarang ini, itu bukanlah masalah yang sebesar itu. Mereka hanya perlu melakukan sesuatu sampai hari Natal.

Itu adalah suatu OSIS yang baru saja berdiri. Pada akhirnya mereka akan menyerah dan kemudian mereka akan terbiasa dengan bagaimana diri mereka asalnya.

Dengan memikirkan pemikiran itu sejauh ini, Aku membuat helaan lain.

Masih ada banyak waktu sampai rapatnya dimulai. Untuk sementara ini, aku akan berada di dalam ruangan klub.

Bantuanku terhadap Isshiki itu sepenuhnya dirahasiakan dari Yukinoshita dan Yuigahama, jadi aku harus setidaknya menampakkan wajahku di klub. Jika aku tiba-tiba menghilang beberapa hari, itu tidak akan begitu bagus untuk membuat mereka curiga denganku.

Itu adalah suatu ruangan klub dengan tidak ada apapun di dalamnya. Menghindari untuk memasukkan apapun lagi ke dalamnya seharusnya sudah pasti merupakan hal yang benar untuk dilakukan.

Namun, setelah menampakkan wajahku pada klub, aku harus pergi melakukan beberapa pekerjaan misterius setelahnya, huh…? Sejauh yang berkaitan dengan klub itu, tidak seperti ada sesuatu untuk dilakukan, tapi duduk di sana juga merupakan bagian dari pekerjaannya. Itu mungkin sebenarnya agak menyusahkan.

Reality Marble[1] yang kudapat “Kerja Ganda Tak Berujung: Kerja Sampingan Tak Terhingga” sudah teraktifkan pada suatu waktu yang tidak diketahui olehku… Itu seperti aku akan memulai kehidupan ganda aneh ini atau semacamnya…

Ketika aku membuat helaan kecil, aku tiba-tiba berdiri dari tempat dudukku.

Yuigahama sudah pergi dari ruang kelas. Itu tidak seperti kami bisa pergi ke klub bersama setiap kali. Kami mungkin sama-sama memiliki kepercayaan yang sama bahwa kami berdua akan muncul di klub. Itu sudah seperti ini sampai sekarang dan itu akan terus berlanjut dari sekarang dan setelahnya.

Aku meninggalkan ruang kelas dan berjalan melintasi lorong ke bangunan spesial.

Aku yakin bahwa suhunya sudah semakin mendingin dan mendingin dari hari demi hari, tapi itu sulit untuk merasakan perbedaan mutlak dari dua hari yang lalu ke satu hari yang lalunya.

Tidak ada banyak perbedaan di lorong membekukan yang sedang kulintasi sekarang ini dari semalam. Jika kamu menjalani kehidupanmu dengan normal, kamu biasanya tidak akan menyadari waktu dimana akhir musim gugur yang membekukan akan berganti ke musim dingin.

Itulah mengapa ruangan yang jauh di depan lorong itu sebenarnya terasa lebih dingin daripada yang kurasakan semalam. Itu hanyalah aku tidak pernah menyadarinya.

Aku meletakkan tanganku pada pintunya dan memasuki ruangan itu.

“Ah, Hikki.”

“Yo.”

Selagi aku dengan enteng menyapa Yuigahama dan Yukinoshita, aku duduk ke tempat dudukku.

Aku segera melihat ke sekeliling ruangan itu.

Yukinoshita mengalihkan matanya kembali ke bukunya dan Yuigahama menatap pada ponselnya. Seperti yang kuduga, tidak ada apapun yang berbeda dengan menyolok dari semalam.

Kursi di dekat jendela. Dari sana adalah kursi yang membingungkannya mempertahankan suatu posisi netral. Dan kemudian, secara diagona dari kursi di dekat jendela adalah kursi yang menghadap berlawanan dari yang lain.

Kursi yang lain ditumpuk di atas satu sama lain bersama-sama dengan meja yang tidak terpakai.

Di atas meja itu terdapat lapisan debu tipis dan tumpukan kecil buku yang sudah dibaca yang sedikit memberitahu perputaran waktu di dalam ruangan ini.

Yuigahama berbicara pada Yukinoshita dan membuat percakapan biasa mereka. Selagi aku memusatkan telingaku pada percakapan tidak berarti itu, aku mengeluarkan bukuku.

Ini adalah pemandangan biasa yang dimainkan berulang-ulang selama beberapa hari ini.

Perasaan tidak nyaman tidak dapat ditemukan dimanapun. Tidak ada apapun yang bisa dikatakan suatu perubahan.

Hanya pandanganku yang akan bergerak dengan tubuh belahan atasku, bahuku, dan leherku tidak bergerak. Aku diam-diam memandang dengan cara yang tidak terlihat seperti waktunya sedang mengganguku.

Persisnya sudah berapa kali aku sudah mengulangi hal ini? Jarum panjang jam yang tidak mau maju seperti yang kuinginkan akhirnya berdetak pada posisi yang kuharapkan.

Mereka berdua sedang menikmati percakapan mereka dengan topik yang berbeda dari topik yang baru sesaat yang lalu. Ada suatu suara bersemangat yang berbicara dan suatu senyuman yang kalem. Setelah memastikan hal itu, aku dengan perlahan menghembuskan nafas.

“Aah, oh iya… Apa kalian keberatan jika aku pergi lebih awal hari ini?”

Selagi aku melakukan itu, aku dengan hening menutup bukuku. Ketika aku melakukannya, Yukinoshita dan Yuigahama menghentikan percakapan mereka dan melihat ke arahku.

“Huh?”

Yuigahama melihat ke luar jendela seakan sedang mengecek waktunya. Sore sudah datang sedikit lebih awal. Jika itu sama seperti sebelumnya, maka kami akan terus tetap berada di dalam ruangan ini.

Seakan mengingat suatu perasaan tidak enak dari hal tersebut, Yuigahama bertanya dengan ekspresi yang misterius.

“Kamu pergi lumayan awal hari ini, huh! Apa kamu ada sesuatu yang perlu kamu lakukan?”

“…Aah. Aku diminta untuk memesan party barrel.”

Alasan pertama yang terlintas di pikiranku tumpah keluar dari mulutku. Kenyataannya, aku ada diminta melakukannya, jadi aku akan mampir ke KFC sewaktu akan pulang ke rumah.

Ketika aku menjawab, Yuigahama mengangguk percaya.

“Haa, pemesanan, huh?”

“Ya. Itu untuk hari Natal di rumah. Itu sebenarnya cukup populer jadi kelihatannya aku perlu melakukan sesegera mungkin. Rupanya Komachi juga melakukannya tahun lalu.”

“Oh, begitu. Toh, Komachi-san sedang di tengah-tengah mengikuti ujian.”

“Persis begitu. Omong-omong, sampai jumpa nanti.”

“Uh huh. Sampai jumpa besok.”

Yuigahama mengucapkannya padaku selagi aku berdiri. Yukinoshita juga menambahkan ucapan “sampaikan salamku pada Komachi-san”. Aku melambaikan tanganku pada mereka dan meninggalkan ruangan klub. Di belakangku terdapat Yuigahama yang mulai membicarakan berbagai hal mengenai ujian Komachi.

Di dalam lorong tak bersuara yang disekat dengan satu pintu, suara tipis yang berbicara itu masih dapat terdengar. AKu dengan enggan meninggalkan tempat itu di belakangku serta juga suara-suara tersebut.


× × ×


3-2

Setelah aku meninggalkan bangunan sekolah, aku segera menuju ke pusat komunitas tersebut.

Aku mengunci sepedaku di tempat parkir sepeda. Setelah beberapa langkah, aku mengatur tasku yang tidak begitu berat itu pada bahuku.

Ketika aku berjalan menuju ke pintu masuk, terdapat suara langkah kaki yang mendekatiku dari belakang.

“Seeenpai!”

Bersama dengan suara itu adalah suatu hantaman ringan yang menghantam punggungku. Tapi bahkan tanpa berpaling ke belakang, aku tahu siapa itu. Hanya ada satu orang yang akan memanggilku senpai selain adik kecilku Komachi yang juga akan melakukan sesuatu seperti itu. Itu hanya mungkin Isshiki Iroha.

“Ya.”

Jawabku selagi aku berpaling ke belakang dan pemilik suara itu adalah Isshiki Iroha seperti yang bisa diduga. Isshiki menggembungkan pipinya dengan tidak senang selagi dia menatapku dengan pelan.

“Tidakkah reaksimu itu sedikit terlalu lemah…?”

“Maksudku, kamu hanya terlalu licik, mmkei…”

Lagipula, aku sudah terbiasa dengan ini karena Komachi…

“Oh ayooola', itu hanyalah diriku sedang bersikap jujur denganmu, duuuh.”

Isshiki menekan pipinya dengan satu tangan dan bertingkah malu. Sungguh, kamu tidak perlu bersusah payah melakukan semua itu dengan begitu liciknya… Ketika aku melihat ke arah tangan Isshiki, Isshiki sedang memegangi sebuah kantong plastik dengan makanan ringan dan botol pet[2] juga hari ini.

Aku mengulurkan tanganku tanpa berkata-kata menandakan padanya untuk menyerahkan itu padaku.

Isshiki memiliki tampang yang sedikit kaget disebabkan tanganku yang mendadak terulur, tapi setelah suatu kotekan, dia menyerahkan kantong plastiknya. Dia kemudian berbicara dengan menggoda.

“Dipikir lagi, aku rasa kamu sendiri juga bersikap cukup licik tadi, kamu tahuuu…”

“Oh ayooola', itu hanyalah diriku sedang bersikap jujur denganmu, duuuh.”

Bukankah itu mengerikan? Kemampuan onii-chanku berakhir diaktivasi secara otomatis. Jika ini membuatku sadar, itu akan menjadi begitu memalukannya sampai tanganku akan mulai berkeringat. Ah, aku sudah sadar akan hal itu sehingga sekarang tanganku tiba-tiba berkeringat.

Selagi kami membuat percakapan semacam itu, kami memasuki Ruangan Latihan yang sama seperti yang kami masuki semalam. Yang sudah berkumpul di dalam sana adalah semua orang dari SMA Kaihin Sogo dan SMA Sobu.

“Ah, Iroha-chan.”

“Terima kasih untuk kerja keraaasmu.”

Ketua OSIS Kaihin Sogo, Tamanawa, mengangkat tangannya dan memanggil Isshiki. Isshiki merespon padanya selagi dia menuju ke tempat duduk yang sama seperti yang didudukinya semalam. Aku mengikuti persis di belakangnya.

Kelihatannya kami adalah yang terakhir sampai. Semua orang bergegas dan memfokuskan perhatian mereka pada Tamanawa.

“Oke, mari kita mulai? Aku berharap untuk bisa bekerja sama dengan kalian semua.”

Setelah ucapannya, konferensinya dimulai.

Pertama-tama, Tamanawa mengecek notulen yang kami buat semalam. Dia menekan, menekan, dan menekan [3]Macbook Airnya. Dia terlihat seperti dia memiliki mata yang lelah saat dia menyernyitkan alisnya. Dia kemudian berbicara.

“Hmm, masih tinggal sedikit lagi yang perlu dipastikan, jadi mari kita lanjutkan diskusi semalam.”

Tidak, itu tidak sesederhana “tinggal sedikit lagi”. Aku tidak mengerti satu hhal pun yang didiskusikan dalam konferensi semalam. Karena itu, notulennya begitu konyolnya abstrak.

“Itu akan bagus jika kita bisa menuliskan beberapa notulen yang semestinya hari ini,” pikirku selagi aku memusatkan telingaku pada detail-detail konferensi itu.

Orang yang memulai konferensi itu adalah SMA Kaihin Sogo.

“Karena kita akan melakukan ini, itu akan bagus jika kita bisa membuatnya sedikit lebih menyolok.”

“Itu dia! Benar-benar itu dia. Maksudku, kita sudah pasti harus membuat sesuatu yang besar atau semacamnya.”

Aku memalingkan kepalaku pada suara yang terdengar familier itu dan Orimoto sedang mencondongkan dirinya ke depan, menyetujui ide tersebut. Ketika dia melakukannya, Tamanawa memasang ekspresi pelik selagi dia menatap pada Macbook Airnya.

“…Benar. aku rasa kita mungkin menyelesaikan terlalu banyak hal-hal berskala kecil.”

Eh? Sungguh? Kita begitu? Namun melihat sekilas pada notulennya dan satu-satunya hal yang bisa kulihat adalah sekumpulan pertimbangan strategis berPEMIKIRAN LOGIS?

Mungkinkah itu bahwa mereka memutuskan pada sesuatu tanpa kuketahui? Aku menjadi sedikit gelisah dan berbicara pada Isshiki yang berada di sampingku.

“Hei… Aku benar-benar tidak yakin apa yang sedang coba kalian lakukan di sini…”

“…Yah, itu karena tidak ada hal spesifik yang sudah diputuskan.”

Isshiki memiliki nada yang pasrah ketika dia menjawab dengan suara kecil.

Kalau untuk apa yang sudah diputuskan sekarang ini, hanya ada tanggal, lokasi, dan tujuannya.

Tanggalnya pada hari sebelum Natal. Lokasinya aula besar di dalam pusat komunitas ini. Tujuannya adalah untuk menyelenggarakan acara Natal yang menargetkan anak TK di taman kanak-kanak di dekat sana dan orang-orang tua yang pergi ke panti jompo sebegai sebuah bentuk aktivitas sukarela dengan tujuan membuat kontribusi wilayah dan pertukaran budaya.

Tapi detail-detail yang sangat penting masih belum diselesaikan.

Arah dari diskusinya sekarang ini seharusnya adalah konsep di balik detail-detailnya. Tapi, yah, itu sama sekali tidak terasa seperti itu.

Tamanawa memutuskan sebagian besar pendapat mereka dan menanyakan Isshiki.

“Dengan demikian, aku ingin memperbesar skala acara ini. Bagaimana kamu rasa?”

“Mmm. Mari kupikiiiiir.”

Ditanyai untuk pendapatnya, Isshiki membuat senyuman riang selagi dia bergugam dengan samar. Tamanawa terlihat merasakan hal yang sama selagi dia membalasnya dengan suatu senyuman.

Suatu helaan yang menyelip keluar dapat terdengar dari dekat sini. Ketika aku melihat menyamping, helaan itu berasal dari wakil ketua kami.

Setuju.

Tidak peduli betapa sepelenya tugas kami sebagai pembantunya itu, akan ada masalah jika lebih banyak pekerjaan lagi didesakkan pada kami. Ini adalah dimana kita seharusnya menolaknya dengan tegas.

“Isshiki, kita tidak punya cukup waktu dan tenaga untuk menambah skala acaranya.”

Itu tidak akan banyak gunanya jika seseorang sepertiku yang paling banyakpun dihitung sebagai jatah kerja satu orang yang mengatakannya. Niatanku adalah untuk membisikkannya pada Isshiki yang merupakan wakil kami untuk menyuruhnya mengatakannya saja.

Tapi Tamanawa kelihatannya mendengar itu.

“NO, NO. Bukan begitu.”

Tamanawa menambahkan gerakan tubuh dan tangan yang sangat berlebih-lebihan selagi dia berbicara dengan nada yang bukan hanya bisa kudengar, tapi juga bisa didengar semuanya.

“BRAINSTORMING itu, kamu tahu, dimana kamu tidak menolak pendapat seseorang. Karena tuntutan waktu dan kekurangan personil, kita tidak bisa memperbesarnya lebih jauh lagi. Kalau begitu, kita mau mencari tahu bagaimana kita bisa menangani hal tersebut. Dengan begitu, kita bisa dengan mudah memajukan diskusinya. Kita harus segera mendapatkan keputusan. Itulah kenapa pendapatmu itu tidak bagus.”

Be-benar… Begitulah yang kamu bilang, tapi namun barusan, kamu dengan segera menolak pendapatku…

Tamanawa menghadapku dengan senyuman seorang pria baik yang menyegarkan.

“Jadi mari berbicara tentang bagaimana kita bisa membuatnya menjadi mungkin!”

Jadi menambah skalanya itu sudah ditetapkan, huh…?

Tidak ada satu suarapun yang menyuarakan suatu bantahan terhadap saran Tamanawa. Dipikir lagi, berkat pidatonya tadi, tidak ada tempat lagi untuk perbedaan pendapat.

Setelah itu, konferensinya berubah menjadi sebuah diskusi akan bagaimana untuk melakukan pendekatan pada penambahan skala acara itu dan pertukaran pendapat yang berfokus pada pelaksanaan dari pendekatan tadi.

“Mungkin kita bisa entah bagaimana melibatkan KOMUNITAS wilayah itu.”

“Kalau begitu, kita sebaiknya melakukannya sehingga kita bisa mengubur CELAH antar-generasinya.”

Untuk sementara ini, aku sedang mencatat notulennya, tapi proposal-proposal yang membuatku heran apa aku harus mencatatnya atau tidak terus berlanjut.

“Bagaimana jika kita mencari SMA dekat sini untuk diikutkan ke dalamnya?”

Pendapat baru yang lain datang dari SMA Kaihin Sogo. Hei, hei, ada apa dengan tipe-tipe terlampau sadar ini (lol) yang begitu senang bekerja bersama-sama dengan orang laine?

Aku heran, mungkinkah mereka itu sedang menonton suatu mimpi dimana kesadaran mereka begitu tingginya sampai naik ke dimensi yang lebih tinggi dan sebagai hasilnya, mereka menjadi bagian dari Data Integration Thought Entity[4]?

Namun, tidak ada manfaatnya untuk menambahkan SMA lain. Bahkan sekarang kami sudah ada masalah mengurus diri kami sendiri. Menambah keluaran pendapat dari orang lain hanya akan membuatnya lebih sulit untuk terus memperhatikannya semua. Tidak diragukan lagi beban kerjanya juga akan meningkat. Aku harus mencegah hal itu dengan segala cara…

Tapi mengajukan suatu keberatan saja akan ditolak. Apa yang harus kulakukan untuk mencegah itu terjadi?

…Tidak ada pilihan kalau begitu. Cara satu-satunya untuk memberi sebuah pendapat keberatan adalah untuk mengatakannya dengan cara yang bertele-tele yang sesuai dengan peraturan mereka. Jika demikian, maka pastilah itu akan sulit untuk menyuruh Isshiki mengatakannya karena itu akan terlalu panjang.

“Ini hanya IDE TERLINTAS, tapi sebagai BALASAN pada saran barusan, aku rasa itu akan lebih baik untuk mengharapkan efek SINERGI terbaik dari dua sekolah yang membentuk hubungan dan koordinasi yang erat saja, tapi bagaimana kamu rasa?”

Dengan ini, aku bisa menanyakannya bagaimana pendapatnya akan hal ini selagi mencampurkan beberapa lingo katakana di dalamnya. Suatu keributan muncul ketika seseorang yang tak terduga tiba-tiba berbicara. Dari arah diagonal dariku terdapat Orimoto yang menatapku dengan kosong.

Tapi orang yang sedang kuhadapi hanyalah satu orang.

Seperti yang kuduga, si pecinta lingo katakana Tamanawa terpancing.

“…Begitu ya. Kalau begitu, lebih baik itu tidak dengan SMA lain. Seperti dengan suatu universitas atau semacamnya.”

Tidak baaaaagus, huh? Sialan. Kalau begitu terus, itu akan menyusahkan untuk mencoba mengambil alih KONTROL situasinya. Aku harus terus menekannya di sini.

“Tidak, tunggu. Jika demikian, kita tidak akan bisa mengambil INISIATIFnya. Meskipun kita bisa mendapatkan SPONSOR dan suatu KONSENSUS, kita masih memerlukan suatu HUBUNGAN REKAN dimana kta bisa memiliki MANIFESTO JELAS yang akan mengizinkan kita untuk membuat SARAN yang transparan…”

“Senpai, apa-apaan yang sedang kamu katakan…?”

Isshiki memasnag tampang terperanjat. Yah, aku sendiri juga tidak tahu apa yang sedang aku katakan. MANIFESTO juga itu sepenuhnya asal tadi. Tapi sekarang ini, itu adalah satu-satunya cara untuk mengatakannya.

Walaupun aku mengatakannya karena putus asa, berkat persentase penggunaan lingo katakana yang tinggi dalam kalimatku, Tamanawa mengangguk-angguk kepalanya.

“Benar. Kalau begitu…”

Bagus, bagus, kelihatannya Tamanawa sudah akan teryakinkan kali ini kira-kira. Apa kalian tahu? Orang ini adalah tipe orang yang mendengarkan setelah kamu berbicara padanya. Dia orang yang lumayan baik. Apa aku berakhir menghancurkan argumennya lagi? Aku ingin merasakan kekalahan.[5]

Pada saat aku memikirkan itu, Tamanawa mengacungkan jari telunjuknya.

“Kalau begitu, bagaimana dengan sekolah SD di dekat sini? Kita mungkin bisa menambah penonton yang lain selagi kita para murid SMA.”

“…Huh?”

Apa yang sedang dikatakan orang ini…? Tidak mampu merespon pada proposalnya yang tiba-tiba, Tamanawa menambahkan pendapat lain. Kelihatannya dia benar-benar tertarik dengan proposalnya.

“Hmm, sesuatu seperti GAMEDUCATION? Dengan melakukannya seperti itu, kita bisa membuatnya menyenangkan untuk bekerja dan kita bisa mendapatkan bantuan dari murid SD di wilayah ini.”

“Itu SAMA-SAMA SENANG, huh?”

Seseorang dari SMA Kaihin Sogo setuju dengan ide tersebut. Ketika orang itu melakukannya, Orimoto menepuk tangannya dan menunjuk.

“SAMA-SAMA SENANG, Itu dia!”

Apa “itu”nya…?

Tidak hanya Orimoto saja, tapi yang lain juga setuju. Tamanawa mengangguk dengan yakin dan mulai memimpin seakan masalahnya sudah selesai.

“Pihak kami akan menangani JANJI BERTEMU dan NEGOSIASI dengan SD itu. Setelah itu, aku ingin meminta anggota dari SMA Sobu untuk menangani sisanya.”

Dia tersenyum selagi dia mengatakan itu pada Isshiki.

Tapi Isshiki memiliki sikap yang ambigu selagi dia menjawab “hmm”, tidak memberi jawaban ya atau tidak yang jelas. Dari awalpun, Isshiki berada pada pihak yang tidak memiliki motivasi untuk bekerja. Dia mungkin memiliki kesan yang negatif terhadap ide mendapat beban kerjanya meningkat. Itu kemungkinan berkaitan dengan keraguannya.

“Bagaimana?”

Tapi Tamanawa terus menekannya.

“…Oke, Aku mengertiii.”

Kemudian dengan senyuman riang dan menyegarkan yang tiba-tiba, Isshiki menjawab.

Yah, tidak banyak yang bisa dia lakukan. Bagi Isshiki, orang yang sedang dihadapinya adalah seorang laki-laki yang lebih tua darinya dan juga ketua OSIS dari sekolah lain. Itu bukanlah sesuatu yang bisa dengan mudah ditolaknya. Kemungkinan bahwa ini adalah bentuk dimana pendapat pihak mereka dipaksakan pada mereka.

Dengan ini, beban kerja kami yang meningkat sudah ditetapkan.

Suatu helaan dari wakil ketua dapat terdengar lagi. Aku juga ingin menghela. Hanya helaan saja dari tadi!

Tapi hanya diberikan lebih banyak pekerjaan saja cukup menjengkekan.

Meskipun itu satu atau dua pekerjaan tidak berarti, kami harus bertaruh pada kemungkinan bahwa kita bisa memperkecil jumlah pekerjaannya. Jika itu supaya tidak perlu bekerja, maka aku tidak membenci jumlah upaya yang dibutuhkan untuk mencapainya…

“Hei, apa ini sesuatu yang bisa cukup kita pastikan sendiri?”

“Itu sebaliknya, bukankah itu akan berarti sesuatu jika kita bisa memasukkan INISIATIF kita ke dalam tindakan kita?”

Tamanawa menjawab pertanyaanku selagi dia menyisir rambut di depan dahinya. Berbicara dengan orang ini benar-benar membuat kepalaku sakit… Aku menyernyitkan alisku selagi aku berkata.

“Bukan itu apa yang aku maksud… Bahkan jika kita meminta anak SD untuk membantu, itu juga berarti kita perlu meminta wali mereka untuk berpartisipasi juga. Untuk hal itu, kita akan mendapat masalah mengenai KAPASITAS aulanya.”

Pusat komunitasnya sudah ditentukan sebagai tempat bertemu pada tahap awal rencana ini. Itu adalah sesuatu yang tidak bisa diubah. Jika demikian, maka ada batasan maksimum akan berapa banyak orang yang bisa berpartisipasi dalam acara ini. Kamu tidak bisa berkeliling mengajak seseorang atau entah siapa sesuka hatimu saja.

Ketika aku menjelaskannya, Isshiki mengangguk.

“Aah, itu benar. Kita toh masih tidak tahu berapa banyak orang dari taman kanak-kanak dan panti jomponya yang akan datang…”

Itu belum ditentukan…? Aku merasa ada banyak hal lain yang harus dilakukan sebelum berpikir memperbesar skalanya, tapi meskipun begitu, Tamanawa tidak mau menyerah. Dia mempertimbangkan pendapat kami dan menguatkan pendapatnya sendiri.

“Hmm, kalau begitu, itu berarti kita harus menentukannya. Juga, itu akan lebih baik jika kita menghubungi mereka terlbih dulu. Setelah itu, kita akan memastikan jumlah anak SD yang ikut dan menghubungi mereka.”

Untuk sekarang, apa yang akan kita lakukan sudah diputuskan.

SMA Sobu dan SMA Kaihin Sogo akan mengecek dengan taman kanak-kanaknya dan panti jomponya masing-masing. Setelah itu, kita akan mengeceknya dengan SDnya.

Yah, itu tidak ada yang bisa dilakukan… Kami berhasil menetapkan suatu batasan pada jumlah pesertanya. Aku paling tidak seharusnya lega bahwa aku tidak harus berurusan dengan jumlah orang yang tiada akhir.

Itu benar, Hachiman! Tidak peduli kapanpun, kamu harus mencari hal-hal positifnya!

Konferensinya, yang dimulai sebagai suatu diskusi, berakhir dan kita semua segera mengerjakan pekerjaan kami yang sudah ditentukan.

“Um, jadi apa yang harus kita lakukan?”

Isshiki mengumpulkan anggota OSIS dan aku dan memulai.

“Kita juga ada pekerjaan lain jadi aku ingin menentukan siapa sebaiknya yang pergi ke taman kanak-kanaknya dan siapa yang seharusnya mengerjakan notulennya atau semacamnya…”

Fumu. Yah, karena itu hanya untuk memastikan informasinya, maka tidak perlu semua orang untuk pergi sekaligus. Jumlah orang yang sebaiknya pergi seharusnya sekecil mungkin. Masalah akan siapa yang pergi… Jujur saja, ini benar-benar bukan sesuatu yang perlu didiskusikan.

Sebelum aku baru akan mengatakan sesuatu mengenai itu, si wakil ketua berbicara dengan enggan.

“Aku rasa akan lebih baik jika ketua menangani negosiasinya…”

“Ah, aah, ya, begitu. Aku rasa begitu…”

Ketika dia mengatakan itu, bahu Isshiki jatuh. Yah, wakil kita yang pergi merupakan keputusan yang tepat di sini. Apa yang seharusnya Isshiki lakukan sekarang ini bukanlah memutuskan siapa yang akan pergi, tapi membagi pekerjaan kepada anggota staf yang tersisa.

Wakil ketuanya sepertinya memikirkan hal yang sama selagi dia menambahkan sambil menahan dirinya.

“Ya… Tidak, tidak hanya terbatas pada hal ini saja. Ada berbagai hal lain juga, kurasa.”

“Haa… Aku rasa begituuu.”

Si wakil ketua menghela melihat tingkah laku Isshiki.

–Aah, jadi helaannya selama konferensi itu ini, huh?

Tidak sepertiku, si wakil ketua tidak geram mengenai penambahan beban kerjanya.

Alasan utamanya ada berhubungan dengan Isshiki.

Begitu ya… Itu benar-benar terasa seperti seorang subkontraktor dalam artian terburuk kata tersebut.

Anggota OSIS SMA Sobu termasuk wakil ketuanya meminta dari Isshiki untuk bersikap seperti seorang ketua OSIS.

Tapi orang tersebut, Isshiki, sedang bersikap pengertian terhadap ketua OSIS yang lain yang juga mendesakkan pendapatnya pada dia dari awal sampai akhir. Ditambah lagi, dia sebagai seorang anak kelas sepuluh juga berkontribusi pada pihak SMA Sobu bersikap segan juga.

Dari sudut pandang anggota kami, mereka mungkin tidak begitu memperdulikannya sebab mereka hanya ingin mendapat pekerjaan untuk dilakukan.

Yah, itu ada dalam S a g a[6] seseorang untuk memikirkan sesuatu setelah mereka dibilang untuk tidak usah memperdulikannya. Untuk sekarang, mereka harus bekerja dengan keadaannya mereka sekarang ini dengan perasaan ada jarak yang aneh ini.

Tapi selama aku adalah alasan untuk membuat Isshiki menjadi ketua, aku juga menanggung sejumlah tanggung jawab itu juga. Aku harus memastikan bahwa aku menyokongnya dengan semestinya selama acara ini.

“Isshiki, Aku juga akan pergi denganmu ke taman kanak-kanaknya. Sementara itu, kita bisa menyerahkan sisa pekerjaannya pada yang lain.”

Aku melemparkan pandangan pada si wakil ketuanya untuk menanyakan apa ini cukup bagus dan dia mengangguk. Isshiki yang melihat percakapan kami terlihat sedikit lega selagi dia membuat ekspresi yang lebih lembut.

“Ya. Kalau begitu kita akan melakukannya seperti itu. Oke, aku akan pergi menelepon sejenak.”

Ketika dia mengatakan itu, Isshiki menekan ponselnya dan menelepon. Meskipun itu untuk sesuatu sesederhana hanya untuk memastikan, tiba-tiba menerobos ke tempat mereka bukanlah sesuatu yang bisa kita lakukan. Itu perlu untuk membuat JANJI BERTEMU sebelumnya.

Selagi aku menunggu telepon itu untuk berakhir, aku berdiri di sana termenung-menung memikirkan berapa banyak waktu senggang yang kumiliki dan dari sudut mataku terdapat suatu wajah yang familier mendekatiku.

Orimoto mengangkat tangannya dan berbicara padaku.

“Hikigaya, apa kamu masuk ke OSIS waktu SMP?”

“Tidak, tidak sama sekali.”

Kita berada pada SMP yang sama dan dia tidak tahu itu? Tapi ketika aku memikirkannya dengan lebih cermat, aku juga tidak bisa mengingat satu orang pun dari OSIS waktu itu. Tapi di sisi lain, untuk tidak bisa mengingat mereka berarti mereka bukanlah bagian dari traumaku, jadi mereka mungkin orang-orang baik. Melupakan orang-orang baik itu membuatku terasa agak bersalah..

Orimoto mencari-cari pada memori Orimotonya. Dia mengangguk.

“Aku tahu itu. Tapi kamu terlihat agak terbiasa dengan itu?”

“Tidak benar-benar begitu.”

Walaupun aku mengatakan itu, aku sudah mengumpulkan sejumlah pengalaman karena aku terlibat dengan Festival Budaya dan Festival Olahraga akhir-akhir ini. Dibandingkan sebelumnya, aku sudah mendapat sedikit toleransi terhadap jenis pekerjaan seperti ini.

“Omong-omong, kenapa kamu ikut membantu?”

“Yah, aku dimintai.”

“Uh huuuh…”

Orimoto berhenti sejenak sebagai balasan akan penjelasanku. Tatapannya padaku membuat aku sedikit tidak nyaman. Aku menggeliatkan badanku dengan suatu cara supaya bisa keluar dari pandangannya dan dia menanyakanku sesuatu yang begitu mengejutkan.

“Apa kamu putus dengan pacarmu?”

“Haa?”

Apa yang sedang dia katakan…? Ketika aku bertanya balik tidak memahami apa yang dia maksud, Orimoto melihat ke arah Isshiki yang sedang menelepon sedikit agak jauh dari sini.

“Oh, Aku hanya berpikir kamu mengincar Iroha-chan karena itu.”

Sekali lagi, apa yang sedang dikatakannya…? Memang, wajah Isshiki itu imut, tapi aku toh bukan orang yang bisa menanganinya. Dari awalpun, aku juga tidak merasa dia adalah tipe orang yang akan mencoba melakukan sesuatu.

“Tidak… Lagipula, aku tidak pernah punya pacar jadi aku tidak pernah putus dengan siapapun.”

Kenapa aku harus mengatakan hal ini pada gadis yang kunyatakan cintaku dahulu kala? Apa itu ya? Suatu cara membully yang melampaui rana waktu…? Dan juga, aku mencintai diriku yang bisa dengan jujur menjawab pertanyaan ini. Jika ini adalah suatu dongeng rakyat Jepang, maka aku pasti menjadi pemenangnya. Ah, tidak bagus, aku tidak punya anjing. Aku juga tidak punya rumput laut. Bukanlah rumput laut itu cerita yang lain?

Orimoto mengedip sebagai balasannya.

“Oh begitu ya… Aku pikir sudah pasti kamu sedang mengencani salah satu gadis itu juga.”

Gadis mana yang sedang kamu bicarakan…? Aku menanyakannya dengan satu tatapan dan melihat itu, Orimoto memutar jari telunjuk yang diacungkannya dan menambahkan.

“Ingat? Mereka yang ketika pergi keluar saat itu.”

Hanya ada satu saat ketika Orimoto dan aku pergi keluar. Meski begitu, Hayama dan teman Orimoto juga ada dan itu tidak hanya kami berdua saja. Jika aku harus mengatakannya dengan lebih akurat lagi, maka aku itu hanyalah orang tambahan sehingga jumlah orangnya bisa pas.

Pada saat itu, sesuai dengan rencana Hayama, kami bertemu dengan dua gadis. Mereka adalah Yukinoshita dan Yuigahama.

Gadis yang dibicarakan Orimoto tidak diragukan lagi mereka berdua.

“Mereka… hanyalah masuk ke klub yang sama denganku.”

Kata-kata yang dengan akurat menjelaskan hubungan kami hanya tidak mau keluar. Aku ingin mengatakan kebenarannya secara terang terangan, tapi aku tidak yakin apa itu juga benar. Persisnya berapa banyak artian dalam kata-kata “dalam klub yang sama” yang kumengerti? Persis selagi aku sedang akan merenungi pemikiran mengenai itu, Orimoto menghentikanku dengan suatu seruan “heeeh” dengan suara yang bodoh.

“Jadi kamu masuk dalam klub. Klub mana?”

“…Klub Servis.”

Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya, tapi itu akan anehnya bermasalah jika percakapannya menghadap ke arah suatu kebohongan. Ketika aku menyatakannya dengan jujur, Orimoto mendengus.

“Apa-apaan itu? Aku sepenuhnya tidak paham! Itu super kocak.”

“Tidak, itu tidak kocak…”

Orimoto memegangi perutnya dan meledak tertawa terbahak-bahak. Yah, itu sudah pasti suatu klub yang tidak bisa dipahami. Tapi itu sama sekali tidak kocak.

Sungguh, aku sama sekali tidak bisa tertawa.


× × ×


Catatan Translasi

<references>

  1. Reality Marble
  2. botol plastik
  3. ka-cha-ka-cha-ka-cha
  4. The Melancholy of Suzumiya Haruhi
  5. Kutipan dari kalimat diucapkan Umehara Daigo dalam suatu interview karena dia menang cukup sering yang kemudian akhirnya menjadi meem 2chan(?).
  6. tidak yakin maksudnya apa. Tapi itu berarti sifat, watak