Hakomari (Indonesia):Jilid 1 Ke-27753 kali: Difference between revisions

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
Bakayarou (talk | contribs)
Masih sekitar 40%
 
Bakayarou (talk | contribs)
No edit summary
Line 3: Line 3:
Karena Aku mimisan, Aku tidur di pangkuan Mogi-san.
Karena Aku mimisan, Aku tidur di pangkuan Mogi-san.


Kemudian Aku mulai memikirkan tentang perasaannya untuk membolehkanku tidur di pangkuannya. Apa mungkin dia mencoba, meski sedikit, untuk menarik perhatianku?
Kemudian Aku mulai memikirkan tentang perasaannya untuk  


Aku tidak mempunyai ide apapun; ekspresinya tetap saja datar ketika aku memandangnya.
membolehkanku tidur di pangkuannya. Apa mungkin dia mencoba,
 
meski sedikit, untuk menarik perhatianku?
 
Aku tidak mempunyai ide apapun; ekspresinya tetap saja datar  
 
ketika aku memandangnya.


“…Mogi-san”
“…Mogi-san”
Line 15: Line 21:
“Eh?”
“Eh?”


Mogi-san memiringkan kepalanya. Tetapi jawaban dia sepertinya tidak akan keluar. Satu-satunya reaksi atas pertanyaan yang kuajukan adalah wajah yang kebingungan.
Mogi-san memiringkan kepalanya. Tetapi jawaban dia sepertinya  


Hal itu membuatku berpikir. Kalau merasakan perasaan pasangan saja sangat sulit, apa cinta bisa berjalan mulus?
tidak akan keluar. Satu-satunya reaksi atas pertanyaan yang


Kenapa aku bisa jatuh cinta dengan gadis yang sulit?
kuajukan adalah wajah yang kebingungan.


Lagipula — sejak kapan aku jatuh cinta?
Hal itu membuatku berpikir. Kalau merasakan perasaan pasangan
 
saja sangat sulit, apa cinta bisa berjalan mulus?
 
Kenapa Aku bisa jatuh cinta dengan gadis yang sulit?
 
Lagipula — sejak kapan Aku jatuh cinta?


Aku mencoba mengingat.
Aku mencoba mengingat.
Line 33: Line 45:
“T-tidak…Tidak ada!”
“T-tidak…Tidak ada!”


Wajahku mungkin tidak mengatakan ‘tidak ada’. Mogi-san tahu hal itu. Tap karena dia tidak punya kemampuan untuk menanyaiku tentang hal itu, dia tetap diam tanpa melakukan apapun.
Wajahku mungkin tidak mengatakan ‘tidak ada’. Mogi-san tahu  
 
hal itu. Tap karena dia tidak punya kemampuan untuk menanyaiku  
 
tentang hal itu, dia tetap diam tanpa melakukan apapun.


Aku berdiri tanpa memberitahu Mogi-san.
Aku berdiri tanpa memberitahu Mogi-san.
Line 43: Line 59:
Pembicaraan kami terhenti dengan kata-kata datar.
Pembicaraan kami terhenti dengan kata-kata datar.


Kenapa Aku rela meninggalkan situasi yang nyaman ini? Kenyamanan ini mungkin tidak datang dua kali.
Kenapa Aku rela meninggalkan situasi yang nyaman ini?  
 
Kenyamanan ini mungkin tidak datang dua kali.


Tapi—itu tidak mungkin.
Tapi—itu tidak mungkin.


Kau lihat, berapa kalipun kucoba—<u>Aku tetap tidak bisa mengingatnya</u>.
Kau lihat, berapa kalipun kucoba—<u>Aku tetap tidak bisa  
 
mengingatnya</u>.
 
Aku tidak bisa mengingatnya. Aku tidak bisa mengingatnya. Aku
 
tidak bisa mengingatnya!…Aku tidak bisa mengingat kapan Aku
 
jatuh cinta padanya!
 
Kenapa aku jatuh cinta? Apa pemicunya? Atau Aku memang
 
tertarik dengan dia tanpa kusadari, bahkan tanpa ada kejadian
 
spesial apapun?
 
Aku seharusnya tahu; Tidak mungkin aku melupakannya, tapi…Aku
 
tidak bisa mengingatnya, berapa kalipun kucoba.


Aku tidak bisa mengingatnya. Aku tidak bisa mengingatnya. Aku tidak bisa mengingatnya!…Aku tidak bisa mengingat kapan Aku jatuh cinta padanya!
Itu bukanlah cinta pada pandangan pertama. Kecuali karena


Kenapa aku jatuh cinta? Apa pemicunya? Atau aku memang tertarik dengan dia tanpa kusadari, bahkan tanpa ada kejadian spesial apapun?
fakta bahwa kami sekelas, kami hampir tidak punya hubungan


Aku seharusnya tahu; Tidak mungkin aku melupakannya, tapi…Aku tidak bisa mengingatnya, berapa kalipun kucoba.
apa-apa.


Itu bukanlah cinta pada pandangan pertama. Kecuali karena fakta bahwa kami sekelas, kami hampir tidak punya hubungan apa-apa.
Tetap saja, kenapa ya? Jangan-jangan kau bilang kalau ini


Tetap saja, kenapa ya? Jangan-jangan kau bilang kalau ini adalah cinta yang tiba-tiba—
adalah cinta yang tiba-tiba—


“—Tidak mungkin…”
“—Tidak mungkin…”


Meski sulit untuk dipercaya, cuma itu alasan yang bisa kupikirkan. <u>benar-benar cinta yang tiba-tiba</u>.
Meski sulit untuk dipercaya, cuma itu alasan yang bisa  


“Ada apa? Apa kau baik-baik saja?…Perlukah kita pergi ke ruang UKS?”
kupikirkan. <u>benar-benar cinta yang tiba-tiba</u>.


Mogi-san memberi saran dengan suara kalemnya. Aku tentu saja senang dia mengkhawatirkanku. Hanya bahagia. Perasaan ini tidaklah bohong.
“Ada apa? Apa kau baik-baik saja?…Perlukah kita pergi ke ruang
 
UKS?”
 
Mogi-san memberi saran dengan suara kalemnya. Aku tentu saja  
 
senang dia mengkhawatirkanku. Hanya bahagia. Perasaan ini  
 
tidaklah bohong.


“…Aku baik-baik saja. Aku cuma sedang memikirkan sesuatu.”
“…Aku baik-baik saja. Aku cuma sedang memikirkan sesuatu.”


Aku berulangkali bertanya pada diriku apakah ini bukanlah suatu kesalahan. Tapi semakin aku menimbangnya, semakin terlihat kebenarannya bagiku.
Aku berulangkali bertanya pada diriku apakah ini bukanlah  
 
suatu kesalahan. Tapi semakin Aku menimbangnya, semakin  
 
terlihat kebenarannya bagiku.


Aku belum tertarik pada Mogi-san.
Aku belum tertarik pada Mogi-san.
Line 79: Line 127:
“—Ah, begitu rupanya.”
“—Ah, begitu rupanya.”


Aku memandang si murid pindahan yang sedang berdiri di tengah-tengah lapangan — Aya Otonashi.
Aku memandang si murid pindahan yang sedang berdiri di  
 
tengah-tengah lapangan — Aya Otonashi.


Sejak kapan ada kejadian yang membuatku tertarik dengan Mogi-san? —ah, itu mudah. Bukan kemarin. Tapi hari ini Aku sudah jatuh cinta. Jadi kapan?
Sejak kapan ada kejadian yang membuatku tertarik dengan Mogi-
 
san? —ah, itu mudah. Bukan kemarin. Tapi hari ini Aku sudah  
 
jatuh cinta. Jadi kapan?


Hal itu cuma bisa terjadi—antara kemarin dan hari ini.
Hal itu cuma bisa terjadi—antara kemarin dan hari ini.


<u>Hanya selama lebih dari 20.000 kali pengulangan yang terjadi karena ‘Rejecting Classroom’</u>.
<u>Hanya selama lebih dari 20.000 kali pengulangan yang  
 
terjadi karena ‘Rejecting Classroom’</u>.
 
Ah, Aku ingat. Cuma pecahan saja, tetapi aku mungkin
 
mengingatnya lebih dari biasanya. Tetap saja, itu cuma pecahan
 
saja, jadi ingatanku banyak yang terlupakan.
 
Aku sudah melupakan hal yang paling penting untukku —
 
bagaimana Aku bisa jatuh cinta dengan Mogi-san. Dan pastinya
 
Aku tidak akan mendapatkannya kembali. Aku tidak bisa
 
membaginya dengan Mogi-san. Cinta sebelah tangan yang tidak


Ah, aku ingat. Cuma pecahan saja, tetapi aku mungkin mengingatnya lebih dari biasanya. Tetap saja, itu cuma pecahan saja, jadi ingatanku banyak yang terlupakan.
bisa kuapa-apakan, tak peduli lamanya waktu berjalan; hanya


Aku sudah melupakan hal yang paling penting untukku — bagaimana aku bisa jatuh cinta dengan Mogi-san. Dan pastinya aku tidak akan mendapatkannya kembali. Aku tidak bisa membaginya dengan Mogi-san. Cinta sebelah tangan yang tidak bisa kuapa-apakan, tak peduli lamanya waktu berjalan; hanya perasaanku yang akan semakin kuat.
perasaanku yang akan semakin kuat.


Tidak, mungkin lebih dari itu. Cinta ini mungkin menghilang segera setelah ‘Rejecting Classroom’ berakhir. Maksudku, cinta ini seharusnya tidak pernah ada tanpa adanya ‘Rejecting Classroom’.
Tidak, mungkin lebih dari itu. Cinta ini mungkin menghilang  


Ini aneh. Sesuatu seperti ini sangatlah aneh. Tidak ada keraguan dalam cinta ini.
segera setelah ‘Rejecting Classroom’ berakhir. Maksudku, cinta  


Tapi tetap saja cinta ini adalah kepura-puraan yang seharusnya tidak ada?
ini seharusnya tidak pernah ada tanpa adanya ‘Rejecting


Angin yang tiba-tiba berhembus sebelum pelajaran berakhir. Hal itu mengangkat rok Mogi-san. Kenapa ya? Tapi aku punya sedikit perasaan kalau aku sudah mengetahui celana dalam berwarna biru muda itu.
Classroom’.
 
Ini aneh. Sesuatu seperti ini sangatlah aneh. Tidak ada
 
keraguan dalam cinta ini.
 
Tapi tetap saja cinta ini adalah kepura-puraan yang seharusnya
 
tidak ada?
 
Angin yang tiba-tiba berhembus sebelum pelajaran berakhir. Hal  
 
itu mengangkat rok Mogi-san. Kenapa ya? Tapi Aku sedikit
 
merasa kalau Aku sudah mengetahui celana dalam berwarna biru  
 
muda itu.


Tidak, Aku memang tahu itu.
Tidak, Aku memang tahu itu.


Fakta bahwa Mogi-san mengenakan celana dalam biru muda hari ini.
Fakta bahwa Mogi-san mengenakan celana dalam biru muda hari  


Dan fakta bahwa Aya Otonashi mengorbankan Kasumi Mogi lebih dari siapapun untuk mengambil kembali ingataannya.
ini.


Dan fakta bahwa Aya Otonashi mengorbankan Kasumi Mogi lebih


dari siapapun untuk mengambil kembali ingatannya.


Karena itu aku memutuskan.
 
 
Karena itu Aku memutuskan.


Untuk mempertahankan ‘Rejecting Classroom’ ini.
Untuk mempertahankan ‘Rejecting Classroom’ ini.
Line 117: Line 207:
Kali ini Aya Otonashi tidak mendatangiku.
Kali ini Aya Otonashi tidak mendatangiku.


Tidak, kupikir sama saja dengan waktu sebelumnya. Aku hanya mengingatnya sedikit, tapi sudah seperti ini sampai sekarang.
Tidak, kupikir sama saja dengan waktu sebelumnya. Aku hanya  
 
mengingatnya sedikit, tapi sudah seperti ini sampai sekarang.
 
Selama jam makan siang, Aya Otonashi sendirian, mengunyah
 
rotinya dengan bosan.
 
Kali ini Akulah yang mendatanginya.
 
Hnaya melakukannya saja, tubuhku menegang dan detak jantungku


Selama jam makan siang, Aya Otonashi sendirian, mengunyah rotinya dengan bosan.
meningkat. Penolakan Otonashi-san terhadap yang lain sudah


Kali ini akulah yang mendatanginya.
membuat dinding besar, cukup untuk menambahkan tekanan


Hnaya melakukannya saja, tubuhku menegang dan detak jantungku meningkat. Penolakan Otonashi-san terhadap yang lain sudah membuat dinding besar, cukup untuk sendirian menambahkan tekanan.
sendirian.


“…Otonashi-san.”
“…Otonashi-san.”


Aku mempersiapkan diriku dan memanggil namanya. Tetapi, Otonashi-san bahkan tidak menoleh. Tapi seharusnya tidak mungkin dia tidak mendengarnya dari jarak seperti ini, jadi aku terus melanjutkan perkataanku tanpa peduli.
Aku mempersiapkan diriku dan memanggil namanya. Tetapi,  
 
Otonashi-san bahkan tidak menoleh. Tapi seharusnya tidak  
 
mungkin dia tidak mendengarnya dari jarak seperti ini, jadi  
 
Aku terus melanjutkan perkataanku tanpa peduli.


“Aku punya sesuatu untuk dibicarakan.”
“Aku punya sesuatu untuk dibicarakan.”
Line 137: Line 243:
“Otonashi-san.”
“Otonashi-san.”


Tidak ada reaksi. Dia terus mengunyah rotinya dengan setengah hati.
Tidak ada reaksi. Dia terus mengunyah rotinya dengan setengah  


Dia sepertinya berencana tidak mempedulikan apapun yang aku katakan. Kalau begitu aku cukup membuat dia tidak bisa mengindahkanku.
hati.


Hal itu langsung terlintas didalam pikiranku ketika aku memikirkannya.
Dia sepertinya berencana tidak mempedulikan apapun yang Aku
 
katakan. Kalau begitu Aku cukup membuat dia tidak bisa
 
mengindahkanku.
 
Hal itu langsung terlintas didalam pikiranku ketika Aku
 
memikirkannya.


“…Maria.”
“…Maria.”
Line 149: Line 263:
“Ada yang ingin kubicarakan.”
“Ada yang ingin kubicarakan.”


Meski begitu dia bahkan tidak melirik kearahku. Dia juga tidak mengatakan apapun.
Meski begitu dia bahkan tidak melirik kearahku. Dia juga tidak  
 
mengatakan apapun.
 
Ruang kelas benar-benar sunyi. Teman-teman sekelasku hanya


Ruang kelas benar-benar sunyi. Teman-teman sekelasku hanya melihat kami sambil menahan napas mereka.
melihat kami sambil menahan napas mereka.


Dan akhirnya Otonashi-san sudah kehilangan kesabaran dan menghela.
Dan akhirnya Otonashi-san sudah kehilangan kesabaran dan  


“Aku tidak pernah menyangka kau akan mengatakan nama itu. Sepertinya kau sudah mengingat banyak hal kali ini.”
menghela.
 
“Aku tidak pernah menyangka kau akan mengatakan nama itu.  
 
Sepertinya kau sudah mengingat banyak hal kali ini.”


“Yeah, karena itu—”
“Yeah, karena itu—”
Line 165: Line 287:
“Kenapa!”
“Kenapa!”


Pandangan teman-teman sekelasku fokus pada diriku ketika aku dengan refleks mulai berteriak.
Pandangan teman-teman sekelasku fokus pada diriku ketika Aku
 
dengan refleks mulai berteriak.
 
“Kenapa?! Apa aku ini bukanlah seseorang yang mesti kau
 
lakukan sesuatu padanya?! Jadi kenapa kau bahkan tidak mau


“Kenapa?! Apa aku ini bukanlah seseorang yang mesti kau lakukan sesuatu padanya?! Jadi kenapa kau bahkan tidak mau mencoba mendengarkanku!?”
mencoba mendengarkanku!?”


“Kenapa, kau tanya?”
“Kenapa, kau tanya?”
Line 173: Line 301:
Otonashi-san memicingkan matanya.
Otonashi-san memicingkan matanya.


“Kau benar-benar tidak tahu? Ha! Benar. Kau selalu bodoh, beraksi seperti ini. Kau tidak memikirkan dirimu sendiri. Kenapa aku harus bersama dengan orang seperti itu?”
“Kau benar-benar tidak tahu? Ha! Benar. Kau selalu bodoh,  
 
beraksi seperti ini. Kau tidak memikirkan dirimu sendiri.  
 
Kenapa aku harus bersama dengan orang seperti itu?”
 
“…well, kadang-kadang aku sendiri tidak tahu apa yang sudah


“…well, kadang-kadang aku sendiri tidak tahu apa yang sudah kulakukan.”
kulakukan.”


“Kadang-kadang? Payah. Apa yang berbeda dengan keadaanmu saat ini, huh? Kau sama saja, ya kan?”
“Kadang-kadang? Payah. Apa yang berbeda dengan keadaanmu saat  


“Bagaimana kau bisa menyatakan hal itu? Mungkin aku akan memberimu bantuan. Kalau begitu—”
ini, huh? Kau sama saja, ya kan?”
 
“Bagaimana kau bisa menyatakan hal itu? Mungkin aku akan  
 
memberimu bantuan. Kalau begitu—”


“Tidak peduli.”
“Tidak peduli.”


Otonashi-san mengeluarkan kata-kata itu tanpa menungguku selesai berbicara.
Otonashi-san mengeluarkan kata-kata itu tanpa menungguku  


Aku baru akan memprotesnya secara refleks. Tetapi protesku terhapus oleh kata-kata Otonashi-san berikutnya.
selesai berbicara.


“Karena kau tidak hanya membuat proposal ini dua atu tiga kali saja.”
Aku baru akan memprotesnya secara refleks. Tetapi protesku
 
terhapus oleh kata-kata Otonashi-san berikutnya.
 
“Karena kau tidak membuat proposal ini hanya dua atau tiga  
 
kali saja.”


“Eh—?”
“Eh—?”


Aku sangat terkejut sehingga wajahku mungkin terlihat lucu. Sedikit membuka mulutnya, Otonashi-san menaruh rotinya yang sudah termakan setengah dan berbicara:
Aku sangat terkejut sehingga wajahku mungkin terlihat lucu.  


“Baiklah. Kali ini penuh dengan hal yang sia-sia. Ini bukan cuma kedua atau ketiga kalinya aku menjelaskannya, tapi akan aku katakan.”
Sedikit membuka mulutnya, Otonashi-san menaruh rotinya yang
 
sudah termakan setengah dan berbicara:
 
“Baiklah. Kali ini penuh dengan hal yang sia-sia. Ini bukan  
 
cuma kedua atau ketiga kalinya aku menjelaskannya, tapi akan  
 
aku katakan.”


Otonashi-san berdiri dan mulai berjalan menjauh.
Otonashi-san berdiri dan mulai berjalan menjauh.
Line 201: Line 353:


<p style="font-size:2em; text-align: center;">✵</p>
<p style="font-size:2em; text-align: center;">✵</p>
Seperti biasa dia mengajakku menuju ke belakang gedung
sekolah. Dan  Otonashi-san seperti biasa menyandarkan diri di
dinding.
“Saat ini aku akan mengatakannya sekarang. Aku tidak akan
berdialog denganmu. Kau hanya akan mendengarkan kata-kataku
seperti seorang idiot.”
“…Aku bisa memutuskannya sendiri.”
Aku mengatakannya supaya sedikit menentang, tetapi Otonashi-
san hanya melemparkan tatapan dinginnya kearahku.
“Hoshino, apa kau tahu sudah berapa kali saat ini? Tidak, kau
tidak tahu. Kali ini pengulangan ke 27.753 kali.”
Angka itu terlalu fantastis.
“…apa kau selalu menghitungnya dengan detil?”
“Yeah, karena tidak mungkin aku bisa mengetahui hal ini kalau
aku berhenti menghitung bahkan kalau hanya sekali saja. Kalau
aku lupa, aku akan kehilangan pandangan pendirianku. Karena
itu aku menghitung.”
Tentu saja, hal itu sedikit menenangkan kalau seseorang tahu
berapa banyak langkah yang sudah dilakukan menuju tujuan akhir
yang tidak diketahui.
“Aku sudah mengulangnya sampai saat ini. Aku sudah mencoba
hampir semua cara untuk mendekatimu. Aku sedang berada dalam
situasi ketika aku bahkan tidak lagi memikirkan cara yang
tidak pernah kucoba sebelumnya.”
“Karena itukah kau berpikir tidak ada gunanya berbicara
denganku?”
“Yeah.”
“Karena itu kau bahkan tidak mencoba mendesakku menyerahkan
‘box’ kepadamu?”
“Aku sudah menyerah pada hal itu sejak dulu sekali.”
“Kenapa? Entah dimana saat pengulangan berlangsung, disana
seharusnya ada aku yang bekerjasama.”
“Yeah, tentu saja. Ada saat kau memperlakukanku dengan
permusuhan, dan ada juga saat kau bekerjasama denganku. Tapi
kau tahu? Hal itu tidak berarti lagi. Kau tidak menyerahkan
‘box’ dengan dua cara tersebut.”
Aku tidak menyerahkan ‘box’ bahkan saat Aku bekerjasama?…tapi
yah, itu logis. Kalau Otonashi-san sudah mendapatkan ‘box’,
maka yang «sekarang» ini didalam ‘Rejecting Classroom’ tidak
akan ada.
“Hanya mengonfirmasi: kau yakin kalau aku mempunyai ‘box’,
benar?”
“Aku sudah berkali-kali meragukannya. Tetapi kesimpulannya
tetap sama. Kazuki Hoshino adalah, tanpa ragu, si ‘pemilik’.”
“Kenapa kau berpikir seperti itu?”
“Disana tidak terlalu banyak tersangka seperti yang kau
pikirkan. Penjelasannya terlalu panjang jadi aku akan
mempersingkatnya. Tidak mungkin untuk beberapa orang
mengelabuiku selama 27.753 kali. Karena itu, cuma kau yang
mungkin adalah si ‘pemilik’. Selain itu, tidak terhubung
dengan ‘Rejecting Classroom’, disitu secara tidak langsung ada
bukti yang tidak terbantahkan, ya kan?”
Seperti yang dia katakan. Aku sudah bertemu dengan penyalur
‘box’—“*”.
“Meski begitu, kau tidak melepaskan ‘box’ sama sekali. tentu
saja, kau tidak bisa. Aku sudah menandaimu sebagai si ‘pemilik
’ lebih dari 20.000 kali.”
“Jadi kau masih belum menyerah?”

Revision as of 08:14, 6 January 2012

Sepak bola saat jam olahraga.

Karena Aku mimisan, Aku tidur di pangkuan Mogi-san.

Kemudian Aku mulai memikirkan tentang perasaannya untuk

membolehkanku tidur di pangkuannya. Apa mungkin dia mencoba,

meski sedikit, untuk menarik perhatianku?

Aku tidak mempunyai ide apapun; ekspresinya tetap saja datar

ketika aku memandangnya.

“…Mogi-san”

“Ada apa?”

“Apa yang sedang kau pikirkan sekarang?”

“Eh?”

Mogi-san memiringkan kepalanya. Tetapi jawaban dia sepertinya

tidak akan keluar. Satu-satunya reaksi atas pertanyaan yang

kuajukan adalah wajah yang kebingungan.

Hal itu membuatku berpikir. Kalau merasakan perasaan pasangan

saja sangat sulit, apa cinta bisa berjalan mulus?

Kenapa Aku bisa jatuh cinta dengan gadis yang sulit?

Lagipula — sejak kapan Aku jatuh cinta?

Aku mencoba mengingat.

“…………Huh?”

“…Ada apa?”

Mogi-san bertanya saat Aku tiba-tiba mengeluarkan suara.

“T-tidak…Tidak ada!”

Wajahku mungkin tidak mengatakan ‘tidak ada’. Mogi-san tahu

hal itu. Tap karena dia tidak punya kemampuan untuk menanyaiku

tentang hal itu, dia tetap diam tanpa melakukan apapun.

Aku berdiri tanpa memberitahu Mogi-san.

“Ah, um…sepertinya mimisanku sudah berhenti.”

“…mh.”

Pembicaraan kami terhenti dengan kata-kata datar.

Kenapa Aku rela meninggalkan situasi yang nyaman ini?

Kenyamanan ini mungkin tidak datang dua kali.

Tapi—itu tidak mungkin.

Kau lihat, berapa kalipun kucoba—Aku tetap tidak bisa

mengingatnya.

Aku tidak bisa mengingatnya. Aku tidak bisa mengingatnya. Aku

tidak bisa mengingatnya!…Aku tidak bisa mengingat kapan Aku

jatuh cinta padanya!

Kenapa aku jatuh cinta? Apa pemicunya? Atau Aku memang

tertarik dengan dia tanpa kusadari, bahkan tanpa ada kejadian

spesial apapun?

Aku seharusnya tahu; Tidak mungkin aku melupakannya, tapi…Aku

tidak bisa mengingatnya, berapa kalipun kucoba.

Itu bukanlah cinta pada pandangan pertama. Kecuali karena

fakta bahwa kami sekelas, kami hampir tidak punya hubungan

apa-apa.

Tetap saja, kenapa ya? Jangan-jangan kau bilang kalau ini

adalah cinta yang tiba-tiba—

“—Tidak mungkin…”

Meski sulit untuk dipercaya, cuma itu alasan yang bisa

kupikirkan. benar-benar cinta yang tiba-tiba.

“Ada apa? Apa kau baik-baik saja?…Perlukah kita pergi ke ruang

UKS?”

Mogi-san memberi saran dengan suara kalemnya. Aku tentu saja

senang dia mengkhawatirkanku. Hanya bahagia. Perasaan ini

tidaklah bohong.

“…Aku baik-baik saja. Aku cuma sedang memikirkan sesuatu.”

Aku berulangkali bertanya pada diriku apakah ini bukanlah

suatu kesalahan. Tapi semakin Aku menimbangnya, semakin

terlihat kebenarannya bagiku.

Aku belum tertarik pada Mogi-san.

Sampai kapan? Benar—

Aku belum tertarik padanya sampai kemarin.

“—Ah, begitu rupanya.”

Aku memandang si murid pindahan yang sedang berdiri di

tengah-tengah lapangan — Aya Otonashi.

Sejak kapan ada kejadian yang membuatku tertarik dengan Mogi-

san? —ah, itu mudah. Bukan kemarin. Tapi hari ini Aku sudah

jatuh cinta. Jadi kapan?

Hal itu cuma bisa terjadi—antara kemarin dan hari ini.

Hanya selama lebih dari 20.000 kali pengulangan yang

terjadi karena ‘Rejecting Classroom’.

Ah, Aku ingat. Cuma pecahan saja, tetapi aku mungkin

mengingatnya lebih dari biasanya. Tetap saja, itu cuma pecahan

saja, jadi ingatanku banyak yang terlupakan.

Aku sudah melupakan hal yang paling penting untukku —

bagaimana Aku bisa jatuh cinta dengan Mogi-san. Dan pastinya

Aku tidak akan mendapatkannya kembali. Aku tidak bisa

membaginya dengan Mogi-san. Cinta sebelah tangan yang tidak

bisa kuapa-apakan, tak peduli lamanya waktu berjalan; hanya

perasaanku yang akan semakin kuat.

Tidak, mungkin lebih dari itu. Cinta ini mungkin menghilang

segera setelah ‘Rejecting Classroom’ berakhir. Maksudku, cinta

ini seharusnya tidak pernah ada tanpa adanya ‘Rejecting

Classroom’.

Ini aneh. Sesuatu seperti ini sangatlah aneh. Tidak ada

keraguan dalam cinta ini.

Tapi tetap saja cinta ini adalah kepura-puraan yang seharusnya

tidak ada?

Angin yang tiba-tiba berhembus sebelum pelajaran berakhir. Hal

itu mengangkat rok Mogi-san. Kenapa ya? Tapi Aku sedikit

merasa kalau Aku sudah mengetahui celana dalam berwarna biru

muda itu.

Tidak, Aku memang tahu itu.

Fakta bahwa Mogi-san mengenakan celana dalam biru muda hari

ini.

Dan fakta bahwa Aya Otonashi mengorbankan Kasumi Mogi lebih

dari siapapun untuk mengambil kembali ingatannya.


Karena itu Aku memutuskan.

Untuk mempertahankan ‘Rejecting Classroom’ ini.



Kali ini Aya Otonashi tidak mendatangiku.

Tidak, kupikir sama saja dengan waktu sebelumnya. Aku hanya

mengingatnya sedikit, tapi sudah seperti ini sampai sekarang.

Selama jam makan siang, Aya Otonashi sendirian, mengunyah

rotinya dengan bosan.

Kali ini Akulah yang mendatanginya.

Hnaya melakukannya saja, tubuhku menegang dan detak jantungku

meningkat. Penolakan Otonashi-san terhadap yang lain sudah

membuat dinding besar, cukup untuk menambahkan tekanan

sendirian.

“…Otonashi-san.”

Aku mempersiapkan diriku dan memanggil namanya. Tetapi,

Otonashi-san bahkan tidak menoleh. Tapi seharusnya tidak

mungkin dia tidak mendengarnya dari jarak seperti ini, jadi

Aku terus melanjutkan perkataanku tanpa peduli.

“Aku punya sesuatu untuk dibicarakan.”

“Aku tidak mau.”

Dia menolakku tanpa menggerakkan mata.

“Otonashi-san.”

Tidak ada reaksi. Dia terus mengunyah rotinya dengan setengah

hati.

Dia sepertinya berencana tidak mempedulikan apapun yang Aku

katakan. Kalau begitu Aku cukup membuat dia tidak bisa

mengindahkanku.

Hal itu langsung terlintas didalam pikiranku ketika Aku

memikirkannya.

“…Maria.”

Kunyahannya terhenti.

“Ada yang ingin kubicarakan.”

Meski begitu dia bahkan tidak melirik kearahku. Dia juga tidak

mengatakan apapun.

Ruang kelas benar-benar sunyi. Teman-teman sekelasku hanya

melihat kami sambil menahan napas mereka.

Dan akhirnya Otonashi-san sudah kehilangan kesabaran dan

menghela.

“Aku tidak pernah menyangka kau akan mengatakan nama itu.

Sepertinya kau sudah mengingat banyak hal kali ini.”

“Yeah, karena itu—”

“Karena itu, tidak ada yang bisa dibicarakan denganmu.”

Sekali lagi dia mulai mengunyah rotinya tanpa peduli.

“Kenapa!”

Pandangan teman-teman sekelasku fokus pada diriku ketika Aku

dengan refleks mulai berteriak.

“Kenapa?! Apa aku ini bukanlah seseorang yang mesti kau

lakukan sesuatu padanya?! Jadi kenapa kau bahkan tidak mau

mencoba mendengarkanku!?”

“Kenapa, kau tanya?”

Otonashi-san memicingkan matanya.

“Kau benar-benar tidak tahu? Ha! Benar. Kau selalu bodoh,

beraksi seperti ini. Kau tidak memikirkan dirimu sendiri.

Kenapa aku harus bersama dengan orang seperti itu?”

“…well, kadang-kadang aku sendiri tidak tahu apa yang sudah

kulakukan.”

“Kadang-kadang? Payah. Apa yang berbeda dengan keadaanmu saat

ini, huh? Kau sama saja, ya kan?”

“Bagaimana kau bisa menyatakan hal itu? Mungkin aku akan

memberimu bantuan. Kalau begitu—”

“Tidak peduli.”

Otonashi-san mengeluarkan kata-kata itu tanpa menungguku

selesai berbicara.

Aku baru akan memprotesnya secara refleks. Tetapi protesku

terhapus oleh kata-kata Otonashi-san berikutnya.

“Karena kau tidak membuat proposal ini hanya dua atau tiga

kali saja.”

“Eh—?”

Aku sangat terkejut sehingga wajahku mungkin terlihat lucu.

Sedikit membuka mulutnya, Otonashi-san menaruh rotinya yang

sudah termakan setengah dan berbicara:

“Baiklah. Kali ini penuh dengan hal yang sia-sia. Ini bukan

cuma kedua atau ketiga kalinya aku menjelaskannya, tapi akan

aku katakan.”

Otonashi-san berdiri dan mulai berjalan menjauh.

Aku tidak punya pilihan selain mengikutinya.



Seperti biasa dia mengajakku menuju ke belakang gedung

sekolah. Dan Otonashi-san seperti biasa menyandarkan diri di

dinding.

“Saat ini aku akan mengatakannya sekarang. Aku tidak akan

berdialog denganmu. Kau hanya akan mendengarkan kata-kataku

seperti seorang idiot.”

“…Aku bisa memutuskannya sendiri.”

Aku mengatakannya supaya sedikit menentang, tetapi Otonashi-

san hanya melemparkan tatapan dinginnya kearahku.

“Hoshino, apa kau tahu sudah berapa kali saat ini? Tidak, kau

tidak tahu. Kali ini pengulangan ke 27.753 kali.”

Angka itu terlalu fantastis.

“…apa kau selalu menghitungnya dengan detil?”

“Yeah, karena tidak mungkin aku bisa mengetahui hal ini kalau

aku berhenti menghitung bahkan kalau hanya sekali saja. Kalau

aku lupa, aku akan kehilangan pandangan pendirianku. Karena

itu aku menghitung.”

Tentu saja, hal itu sedikit menenangkan kalau seseorang tahu

berapa banyak langkah yang sudah dilakukan menuju tujuan akhir

yang tidak diketahui.

“Aku sudah mengulangnya sampai saat ini. Aku sudah mencoba

hampir semua cara untuk mendekatimu. Aku sedang berada dalam

situasi ketika aku bahkan tidak lagi memikirkan cara yang

tidak pernah kucoba sebelumnya.”

“Karena itukah kau berpikir tidak ada gunanya berbicara

denganku?”

“Yeah.”

“Karena itu kau bahkan tidak mencoba mendesakku menyerahkan

‘box’ kepadamu?”

“Aku sudah menyerah pada hal itu sejak dulu sekali.”

“Kenapa? Entah dimana saat pengulangan berlangsung, disana

seharusnya ada aku yang bekerjasama.”

“Yeah, tentu saja. Ada saat kau memperlakukanku dengan

permusuhan, dan ada juga saat kau bekerjasama denganku. Tapi

kau tahu? Hal itu tidak berarti lagi. Kau tidak menyerahkan

‘box’ dengan dua cara tersebut.”

Aku tidak menyerahkan ‘box’ bahkan saat Aku bekerjasama?…tapi

yah, itu logis. Kalau Otonashi-san sudah mendapatkan ‘box’,

maka yang «sekarang» ini didalam ‘Rejecting Classroom’ tidak

akan ada.

“Hanya mengonfirmasi: kau yakin kalau aku mempunyai ‘box’,

benar?”

“Aku sudah berkali-kali meragukannya. Tetapi kesimpulannya

tetap sama. Kazuki Hoshino adalah, tanpa ragu, si ‘pemilik’.”

“Kenapa kau berpikir seperti itu?”

“Disana tidak terlalu banyak tersangka seperti yang kau

pikirkan. Penjelasannya terlalu panjang jadi aku akan

mempersingkatnya. Tidak mungkin untuk beberapa orang

mengelabuiku selama 27.753 kali. Karena itu, cuma kau yang

mungkin adalah si ‘pemilik’. Selain itu, tidak terhubung

dengan ‘Rejecting Classroom’, disitu secara tidak langsung ada

bukti yang tidak terbantahkan, ya kan?”

Seperti yang dia katakan. Aku sudah bertemu dengan penyalur

‘box’—“*”.

“Meski begitu, kau tidak melepaskan ‘box’ sama sekali. tentu

saja, kau tidak bisa. Aku sudah menandaimu sebagai si ‘pemilik

’ lebih dari 20.000 kali.”

“Jadi kau masih belum menyerah?”