Zero no Tsukaima ~ Indonesian Version:Volume8 Bab3: Difference between revisions
Created page with "== Bab Tiga: Peri Emas == Hal pertama yang terlintas di pikiran Saito setelah melihat gadis itu adalah…. Cahaya emas. Dalam mimpi, dia telah melihat cahaya emas di saat ..." |
|||
Line 129: | Line 129: | ||
Hey hey, bukankah ia bertarung melawan 70.000 tentara? | Hey hey, bukankah ia bertarung melawan 70.000 tentara? | ||
Dari penampilannya, gadis itu mengenakan pakaian desa. Jadi bagaimana ia bisa menolongnya di tengah – tengah tentara besar itu ? | |||
Perlahan – lahan, kecurigaan timbul di pikiran Saito. | |||
Kecantikannya, dan suasana di sekitarnya… | |||
Apakah mungkin bahwa gadis oeri ini adalah seorang musuh? | |||
Dia mencoba membuatku merasa nyaman dan menarik beberapa informasi… | |||
Ketika kau berpikir tentang itu, gadis cantik di depannya ini sangan mungkin merupakan sebuah jebakan musuh. Di film – film dan anime, mata – mata biasanya gadis – gadis cantik. | |||
Apalagi, setelah datang ke dunia ini dan bertemu Lousie, Saito menyadari satu hal. | |||
Apa yang terlihat manis bisa berbeda di dalamnya. | |||
Hal seperti itu adalah kenyataan. Dan dari bukti – bukti yang tubuhnya dapatkan- itu adlah kenyataan tak terbantahkan. | |||
Dengan kenyataan seperti itu, dia menjadi lebih was – was ke gadis itu. | |||
“Fufufu…” | |||
“Ada yang salah?” | |||
Saito membersihkan tenggorokannya, dan bertanya dengan nada tenang. | |||
“Aku benar – benar ingin menunjukkan rasa terima kasihku untuk menolongku, apalagi, ada satu hal yang aku ingin ketahui.” | |||
“Silahkan.” | |||
“Dimana kau menemukanku?” | |||
“Kau terbaring di hutan jadi aku membawamu ke sini.” | |||
Terbaring di hutan? | |||
Apakah aku tumbang, dikepung dengan banyak tentara? | |||
Hutan apa? | |||
Saito menyipitkan matanya dan menatap gadis itu dengan curiga. | |||
Karena hal ini, suasana mulai terasa canggung… | |||
“Y-yaaa.. Aku akan membawakanmu makanan.” | |||
Setelah mengatakan itu, gadis itu mencoba pergi. Saito menggemgam tangannya. | |||
“Dimana kau letakkan pedangku?” | |||
“Aah, pedang itu punyamu? Aku tak tahu tapi dia berisik. Kupikir akan lebih baik untuk tak membangunkanmu, jadi aku meletakkannya di ruangan | |||
lain…” | |||
Saito menaikkan alisnya. Dia teringat kata – kata dari drama detektif jadul. Kecantikan dari mawar memiliki duri. Dan di akhir, sang wanita cantik adalah seorang penjahat. Sial, dan berkata nyaring. | |||
“Pasti ada alasannya kenapa Derf menjadi sangat ribut.” | |||
Bahkan jika kau berkata demikian, pasti ada alasannya…” | |||
Dia berkata dalam suara malu. Lalu, melihat Saito memegang tangannya, gadis itu dengan malu – malu menggigit bibirnya. | |||
“Eeh….tolong, itu, tangan…” | |||
Gadis itu berjuang untuk melepaskan tangan Saito. Namun Saito tak membiarkannya pergi. Mengernyitkan dahinya dalam kesakitan, dia menarik tubuh ramping sang gadis ke dirinya. Merah di pipi gadis itu bertambah. | |||
“Ummm…. Biarkan pergi….kumohon.” | |||
“Beritahu aku kebenarannya.” | |||
Namun Saito telah sepenuhnya merasuki peran detektif memburu seorang penjahat. Sebuah karakter yang sangat menjengkelkan. Bahkan perjumpaan dengan kematian takkan memperbaiki sifat buruk seperti itu. | |||
“Kamu dari tentara Albion. Katakan, A-L-B-I-O-N.” | |||
“Ti-tidak. Aku tak ada sangkut pautnya dengan Albion ataupun tentara.” | |||
Dengan muka ketakutan, sang gadis menggelengkan kepalanya. Namun, indra detektif Saito telah sepenuhnya yakin bahwa dia adalah bagian dari tentara Alibion. | |||
“Kalau begitu bagaimana bisa aku ‘terbaring di hutan’? Aku kehiangan kesadaran di tengah – tengah tentara musuh! Jadi disana!” | |||
“A-aku tak tau kenapa…” | |||
“Katakan itu!” | |||
“Ah…” | |||
Saito menarik gadis itu dan membuatnya kehilangan keseimbangan. Kemudian ia jatuh di paha Saito. | |||
“Katakan itu! Lu-eh?” | |||
Dalam sekejap, wajah Saito memucat. | |||
Sesuatu yang besar dan lembut menyentuh pahanya. | |||
Keraguan detektif mengenai sang gadis tertiup dari kepalanya dalam sekejap, dan sekarang keraguan lainnya timbul di pikirannya. | |||
“Hey”, Saito bertanya. | |||
Benda apa yang baru saja menyentuh paganya? | |||
…Payudara? | |||
Itu pasti payudara. | |||
Namun…. Itu tak mungkin payudara. Pasti, tak mungkin ada ukuran payudara seperti itu. Jadi, bukan. | |||
Tapi seperti apa payudara yang normal? Saito membayangkan memasak. Besar, roti lembut, hewan padat. Dan ya- bantalan bulat. | |||
Jadi, apa. |
Revision as of 13:38, 15 May 2013
Bab Tiga: Peri Emas
Hal pertama yang terlintas di pikiran Saito setelah melihat gadis itu adalah….
Cahaya emas.
Dalam mimpi, dia telah melihat cahaya emas di saat akhir.
Cahaya itu menjadi kenyataan, membutakan mata Saito.
Dia cepat – cepat menyipitkan matanya. Saat ia terbiasa dengan itu, dia melihat kalau ia tak benar – benar bersinar. Akan tetapi kehadiran gadis itu begitu kuat terasa seperti sebuah cahaya khayal.
Gadis yang muncul cantik. TIdak, kata cantik terlalu biasa, dia memiliki muka yang sangat cantik bagai dewi. Ketika ia bergerak, orang – orang ingin berlutut dan memujanya.
“Hada, wada, howada.” Saito kesulitan memilih kata – kata untuk diucapkan.
“Ada yang salah?” Gadis itu jelas – jelas bingung sehingga bertanya.
“Tidak-itu-tak ada-ini..”
Gadis itu tampak ragu untuk sesaat. Kemudian, setelah memutuskan sesuatu, mengambil napas dalam - dalam dan menghampiri Saito. Dia mengenakan sebuah baju one-piece pendek yang kasar berwarna hijau, namun daripada menghancurkan kecantikannya itu justru sangat cocok dengannya. Kaki langsing permainya ditutupi sebuah rok pendek dengan sandal putih membingkai kaki indahnya.
Dandanan simplenya itu menonjolkan kecantikannya dan membentuk suasana bersahabat.
Sambil mendekat gadis itu membuat tawa yang dipaksakan. Dia jelas – jelas berjuang keras untuk membuatnya merasa nyaman. Dan senyuman yang menemaninya tak memancarkan kecantikan namun kebaikan.
“Syukurlah. Karena kau sudah tidur selama dua minggu…. Aku khawatir kamu takkan bangun – bangun lagi.”
“Apa aku tidur selama itu?” Meskipun dia kaget bahwa ia telah tidur selama dua minggu, kecantikan gadis itu justru lebih mengagetkan lagi. Seperti dia di tutupi dengan cahaya sebab rambut emas panjangnya di semua sisinya seperti laut yang melambai – lambai memantulkan sinar mentari yang muncul dari jendela, dan cahaya menari – nari di mukanya.
Itu seperti sebuah animasi computer yang menunjukkan mukanya dengan bentuk dan siluet yang sempurna. Cantik namun itu membuat kegugupan di saat yang sama. Orang yang begitu cantik tanpa kekurangan.
Dan telinga runcung timbul dari celah rambut emasnya.
Telinga seperti itu agak aneh, dia berpikir ketika mencoba bergerak, menimbulkan rasa sakit yang tajam tiada tara pada bagiannya. Sampai sekarang dia tak pernah merasakan sakit yang begitu sakit seperti ini. Namun rasa sakit ini membuatnya merasa “hidup”. Aku tak mati. Aku merasa hidup, piker Satiro saat menggerang kesakitan.
Bantuan mengisi Saito dengan cara yang sama layaknya bunga menyerap air. Dia selamat untuk sekarang dan dia digantikan dengan arus emosi. “Begitu…. Aku masih hidup…”
Perlahan – lahan ia mulai menitikkan air mata. Aku hidup.. Dengan pikiran semacam itu, bahkan luka – luka di badannya terasa dekat dan Saito yang berlinangan air mata bergumam. “Ah, jika ini sakit berarti aku hidup.” Melihatnya…. “Y-yaaa…. Apa ikatannya terlalu kencang?” Mengedipkan mata hijaunya yang bersih dan besar, gadis itu mendekati Saito.
Setelah memastikan bahwa ia baik – baik saja, kecantikan sang gadis terasa lebih nyata dan membuat hati Saito berdebar.
Aaaah, sentuhan dari orang secantik dia terasa seperti hasratnya memukulnya tepat di perut.
Saito segera sadar. Ia merasa seperti orang tolol.
Gadis itu membuka lebar matanya karena dia menyadari bahwa sebuah telinga muncul dari celah rambutnya dan langsung menutupi itu dengan kedua telinganya. Dalam sekejap pipinya berubah merah muda.
“M-maaf.”
“Eh?”
“Tapi jangan khawatir. Aku takkan melakukan kekerasan.”
Saito bengong menatapnya. Tampaknya sikap Saito disalah artikan disebabkan karena ketakutan. Sebuah kesalah pahaman yang tak terduga. Saito kehilangan pikirannya hanya karena kecantikannya, bukan karena takut.
“Tidak tidak! Itu, aku tidak takut. Namun karena k-k-kk…” “Kk?”
“Kecantikanmu, ya….”
Setelah mengatakannya muka Saito memerah. Dia tak biasa mengatakan “Kau cantik” pada seorang gadis.” Gadis itu memasang muka terkejut.
“Kecantikan?”
“Y-ya.”
“Kau berpikir begitu bahkan setelah kau melihat telingaku?” Dia melepaskan tangannya dari telinganya.
“Ya.”
“Curiga, Saito mengangguk. Sebenarnya telinga runcing memang tak normal. Namun, di Halkeginia dengan orc – orc-nya, naga, roh air, disana hidup banyak makhluk aneh. Di titik ini, telinga runcing tidak terlalu mengejutkannya. Ya, kurasa ada orang yang takkan berpikir demikian. “….benarkah, kau tak terkejut? Tak takut?” dia menatap Saito dengan muka yang penuh keraguan.
“Sungguh, aku tak terkejut ataupun takut. Mengapa aku harus takut? Mengapa kau perlu bertanya? Selain ini ada banyak hal yang lebih menakutkan. Seperti naga dan para troll.”
Gadis itu dilegakan. “Tak biasa untuk seorag manusia tidak takut pada seorang peri.”
“Peri?”
Saito telah mendengar nama itu. Dia menggali ke dasar ingatannya dan memanggilnya kembali. Ya, itu pernah disebutkan dalam beberapa percakapan. Ini adalah nama dari mereka yang tinggal di “timur”. Menurut rumor mereka galak, dan memiliki ikatan buruk dengan manusia di tanah suci.
Dia tak berpikir mereka menyeramkan, namun gadis di depannya sangat jauh dari kata “menyeramkan”.
“Ya, elf. Dan aku adalah “campuran” dari salah satunya.” Gadis itu berbisik dengan kesan menyalahkan diri sendiri. Sebuah bayangan menutupi fitur keramiknya dan kemurungan mengambil alih mukanya.
Bingung untuk sesaat…. Saito memiliki pikiran kedua.
Hey Saito, ini bukanlah untuk saat untuk menikmati gadis cantik ini.
Bukankah ada hal lain yang kau khawatirkan?
Bagaimana aku selamat?
Apa yang terjadi dengan perangnya?
Louise?
Siesta?
Semuanya?
Namun, ada sesuatu hal yang harus dilakukan sebelum itu. Dia akan bertanya nanti.
Saito berkata sambil menunjuk perban di sekitar tubuhnya. “Apakah kau menolongku?”
“Ya”. Gadis itu mengangguk.
“Begitu… Terima kasih. Sungguh, terima kasih.” Saito berterima kasih padanya berkali – kali. Namun itu tak cukup untuk menunjukkan rasa terima kasihnya.
Gadis itu tersenyum malu.
Bagaimanapun juga, dia tampak malu dan menghindari kata – kata Saito. Walaupun cantik, dia tampaknya mudah kehilangan ketenangannya.
Berpikir bahwa tingkah laku gadis ini secara alami imut, Saito tertegun. Sekarang bukanlah saatnya untuk mogok cinta. Ada banyak hal yang ingin ia dengarkan dulu.
Namun….. ada sesuatu yang salah.
Bukannya itu sedikit aneh?
Dia menolongku?
Hey hey, bukankah ia bertarung melawan 70.000 tentara?
Dari penampilannya, gadis itu mengenakan pakaian desa. Jadi bagaimana ia bisa menolongnya di tengah – tengah tentara besar itu ?
Perlahan – lahan, kecurigaan timbul di pikiran Saito.
Kecantikannya, dan suasana di sekitarnya…
Apakah mungkin bahwa gadis oeri ini adalah seorang musuh?
Dia mencoba membuatku merasa nyaman dan menarik beberapa informasi…
Ketika kau berpikir tentang itu, gadis cantik di depannya ini sangan mungkin merupakan sebuah jebakan musuh. Di film – film dan anime, mata – mata biasanya gadis – gadis cantik.
Apalagi, setelah datang ke dunia ini dan bertemu Lousie, Saito menyadari satu hal.
Apa yang terlihat manis bisa berbeda di dalamnya.
Hal seperti itu adalah kenyataan. Dan dari bukti – bukti yang tubuhnya dapatkan- itu adlah kenyataan tak terbantahkan.
Dengan kenyataan seperti itu, dia menjadi lebih was – was ke gadis itu.
“Fufufu…”
“Ada yang salah?”
Saito membersihkan tenggorokannya, dan bertanya dengan nada tenang.
“Aku benar – benar ingin menunjukkan rasa terima kasihku untuk menolongku, apalagi, ada satu hal yang aku ingin ketahui.”
“Silahkan.”
“Dimana kau menemukanku?”
“Kau terbaring di hutan jadi aku membawamu ke sini.”
Terbaring di hutan?
Apakah aku tumbang, dikepung dengan banyak tentara?
Hutan apa?
Saito menyipitkan matanya dan menatap gadis itu dengan curiga.
Karena hal ini, suasana mulai terasa canggung…
“Y-yaaa.. Aku akan membawakanmu makanan.”
Setelah mengatakan itu, gadis itu mencoba pergi. Saito menggemgam tangannya.
“Dimana kau letakkan pedangku?”
“Aah, pedang itu punyamu? Aku tak tahu tapi dia berisik. Kupikir akan lebih baik untuk tak membangunkanmu, jadi aku meletakkannya di ruangan lain…”
Saito menaikkan alisnya. Dia teringat kata – kata dari drama detektif jadul. Kecantikan dari mawar memiliki duri. Dan di akhir, sang wanita cantik adalah seorang penjahat. Sial, dan berkata nyaring.
“Pasti ada alasannya kenapa Derf menjadi sangat ribut.”
Bahkan jika kau berkata demikian, pasti ada alasannya…”
Dia berkata dalam suara malu. Lalu, melihat Saito memegang tangannya, gadis itu dengan malu – malu menggigit bibirnya.
“Eeh….tolong, itu, tangan…”
Gadis itu berjuang untuk melepaskan tangan Saito. Namun Saito tak membiarkannya pergi. Mengernyitkan dahinya dalam kesakitan, dia menarik tubuh ramping sang gadis ke dirinya. Merah di pipi gadis itu bertambah.
“Ummm…. Biarkan pergi….kumohon.”
“Beritahu aku kebenarannya.”
Namun Saito telah sepenuhnya merasuki peran detektif memburu seorang penjahat. Sebuah karakter yang sangat menjengkelkan. Bahkan perjumpaan dengan kematian takkan memperbaiki sifat buruk seperti itu.
“Kamu dari tentara Albion. Katakan, A-L-B-I-O-N.”
“Ti-tidak. Aku tak ada sangkut pautnya dengan Albion ataupun tentara.”
Dengan muka ketakutan, sang gadis menggelengkan kepalanya. Namun, indra detektif Saito telah sepenuhnya yakin bahwa dia adalah bagian dari tentara Alibion.
“Kalau begitu bagaimana bisa aku ‘terbaring di hutan’? Aku kehiangan kesadaran di tengah – tengah tentara musuh! Jadi disana!”
“A-aku tak tau kenapa…”
“Katakan itu!”
“Ah…”
Saito menarik gadis itu dan membuatnya kehilangan keseimbangan. Kemudian ia jatuh di paha Saito.
“Katakan itu! Lu-eh?”
Dalam sekejap, wajah Saito memucat.
Sesuatu yang besar dan lembut menyentuh pahanya.
Keraguan detektif mengenai sang gadis tertiup dari kepalanya dalam sekejap, dan sekarang keraguan lainnya timbul di pikirannya.
“Hey”, Saito bertanya.
Benda apa yang baru saja menyentuh paganya?
…Payudara?
Itu pasti payudara.
Namun…. Itu tak mungkin payudara. Pasti, tak mungkin ada ukuran payudara seperti itu. Jadi, bukan. Tapi seperti apa payudara yang normal? Saito membayangkan memasak. Besar, roti lembut, hewan padat. Dan ya- bantalan bulat.
Jadi, apa.