Difference between revisions of "Oregairu (Indonesia):Jilid 3 Bab 5"
Line 6: | Line 6: | ||
Memikirkan bahwa aku bahkan ingin mengambil satu hari cuti dari sekolah, yang harus kamu bayar dari kantongmu sendiri untuk menghadirinya, itu terlihat masuk akal aku akan mengambil cuti kerja berhari-hari tanpa dibayar. Sebenarnya, tidak, aku tidak mau membuat masalah untuk mereka-mereka disana karena lalai, jadi aku lebih baik membuat keputusan untuk tidak bekerja dari awal. |
Memikirkan bahwa aku bahkan ingin mengambil satu hari cuti dari sekolah, yang harus kamu bayar dari kantongmu sendiri untuk menghadirinya, itu terlihat masuk akal aku akan mengambil cuti kerja berhari-hari tanpa dibayar. Sebenarnya, tidak, aku tidak mau membuat masalah untuk mereka-mereka disana karena lalai, jadi aku lebih baik membuat keputusan untuk tidak bekerja dari awal. |
||
− | Meski begitu, bagaimana riajuu-riajuu itu mengatakan hal-hal seperti “Oh men, sekolah itu beeeegitu membosankan! Haha! Aku sengaja |
+ | Meski begitu, bagaimana riajuu-riajuu itu mengatakan hal-hal seperti “Oh men, sekolah itu beeeegitu membosankan! Haha! Aku dengan sengaja meninggalkan buku cetakku saat liburan musim panas dengan tanpa sengaja!” ketika mereka begitu mencintai sekolah? Mereka datang setiap hari. Mungkin mengatakan sesuatu yang tidak benar-benar kamu maksudkan itu adalah apa yang disebut menjadi seorang riajuu itu. Dengan kata lain, berbohong merupakan jalan untuk menjadi seorang riajuu. |
Mengarungi jalanku melewati semua keributan dan ocehan-ocehan di sekelilingku, aku berjalan ke dalam ruang kelas, tepat waktu untuk ''homeroom'' pagi. |
Mengarungi jalanku melewati semua keributan dan ocehan-ocehan di sekelilingku, aku berjalan ke dalam ruang kelas, tepat waktu untuk ''homeroom'' pagi. |
||
Line 32: | Line 32: | ||
<br /> |
<br /> |
||
+ | ===5-2=== |
||
+ | Kelas berakhir entah kapan selagi aku sedang mengerahkan kemampuan-kemampuan tak bergunaku yang tak terhitung banyaknya, dan sekarang sekolah sudah berakhir untuk hari ini. Aku jamin aku sudah mendorong diriku sampai pada batasanku dan membangunkan kemampuan ''Stand''ku<ref> Stand itu kemampuan khusus dalam Jojo Bizzare Adventure.</ref>. |
||
+ | |||
+ | Aku tidak membuang-buang waktu untuk bersiap-siap pulang dan berdiri dari tempat dudukku. Seperti biasa, aku tidak mengucapkan satu patah katapun pada gadis yang duduk di sampingku. Alasan kurikulum bahasa Inggris di Jepang itu tidak begitu bagus pastilah karena mereka membuatmu berbicara dalam pasangan di kelas. |
||
+ | |||
+ | Ketika aku pergi ke Klub Servis, Yuigahama sudah ada di sana, telah keluar dari ruang kelas sebelum aku. Meski kubilang begitu, itu tidak seperti dia ada di dalam atau apa – dia sedang berdiri di luar pintu, menarik dan menghembuskan nafas dengan berat. |
||
+ | |||
+ | “…apa yang sedang kamu lakukan di sini?” tanyaku. |
||
+ | |||
+ | “Yikes!” dia kaget. “Oh, H-Hikki. Aku sedang, um, k'mu tahu? Menciumi bunga mawarnya atau semacamnya…” |
||
+ | |||
+ | 156 |
||
+ | |||
+ | Yuigahama memalingkan matanya dengan rasa tidak enak. |
||
+ | |||
+ | “…” |
||
+ | |||
+ | “…” |
||
+ | |||
+ | Keheningan berkuasa di antara kami. |
||
+ | |||
+ | Kami membungkukkan kepala kami, tidak bertemu mata satu sama lain. Melakukan itu membuat pintu ruangan klub yang terbuka sedikit masuk ke dalam jarak pandangku. Ketika aku melirik ke dalam, Yukinoshita sedang berada di tempat biasanya membaca sebuah buku seperti yang selalu dilakukannya. |
||
+ | |||
+ | Entah kenapa<!--somehow or other-->, kelihatannya Yuigahama berakhir ragu-ragu untuk masuk ke dalam. |
||
+ | |||
+ | Dan bukan tanpa alasan. Dia sudah tidak ada di sana selama satu minggu penuh. |
||
+ | |||
+ | Entahkah itu sekolah ataupun kerja, jika kamu tiba-tiba libur sehari, kamu tidak tahu ekspresi apa yang dipasang saat kamu muncul di lain waktu<!--the next time-->. Jika aku cuti kerja karena beberapa dorongan buruk, aku akan merasa tidak enak dengan itu sampai aku tidak ingin pergi lagi – itu terjadi padaku tiga kali penuh. Tunggu, jika kita memasukkan saat-saat yang aku tidak pergi satu kalipun, akan menjadi lima kali, kurasa. |
||
+ | |||
+ | Itulah mengapa aku terlampau mengerti perasaan Yuigahama. |
||
+ | |||
+ | “Ayo, kita pergi.” |
||
+ | |||
+ | Jadi aku setengah-menyeret dia ke dalam. Pintunya terdorong dengan suara derak keras yang disengaja, untuk menarik perhatian. |
||
+ | |||
+ | Seakan jengkel dengan suara keras itu, Yukinoshita mendongakkan kepalanya dengan tajam.<!--sharply--> |
||
+ | |||
+ | “Yuigahama-san…” |
||
+ | |||
+ | “H-hi there, Yukinon…” Yuigahama menjawab dengan nada riang yang tidak alamiah, sambil mengangkat tangannya dengan lemah. |
||
+ | |||
+ | Sebagai balasannya, pandangan Yukinoshita langsung berpaling kembali ke bukunya seakan tidak ada masalah <!--nothing was the matter-->sama sekali. “Jangan membuang-buang waktu di sana selamanya – cepat masuk ke dalam. Aktivitas klub sedang dimulai.” |
||
+ | |||
+ | Gadis yang di-sebutkan itu sedang tertunduk ke bawah, mungkin dalam upaya untuk menyembunyikan wajahnya. Tapi bahkan dari kejauhan, kamu bisa melihat wajahnya merona merah terang. Juga, dari cara dia berbicara, aku harus bertanya-tanya apa dia itu seorang ibu yang sedang menegur anak-anaknyanya setelah mereka kabur dari rumah atau semacamnya… |
||
+ | |||
+ | “O-oke…” Yuigahama menjawab selagi dia menarik tempat duduk biasanya di samping tempat duduk Yukinoshita. Tapi ketika dia menarik tempat duduknya, jarak di antara mereka melebar<--grew-->, dan di sana sudah ada cukup tempat untuk memasukkan satu orang lagi di antara mereka. |
||
+ | |||
+ | Kalau aku, aku mengambil posisi biasaku di sudut yang tepat berlawanan dari Yukinoshita. |
||
+ | |||
+ | Yuigahama, yang akan biasanya bermain-main dengan ponselnya, duduk dengan agak ragu-ragu, kedua tangannya terkepal menjadi kepalan di atas lututnya. Yukinoshita berusaha untuk tidak bertingkah sadar dengan keberadaan Yuigahama, tapi dia terlampau berlebihan dan malah menjadi terlalu sadar sampai-sampai dia tidak membuat gerakan sekecil apapun semenjak Yuigahama duduk. |
||
+ | |||
+ | Itu bukan keheningan yang nyaman, dan menyantaikan, melainkan sebuah keheningan yang dipenuhi<!--racked--> dengan ketegangan. Kesan yang ditimbulkannya itu suatu perasaan yang begitu mengerikan sampai akan membuat kulitmu merinding. Bahkan sebuah batuk kecil akan bergema ke sekeliling ruangannya, dan sepanjang waktu tangan jam pada jam dindingnya terus berdetak pergi, mengukirkan<!--etch--> setiap detik dengan lamban dan dengan hati-hati. |
||
+ | |||
+ | Tidak ada orang yang membuka mulut mereka. Tapi setiap kali ada indikasi bahwa seseorang akan membuat sebuah percakapan, telinga kami ditegangkan untuk memperhatikan<!--strained to attention-->, tidak dapat mengabaikan tanda tersebut. Setiap kali seseorang menghela, kami akan segera melirik ke arah mereka dari sudut mata kami. |
||
+ | |||
+ | Keheningan ini benar-benar berlarut-larut, pikirku… tapi setiap kali aku melihat ke arah arlojiku, bahkan belum tiga menit berlalu. Apa-apaan? Apa ini Ruang Waktu Hiperbolik<ref> Dragon Ball (Hyperbolic Room Chamber)</ref>? Bahkan gravitasi dan tekanan udaranya kelihatannya sudah semakin memberat. |
||
+ | |||
+ | Aku melirik ke arah detakan jarum jam dindingnya, dan baru saja saat aku tahu pasti jarum jamnya sudah membuat satu putaran penuh, suatu suara lemah berdering. |
||
+ | |||
+ | “Yuigahama-san.” |
||
+ | |||
+ | Yukinoshita menutup buku yang sedang dibacanya sampai barusan tadi dengan suara snap dan, setelah dia selesai menghirup begitu dalamnya sampai bahunya bergetar, dia menghembus dengan pelan. |
||
+ | |||
+ | Ketika dia berpaling dengan malu-malu untuk menghadap Yuigahama, mulutnya terbuka seakan dia ada sesuatu yang mau dikatakan. Tapi tidak ada suara yang keluar. Yuigahama sudah memalingkan seluruh badannya untuk menghadap Yukinoshita, tapi dia tertunduk ke lantai, mata mereka gagal untuk bertemu. |
||
+ | |||
+ | “Er, uh… Y-Yukinon, kamu ada sesuatu untuk dibicarakan mengenai kamu… dan Hikki, benar?” |
||
+ | |||
+ | “Ya, aku ingin memberitahumu mengenai apa yang kami lakukan setelah i-” |
||
+ | |||
+ | Yuigahama memotong, menyela apa yang sedang dikatakan Yukinoshita. “N-nah, kalau kamu khawatir mengenaiku, tidak perlu. Maksudku, tentu, aku terkejut dan, yah, agak kaget dan semacamnya… tapi kamu benar-benar tidak perlu repot-repot<!--fuss over--> denganku sama sekali, kamu tahu? Lebih seperti itu sebuah hal yang bagus jadi aku seharusnya merayakannya dan mendoakanmu semua yang terbaik – sesuatu seperti itu…” |
||
+ | |||
+ | “K-kamu sangat tanggap<!--perceptive-->… Aku ingin membuat perayaan yang bagus<!--proper job of celebrating-->, kamu tahu. Dan juga karena, yah, aku begitu berterima kasih denganmu.” |
||
+ | |||
+ | “T-Tidak muuuuungkin… Aku tidak melakukan apapun yang patut diberi rasa terima kasih… tidak ada sama sekali.” |
||
+ | |||
+ | “Begitu mirip denganmu untuk tidak sadar dengan kebaikanmu sendiri. Meski demikian, aku merasa berterima kasih… dan lagi pula, kamu tidak membuat perayaan untuk seseorang karena apa yang mereka lakukan. Aku melakukannya hanya karena aku ingin melakukannya saja.” |
||
+ | |||
+ | “…O-oke.” |
||
+ | |||
+ | Sesuatu memberitahuku mereka tidak sedang membicarakan mengenai hal yang sama… |
||
+ | |||
+ | Mereka hanya mengutarakan frasa-frasa pilihan pada satu sama lain dan di dalam hati mengisi titik-titiknya atas kehendak mereka sendiri. Yui sedang mengelak masalahnya dengan kata-kata dan tingkah samar-samarnya, sementara Yukinoshita berbicara dengan tingkah yang sangat membuat kesan dia sedang menyembunyikan rasa malunya. Kalimat-kalimat dalam percakapan mereka hampir tidak nyambung sama sekali, dan itu hanya dari konteks sajalah mereka menyusunnya bersama-sama. |
||
+ | |||
+ | Yukinoshita, yang sekarang akhirnya menyuarakan perasaan berterima kasih yang biasanya tidak dapat disampaikannya, terlihat merona karena kecanggungannya. Sementara itu, setiap kali Yuigahama melihat ke arah ekspresi Yukinoshita, wajahnya sendiri mengelap lagi dan lagi, dan untuk menyembunyikan itu dia kadang-kadang membentuk sebuah senyuman dengan sia-sia. Matanya sudah menyempit dan sudah semakin bergejolak <!--stormier-->setiap detik yang berlalu. |
||
+ | |||
+ | “Itulah mengapa… itu-” Yukinoshita jatuh diam sedikit setelah dia berhasil mengatakan sesuatu. |
||
+ | |||
+ | Suatu jangka waktu pendek berlalu, dimana kami memandang wajah satu sama lain dengan bisu dalam jangka waktu tersebut. Seuah ekspresi mengamati<!--searching--> bertemu dengan amarah bertemu dengan rasa gugup. Sepuluh detik bahkan belum berlalu jika aku menghitung waktunya, tapi itu sudah cukup lama untuk menurunkan suatu keheningan berat sebelum seseorang membuka mulut mereka lagi. Kami bertiga melihat ke arah tiga tempat berbeda selagi sebuah suasana berat menetap di sini. |
||
+ | |||
+ | “Um, kamu tahu…” Yuigahama membuka mulutnya seakan dia sudah membulatkan tekadnya mengenai sesuatu. |
||
+ | |||
+ | Itulah pada saat hal tersebut terjadi. Dor dor! Suatu suara mengetuk yang tidak sabaran menggema ke sekeliling ruangan. Yukinoshita melepaskan bukunya <!--slipped her book away-->dan memanggil ke arah pintu. |
||
+ | |||
+ | “Masuk.” |
||
+ | |||
+ | Tapi tidak ada respon dari balik pintu tersebut. Satu-satunya hal yang kami dengar adalah suara desah mengerikan<!--awful wheezing-->, yang tercampur dengan nafas berat. |
||
+ | |||
+ | Yukinoshita dan aku bertukar pandangan. Kemudian Yukinoshita mengangguk singkat. Entah kenapa, kelihatannya itu adalah pekerjaanku untuk melihat apa yang terjadi. Selama sesaat di sna aku berpikir, Lakukan itu sendiri… tapi aku akan merasa canggung membuat seorang gadis melihat sumber suara nafas mengerikan itu. |
||
+ | |||
+ | Setiap aku melangkah selangkah menuju pintu, suara nafas misterius itu juga mendekat.<!--drew closer--> Di dalam ruangan hening ini, suara hanya diizinkan dari dua sumber saja: langkah kakiku dan nafas itu. |
||
+ | |||
+ | Setelah aku mencapai pintu itu, aku menelan ludah. Pemikiran bertemu dengan seorang alien setelah aku memisahkan kayu tunggal<!--single bit of wood--> di antara kami itu memenuhiku dengan rasa ngeri dan rasa gugup. |
||
+ | |||
+ | Aku meletakkan tanganku pada pintunya dan membukanya, penuh dengan rasa takut. |
||
+ | |||
+ | <br /> |
||
+ | |||
+ | <center>× × ×</center> |
||
+ | |||
+ | <br /> |
||
==Catatan Translasi== |
==Catatan Translasi== |
||
<references> <references/> |
<references> <references/> |
Revision as of 16:15, 28 March 2015
Bab 5: Masih Sendiri dalam Hutan Rimba, Zaimokuza Yoshiteru Meratap
5-1
Hari Senin. Dalam bahasa Prancis, kamu akan menyebutnya Lundi. Itu dieja L-U-N-D-I. Itu anehnya terdengar mesum, jadi aku tidak akan benar-benar menyebutnya hari yang bahagia dari semua hari dalam seminggu, lebih seperti hari itu hanya akan membuatmu menghela dan berpikir, “Jangan satu minggu sekolah lagi…” Keinginanku untuk mengambil satu hari cuti dari sekolah sekitar sama besarnya dengan keinginanku untuk mengambil satu hari cuti dari kehidupan itu sendiri, tapi itu tidak seperti akan ada orang yang mau menuliskan catatan untukku atau membawakanku selebaran kelas. Itu pasti akan membuat angka kehadiranmu meningkat.
Memikirkan bahwa aku bahkan ingin mengambil satu hari cuti dari sekolah, yang harus kamu bayar dari kantongmu sendiri untuk menghadirinya, itu terlihat masuk akal aku akan mengambil cuti kerja berhari-hari tanpa dibayar. Sebenarnya, tidak, aku tidak mau membuat masalah untuk mereka-mereka disana karena lalai, jadi aku lebih baik membuat keputusan untuk tidak bekerja dari awal.
Meski begitu, bagaimana riajuu-riajuu itu mengatakan hal-hal seperti “Oh men, sekolah itu beeeegitu membosankan! Haha! Aku dengan sengaja meninggalkan buku cetakku saat liburan musim panas dengan tanpa sengaja!” ketika mereka begitu mencintai sekolah? Mereka datang setiap hari. Mungkin mengatakan sesuatu yang tidak benar-benar kamu maksudkan itu adalah apa yang disebut menjadi seorang riajuu itu. Dengan kata lain, berbohong merupakan jalan untuk menjadi seorang riajuu.
Mengarungi jalanku melewati semua keributan dan ocehan-ocehan di sekelilingku, aku berjalan ke dalam ruang kelas, tepat waktu untuk homeroom pagi.
Ada sejumlah koloni yang didirikan di dalam ruang kelas. Ada satu kamp yang terdiri dari riajuu laki-laki dan perempuan dan kamp kedua yang tersusun dari gadis-gadis riajuu yang ingin menjadi teman dengan semua orang. Ada juga para jock yang masuk dalam klub tapi tidak benar-benar bermain dalam olahraga apapun, para otaku, para gadis yang berpikir dunia ini berputar mengelilingi mereka. para gadis pendiam yang tidak membuat keributan apapun. Kemudian disana ada sejumlah kecil para penyendiri. Dan di antara para penyendiri ini ada sejumlah tipe, dan… aku sedang terbawa suasana.
Meeskipun aku baru saja memasuki ruang kelas, semua orang sedang sibuk dalam ocehan mereka dan tidak ada seorangpun yang benar-benar memperhatikanku. Sebenarnya, untuk mengatakan mereka tidak memperhatikanku itu merupakan cara yang agak salah untuk mengatakannya. Akan lebih benar untuk mengatakan mereka hanya tidak peduli.
Menyelip-nyelip jalanku mengelilingi sejumlah pulau yang terletak di dalam kelas, aku berjalan menuju tempat dudukku. Tepat di sebelahku adalah kamp riajuu – dan grup otaku.
Setiap kali mereka dalam sebuah kelompok, orang-orang itu akan mengoceh pada satu sama lain, tapi setiap kali mereka datang ke kelas terlalu awal, mereka akan berkata, “Rekanku masih belum disini…” selagi mereka memain-mainkan ponsel mereka dengan risih dan menjentikkan rambut dari mata mereka, sambil sepanjang waktu melemparkan pandangan-pandangan menyamping ke arah pintu dengan cara yang agak manis untuk ditonton.
Karena kesadaran mereka dengan pertemanan mereka sendiri itu apa yang bisa kamu duga dari otaku, mereka tidak benar-benar berbicara dengan orang di luar lingkaran pertemanan mereka. Mereka tidak akan pernah berbaur dengan grup lain atas kehendak mereka sendiri. Ketika kamu memikirkannya, itu cukup diskriminatif dan terpisahkan dari yang lain.
Singkatnya, kamu mungkin tidak memikirkannya, tapi para penyendiri itu filantropis besar. Tidak mencintai apapun berarti kamu mencintai segalanya dengan sama rata. Sial, hanya menghitung waktu saja sebelum mereka mulai memanggilku Ibu Hikigaya.
Hal pertama yang kulakukan setelah aku duduk di tempat dudukku adalah melamun. Menatap samar pada tanganku, pasti ada pemikiran tidak berguna seperti “Oh ya, kukuku sudah semakin panjang” atau “Hei, Aku sudah selangkah lebih dekat menuju kematian” yang menumpuk satu demi satu. Aku memiliki keyakinan penuh dalam fakta aku sedang membuang-buang waktuku.
Sungguh kemampuan yang tidak berguna…
5-2
Kelas berakhir entah kapan selagi aku sedang mengerahkan kemampuan-kemampuan tak bergunaku yang tak terhitung banyaknya, dan sekarang sekolah sudah berakhir untuk hari ini. Aku jamin aku sudah mendorong diriku sampai pada batasanku dan membangunkan kemampuan Standku[1].
Aku tidak membuang-buang waktu untuk bersiap-siap pulang dan berdiri dari tempat dudukku. Seperti biasa, aku tidak mengucapkan satu patah katapun pada gadis yang duduk di sampingku. Alasan kurikulum bahasa Inggris di Jepang itu tidak begitu bagus pastilah karena mereka membuatmu berbicara dalam pasangan di kelas.
Ketika aku pergi ke Klub Servis, Yuigahama sudah ada di sana, telah keluar dari ruang kelas sebelum aku. Meski kubilang begitu, itu tidak seperti dia ada di dalam atau apa – dia sedang berdiri di luar pintu, menarik dan menghembuskan nafas dengan berat.
“…apa yang sedang kamu lakukan di sini?” tanyaku.
“Yikes!” dia kaget. “Oh, H-Hikki. Aku sedang, um, k'mu tahu? Menciumi bunga mawarnya atau semacamnya…”
156
Yuigahama memalingkan matanya dengan rasa tidak enak.
“…”
“…”
Keheningan berkuasa di antara kami.
Kami membungkukkan kepala kami, tidak bertemu mata satu sama lain. Melakukan itu membuat pintu ruangan klub yang terbuka sedikit masuk ke dalam jarak pandangku. Ketika aku melirik ke dalam, Yukinoshita sedang berada di tempat biasanya membaca sebuah buku seperti yang selalu dilakukannya.
Entah kenapa, kelihatannya Yuigahama berakhir ragu-ragu untuk masuk ke dalam.
Dan bukan tanpa alasan. Dia sudah tidak ada di sana selama satu minggu penuh.
Entahkah itu sekolah ataupun kerja, jika kamu tiba-tiba libur sehari, kamu tidak tahu ekspresi apa yang dipasang saat kamu muncul di lain waktu. Jika aku cuti kerja karena beberapa dorongan buruk, aku akan merasa tidak enak dengan itu sampai aku tidak ingin pergi lagi – itu terjadi padaku tiga kali penuh. Tunggu, jika kita memasukkan saat-saat yang aku tidak pergi satu kalipun, akan menjadi lima kali, kurasa.
Itulah mengapa aku terlampau mengerti perasaan Yuigahama.
“Ayo, kita pergi.”
Jadi aku setengah-menyeret dia ke dalam. Pintunya terdorong dengan suara derak keras yang disengaja, untuk menarik perhatian.
Seakan jengkel dengan suara keras itu, Yukinoshita mendongakkan kepalanya dengan tajam.
“Yuigahama-san…”
“H-hi there, Yukinon…” Yuigahama menjawab dengan nada riang yang tidak alamiah, sambil mengangkat tangannya dengan lemah.
Sebagai balasannya, pandangan Yukinoshita langsung berpaling kembali ke bukunya seakan tidak ada masalah sama sekali. “Jangan membuang-buang waktu di sana selamanya – cepat masuk ke dalam. Aktivitas klub sedang dimulai.”
Gadis yang di-sebutkan itu sedang tertunduk ke bawah, mungkin dalam upaya untuk menyembunyikan wajahnya. Tapi bahkan dari kejauhan, kamu bisa melihat wajahnya merona merah terang. Juga, dari cara dia berbicara, aku harus bertanya-tanya apa dia itu seorang ibu yang sedang menegur anak-anaknyanya setelah mereka kabur dari rumah atau semacamnya…
“O-oke…” Yuigahama menjawab selagi dia menarik tempat duduk biasanya di samping tempat duduk Yukinoshita. Tapi ketika dia menarik tempat duduknya, jarak di antara mereka melebar<--grew-->, dan di sana sudah ada cukup tempat untuk memasukkan satu orang lagi di antara mereka.
Kalau aku, aku mengambil posisi biasaku di sudut yang tepat berlawanan dari Yukinoshita.
Yuigahama, yang akan biasanya bermain-main dengan ponselnya, duduk dengan agak ragu-ragu, kedua tangannya terkepal menjadi kepalan di atas lututnya. Yukinoshita berusaha untuk tidak bertingkah sadar dengan keberadaan Yuigahama, tapi dia terlampau berlebihan dan malah menjadi terlalu sadar sampai-sampai dia tidak membuat gerakan sekecil apapun semenjak Yuigahama duduk.
Itu bukan keheningan yang nyaman, dan menyantaikan, melainkan sebuah keheningan yang dipenuhi dengan ketegangan. Kesan yang ditimbulkannya itu suatu perasaan yang begitu mengerikan sampai akan membuat kulitmu merinding. Bahkan sebuah batuk kecil akan bergema ke sekeliling ruangannya, dan sepanjang waktu tangan jam pada jam dindingnya terus berdetak pergi, mengukirkan setiap detik dengan lamban dan dengan hati-hati.
Tidak ada orang yang membuka mulut mereka. Tapi setiap kali ada indikasi bahwa seseorang akan membuat sebuah percakapan, telinga kami ditegangkan untuk memperhatikan, tidak dapat mengabaikan tanda tersebut. Setiap kali seseorang menghela, kami akan segera melirik ke arah mereka dari sudut mata kami.
Keheningan ini benar-benar berlarut-larut, pikirku… tapi setiap kali aku melihat ke arah arlojiku, bahkan belum tiga menit berlalu. Apa-apaan? Apa ini Ruang Waktu Hiperbolik[2]? Bahkan gravitasi dan tekanan udaranya kelihatannya sudah semakin memberat.
Aku melirik ke arah detakan jarum jam dindingnya, dan baru saja saat aku tahu pasti jarum jamnya sudah membuat satu putaran penuh, suatu suara lemah berdering.
“Yuigahama-san.”
Yukinoshita menutup buku yang sedang dibacanya sampai barusan tadi dengan suara snap dan, setelah dia selesai menghirup begitu dalamnya sampai bahunya bergetar, dia menghembus dengan pelan.
Ketika dia berpaling dengan malu-malu untuk menghadap Yuigahama, mulutnya terbuka seakan dia ada sesuatu yang mau dikatakan. Tapi tidak ada suara yang keluar. Yuigahama sudah memalingkan seluruh badannya untuk menghadap Yukinoshita, tapi dia tertunduk ke lantai, mata mereka gagal untuk bertemu.
“Er, uh… Y-Yukinon, kamu ada sesuatu untuk dibicarakan mengenai kamu… dan Hikki, benar?”
“Ya, aku ingin memberitahumu mengenai apa yang kami lakukan setelah i-”
Yuigahama memotong, menyela apa yang sedang dikatakan Yukinoshita. “N-nah, kalau kamu khawatir mengenaiku, tidak perlu. Maksudku, tentu, aku terkejut dan, yah, agak kaget dan semacamnya… tapi kamu benar-benar tidak perlu repot-repot denganku sama sekali, kamu tahu? Lebih seperti itu sebuah hal yang bagus jadi aku seharusnya merayakannya dan mendoakanmu semua yang terbaik – sesuatu seperti itu…”
“K-kamu sangat tanggap… Aku ingin membuat perayaan yang bagus, kamu tahu. Dan juga karena, yah, aku begitu berterima kasih denganmu.”
“T-Tidak muuuuungkin… Aku tidak melakukan apapun yang patut diberi rasa terima kasih… tidak ada sama sekali.”
“Begitu mirip denganmu untuk tidak sadar dengan kebaikanmu sendiri. Meski demikian, aku merasa berterima kasih… dan lagi pula, kamu tidak membuat perayaan untuk seseorang karena apa yang mereka lakukan. Aku melakukannya hanya karena aku ingin melakukannya saja.”
“…O-oke.”
Sesuatu memberitahuku mereka tidak sedang membicarakan mengenai hal yang sama…
Mereka hanya mengutarakan frasa-frasa pilihan pada satu sama lain dan di dalam hati mengisi titik-titiknya atas kehendak mereka sendiri. Yui sedang mengelak masalahnya dengan kata-kata dan tingkah samar-samarnya, sementara Yukinoshita berbicara dengan tingkah yang sangat membuat kesan dia sedang menyembunyikan rasa malunya. Kalimat-kalimat dalam percakapan mereka hampir tidak nyambung sama sekali, dan itu hanya dari konteks sajalah mereka menyusunnya bersama-sama.
Yukinoshita, yang sekarang akhirnya menyuarakan perasaan berterima kasih yang biasanya tidak dapat disampaikannya, terlihat merona karena kecanggungannya. Sementara itu, setiap kali Yuigahama melihat ke arah ekspresi Yukinoshita, wajahnya sendiri mengelap lagi dan lagi, dan untuk menyembunyikan itu dia kadang-kadang membentuk sebuah senyuman dengan sia-sia. Matanya sudah menyempit dan sudah semakin bergejolak setiap detik yang berlalu.
“Itulah mengapa… itu-” Yukinoshita jatuh diam sedikit setelah dia berhasil mengatakan sesuatu.
Suatu jangka waktu pendek berlalu, dimana kami memandang wajah satu sama lain dengan bisu dalam jangka waktu tersebut. Seuah ekspresi mengamati bertemu dengan amarah bertemu dengan rasa gugup. Sepuluh detik bahkan belum berlalu jika aku menghitung waktunya, tapi itu sudah cukup lama untuk menurunkan suatu keheningan berat sebelum seseorang membuka mulut mereka lagi. Kami bertiga melihat ke arah tiga tempat berbeda selagi sebuah suasana berat menetap di sini.
“Um, kamu tahu…” Yuigahama membuka mulutnya seakan dia sudah membulatkan tekadnya mengenai sesuatu.
Itulah pada saat hal tersebut terjadi. Dor dor! Suatu suara mengetuk yang tidak sabaran menggema ke sekeliling ruangan. Yukinoshita melepaskan bukunya dan memanggil ke arah pintu.
“Masuk.”
Tapi tidak ada respon dari balik pintu tersebut. Satu-satunya hal yang kami dengar adalah suara desah mengerikan, yang tercampur dengan nafas berat.
Yukinoshita dan aku bertukar pandangan. Kemudian Yukinoshita mengangguk singkat. Entah kenapa, kelihatannya itu adalah pekerjaanku untuk melihat apa yang terjadi. Selama sesaat di sna aku berpikir, Lakukan itu sendiri… tapi aku akan merasa canggung membuat seorang gadis melihat sumber suara nafas mengerikan itu.
Setiap aku melangkah selangkah menuju pintu, suara nafas misterius itu juga mendekat. Di dalam ruangan hening ini, suara hanya diizinkan dari dua sumber saja: langkah kakiku dan nafas itu.
Setelah aku mencapai pintu itu, aku menelan ludah. Pemikiran bertemu dengan seorang alien setelah aku memisahkan kayu tunggal di antara kami itu memenuhiku dengan rasa ngeri dan rasa gugup.
Aku meletakkan tanganku pada pintunya dan membukanya, penuh dengan rasa takut.
Catatan Translasi
<references>