Difference between revisions of "Sayonara Piano Sonata (Indonesia):Jilid 1 Bab 8"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
(Created page with "==Putri, Revolusioner== Aku menggenggam bass ku dan kabur dari ruang kelas segera setelah sekolah, dan berjalan menuju ke atap. Begitu aku sampai di sana, aku melihat seorang...")
 
m (terakhir edit dah)
Line 1: Line 1:
  +
<div align=justify><span style="font-family: Maiandra GD; font-size:110%">
==Putri, Revolusioner==
 
  +
==Tuan Putri, Revolusionis==
   
Aku menggenggam bass ku dan kabur dari ruang kelas segera setelah sekolah, dan berjalan menuju ke atap. Begitu aku sampai di sana, aku melihat seorang gadis berseragam duduk di pagar kawat sambil menatap ke langit. Rambutnya tertiup angin, dan dia sepertinya sedang senang. Dia adalah Kagurazaka-senpai.
+
Kubawa basku kemudian berlari dari ruang kelas segera setelah sekolah berakhir untuk menuju ke atap. Begitu sampai di sana, kulihat seorang gadis berseragam sedang duduk di atas tepi pagar ram sambil menatap ke langit. Rambutnya tertiup angin, dan ia sepertinya sedang dalam suasana hati yang baik. Rupanya itu Kagurazaka-senpai.
   
“Bukannya kau agak lambat, anak muda? Bell seusai sekolah sudah berhenti berdentang.
+
"Bukankah kamu terlalu lamban, Shounen? Bel pulang sekolah saja sudah berhenti berbunyi."
   
“Tidak, senpai yang terlalu awal......
+
"Tidak, Senpai yang datang terlalu cepat ...."
   
Kami masih ada pelajaran, jadi bagaimana mungkin dia bisa sampai di sini sebelum bell berhenti berdentang?
+
Bagaimana caranya ia bisa sampai ke sini sebelum bel berhenti berbunyi? Padahal saat itu pelajaran masih berlangsung.
   
“Pada waktu ini sinyal melodi dari pabrik di seberang kita akan bertumpuk dengan suara bel sekolah kita, yang menghasilkan komposisi secara kebetulan dan menarik. Aku sangat berharap kau bisa mendengarkannya, anak muda.
+
"Melodi penanda waktu yang berasal dari pabrik seberang ini saling bersahutan dengan suara bel sekolah kita, yang secara kebetulan dan terdengar menarik, menghasilkan sebuah komposisi nada. Kuharap kamu bisa mendengarnya, Shounen."
   
“Haa. Ngomong-ngomong, bukannya agak bahaya duduk di tempat setinggi itu?
+
"Hah?!" Omong-omong, bukannya agak bahaya duduk di tempat setinggi itu?
   
Senpai melompat turun dari pagar dan mendarat tepat di depanku.
+
Senpai lalu melompat turun dari pagar dan mendarat tepat di depanku.
   
“Apa kau sudah memutuskan untuk bergabung dengan klub kami.”
+
"Apa kamu sudah putuskan untuk bergabung dengan klub kami?"
   
“Yah......” Aku menurunkan bass yang bergantung di pundakku dan menyandarkannya di pagar. Aku sedikit bimbang dengan kata-kataku, “Aku membutuhkan bantuanmu dalam bass, tapi kalau untuk bergabung dengan band......”
+
"Yah ...," kuturunkan bas yang bergantung pada pundakku lalu menyandarkannya di pagar. Aku sedikit bimbang dengan kata-kataku, "Aku memang membutuhkan bantuan Senpai untuk mempelajari bas, tapi kalau bergabung dalam ''band'' ...."
   
“Kenapa? Senpai mengangkat alisnya yang indah bentuknya.
+
"Kenapa?" senpai mengangkat alisnya yang tampak indah itu.
   
“Tidak, aku hanya ingin mendapatkan kembali ruang kelas itu supaya aku bisa mendengarkan CD-CD ku. Aku tidak bermaksud bermain bass untuk Senpai.
+
"Tidak, aku hanya ingin mendapatkan kembali ruang kelas itu supaya bisa mendengarkan CD-CD-ku. Aku tidak memainkan bas ini demi Senpai."
   
  +
"Tapi tadi kamu cepat-cepat kemari seperti yang kuperintahkan."
“Tapi kau datang ke sini dengan segera sesuai perintahku.”
 
   
“Itu cuma karena aku membutuhkan bantuan Senpai kalau aku ingin memberikan pelajaran pada Mafuyu.
+
"Itu hanya karena aku butuh bantuan Senpai supaya bisa memberi pelajaran pada Mafuyu."
   
“Jadi yang kau maksud dengan menginginkanku mengajarimu, adalah aku mengajarimu bermain gitar terlebih dahulu. Kau menggunakanku, seperti aku menggunakanmu. Benar?
+
"Jadi yang kamu maksud bantuan itu, kamu memanfaatkanku supaya bisa mengajarimu bermain bas? Jadi kamu memanfaatkanku seperti aku memanfaatkanmu, begitu?"
   
Cara dia mengatakan hal itu sedikit blak-blakan, tapi aku mengangguk dengan jujur. Untuk dapat menang melawan Mafuyu, aku tidak perlu memperdulikan imejku.
+
Cara ia mengatakan hal itu sedikit blakblakan, tapi aku tetap mengangguk dengan jujur. Untuk bisa menang melawan Mafuyu, aku tidak perlu menjaga citra diriku.
   
Sebuah senyuman muncul di wajah Senpai.
+
Sebuah senyuman muncul di wajah senpai.
   
“Mmm, jadi begitu. Kau tidak lagi memiliki ekpresi seorang pecundang.
+
"Hmm, jadi begitu. Rupanya kamu tidak lagi memiliki ekpresi seorang pecundang."
   
Senyumannya tidaklah sedramatis biasanya justru, itu adalah senyuman yang sangat alami. Aku terkejut.
+
Senyumnya itu tidak sedramatis biasanya justru, itu senyuman yang sangat alami. Aku terkejut.
   
“Apa ini ok? Aku sudah memprediksi kalau kau akan tetap bergabung pada akhirnya. Jadi ayo kita mulai!
+
"Bukankah ini bagus? Aku sudah memprediksi kalau kamu pada akhirnya pun akan tetap bergabung. Jadi, ayo kita mulai!"
   
Senpai berjongkok dan mengeluarkan berbagai macam barang dari tas punggungnya ke lantai: sebuah amplifier mini dengan baterai di dalamnya, kabel untuk amplifier, dan juga senar pengganti untuk bass.
+
Senpai berjongkok dan mengeluarkan berbagai macam barang dari tas punggungnya ke lantai. Sebuah ''amplifier'' mini dengan baterai di dalamnya, kabel untuk ''amplifier'', dan juga senar pengganti untuk bas.
   
......Tapi, kenapa kita harus berlatih di atap?
+
"... tapi, kenapa kita harus berlatih di atap?"
   
“Anak muda, apa yang kaupikir sebagai langkah pertama dalam berlatih bass?
+
"Shounen, apa menurutmu langkah pertama dalam berlatih bas?"
   
Dia menanyakan pertanyaan itu padaku sambil mengeluarkan senar-senar dari tasnya dan membukannya.
+
Ia menanyakan itu padaku sambil mengeluarkan senar-senar dari tasnya lalu merentangkannya.
   
  +
"Hmm ..., bukankah berlatih '''fingering'' langkah kepiting?"
“Hmm—bukankah berlatih gerakan jari langkah kepiting<ref>finger crab walk, aku tidak bisa menemukan istilah ini dalam bahasa indonesia</ref>?”
 
   
Itu adalah jenis latihan berulang untuk melatih dasar. Pemain menentukan tempo tetap, dan mulai menekan fret<ref>kolom</ref> secara berurutan menggunakan jari telunjuk sampai jari kelingking, lalu memainkan setiap skala secara berurutan. Sementasa tangan kiri akan bergerak perlahan secara horisontal masuk ke dalam sedikit demi sedikit, beberapa orang menyebutnya jari langkah kepiting. Kedengarannya seperti pemula, tapi itu adalah dasar dari bermain gitar. Akan tetapi, Senpai menggelengkan kepalanya.
+
Itu adalah jenis latihan berulang untuk melatih kemampuan dasar. Pemain menentukan tempo tetap, dan mulai menekan ''fret'' secara berurutan dari telunjuk sampai kelingking, lalu memainkan setiap skala secara berurutan. Karena tangan kiri sedikit demi sedikit bergerak mendekat secara horizontal, beberapa orang menyebutnya ''fingering'' langkah kepiting. Kedengarannya seperti latihan pemula, tapi itu adalah dasar dari bermain gitar. Biarpun begitu, senpai menggelengkan kepalanya.
   
“Ada hal lain yang perlu kau lakukan sebelum itu. Ini adalah alasan kenapa aku memanggilmu ke atap.
+
"Ada hal lain yang perlu kamu lakukan sebelum itu. Itulah alasan kenapa aku memanggilmu ke atap."
   
 
Senpai menarik senar itu kuat-kuat di kedua ujungnya.
 
Senpai menarik senar itu kuat-kuat di kedua ujungnya.
   
“Aku sudah membuat tali rentang dari atap ini sampai ke asrama seberang dengan sebuah senar. Kau harus berjalan di atasnya ke bangunan seberang.
+
"Aku sudah membuat tali rentang dari atap ini sampai ke asrama seberang dengan sebuah senar. Kamu harus ke gedung seberang dengan berjalan di atasnya."
   
Aku terkejut. Aku hampir menjatuhkan bass yang sedang kukeluarkan dari casing-nya.
+
Aku terkejut. Hampir saja kujatuhkan basku ini sewaktu mengeluarkannya dari sarungnya.
   
“...... Eh?
+
"... eh?"
   
“Kau tidak akan bisa menjadi bassist kalau kau tidak bisa menggantungkan hidupmu pada senar-senarnya. Aku akan mendoakan keselamatanmu. Kau mungkin akan mati kalau kau jatuh, jadi sebaiknya kau siapkan mentalmu terlebih dahulu.
+
"Kamu tidak akan bisa menjadi pemain bas kalau tidak bisa menggantungkan hidupmu pada senar-senarnya. Akan kudoakan keselamatanmu. Mungkin kamu akan mati jika terjatuh, jadi sebaiknya siapkan terlebih dahulu mentalmu."
   
“Tidak, tidak tidak tidak, apa sih yang kau bicarakan?
+
"Tidak, tidak, tidak, tidak, Senpai ini bicara apa?"
   
  +
"Ya ampun," senpai mengangkat bahunya, "Untuk menjadi seorang pemain bas, kamu perlu melewati latihan khusus yang membahayakan hidupmu. Memangnya kamu tidak tahu? Bahkan para pemain bas terkenal di Jepang sudah melewati berbagai macam latihan yang membahayakan hidup mereka. Contohnya, memukul kepala berulang kali dengan kaleng timah, atau membiarkan diri terkena kobaran api atau ledakan gas ..., dan lain sebagainya."
“Ya ampun,” Senpai mengangkat bahunya.
 
   
  +
"Pemain bas Jepang terkenal yang Senpai maksud itu ... siapa?"
“Kau perlu melewati latihan spesial yang membahayakan hidupmu untuk bisa menjadi bassist. Maksudmu, kau tidak tahu? Bahkan bassist-bassist paling terkenal di Jepang sudah melewati berbagai macam latihan yang membahayakan hidup mereka. Contohnya, mereka memukul kepala merekan berulang kali dengan kaleng timah, atau membiarkan diri mereka terkena api membara atau ledakan gas...... dan lain sebagainya.”
 
   
  +
"Mendiang Ikariya Chousuke."
“Jadi bassist Jepang terkenal yang kamu maksud...... adalah?”
 
   
  +
"The Drifters itu grup lawak, 'kan?!" kubanting sarung bas yang kupegang ini ke lantai.
“Almarhum Ikariya Chousuke.”<ref>i need to search it on wiki</ref>
 
   
  +
"The Drifters itu juga nama sebuah ''band''! Mereka pernah jadi ''band'' pembuka sebelum konser The Beatles. Kamu memang tidak sopan, Shounen."
“The Drifters itu grup komedi kan!?” Aku membanting cassing bass ke lantai. <ref>yang dimaksud di sini adalah grup komedi Jepang. Sepertinya The Drifters ada 2, yang satu grup komedi Jepang, yang satunya Band Inggris... need more referencess</ref>
 
   
  +
"Aku tahu itu, dan jangan mengalihkan pembahasan!"
“The Drifters itu juga band! Mereka adalah acara pembuka sebelum konser The Beatles. Kau benar-benar tidak sopan, anak muda.”
 
   
  +
"Soal tali rentang itu cuma bercanda. Hal pertama yang perlu kamu lakukan adalah mengganti senar basmu. Karena alat musik itu sudah disimpan di toko dalam waktu yang cukup lama, kelenturan senar-senarnya perlahan-lahan berkurang."
“Aku juga tahu itu, berhenti mengganti subyeknya!”
 
   
  +
O-orang ini memang ....
“Hal di tali rentang itu cuma bercanda. Hal pertama yang perlu kau lakukan adalah mengganti senar bass mu. Karena alat musik itu sudah di simpan di toko dalam waktu yang cukup lama, kelenturan senar-senarnya perlahan-lahan berkurang.”
 
   
  +
Kurasa tidak ada gunanya mengatakan sesuatu, jadi aku mengganti ke-empat senarnya tanpa berkomentar.
O-orang ini benar-benar......
 
   
  +
"Alasan sebenarnya aku memanggilmu ke atap adalah itu!"
Aku rasa tidak ada gunannya mengatakan sesuatu, jadi aku mengganti ke-empat senarnya dalam diam.
 
   
  +
Kagurazaka-senpai menempelkan dirinya ke pagar dan menunjuk ke bawah. Tanpa perlu melihat ke arah yang ditunjuknya, bisa kupahami yang Senpai maksud adalah suara gitar yang kini sedang kudengar. Ruang kelas yang digunakan Mafuyu berlatih gitar berada tepat di bawah kami.
“Alasan sebenarnya aku memanggilmu ke atap adalah, itu!”
 
   
  +
Padahal aku sudah mengajarinya cara membuat agar ruangan itu kedap suara dengan handuk, lantas kenapa aku masih bisa mendengar suara gitarnya? Suara riang melodi itu adalah <Pavane bagi Tuan Putri yang Mati> gubahan Ravel. Apa itu akibat dari keterkejutannya karena dipanggil hime-sama oleh teman-teman sekelas?
Kagurazaka-senpai bersandar di pagar dan menunjuk ke bawah. Aku bisa memahami apa yang Senpai maksud dari suara gitar yang terdengar di telingaku, tanpa perlu melihat ke arah yang ditunjuknya. Ruang kelas yang digunakan Mafuyu berlatih gitar ada tepat di bawah kami.
 
   
  +
"Bermula dari tujuh hari yang lalu."
Dan lagi, aku sudah mengajarinya bagaimana membuat ruangan itu soundproof dengan handuk, jadi kenapa aku masih bisa mendengar suara gitarnya? Suara riang melodi itu adalah <Pavane for Dead Princess> Ravel. Apa itu akibat dari keterkejutannya di panggil ‘Princess’(Tuan Putri) oleh teman-teman sekelas?
 
   
  +
Kagurazaka lalu menyandarkan punggungnya di pagar dan menatap ke langit.
“Itu tujuh hari yang lalu.”
 
   
  +
"Aku bolos mulai dari jam pelajaran pertama dan tinggal di sini sampai sekolah usai sambil mendengarkan suara jalanan."
Kagurazaka menyandarkan punggungnya di pagar, dan menatap ke langit.
 
   
  +
Untuk apa sebenarnya ia pergi sekolah?
“Aku bolos pelajaran dari jam pertama, dan tinggal di sini sampai sekolah usai, sambil mendengarkan suara jalanan.”
 
   
  +
"Lalu matahari pun mulai terbenam, dan saat seolah akan turun hujan, terdengarlah suara gitar. Itu merupakan <Clavier Bertemperamen Sama> gubahan Bach dari Buku II. Akan tetapi, ia melewatkan ''fugue''-nya dan memainkan preludenya saja. Aku begitu kesal hingga tidak menyadari kalau hujan sudah mulai turun — aku duduk dan terus mendengarkannya."
Apa gunannya orang ini pergi sekolah?
 
   
  +
"Senpai bisa kena flu kalau seperti itu ...."
“Lalu, matahari mulai terbenam, dan saat seolah akan turun hujan, terdengarlah suara gitar. Itu adalah Book II dari Bach <The Well-Tempered Clavier>. Akan tetapi, dia melewati fugue nya dan memainkan prelude-nya saja. Aku begitu kesal, aku tidak menyadari kalau hujan sudah mulai turun – aku duduk dan terus mendengarkan.”
 
   
  +
"Yang dimainkannya hanyalah prelude. Berlanjut terus hingga sampai di No. 24 dalam B minor — itu sebuah siksaan yang manis. Kemudian kudengar suara pintu terbuka, jadi kuintip ruang tersebut dan kulihat seorang gadis cantik berjalan keluar. Rambutnya berwarna merah tua yang tampak cerah — seperti sirup ''maple'' beku. Hal itu cukup untuk membuatku jatuh hati padanya.”
“Kau akan kena flu kalau seperti itu......”
 
   
  +
Basku terselip dari lututku lalu jatuh ke lantai.
“Yang dia mainkan cuma prelude, hingga sampai ke No. 24 di B minor – itu adalah siksaan manis. Lalu aku mendengar pintu terbuka, jadi aku mengintip ke ruang itu, dan melihat seorang gadis cantik berjalan keluar. Rambutnya berwarna merah marun cerah – seperti sirup maple beku. Hal itu cukup untuk membuatku jatuh hati padanya.”
 
   
  +
"Anu ..., Senpai?"
Bass ku terselip dari lututku dan jatuh ke lantai.
 
   
  +
"Hmm?"
“Urm...... Senpai?”
 
   
  +
"Tapi Mafuyu itu perempuan?"
“Hmm?”
 
   
  +
"Memangnya kenapa? Aku suka dengan hal-hal yang cantik. Di mataku, jenis kelamin bukanlah masalah. Menurutmu kenapa aku membiarkan Aihara Chiaki bergabung sebagai rekan ''band'' kita? Alasannya adalah karena ia imut."
“Tapi Mafuyu itu perempuan?”
 
   
  +
"Tolong jangan mengucapkan hal yang di luar dugaan tadi dengan santai begitu."
“Lalu kenapa? Aku suka hal-hal yang cantik. Dimataku, jenis kelamin bukanlah masalah. Menurutmu kenapa aku membiarkan Aihara Chiaki bergabung dalam band sebagai salah satu kawan kita? Alasannya adalah karena dia imut.”
 
   
  +
"Biar bagaimanapun, tidak pernah kusangka ia bisa memainkan drum sebaik itu dalam waktu kurang dari setahun."
“Tolong jangan mengatakan hal mengejutkan semacam itu dengan santai.”
 
   
  +
"Chiaki bisa menangis jika tahu Senpai berkata begitu."
“Bagaimanapun, aku tidak pernah mengira kalau dia bisa memainkan drum sebaik itu dalam waktu kurang dari setahun.”
 
   
  +
"Tidak masalah. Aku akan terus terang memberitahukan soal seleraku ini pada Rekan Chiaki."
“Chiaki akan menangis kalau dia mendengar hal itu darimu.”
 
   
  +
"Jadi semua orang sungguh berpikir kalau Senpai adalah orang yang bisa mendapatkan apa pun yang diinginkan?"
“Bukan masalah. Aku akan memberitahukan Kawan Chiaki mengenai seleraku dengan terus terang.”
 
   
  +
Aku terkejut hingga tidak bisa berkata apa-apa. Tidak kusangka jika ia orang yang seperti itu. Seharusnya aku belajar bas sendiri — masih belum terlambat buatku untuk melarikan diri. Aku mulai menyetel basku sambil memikirkan hal itu.
“Jadi semuanya benar-benar berfikir kalau kau adalah seseorang yang akan mendapatkan apapun yang kau inginkan?”
 
   
  +
"Akan tetapi, Ebisawa Mafuyu tidak mendengarkan sepatah kata pun ucapanku. Ditambah, saat aku melakukan pengamatan mendetail, untuk suatu alasan yang tidak diketahui, kamulah satu-satunya orang di sekolah ini yang dapat berbincang dengannya."
Aku terkejut hingga tak bisa berkata apa-apa. Aku tidak pernah berfikir dia orang yang seperti itu. Aku seharusnya belajar bass sendiri – masih belum terlambat buatku untuk melarikan diri. Aku mulai menyetel bass ku sambil memikirkan hal itu.
 
   
  +
Aku terkejut dan mengangkat kepalaku.
“Akan tetapi, Ebisawa Mafuyu tidak mendengarkan satu patah katapun perkataanku. Da juga, saat aku melakukan pengamatan mendetail, untuk suatu alasan yang tidak diketahui, kau lah sati-satunya orang di sekolah ini yang dapat berbincang dengannya.”
 
   
  +
Yang terlihat di depanku kini adalah senyum menggemaskan nan berbahaya milik senpai, yang pernah sekali ia gunakan di pekan itu.
Aku terkejut dan menganggkat kepalaku.
 
   
  +
"Karenanya, Shounen, aku butuh bantuanmu."
Apa yang terlihat di depanku adalah senyuman imut yang dapat menghancurkan milik senpai, yang cuma dia gunakan sekali di minggu itu.
 
   
  +
Aku tidak tahu kenapa, tapi aku tidak bisa menatap langsung mata senpai — yang bisa kulakukan hanya mengalihkan pandanganku kembali pada bas di tanganku. Seumur hidup, itulah pertama kalinya seseorang berkata begitu padaku. Tidak, tunggu sebentar, tenangkan diri dan pikirkan pelan-pelan. Senpai bilang kalau aku hanyalah bidak yang akan digunakannya.
“Karenannya, anak muda, aku membutuhkan bantuanmu.”
 
   
  +
"Jadi rencana Senpai sesungguhnya adalah mengumpulkan sekumpulan gadis manis, 'kan? Bukan benar-benar mengenai band."
Aku tidak tahu kenapa, tapi aku tidak bisa menatap langsung mata Senpai - yang bisa kulakukan cuma mengalihkan pandanganku kembali ke bass di tanganku. Itu adalah pertama kalinya seseorang mengatakan hal seperti itu padaku seumur hidupku. Tidak, tunggu sebentar, tenangkan diri dan pikirkanlah pelan-pelan. Senpai mengatakan sendiri kalau aku cuma bidak yang akan digunakannya.
 
   
  +
Kukatakan keraguan itu dalam diriku, tapi yang Kagurazaka-Senpai lakukan hanyalah memiringkan kepalanya dan menatapku dengan berulang kali mengedipkan mata.
“Jadi rencanamu yang sesungguhnya adalah mengumpulkan sekumpulan gadis imut kan? Bukan benar-benar mengenai band.”
 
   
  +
Semua percakapan yang kulakukan dengannya bukanlah sekadar halusinasiku semata, 'kan? Pemikiran seperti itu tiba-tiba terlintas di benakku.
Aku mengatakan keraguan dalam diriku, tapi yang Kagurazaka-Senpai lakukan cuma memiringkan kepalanya dan menatapku dengan matanya berkedip berulang kali.
 
   
  +
"Shounen, apa kamu tahu alasan manusia terlahir ke dunia ini?"
Semua percakapan yang kulakukan dengannya bukanlah sekedar halusinasiku semata kan? Pemikiran seperti itu tiba-tiba terlintas dibenakku.
 
   
  +
Apa maksud dari pertanyaan tiba-tiba ini? Mana mungkin aku tahu!
“Anak muda, apa kau tahu alasan kenapa manusia terlahir ke dunia ini?”
 
   
  +
"Jawabannya sederhana. Manusia terlahir di dunia ini untuk cinta dan revolusi."
Apa arti pertanyaan tiba-tiba ini? Bagaimana mungkin aku tahu!
 
   
  +
Tiba-tiba angin berhembus melewati kami, mengibaskan rambut panjang milik Senpai. Aku hampir terjatuh meski hanya merasakan hembusan ringan pada bahuku. Kenapa ia mengatakan semua ini? Apa aku salah paham mengenai arti dari kehidupan? Sejenak, pertanyaan-pertanyaan itu muncul di benakku.
“Jawabannya sederhana. Manusia terlahir di dunia ini untuk cinta dan revolusi.”
 
   
  +
"Lev Trotsky .... Kamu mungkin tidak mengenalnya, 'kan?"
Tiba-tiba, hembusan angin berhembus melewati kami, menerbangkan rambut Senpai yang panjang. Aku hampir terjatuh meski cuma merasakan hembusan ringan di pundakku. Kenapa dia mengatakan semua ini? Apa aku salah paham mengenai apa arti kehidupan? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul di benakku cuma selama beberapa detik.
 
   
  +
Aku sudah kehabisan tenaga menggelengkan kepala.
“Lev Trotsky<ref>Leon Trotsky</ref>...... kau mungkin tidak mengenalnya kan?”
 
   
  +
"Ia adalah revolusionis kedua sebelum yang terakhir! Ia kabur ke Meksiko setelah kalah dari koleganya, Joseph Stalin, di kancah persaingan politik. Ia mati sebelum menyaksikan awal dari revolusi dunia. Meski begitu, ketidakberuntungannya itu bukanlah karena tidak ada Stalin di sisinya ....."
Aku sudah kehabisan tenaga bahkan untuk menggelengkan kepala.
 
   
  +
Tanpa kusadari, senpai pun mengambil bas dari tanganku dan mencolokkan kabelnya ke ''amplifier''.
“Dia adalah revolusianis kedua sebelum terakhir! Dia kabur ke Mexico setelah kalah dari teman politiknya, Joseph Stain, di perang politik. Dia mati sebelum melihat awal dari revolusi di dunia. Akan tetapi ketidakberuntungannya bukanlah karena Stalin tidak ada di sisinya.......”
 
   
  +
"Ketidakberuntungannya itu karena Paul McCartney tidak di sisinya. Revolusionis terakhir, John Lennon — ia sangat beruntung memiliki Paul McCartney di sisinya."
Senpai mengambil bass dari tangannku tanpa sadar, dan menancapkannya ke amplifier.
 
   
  +
Senpai menahan emosinya yang meluap-luap dan mulai memetik senar-senar bassku dengan kukunya. Serangkaian nada kuat dan tidak sesuai terdengar keras dari ''amplifier'' yang merangsang pendengaranku. Aku sama sekali tidak bisa mengerti — bagaimana bisa senar bas setebal itu bisa menciptakan suara bernada tinggi? ia memainkan prelude lagu The Beatles yang berjudul <Revolution>. Itu adalah lagu revolusi yang ditulis oleh John Lennon, dan itu adalah lagu yang sering disalahartikan.
“Ketidakberuntungannya adalah karena Paul McCartney tidak ada di sisinya. Revolusionis terakhir, John Lennon – dia sangat beruntung memiliki Paul McCartney disisinya.”
 
   
  +
"Karenanya, cinta, revolusi, dan musik adalah hal yang tidak terpisahkan dari hidupku. Kekuatan untuk mendorong ke revolusi tanpa akhir; kekuatan untuk menemukan Paul yang hanya ada untukku; dan kekuatan untuk mengubah pemikiran-pemikiran ini menjadi lagu yang aku nyanyikan — tidak ada perbedaan di antara ketiganya. Shounen, apa kamu puas dengan jawaban yang kuberikan?"
Senpai menahan emosinya yang meluap-luap dan mulai memetik senar-senar bassku dengan kukunya. Serangkaian nada kuat dan tidak sesuai nada terdengar keras dari amplifier, yang merangsang pendengaranku. Aku tidak bisa memahaminya sama sekali - bagaimana bisa senar-senar gitar yang besar-besar itu bisa menciptakan suara bernada tinggi? Dia memainkan prelude dari <Revolution> dari The Beatles. Itu adalah lagu revolusi yang ditulis oleh John Lennon, dan itu adalah lagu yang sering disalah artikan.
 
   
  +
Apa jawaban tadi benar-benar ditujukkan untuk pertanyaanku ...?
“Karenannya, cinta, revolusi, dan musik adalah hal yang tidak dapat terpisahkan dari hidupku. Kekuatan untuk mendorong ke revolusi tanpa akhir; kekuatan untuk menemukan Paul yang hanya ada untukku; dan kekuatan untuk merubah pemikiran-pemikiran ini menjadi lagu yang aku nyanyikan – tidak ada perbedaan di antara ketigannya. Anak muda apa kau puas dengan jawaban yang aku berikan padamu?”
 
   
Apa jawabanmu benar-benar ditujukkan pada pertanyaanku.....?
+
"Ah, aku benar-benar tidak paham maksud perkataan Senpai."
   
  +
Saat aku hampir mengutarakan pemikiranku lebih lanjut, senpai bergumam, "Ya ampun," sambil mengernyitkan alis dan menggelengkan kepalanya. Lalu ia kembali bicara, " Apa boleh buat. Untuk mudahnya agar kamu bisa paham, ini seperti, ''Terlepas dari soal mengumpulkan gadis-gadis manis, aku sebenarnya memang serius membentuk sebuah band''."
“Ah, aku benar-benar tidak paham apa yang sebenarnya ingin kau katakan.”
 
   
  +
"Kalau begitu, jelaskan saja seperti tadi dari awal!" Sarung bas itu kubanting kembali.
“Sebaiknya kau mulai belajar untuk menjadi lebih puitis.”
 
   
  +
"Terasa lebih baik jika lebih puitis."
“Kau juga terus menganggap orang lain sebagai idiot kan Senpai? Dan berhentilah memasang wajah banggamu itu, aku tidak sedang memujimu.”
 
   
  +
"Senpai selalu menganggap orang lain itu bodoh, 'kan? Dan berhentilah memasang wajah angkuh itu — aku tidak sedang memuji."
“Anak muda, reaksimu cukup menarik. Sini sini.”
 
   
  +
"Shounen, reaksimu cukup menarik. Sini, sini."
Senpai tersenyum malu-malu. Sini? Sopan sedikit napa!
 
   
  +
Senpai tersenyum malu-malu. ''Sini''? Tidak sopan sekali!
“Baiklah, ayo kita mulai memodifikasi bass mu. Aku sedikit kesusahan dengan kelihaianmu mengalihkan topic pembicaraan.” Aku? Jadi ini salahku? Saat aku akan membantah, Senpai tiba-tiba mengembalikan bass itu padaku.
 
   
  +
"Baiklah, ayo kita mulai memodifikasi basmu. Aku sedikit kesusahan dengan kelihaianmu mengalihkan pembahasan."
“Kita harus menciptakan bunyi yang sesuai sebelum kau mulai berlatih. Lihat, aku membawa berbagai macam pikap<ref>phonograph?</ref> ke sini. Kau sudah menyiapkan peralatanmu kan?”
 
   
  +
Aku? Jadi ini salahku? Saat aku hendak akan membantah, senpai tiba-tiba mengembalikan bas itu padaku.
Senpai mengeluarkan beberapa onderdil gitar dari tasnya. Sebuah pikap adalah sesuatu yang menangkap getaran dari senar. Dengan mengganti bagian-bagian ini, akan terjadi perubahan besar pada nada alat musik itu. Modifikasi lainnya termasuk mengganti kabel di dalam dan semacamnya, dan kasus yang paling ekstrim adalah membuat beberapa lubang di gitar itu sendiri.
 
   
  +
"Kita harus menciptakan bunyi yang sesuai sebelum kamu mulai berlatih. Lihat, aku sudah membawa berbagai macam ''pick up''<ref>Pick up, adalah perangkat yang berfungsi sebagai transduser yang menangkap getaran mekanik dari senar dan mengubahnya menjadi sinyal listrik yang kemudian diteruskan ke pengeras suara.</ref> di sini. Kamu sudah menyiapkan peralatanmu, 'kan?”
“...... Maksudmu, kita akan memodifikasi bass ini sekarang?”
 
   
  +
Senpai mengeluarkan beberapa suku cadang gitar dari tasnya. ''Pick up'' adalah suatu alat yang menangkap getaran dari senar. Dengan mengganti bagian ini, akan terjadi perubahan besar pada nada yang dikeluarkan alat musik. Modifikasi lainnya termasuk mengganti kabel bagian dalam dan semacamnya. Kasus yang paling ekstrim adalah membuat beberapa lubang pada gitar itu sendiri.
“Bass Aria Pro II milikmu itu termasuk murah, tapi aku memilihnya secara khusus dengan mempertimbangkan warna nada dari Stratocaster milik Ebisawa Mafuyu. Akan tetapi, itu saja tidak cukup. Bass ini tidak bisa mengeluarkan nada yang menyajikan respon sempurna dari gitarnya.”
 
   
  +
"... jadi, kita akan memodifikasi bas ini sekarang juga?"
Senpai menunjuk ke bawah pagar pengaman. Serangkaian petikan cepat dan mengagumkan dari gitar yang dimainkan Mafuyu terdengar dari arah itu. Oh aku mengerti, jadi itu alasannya memanggilku ke atap?
 
   
  +
"Bass Aria Pro II milikmu itu termasuk murah, tapi aku memilihnya secara khusus dengan mempertimbangkan timbre dari Stratocaster milik Ebisawa Mafuyu. Akan tetapi, itu saja tidak cukup. Bas ini tidak bisa mengeluarkan nada yang menyajikan respon sempurna terhadap gitar miliknya."
   
  +
Senpai menunjuk ke bawah pagar pengaman. Serangkaian petikan cepat dan mengagumkan dari gitar yang dimainkan Mafuyu terdengar dari arah itu. Aku pun mengerti, jadi itulah alasan senpai memanggilku ke atap?
Senpai dan aku berulangkali mempertimbangkan bagaimana memodifikasi bass itu, dan ini adalah hal yang sangat menarik. Kebetulan aku juga cukup ahli dalam hal ini.
 
   
  +
<span style="font-size: 200%; border: "><center>♪</center></span>
“...... Suara dari bass mu sudah bisa disetarakan dengan bass dari Greg Lake.”
 
   
  +
Aku dan senpai berulang kali mempertimbangkan bagaimana memodifikasi bas itu. Ini terasa begitu menarik, karena kebetulan aku juga cukup ahli dalam hal ini.
Setelah dua jam, Kagurazaka-senpai mengambil bass yang sudah selesai dan mengatakan hal tersebut dengan nada memuji, diantara tumpukan serutan kayu, serpihan logam , dan bagian-bagian dari potongan senar. Aku sedikit merasa malu karenanya.
 
   
  +
"... suara dari basmu sudah bisa disetarakan dengan bas dari Greg Lake."
“Kenapa kau tidak mengutak-atik Les Paul milikku juga? Aku ingin membuat nadanya sedikit lebih berwarna.”
 
   
  +
Setelah dua jam, sembari memuji, Kagurazaka-senpai mengambil bas yang telah selesai itu di antara tumpukan serutan kayu, serpihan logam serta bagian-bagian dari potongan senar. Aku jadi sedikit tersipu karenanya.
“Gak mungkin, aku tidak punya keberanian mengutak-atik gitar mahal semacam itu.”
 
   
  +
"Kenapa kamu tidak mengutak-atik Les Paul milikku juga? Aku ingin membuat nadanya sedikit lebih berwarna."
Senpai cuma tertawa, dan mulai membereskan peralatan dan sampah-sampah yang ada.
 
   
  +
"Tidak, aku tidak punya keberanian mengutak-atik gitar semahal itu."
“Cobalah menyambungkan bass mu ke amplifier sesering mungkin saat kau sedang berlatih. Supaya kau bisa merasakannya dengan tubuhmu, dan ingatlah suara yang sama dengan apa yang akan kau mainkan di pertunjukkan yang sesungguhnya.”
 
   
  +
Senpai cuma tertawa lalu mulai membereskan peralatan dan sampah-sampah yang ada.
Aku menggangguk, dan sekali lagi mencolokkan bass ku ke amplifier-mini. Kejernihan suara bass ini benar-benar berbeda dengan saat pertama aku membelinya. Hal ini ditujukan agar dapat menandingi kejernihan warna nada gitar Mafuyu, yang dimainkan dengan ketepatan yang menakjubkan. Kalau kau bertanya padaku, aku pun cukup percaya diri dengan hasil modifikasiku.
 
   
  +
"Usahakan sesering mungkin untuk menyambungkan basmu ke amplifier saat kamu sedang berlatih, sehingga tubuhmu bisa merasakan suaranya dan mengingatnya sewaktu bermain di pertunjukkan yang sesungguhnya nanti."
Sejak saat Senpai dengan cara yang tidak masuk akal, memaksaku membeli bass ini, aku tidak benar-benar bisa merasakan kalau alat musik ini adalah milikku. Akan tetapi, saat ini, ia terasa seperti bass yang telah kugunakan dan berlumuran keringat kerja kerasku selama sepuluh tahun – aku bisa menggunakannya dengan nyaman. Ini adalah partner ku yang kuciptakan dari paling awal. Aku akhirnya bisa mulai berlatih.
 
   
  +
Aku menggangguk, dan sekali lagi mencolokkan bass ku ke amplifier mini. Kejernihan suara bas ini benar-benar berbeda dengan saat pertama kali aku membelinya. Ini dimodifikasi sedemikian rupa agar dapat menandingi kejernihan timbre gitar Mafuyu yang dimainkan dengan ketepatan menakjubkan. Kalau pun ditanya, aku cukup percaya diri dengan hasil modifikasiku.
“Tentu saja, aku juga tidak akan membuatmu berlatih pada hal-hal dasar berulang-ulang. Itu tidak perlu, kau bisa berlatih sendiri di rumah. Mungkin ini sedikit mendadak, tapi aku ingin kau memainkan sebuah lagu untukku, sekarang.”
 
   
  +
Sejak saat senpai yang secara tidak masuk akal memaksaku membeli bas ini, aku tidak sungguh merasa kalau alat musik ini adalah milikku. Akan tetapi, bas ini kini terasa seperti bas yang telah berlumuran keringat kerja kerasku selama sepuluh tahun — aku bisa menggunakannya dengan nyaman. Ini adalah rekan yang kuciptakan dari awal. Akhirnya aku pun bisa mulai berlatih.
Senpai meletakkan sebuah lembaran musik yang ditulis tangan, tepat di depanku.
 
   
  +
"Tentu saja aku tidak akan membuatmu berlatih hal-hal dasar berulang kali. Itu tidak perlu, karena kamu bisa berlatih sendiri di rumah. Mungkin ini sedikit mendadak, tapi sekarang aku ingin kamu memainkan sebuah lagu untukku.”
“Apa kau tahu lagu ini?”
 
   
  +
Senpai meletakkan sebuah lembar partitur yang ditulis tangan tepat di depanku.
Aku mengangguk. Tidak ada judul di lembaran musik itu, tapi aku langsung tahu setelah melihatnya sekilas.
 
   
  +
"kamu tahu lagu ini?"
“Aku tidak akan membantah kalau melodi bass memang tidak begitu menarik perhatian. Hampir tidak ada lagu yang dapat dikenali orang-orang hanya dari suara bass-nya saja. Cuma ada satu pengecualian, yaitu ini. Karenanya, aku rasa semua bassist harus memulai dari lagu ini, dan juga berhenti di lagu ini.”
 
   
  +
Aku mengangguk. Tidak ada judul di partitur itu, tapi aku langsung tahu setelah melihatnya sekilas.
Lagu ini adalah lagu dari Ben E. King <Stand by Me>. Bum, bum, badabum, bum...... itu adalah ritme bass-nya—memang benar, cukup dengarkan dua bait dan kau bisa menyimpan nadanya dalam ingatanmu.
 
   
  +
"Aku tidak akan membantah kalau melodi bas memang tidak begitu menarik perhatian. Hampir tidak ada lagu yang dapat dikenali orang-orang hanya dari suara bas saja. Tapi ada satu pengecualian, yaitu lagu ini. Karenanya, kurasa semua pemain bas harus memulai dari lagu ini, dan juga berhenti di lagu ini."
“Kalau begitu sesuaikan ritmemu dengan metronome dan mainkan lagu ini! Terus mainkan sampai malam tiba dan bintang-bintang bermunculan, mengerti?”
 
   
  +
Lagu itu adalah <Stand by Me> karya Ben E. King. ''*Bum, bum, badabum, bum*'' .... Seperti itulah ritme basnya — memang benar, hanya dengan dua bait, kita bisa menyimpan nadanya dalam ingatan.
Setelah dia selesai menyanyikan liriknya, Senpai melambaikan tangannya sebelum membuka pintu dan pergi. Aku mendesah, duduk di lantai dan mengambil gitarku.
 
   
  +
"Kalau begitu sesuaikan ritmemu dengan metronom dan mainkan lagu ini! Terus mainkan sampai malam tiba dan bintang-bintang bermunculan, mengerti?"
Meski Senpai sudah sering mengejutkanku, aku tidak pernah berfikir sekalipun kalau dia akan membuatku memainkan lagu ini secepat ini.
 
   
  +
Setelah selesai menyanyikan liriknya, senpai melambaikan tangannya sebelum membuka pintu dan pergi. Aku mendesah, duduk di lantai dan mengambil basku.
Hey! Ain’t you gonna Stand by Me? (Bukannya kau seharusnya ‘berada di sisiku’?)
 
   
  +
Meski senpai sudah sering mengejutkanku, tidak sekalipun aku berpikir kalau ia akan membuatku memainkan lagu secepat ini.
   
  +
Hei! Bukankah harusnya ia ada di sini bersamaku?<ref>Ucapan Kagurazaka-senpai dan monolog Nao yang bersahutan ini adalah bagian dari lirik <Stand By Me></ref>
Setelah satu jam berlatih, aku merasa ada hal yang janggal. Pada awalnya, aku tidak tahu perasaan apa ini.
 
  +
  +
<span style="font-size: 200%; border: "><center>♪</center></span>
  +
  +
Setelah satu jam berlatih, aku merasa ada sesuatu yang janggal. Pada dasarnya, aku tidak tahu perasaan apa ini.
   
 
Hingga aku melepaskan jari-jariku dari senar dan menghentikan metronom, aku baru menyadarinya—
 
Hingga aku melepaskan jari-jariku dari senar dan menghentikan metronom, aku baru menyadarinya—
   
Aku tidak bisa lagi mendengar suara gitar Mafuyu. Aku mendongak dan melirik sekilas ke jam di tembok gang hampir jam enam. Mafuyu biasanya akan terus bermain sampai waktunya sekolah berakhir, jadi seharusnya dia belum pulang. Mungkin dia pergi ke toilet atau semacamnya?
+
Aku tidak lagi mendengar suara gitar Mafuyu. Aku menengadah dan melirik sekilas ke jam di atas tembok pintu masuk hampir jam enam. Mafuyu biasanya akan terus bermain sampai waktunya gerbang sekolah ditutup, jadi seharusnya ia belum pulang. Mungkin ia pergi ke toilet atau semacamnya?
   
Aku meningkatkan sedikit tempo dari metronom itu, dan mulai bermain dari awal lagi. Kali ini, aku menggumamkan liriknya sambil bermain.
+
Kutingkatkan sedikit tempo dari metronomnya dan mulai bermain dari awal lagi. Kali ini, aku menggumamkan liriknya sambil bermain.
   
Akan tetapi, ritme dari liriknya berbeda dengan ritme bass, sehingga membuatku kesulitan memainkannya. Jari-jariku berhenti bermain sekali lagi, karena perasaan janggal yang kurasakan di awal tadi.
+
Akan tetapi, ritme dari liriknya berbeda dengan ritme bas, sehingga membuatku kesulitan memainkannya. Jari-jariku sekali lagi berhenti bermain karena perasaan janggal yang kurasakan sedari tadi.
   
Pintu atap seharusnya tertutup, namun ternyata ia sedikit terbuka. Aku menyandarkan bass-ku ke pagar, dan berjalan menuju pintu. Saat membukanya, aku melihat Mafuyu yang ketakutan berdiri di balik pintu. Dia mundur selangkah tapi langkahnya meleset dan hampir saja jatuh ke tangga dibelakangnya. Saat tangannya melambai-lambai liar di udara, aku segera meraih pundaknya dan menariknya kembali ke atas.
+
Pintu atap seharusnya tertutup, namun ternyata kini sedikit terbuka. Kusandarkan basku ke pagar lalu berjalan menuju pintu. Sewaktu membukanya, aku melihat Mafuyu yang ketakutan sedang berdiri di balik pintu. ia mundur selangkah, tapi langkahnya meleset dan hampir saja jatuh dari anak tangga di belakangnya. Saat tangannya bergerak liar di udara, segera kuraih lengannya dan menariknya ke atas.
   
“...... Apa yang sedang kau lakukan di sini?
+
"... Kamu sedang apa di sini?"
   
Setelah dengan susah payah berdiri dengan tegap, Mafuyu menyingkirkan tanganku dari pundaknya. Dia memalingkan wajahnya dengan cepat dan menjawab,
+
Setelah dengan susah payah menegakkan dirinya, Mafuyu menyingkirkan tanganku dari lengannya. Ia segera memalingkan wajahnya lalu menjawab,
   
“Kedengarannya berisik sekali di atas sini.
+
"Kedengarannya berisik sekali di atas sini."
   
Aku melirik ke bass di belakangnya dengan sedikit kaget. Dia bisa mendengarnya? Tapi aku tidak membuat banyak suara.
+
Kulirik bas di belakangku dengan sedikit terkejut. Ia bisa mendengarnya? Tapi aku tadi tidak membuat suara seberisik itu.
   
“Kenapa kau berlatih di tempat seperti ini? Mafuyu menatap tajam ke arahku. Dia sepertinya sedikit tidak senang.
+
"Kenapa kamu berlatih di tempat seperti ini?" Mafuyu menatap tajam ke arahku. Ia sepertinya agak tidak senang.
   
“Bukannya aku sudah mengajarimu bagaimana membuat ruangan itu kedap suara dengan handuk?
+
"Bukankah aku sudah mengajarimu cara membuat ruangan itu kedap suara dengan handuk?"
   
“Kalau aku melakukannya, aku tidak akan bisa kabur dengan cepat kalau sesuau muncul di ruangan itu.”
+
"Kalau aku melakukannya, aku tidak bisa cepat-cepat kabur kalau sesuatu muncul di ruangan itu.”
   
Kalau sesuatu muncul di ruangan?
+
Sesuatu yang muncul di ruangan itu apa?
   
“Itu........ saat sesuatu...... muncul di ruangan...... atau semacamnya.
+
"Itu ..., saat sesuatu itu ... muncul di ruangan ... atau semacamnya."
   
Mafuyu menunduk sambil berbicara ambigu.
+
Mafuyu menundukkan kepalanya sambil mengucapkan hal yang ambigu.
   
“Ah, maksudmu seperti kelabang atau kecoa?
+
"Oh, maksudmu seperti kelabang atau kecoak?"
   
“Wa! Wa! Mafuyu menutup kedua telingannya dan menginjak kakiku beberapa kali. Sakit! Ngapain sih!
+
"Wa! Wa!" Mafuyu menutup kedua telinganya sambil menginjak kakiku beberapa kali. Aduh! Dirinya itu kenapa?!
   
Dia merubah situasi ini menjadi sesuatu yang agak bodoh, jadi yang bisa kulakukan cuma kembali ke bass ku. Untuk suatu alasan yang tidak kuketahui, Mafuyu mengikutiku.
+
Ia mengubah situasi ini menjadi sesuatu yang agak konyol, jadi yang bisa kulakukan hanyalah kembali ke basku. Untuk suatu alasan yang tidak kuketahui, Mafuyu mengikutiku.
   
“Umm...... Apa lagi?
+
"Eh ... Ada apa lagi?"
   
  +
"Nadanya sumbang."
“Nadanya ‘’fals’’.”
 
   
Mafuyu menggembungkan pipinya dan menunjuk bassku dengan sedikit kesal.
+
Mafuyu menggembungkan pipinya dan menunjuk basku dengan sedikit kesal.
   
  +
"Eh?"
“Eh?’
 
   
“Senar ketiga terlalu datar. Aku merasa sangat tidak nyaman saat aku mendengarkannya barusan. Apa maksudmu, kau tidak menyadarinya?” Aku mengecek tuner-ku, dan memang sedikit ‘’fals’’. Dia bisa mendengarnya dari tiga lantai di bawahku? Dia sehebat itu?
+
"Senar ketiga terlalu datar. Rasanya sangat tidak nyaman saat aku mendengarkannya tadi. Jadi kamu tidak menyadarinya?"
   
  +
Aku pun mengecek tuner-ku, dan memang sedikit sumbang. Ia bisa mendengarnya dari tiga lantai di bawahku? Sehebat itukah dirinya?
“Pinjam.”
 
   
  +
"Pinjam."
Saat aku sedang mencoba memperbaikinya, Mafuyu tiba-tiba merampas bass itu dariku. Dia segera memutar peg (stem) beberapa kali untuk memperbaiki nadanya, lalu mengembalikannya padaku.
 
   
  +
Saat aku sedang mencoba memperbaikinya, Mafuyu tiba-tiba merampas bas itu dariku. Ia segera memutar pemutar senarnya beberapa kali untuk memperbaiki nadanya lalu mengembalikannya padaku.
“Terima kasih telah membantu! Aku akan membayarmu sepuluh yen<ref>kurang lebih 1000 rupiah secara nilai kurs, dan 100 rupiah secara perbandingan nilai riil -2014</ref> setiap kali kau melakukannya, jadi tolong terus membantuku.”
 
   
  +
"Terima kasih bantuannya! Aku akan membayarmu sepuluh yen setiap kali kamu melakukannya, jadi mohon bantuannya lagi ke depannya."
“Idiot.”
 
   
  +
"Dasar bodoh."
Aku tiba-tiba mengingat sesuatu, dan mulai memainkan <Stand By Me>.
 
   
  +
Aku tiba-tiba teringat sesuatu, dan mulai memainkan <Stand By Me>.
“Apa judul lagu ini? Aku pernah mendengarnya di suatu tempat.” Mafuyu bertanya. Luar biasa, tepat seperti perkataan Senpai. Untuk seorang gadis yang diasuh di bawah pengaruh musik klasik, ini mungkin satu-satunya lagu yang bisa dikenali Mafuyu cuma dari bass nya.
 
   
  +
"Apa judul lagu ini? Aku pernah mendengarnya di suatu tempat," tanya Mafuyu. Luar biasa, tepat seperti perkataan Senpai. Untuk seorang gadis yang diasuh di bawah pengaruh musik klasik, ini mungkin satu-satunya lagu yang bisa dikenali Mafuyu hanya dari suara basnya saja.
“Judulnya <Stand By Me>.”
 
   
  +
"Judulnya <Stand By Me>."
“...... Menceritakan tentang apa?”
 
   
  +
"... menceritakan tentang apa?"
“Tentang apa? Eh? Hmm...... Ceritanya tentang seseorang yang berjalan menyusuri rel kereta, kemudian dia tiba-tiba menemukan mayat di sampingnya.”
 
  +
  +
"Tentang apa? Eh? Hmm ..., ceritanya tentang seseorang yang berjalan menyusuri rel kereta, kemudian tiba-tiba ia menemukan mayat di sebelah jalur rel itu."
   
 
Mafuyu mengerutkan alisnya.
 
Mafuyu mengerutkan alisnya.
   
...... Apa kau mengatakan omong kosong lagi?
+
"... apa ini bualanmu lagi?"
   
“Nggak, aku nggak bohong.” Meski ini adalah sinopsis dari film dengan judul yang sama dan bukan lirik dari lagu itu.
+
"Tidak, aku tidak bohong," walau sebenarnya itu adalah sinopsis dari film dengan judul yang sama dan bukan lirik dari lagu itu.
   
Tidak lama kemudian, Mafuyu duduk di samping pintu atap, dan mendengarkan teknik bass ku yang masih kasar. Terus sebenarnya, sampai kapan kau mau berdiri di sana? Sulit bagiku untuk bermain kalau kau ada di sini, jadi tolong segera kembali ke tempatmu semula? Mungkin karena Mafuyu mengamati permainanku, aku menjadi salah memainkan nada beberapa kali.
+
Tidak lama kemudian, Mafuyu duduk di samping pintu atap sambil mendengarkan teknik basku yang masih kasar. Sebenarnya sampai kapan ia mau berdiri di sana? Sulit bagiku untuk bermain kalau kau ada ia di sini, kuharap ia segera kembali ke tempatnya. Mungkin karena Mafuyu mengamati permainanku, aku jadi salah memainkan nada beberapa kali.
   
“Apa kau senang?
+
"Apa kamu senang?"
   
Tiba-tiba Mafuyu menggumamkan kata-kata itu. Aku berhenti bermain dan mendongak ke atas.
+
Tiba-tiba Mafuyu menggumamkan pertanyaan itu. Aku berhenti bermain dan menengadah ke atas.
   
“...... Apa kau senang saat kau memainkan bass?
+
"... apa kamu senang saat memainkan bas?"
   
Aku tidak paham bagaimana menjawab pertanyaan tiba-tiba darinya itu.
+
Aku tidak paham bagaimana menjawab pertanyaan mendadak darinya itu.
   
“Hmm, tidak terlalu buruk. Lumayan menyenangkan bisa sedikit demi sedikit memainkan lagu yang kusuka.
+
"Hmm, lumayan. Cukup menyenangkan bisa sedikit demi sedikit memainkan lagu yang kusuka."
   
  +
"Begitukah?"
“Benarkah?”
 
   
Mafuyu tidak terlihat tertarik sedikitpun. Yang dilakukannya cuma mengamati lantai.
+
Mafuyu tidak terlihat tertarik sedikit pun. Yang dilakukannya hanya mengamati lantai.
   
Aku menanyakan pertanyaan yang sama padanya,”Apa kau tidak senang saat memainkan gitar?
+
Kutanyakan pertanyaan yang sama padanya, "Apa kamu tidak senang saat memainkan gitar?"
   
“Tidak sama sekali.
+
"Tidak sama sekali."
   
“Kalau kau tidak senang, kenapa tidak berhenti saja?
+
"Kalau tidak senang, kenapa kamu tidak berhenti saja?"
   
“Kenapa kau tidak mati saja?
+
"Kenapa kamu tidak mati saja?"
   
Aku menggenggam leher bass ku dengan kuat, dan menarik nafas dalam. Baiklah, tidak apa-apa, jangan marah. Tidak akan ada akhirnya kalau aku terus-terusan menganggap serius kata-katanya. Aku harus lebih dewasa dari itu.
+
Aku menggenggam leher basku kuat-kuat lalu menarik napas dalam-dalam. Baiklah, tidak apa-apa, jangan marah. Tidak akan ada habisnya kalau aku terus-terusan menganggap serius kata-katanya. Aku harus bersikap lebih dewasa.
   
“Kalau kau tidak senang, kenapa kau terus menutup dirimu di ruang latihan setiap hari untuk bermain gitar? Pulang dan mainkan pianomu!
+
"Kalau memang tidak senang, kenapa setiap hari kamu terus menutup dirimu di ruang latihan untuk bermain gitar? Pulang dan mainkan saja pianomu itu!"
   
“Itu bukan urusanmu.
+
"Bukan urusanmu."
   
Tentu saja itu urusanku! Kau sudah mengambil paksa tempat istirahatku, ya kan?
+
Tentu saja itu urusanku! Ia sudah mengambil paksa tempat istirahatku. Iya, 'kan?
   
“Kalau begitu...... bisakah kau tidak menggemboknya? Kau langsung pulang ke rumah dihari Jum’at kan? Bisakah kau membiarkanku menggunakan ruang latihan di hari itu?
+
"Kalau begitu ..., bisakah untuk tidak menggemboknya? Di hari Jumat, seusai sekolah kamu langsung pulang ke rumah, 'kan? Bisakah di hari itu saja kamu membiarkanku menggunakan ruang latihan?"
   
“Bagaimana kau tahu kalau aku langsung pulang ke rumah di hari Jum’at? Maniak!
+
"Tahu dari mana kalau hari Jumat aku langsung pulang ke rumah? Dasar maniak!"
   
Ini tidak ada hubungan apakah aku ini maniak atau bukan. Aku bisa melihanya dengan jelas dengan kedua bola mataku.
+
Ini tidak ada hubungannya dengan maniak atau bukannya diriku. Hal tadi bisa dengan mudah kulihat dengan kedua mataku ini.
   
“Gak! Jangan dekat-dekat denganku!
+
"Tidak! Jangan dekat-dekat denganku!"
   
Percakapan kami berakhir seperti itu.
+
Percakapan kami pun berakhir seperti itu.
   
Aku terus berlatih dengan tenang, tapi Mafuyu tidak terlihat berniat akan pergi. Dia berjalan mondar mandir dari dan ke pintu, ragu-ragu apakah dia sebaiknya kembali ke bawah atau tidak. Apa sih yang dia lakukan?
+
Aku terus berlatih dengan tenang, tapi Mafuyu tidak terlihat berniat akan pergi. Ia berjalan mondar-mandir di sekitar pintu, ragu-ragu apakah sebaiknya kembali ke bawah atau tidak. Dirinya itu sedang apa?
   
  +
"—Hime-sama?"
“—Tuan putri?”
 
   
Mafuyu terkejut dan berpaling ke arahku.
+
Mafuyu terkejut dan berbalik ke arahku.
   
“Apa kau bermaksud memangilku seperti itu juga?
+
"Apa kamu juga memangilku seperti itu?"
   
“Terus bagaimana kau sebaiknya memanggilmu? Ebisawa?
+
"Terus aku harus memanggilmu seperti apa? Ebisawa?"
   
Dia menatap tajam ke arahku.
+
Tatapannya tajam ke arahku.
   
  +
"Mafuyu?"
“Mafuyu?”
 
   
Kali ini, dia menunduk ke bawah, dan mengangguk sambil menggigit bibirnya sedikit. Jadi dia bisa menerimanya kalau aku memanggilkan dengan nama dirinya? Tapi sulit bagiku memanggilnya seperti itu! <ref>memanggil orang dengan nama diri menunjukkan keakraban yang biasanya hanya digunakan pada pasangan, teman dekat atau semacamnya. Umumnya orang Jepang memanggil dengan nama keluarga+san/kun</ref>
+
Kali ini ia menundukkan pandangannya ke bawah lalu mengangguk sambil sedikit menggigit bibirnya. Jadi dia bisa menerimanya kalau aku memanggil dengan nama depannya? Tapi sulit bagiku memanggilnya seperti itu!
   
“Katakan langsung padaku kalau ada sesuatu ingin kau katakan. Kemarin aku sudah bilang kan?
+
"Katakan saja kalau ada yang mau kamu katakan. Kemarin aku sudah bilang begitu, 'kan?"
   
“Kenapa kau bersikap sok hebat serperti itu?
+
"Kenapa sikapmu sok hebat begitu?"
   
Apa kau punya hak mengatakan hal seperti itu padaku? Meski begitu, saat aku bermaksud menatap balik padanya, Mafuyu mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Seolah dia ingin mengatakan sesuatu yang canggung dia bergumam pelan.
+
Apa hak dirinya berkata seperti itu padaku? Akan tetapi, saat aku bermaksud menatap balik padanya, Mafuyu mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Seolah ia ingin mengatakan sesuatu yang canggung ia bergumam pelan,
   
“...... Ada sesuatu yang bergerak-gerak di belakang kabinet dan berdengung.
+
"... ada sesuatu yang bergerak-gerak di belakang kabinet dan berdengung."
   
Hmm? Oh...... jadi itu alasannya datang kemari?
+
Eh? Oh ..., jadi itu alasannya datang kemari?
   
“Kau punya insektisida kan?
+
"Kamu punya pembasmi serangga, 'kan?"
   
“Aku menyemprotkannya ke ruangan, sebelum segera kabur ke sini.
+
"Aku sudah menyemprotkannya ke seluruh ruangan sebelum cepat-cepat kabur ke sini."
   
Ya ampun, bukan begitu cara menggunakan insektisida! Itu bukan insektisida jenis boron yang digunakan untuk mengasapi serangga sampai mati.
+
Ya ampun, bukan begitu cara menggunakan pembasmi serangga! Itu bukan jenis boron yang digunakan untuk mengasapi serangga sampai mati.
   
“Tidak ada gunannya kalau kau tidak menyemprotkannya langsung ke serangganya!
+
"Tidak ada gunanya kalau kamu tidak menyemprotkan langsung ke serangganya!"
   
“Kau menyuruhku melakukkan hal seperti itu?
+
"Kamu menyuruhku melakukan hal seperti itu?"
   
Mafuyu mengatakannya sambil menggeratakkan giginya dengan air mata di ujung matanya, dan badannya pun gemetaran sedikit. Apa begini caranya minta tolong pada orang lain? Meski begitu, kalau kubiarkan, Mafuyu tidak akan pernah menggunakan ruangan itu lagi, yang berarti kemenangan ada di tanganku?
+
Mafuyu mengatakannya sambil menggertakkan giginya dengan air mata di sudut matanya. Tubuhnya tampak sedikit gemetaran. Apa begini caranya minta tolong pada orang lain? Meski begitu, kalau kubiarkan, Mafuyu tidak akan pernah menggunakan ruangan itu lagi, yang berarti kemenangan ada di tanganku?
   
“Kalau kau tidak ingin melakukannya, bagaimana kalau kau mengembalikan ruangan itu padaku seperti seorang wanita dewasa?
+
"Kalau kamu tidak ingin melakukannya, bagaimana kalau kembalikan saja ruangan itu padaku layaknya seorang wanita dewasa?"
   
“Dasar brengsek! Mafuyu mengatakannya padaku sambil menaha air mata,”Terserah, aku paham. Biar kulakukan sendiri.
+
"Dasar berengsek!" ucap Mafuyu padaku sambil menahan air mata, "Baiklah, biar kulakukan sendiri."
   
Mafuyu membanting pintu, dan dari langkah-langkah kakinya sepertinya dia menuruni tangga. Silahakan dan berusahalah!
+
Mafuyu lalu membanting pintu, dan dari langkah-langkah kakinya terdengar seperti menuruni tangga. Silakan dan berusahalah semampunya!
   
Aku terus memainkan <Stand by Me>
+
Aku pun lanjut memainkan <Stand by Me>.
   
Meski begitu, aku agak penasaran bagaimana hasilnya, jadi aku mengintip di antara pagar pembatas atap.
+
Meski begitu, aku agak penasaran bagaimana hasilnya, jadi aku mengintip dari sela-sela pagar ram.
   
Mafuyu berdiri di luar ruang latihan dengan kaku, tangan kirinya mengepal. Setelah menatap gagang pintu selama beberapa saat, dia meraihnya, namun segera berhenti, seolah tenaga dalam dirinya tersedot habis. Dia berdiri di sana tidak bergerak, dan punggungnya gemetaran tanpa henti. Karena dia terlihat sangat kasihan, aku mematikan amplifier, meletakan bass ku, dan berdiri.
+
Mafuyu berdiri di luar ruang latihan dengan kaku, tangan kirinya mengepal. Setelah menatap gagang pintu selama beberapa saat, ia pun meraihnya, namun segera berhenti, seolah tenaga dalam dirinya habis tersedot. Ia berdiri di sana tanpa bergerak, dan punggungnya gemetaran tiada henti. Karena ia terlihat sangat menderita, kumatikan amplifier, meletakkan basku lalu berdiri.
   
Jadi sebenarnya suara berdengung itu bukan disebabkan oleh serangga. Setelah sampai ke lapangan di bawah tangga, aku berjalan ke ruang latihan. Aku mencoba menggoyangkan kabinet itu dan sesuatu yang tersangkut di belakangnya tiba-tiba jatuh dengan suara <nowiki>*pak*</nowiki>. Jadi sebenarnya itu adalah sampul depan album Iron Maiden yang pertama. Suara berdengung itu mungkin disebabkan oleh gesekan halaman sampul depan yang disebabkan oleh getaran dari suara gitarnya.
+
Ternyata suara berdengung itu bukan disebabkan oleh serangga. Setelah melewati anak tangga yang menuju lapangan, aku pun masuk ke ruang latihan. kucoba menggoyangkan kabinetnya dan sesuatu yang tersangkut di belakangnya tiba-tiba jatuh dengan suara ''*pak*''. Ternyata itu adalah sampul depan dari album pertama Iron Maiden. Suara berdengung itu mungkin suara gemerisik dari halaman sampul depan tersebut yang disebabkan oleh resonansi gitar Mafuyu.
   
Aku sebenarnya berfikir kehilangan sampul depan itu untuk selama-lamanya, dan karenanya aku sangat senang saat mendapatkannya kembali. Aku dengan ceria menunjukkan sampul itu ke Mafuyu yang didalamnnya terdapat gambar zombi yang mengeriakan dan jelas saja, dia menyemprotkan insektisida ke wajahku sambil menangis dan berteriak di saat bersamaan.
+
Sebenarnya aku sempat berpikir akan kehilangan sampul depan itu untuk selama-lamanya. Itu sebabnya aku sangat senang saat mendapatkannya kembali. Dengan senangnya, kutunjukkan sampul itu ke Mafuyu yang di dalamnya ada gambar ''zombie'' mengerikan dan jelas saja, ia pun menyemprotkan pembasmi serangga tadi ke wajahku sambil berteriak dan menangis.
  +
  +
  +
<noinclude>
  +
  +
===Catatan Penerjemah===
   
<noninclude>
 
==Referensi==
 
 
<references/>
 
<references/>
  +
</noninclude>
 
  +
{| border="1" cellpadding="5" cellspacing="0" style="margin: 1em 1em 1em 0; background: #f9f9f9; border: 1px #aaaaaa solid; padding: 0.2em; border-collapse: collapse;"
  +
|-
  +
| '''Mundur ke''' [[Sayonara Piano Sonata (Indonesia):Jilid 1 Bab 7|Bab 7]]
  +
| '''Kembali ke''' [[Sayonara Piano Sonata (Indonesia)|Halaman Utama]]
  +
| '''Lanjut ke''' [[Sayonara Piano Sonata (Indonesia):Jilid 1 Bab 9|Bab 9]]
  +
|-
  +
|}
  +
</noinclude>

Revision as of 17:58, 25 September 2016

Tuan Putri, Revolusionis

Kubawa basku kemudian berlari dari ruang kelas segera setelah sekolah berakhir untuk menuju ke atap. Begitu sampai di sana, kulihat seorang gadis berseragam sedang duduk di atas tepi pagar ram sambil menatap ke langit. Rambutnya tertiup angin, dan ia sepertinya sedang dalam suasana hati yang baik. Rupanya itu Kagurazaka-senpai.

"Bukankah kamu terlalu lamban, Shounen? Bel pulang sekolah saja sudah berhenti berbunyi."

"Tidak, Senpai yang datang terlalu cepat ...."

Bagaimana caranya ia bisa sampai ke sini sebelum bel berhenti berbunyi? Padahal saat itu pelajaran masih berlangsung.

"Melodi penanda waktu yang berasal dari pabrik seberang ini saling bersahutan dengan suara bel sekolah kita, yang secara kebetulan dan terdengar menarik, menghasilkan sebuah komposisi nada. Kuharap kamu bisa mendengarnya, Shounen."

"Hah?!" Omong-omong, bukannya agak bahaya duduk di tempat setinggi itu?

Senpai lalu melompat turun dari pagar dan mendarat tepat di depanku.

"Apa kamu sudah putuskan untuk bergabung dengan klub kami?"

"Yah ...," kuturunkan bas yang bergantung pada pundakku lalu menyandarkannya di pagar. Aku sedikit bimbang dengan kata-kataku, "Aku memang membutuhkan bantuan Senpai untuk mempelajari bas, tapi kalau bergabung dalam band ...."

"Kenapa?" senpai mengangkat alisnya yang tampak indah itu.

"Tidak, aku hanya ingin mendapatkan kembali ruang kelas itu supaya bisa mendengarkan CD-CD-ku. Aku tidak memainkan bas ini demi Senpai."

"Tapi tadi kamu cepat-cepat kemari seperti yang kuperintahkan."

"Itu hanya karena aku butuh bantuan Senpai supaya bisa memberi pelajaran pada Mafuyu."

"Jadi yang kamu maksud bantuan itu, kamu memanfaatkanku supaya bisa mengajarimu bermain bas? Jadi kamu memanfaatkanku seperti aku memanfaatkanmu, begitu?"

Cara ia mengatakan hal itu sedikit blakblakan, tapi aku tetap mengangguk dengan jujur. Untuk bisa menang melawan Mafuyu, aku tidak perlu menjaga citra diriku.

Sebuah senyuman muncul di wajah senpai.

"Hmm, jadi begitu. Rupanya kamu tidak lagi memiliki ekpresi seorang pecundang."

Senyumnya itu tidak sedramatis biasanya — justru, itu senyuman yang sangat alami. Aku terkejut.

"Bukankah ini bagus? Aku sudah memprediksi kalau kamu pada akhirnya pun akan tetap bergabung. Jadi, ayo kita mulai!"

Senpai berjongkok dan mengeluarkan berbagai macam barang dari tas punggungnya ke lantai. Sebuah amplifier mini dengan baterai di dalamnya, kabel untuk amplifier, dan juga senar pengganti untuk bas.

"... tapi, kenapa kita harus berlatih di atap?"

"Shounen, apa menurutmu langkah pertama dalam berlatih bas?"

Ia menanyakan itu padaku sambil mengeluarkan senar-senar dari tasnya lalu merentangkannya.

"Hmm ..., bukankah berlatih 'fingering langkah kepiting?"

Itu adalah jenis latihan berulang untuk melatih kemampuan dasar. Pemain menentukan tempo tetap, dan mulai menekan fret secara berurutan dari telunjuk sampai kelingking, lalu memainkan setiap skala secara berurutan. Karena tangan kiri sedikit demi sedikit bergerak mendekat secara horizontal, beberapa orang menyebutnya fingering langkah kepiting. Kedengarannya seperti latihan pemula, tapi itu adalah dasar dari bermain gitar. Biarpun begitu, senpai menggelengkan kepalanya.

"Ada hal lain yang perlu kamu lakukan sebelum itu. Itulah alasan kenapa aku memanggilmu ke atap."

Senpai menarik senar itu kuat-kuat di kedua ujungnya.

"Aku sudah membuat tali rentang dari atap ini sampai ke asrama seberang dengan sebuah senar. Kamu harus ke gedung seberang dengan berjalan di atasnya."

Aku terkejut. Hampir saja kujatuhkan basku ini sewaktu mengeluarkannya dari sarungnya.

"... eh?"

"Kamu tidak akan bisa menjadi pemain bas kalau tidak bisa menggantungkan hidupmu pada senar-senarnya. Akan kudoakan keselamatanmu. Mungkin kamu akan mati jika terjatuh, jadi sebaiknya siapkan terlebih dahulu mentalmu."

"Tidak, tidak, tidak, tidak, Senpai ini bicara apa?"

"Ya ampun," senpai mengangkat bahunya, "Untuk menjadi seorang pemain bas, kamu perlu melewati latihan khusus yang membahayakan hidupmu. Memangnya kamu tidak tahu? Bahkan para pemain bas terkenal di Jepang sudah melewati berbagai macam latihan yang membahayakan hidup mereka. Contohnya, memukul kepala berulang kali dengan kaleng timah, atau membiarkan diri terkena kobaran api atau ledakan gas ..., dan lain sebagainya."

"Pemain bas Jepang terkenal yang Senpai maksud itu ... siapa?"

"Mendiang Ikariya Chousuke."

"The Drifters itu grup lawak, 'kan?!" kubanting sarung bas yang kupegang ini ke lantai.

"The Drifters itu juga nama sebuah band! Mereka pernah jadi band pembuka sebelum konser The Beatles. Kamu memang tidak sopan, Shounen."

"Aku tahu itu, dan jangan mengalihkan pembahasan!"

"Soal tali rentang itu cuma bercanda. Hal pertama yang perlu kamu lakukan adalah mengganti senar basmu. Karena alat musik itu sudah disimpan di toko dalam waktu yang cukup lama, kelenturan senar-senarnya perlahan-lahan berkurang."

O-orang ini memang ....

Kurasa tidak ada gunanya mengatakan sesuatu, jadi aku mengganti ke-empat senarnya tanpa berkomentar.

"Alasan sebenarnya aku memanggilmu ke atap adalah itu!"

Kagurazaka-senpai menempelkan dirinya ke pagar dan menunjuk ke bawah. Tanpa perlu melihat ke arah yang ditunjuknya, bisa kupahami yang Senpai maksud adalah suara gitar yang kini sedang kudengar. Ruang kelas yang digunakan Mafuyu berlatih gitar berada tepat di bawah kami.

Padahal aku sudah mengajarinya cara membuat agar ruangan itu kedap suara dengan handuk, lantas kenapa aku masih bisa mendengar suara gitarnya? Suara riang melodi itu adalah <Pavane bagi Tuan Putri yang Mati> gubahan Ravel. Apa itu akibat dari keterkejutannya karena dipanggil hime-sama oleh teman-teman sekelas?

"Bermula dari tujuh hari yang lalu."

Kagurazaka lalu menyandarkan punggungnya di pagar dan menatap ke langit.

"Aku bolos mulai dari jam pelajaran pertama dan tinggal di sini sampai sekolah usai sambil mendengarkan suara jalanan."

Untuk apa sebenarnya ia pergi sekolah?

"Lalu matahari pun mulai terbenam, dan saat seolah akan turun hujan, terdengarlah suara gitar. Itu merupakan <Clavier Bertemperamen Sama> gubahan Bach dari Buku II. Akan tetapi, ia melewatkan fugue-nya dan memainkan preludenya saja. Aku begitu kesal hingga tidak menyadari kalau hujan sudah mulai turun — aku duduk dan terus mendengarkannya."

"Senpai bisa kena flu kalau seperti itu ...."

"Yang dimainkannya hanyalah prelude. Berlanjut terus hingga sampai di No. 24 dalam B minor — itu sebuah siksaan yang manis. Kemudian kudengar suara pintu terbuka, jadi kuintip ruang tersebut dan kulihat seorang gadis cantik berjalan keluar. Rambutnya berwarna merah tua yang tampak cerah — seperti sirup maple beku. Hal itu cukup untuk membuatku jatuh hati padanya.”

Basku terselip dari lututku lalu jatuh ke lantai.

"Anu ..., Senpai?"

"Hmm?"

"Tapi Mafuyu itu perempuan?"

"Memangnya kenapa? Aku suka dengan hal-hal yang cantik. Di mataku, jenis kelamin bukanlah masalah. Menurutmu kenapa aku membiarkan Aihara Chiaki bergabung sebagai rekan band kita? Alasannya adalah karena ia imut."

"Tolong jangan mengucapkan hal yang di luar dugaan tadi dengan santai begitu."

"Biar bagaimanapun, tidak pernah kusangka ia bisa memainkan drum sebaik itu dalam waktu kurang dari setahun."

"Chiaki bisa menangis jika tahu Senpai berkata begitu."

"Tidak masalah. Aku akan terus terang memberitahukan soal seleraku ini pada Rekan Chiaki."

"Jadi semua orang sungguh berpikir kalau Senpai adalah orang yang bisa mendapatkan apa pun yang diinginkan?"

Aku terkejut hingga tidak bisa berkata apa-apa. Tidak kusangka jika ia orang yang seperti itu. Seharusnya aku belajar bas sendiri — masih belum terlambat buatku untuk melarikan diri. Aku mulai menyetel basku sambil memikirkan hal itu.

"Akan tetapi, Ebisawa Mafuyu tidak mendengarkan sepatah kata pun ucapanku. Ditambah, saat aku melakukan pengamatan mendetail, untuk suatu alasan yang tidak diketahui, kamulah satu-satunya orang di sekolah ini yang dapat berbincang dengannya."

Aku terkejut dan mengangkat kepalaku.

Yang terlihat di depanku kini adalah senyum menggemaskan nan berbahaya milik senpai, yang pernah sekali ia gunakan di pekan itu.

"Karenanya, Shounen, aku butuh bantuanmu."

Aku tidak tahu kenapa, tapi aku tidak bisa menatap langsung mata senpai — yang bisa kulakukan hanya mengalihkan pandanganku kembali pada bas di tanganku. Seumur hidup, itulah pertama kalinya seseorang berkata begitu padaku. Tidak, tunggu sebentar, tenangkan diri dan pikirkan pelan-pelan. Senpai bilang kalau aku hanyalah bidak yang akan digunakannya.

"Jadi rencana Senpai sesungguhnya adalah mengumpulkan sekumpulan gadis manis, 'kan? Bukan benar-benar mengenai band."

Kukatakan keraguan itu dalam diriku, tapi yang Kagurazaka-Senpai lakukan hanyalah memiringkan kepalanya dan menatapku dengan berulang kali mengedipkan mata.

Semua percakapan yang kulakukan dengannya bukanlah sekadar halusinasiku semata, 'kan? Pemikiran seperti itu tiba-tiba terlintas di benakku.

"Shounen, apa kamu tahu alasan manusia terlahir ke dunia ini?"

Apa maksud dari pertanyaan tiba-tiba ini? Mana mungkin aku tahu!

"Jawabannya sederhana. Manusia terlahir di dunia ini untuk cinta dan revolusi."

Tiba-tiba angin berhembus melewati kami, mengibaskan rambut panjang milik Senpai. Aku hampir terjatuh meski hanya merasakan hembusan ringan pada bahuku. Kenapa ia mengatakan semua ini? Apa aku salah paham mengenai arti dari kehidupan? Sejenak, pertanyaan-pertanyaan itu muncul di benakku.

"Lev Trotsky .... Kamu mungkin tidak mengenalnya, 'kan?"

Aku sudah kehabisan tenaga menggelengkan kepala.

"Ia adalah revolusionis kedua sebelum yang terakhir! Ia kabur ke Meksiko setelah kalah dari koleganya, Joseph Stalin, di kancah persaingan politik. Ia mati sebelum menyaksikan awal dari revolusi dunia. Meski begitu, ketidakberuntungannya itu bukanlah karena tidak ada Stalin di sisinya ....."

Tanpa kusadari, senpai pun mengambil bas dari tanganku dan mencolokkan kabelnya ke amplifier.

"Ketidakberuntungannya itu karena Paul McCartney tidak di sisinya. Revolusionis terakhir, John Lennon — ia sangat beruntung memiliki Paul McCartney di sisinya."

Senpai menahan emosinya yang meluap-luap dan mulai memetik senar-senar bassku dengan kukunya. Serangkaian nada kuat dan tidak sesuai terdengar keras dari amplifier yang merangsang pendengaranku. Aku sama sekali tidak bisa mengerti — bagaimana bisa senar bas setebal itu bisa menciptakan suara bernada tinggi? ia memainkan prelude lagu The Beatles yang berjudul <Revolution>. Itu adalah lagu revolusi yang ditulis oleh John Lennon, dan itu adalah lagu yang sering disalahartikan.

"Karenanya, cinta, revolusi, dan musik adalah hal yang tidak terpisahkan dari hidupku. Kekuatan untuk mendorong ke revolusi tanpa akhir; kekuatan untuk menemukan Paul yang hanya ada untukku; dan kekuatan untuk mengubah pemikiran-pemikiran ini menjadi lagu yang aku nyanyikan — tidak ada perbedaan di antara ketiganya. Shounen, apa kamu puas dengan jawaban yang kuberikan?"

Apa jawaban tadi benar-benar ditujukkan untuk pertanyaanku ...?

"Ah, aku benar-benar tidak paham maksud perkataan Senpai."

Saat aku hampir mengutarakan pemikiranku lebih lanjut, senpai bergumam, "Ya ampun," sambil mengernyitkan alis dan menggelengkan kepalanya. Lalu ia kembali bicara, " Apa boleh buat. Untuk mudahnya agar kamu bisa paham, ini seperti, Terlepas dari soal mengumpulkan gadis-gadis manis, aku sebenarnya memang serius membentuk sebuah band."

"Kalau begitu, jelaskan saja seperti tadi dari awal!" Sarung bas itu kubanting kembali.

"Terasa lebih baik jika lebih puitis."

"Senpai selalu menganggap orang lain itu bodoh, 'kan? Dan berhentilah memasang wajah angkuh itu — aku tidak sedang memuji."

"Shounen, reaksimu cukup menarik. Sini, sini."

Senpai tersenyum malu-malu. Sini? Tidak sopan sekali!

"Baiklah, ayo kita mulai memodifikasi basmu. Aku sedikit kesusahan dengan kelihaianmu mengalihkan pembahasan."

Aku? Jadi ini salahku? Saat aku hendak akan membantah, senpai tiba-tiba mengembalikan bas itu padaku.

"Kita harus menciptakan bunyi yang sesuai sebelum kamu mulai berlatih. Lihat, aku sudah membawa berbagai macam pick up[1] di sini. Kamu sudah menyiapkan peralatanmu, 'kan?”

Senpai mengeluarkan beberapa suku cadang gitar dari tasnya. Pick up adalah suatu alat yang menangkap getaran dari senar. Dengan mengganti bagian ini, akan terjadi perubahan besar pada nada yang dikeluarkan alat musik. Modifikasi lainnya termasuk mengganti kabel bagian dalam dan semacamnya. Kasus yang paling ekstrim adalah membuat beberapa lubang pada gitar itu sendiri.

"... jadi, kita akan memodifikasi bas ini sekarang juga?"

"Bass Aria Pro II milikmu itu termasuk murah, tapi aku memilihnya secara khusus dengan mempertimbangkan timbre dari Stratocaster milik Ebisawa Mafuyu. Akan tetapi, itu saja tidak cukup. Bas ini tidak bisa mengeluarkan nada yang menyajikan respon sempurna terhadap gitar miliknya."

Senpai menunjuk ke bawah pagar pengaman. Serangkaian petikan cepat dan mengagumkan dari gitar yang dimainkan Mafuyu terdengar dari arah itu. Aku pun mengerti, jadi itulah alasan senpai memanggilku ke atap?

Aku dan senpai berulang kali mempertimbangkan bagaimana memodifikasi bas itu. Ini terasa begitu menarik, karena kebetulan aku juga cukup ahli dalam hal ini.

"... suara dari basmu sudah bisa disetarakan dengan bas dari Greg Lake."

Setelah dua jam, sembari memuji, Kagurazaka-senpai mengambil bas yang telah selesai itu di antara tumpukan serutan kayu, serpihan logam serta bagian-bagian dari potongan senar. Aku jadi sedikit tersipu karenanya.

"Kenapa kamu tidak mengutak-atik Les Paul milikku juga? Aku ingin membuat nadanya sedikit lebih berwarna."

"Tidak, aku tidak punya keberanian mengutak-atik gitar semahal itu."

Senpai cuma tertawa lalu mulai membereskan peralatan dan sampah-sampah yang ada.

"Usahakan sesering mungkin untuk menyambungkan basmu ke amplifier saat kamu sedang berlatih, sehingga tubuhmu bisa merasakan suaranya dan mengingatnya sewaktu bermain di pertunjukkan yang sesungguhnya nanti."

Aku menggangguk, dan sekali lagi mencolokkan bass ku ke amplifier mini. Kejernihan suara bas ini benar-benar berbeda dengan saat pertama kali aku membelinya. Ini dimodifikasi sedemikian rupa agar dapat menandingi kejernihan timbre gitar Mafuyu yang dimainkan dengan ketepatan menakjubkan. Kalau pun ditanya, aku cukup percaya diri dengan hasil modifikasiku.

Sejak saat senpai yang secara tidak masuk akal memaksaku membeli bas ini, aku tidak sungguh merasa kalau alat musik ini adalah milikku. Akan tetapi, bas ini kini terasa seperti bas yang telah berlumuran keringat kerja kerasku selama sepuluh tahun — aku bisa menggunakannya dengan nyaman. Ini adalah rekan yang kuciptakan dari awal. Akhirnya aku pun bisa mulai berlatih.

"Tentu saja aku tidak akan membuatmu berlatih hal-hal dasar berulang kali. Itu tidak perlu, karena kamu bisa berlatih sendiri di rumah. Mungkin ini sedikit mendadak, tapi sekarang aku ingin kamu memainkan sebuah lagu untukku.”

Senpai meletakkan sebuah lembar partitur yang ditulis tangan tepat di depanku.

"kamu tahu lagu ini?"

Aku mengangguk. Tidak ada judul di partitur itu, tapi aku langsung tahu setelah melihatnya sekilas.

"Aku tidak akan membantah kalau melodi bas memang tidak begitu menarik perhatian. Hampir tidak ada lagu yang dapat dikenali orang-orang hanya dari suara bas saja. Tapi ada satu pengecualian, yaitu lagu ini. Karenanya, kurasa semua pemain bas harus memulai dari lagu ini, dan juga berhenti di lagu ini."

Lagu itu adalah <Stand by Me> karya Ben E. King. *Bum, bum, badabum, bum* .... Seperti itulah ritme basnya — memang benar, hanya dengan dua bait, kita bisa menyimpan nadanya dalam ingatan.

"Kalau begitu sesuaikan ritmemu dengan metronom dan mainkan lagu ini! Terus mainkan sampai malam tiba dan bintang-bintang bermunculan, mengerti?"

Setelah selesai menyanyikan liriknya, senpai melambaikan tangannya sebelum membuka pintu dan pergi. Aku mendesah, duduk di lantai dan mengambil basku.

Meski senpai sudah sering mengejutkanku, tidak sekalipun aku berpikir kalau ia akan membuatku memainkan lagu secepat ini.

Hei! Bukankah harusnya ia ada di sini bersamaku?[2]

Setelah satu jam berlatih, aku merasa ada sesuatu yang janggal. Pada dasarnya, aku tidak tahu perasaan apa ini.

Hingga aku melepaskan jari-jariku dari senar dan menghentikan metronom, aku baru menyadarinya—

Aku tidak lagi mendengar suara gitar Mafuyu. Aku menengadah dan melirik sekilas ke jam di atas tembok pintu masuk — hampir jam enam. Mafuyu biasanya akan terus bermain sampai waktunya gerbang sekolah ditutup, jadi seharusnya ia belum pulang. Mungkin ia pergi ke toilet atau semacamnya?

Kutingkatkan sedikit tempo dari metronomnya dan mulai bermain dari awal lagi. Kali ini, aku menggumamkan liriknya sambil bermain.

Akan tetapi, ritme dari liriknya berbeda dengan ritme bas, sehingga membuatku kesulitan memainkannya. Jari-jariku sekali lagi berhenti bermain karena perasaan janggal yang kurasakan sedari tadi.

Pintu atap seharusnya tertutup, namun ternyata kini sedikit terbuka. Kusandarkan basku ke pagar lalu berjalan menuju pintu. Sewaktu membukanya, aku melihat Mafuyu yang ketakutan sedang berdiri di balik pintu. ia mundur selangkah, tapi langkahnya meleset dan hampir saja jatuh dari anak tangga di belakangnya. Saat tangannya bergerak liar di udara, segera kuraih lengannya dan menariknya ke atas.

"... Kamu sedang apa di sini?"

Setelah dengan susah payah menegakkan dirinya, Mafuyu menyingkirkan tanganku dari lengannya. Ia segera memalingkan wajahnya lalu menjawab,

"Kedengarannya berisik sekali di atas sini."

Kulirik bas di belakangku dengan sedikit terkejut. Ia bisa mendengarnya? Tapi aku tadi tidak membuat suara seberisik itu.

"Kenapa kamu berlatih di tempat seperti ini?" Mafuyu menatap tajam ke arahku. Ia sepertinya agak tidak senang.

"Bukankah aku sudah mengajarimu cara membuat ruangan itu kedap suara dengan handuk?"

"Kalau aku melakukannya, aku tidak bisa cepat-cepat kabur kalau sesuatu muncul di ruangan itu.”

Sesuatu yang muncul di ruangan itu apa?

"Itu ..., saat sesuatu itu ... muncul di ruangan ... atau semacamnya."

Mafuyu menundukkan kepalanya sambil mengucapkan hal yang ambigu.

"Oh, maksudmu seperti kelabang atau kecoak?"

"Wa! Wa!" Mafuyu menutup kedua telinganya sambil menginjak kakiku beberapa kali. Aduh! Dirinya itu kenapa?!

Ia mengubah situasi ini menjadi sesuatu yang agak konyol, jadi yang bisa kulakukan hanyalah kembali ke basku. Untuk suatu alasan yang tidak kuketahui, Mafuyu mengikutiku.

"Eh ... Ada apa lagi?"

"Nadanya sumbang."

Mafuyu menggembungkan pipinya dan menunjuk basku dengan sedikit kesal.

"Eh?"

"Senar ketiga terlalu datar. Rasanya sangat tidak nyaman saat aku mendengarkannya tadi. Jadi kamu tidak menyadarinya?"

Aku pun mengecek tuner-ku, dan memang sedikit sumbang. Ia bisa mendengarnya dari tiga lantai di bawahku? Sehebat itukah dirinya?

"Pinjam."

Saat aku sedang mencoba memperbaikinya, Mafuyu tiba-tiba merampas bas itu dariku. Ia segera memutar pemutar senarnya beberapa kali untuk memperbaiki nadanya lalu mengembalikannya padaku.

"Terima kasih bantuannya! Aku akan membayarmu sepuluh yen setiap kali kamu melakukannya, jadi mohon bantuannya lagi ke depannya."

"Dasar bodoh."

Aku tiba-tiba teringat sesuatu, dan mulai memainkan <Stand By Me>.

"Apa judul lagu ini? Aku pernah mendengarnya di suatu tempat," tanya Mafuyu. Luar biasa, tepat seperti perkataan Senpai. Untuk seorang gadis yang diasuh di bawah pengaruh musik klasik, ini mungkin satu-satunya lagu yang bisa dikenali Mafuyu hanya dari suara basnya saja.

"Judulnya <Stand By Me>."

"... menceritakan tentang apa?"

"Tentang apa? Eh? Hmm ..., ceritanya tentang seseorang yang berjalan menyusuri rel kereta, kemudian tiba-tiba ia menemukan mayat di sebelah jalur rel itu."

Mafuyu mengerutkan alisnya.

"... apa ini bualanmu lagi?"

"Tidak, aku tidak bohong," walau sebenarnya itu adalah sinopsis dari film dengan judul yang sama dan bukan lirik dari lagu itu.

Tidak lama kemudian, Mafuyu duduk di samping pintu atap sambil mendengarkan teknik basku yang masih kasar. Sebenarnya sampai kapan ia mau berdiri di sana? Sulit bagiku untuk bermain kalau kau ada ia di sini, kuharap ia segera kembali ke tempatnya. Mungkin karena Mafuyu mengamati permainanku, aku jadi salah memainkan nada beberapa kali.

"Apa kamu senang?"

Tiba-tiba Mafuyu menggumamkan pertanyaan itu. Aku berhenti bermain dan menengadah ke atas.

"... apa kamu senang saat memainkan bas?"

Aku tidak paham bagaimana menjawab pertanyaan mendadak darinya itu.

"Hmm, lumayan. Cukup menyenangkan bisa sedikit demi sedikit memainkan lagu yang kusuka."

"Begitukah?"

Mafuyu tidak terlihat tertarik sedikit pun. Yang dilakukannya hanya mengamati lantai.

Kutanyakan pertanyaan yang sama padanya, "Apa kamu tidak senang saat memainkan gitar?"

"Tidak sama sekali."

"Kalau tidak senang, kenapa kamu tidak berhenti saja?"

"Kenapa kamu tidak mati saja?"

Aku menggenggam leher basku kuat-kuat lalu menarik napas dalam-dalam. Baiklah, tidak apa-apa, jangan marah. Tidak akan ada habisnya kalau aku terus-terusan menganggap serius kata-katanya. Aku harus bersikap lebih dewasa.

"Kalau memang tidak senang, kenapa setiap hari kamu terus menutup dirimu di ruang latihan untuk bermain gitar? Pulang dan mainkan saja pianomu itu!"

"Bukan urusanmu."

Tentu saja itu urusanku! Ia sudah mengambil paksa tempat istirahatku. Iya, 'kan?

"Kalau begitu ..., bisakah untuk tidak menggemboknya? Di hari Jumat, seusai sekolah kamu langsung pulang ke rumah, 'kan? Bisakah di hari itu saja kamu membiarkanku menggunakan ruang latihan?"

"Tahu dari mana kalau hari Jumat aku langsung pulang ke rumah? Dasar maniak!"

Ini tidak ada hubungannya dengan maniak atau bukannya diriku. Hal tadi bisa dengan mudah kulihat dengan kedua mataku ini.

"Tidak! Jangan dekat-dekat denganku!"

Percakapan kami pun berakhir seperti itu.

Aku terus berlatih dengan tenang, tapi Mafuyu tidak terlihat berniat akan pergi. Ia berjalan mondar-mandir di sekitar pintu, ragu-ragu apakah sebaiknya kembali ke bawah atau tidak. Dirinya itu sedang apa?

"—Hime-sama?"

Mafuyu terkejut dan berbalik ke arahku.

"Apa kamu juga memangilku seperti itu?"

"Terus aku harus memanggilmu seperti apa? Ebisawa?"

Tatapannya tajam ke arahku.

"Mafuyu?"

Kali ini ia menundukkan pandangannya ke bawah lalu mengangguk sambil sedikit menggigit bibirnya. Jadi dia bisa menerimanya kalau aku memanggil dengan nama depannya? Tapi sulit bagiku memanggilnya seperti itu!

"Katakan saja kalau ada yang mau kamu katakan. Kemarin aku sudah bilang begitu, 'kan?"

"Kenapa sikapmu sok hebat begitu?"

Apa hak dirinya berkata seperti itu padaku? Akan tetapi, saat aku bermaksud menatap balik padanya, Mafuyu mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Seolah ia ingin mengatakan sesuatu yang canggung — ia bergumam pelan,

"... ada sesuatu yang bergerak-gerak di belakang kabinet dan berdengung."

Eh? Oh ..., jadi itu alasannya datang kemari?

"Kamu punya pembasmi serangga, 'kan?"

"Aku sudah menyemprotkannya ke seluruh ruangan sebelum cepat-cepat kabur ke sini."

Ya ampun, bukan begitu cara menggunakan pembasmi serangga! Itu bukan jenis boron yang digunakan untuk mengasapi serangga sampai mati.

"Tidak ada gunanya kalau kamu tidak menyemprotkan langsung ke serangganya!"

"Kamu menyuruhku melakukan hal seperti itu?"

Mafuyu mengatakannya sambil menggertakkan giginya dengan air mata di sudut matanya. Tubuhnya tampak sedikit gemetaran. Apa begini caranya minta tolong pada orang lain? Meski begitu, kalau kubiarkan, Mafuyu tidak akan pernah menggunakan ruangan itu lagi, yang berarti kemenangan ada di tanganku?

"Kalau kamu tidak ingin melakukannya, bagaimana kalau kembalikan saja ruangan itu padaku layaknya seorang wanita dewasa?"

"Dasar berengsek!" ucap Mafuyu padaku sambil menahan air mata, "Baiklah, biar kulakukan sendiri."

Mafuyu lalu membanting pintu, dan dari langkah-langkah kakinya terdengar seperti menuruni tangga. Silakan dan berusahalah semampunya!

Aku pun lanjut memainkan <Stand by Me>.

Meski begitu, aku agak penasaran bagaimana hasilnya, jadi aku mengintip dari sela-sela pagar ram.

Mafuyu berdiri di luar ruang latihan dengan kaku, tangan kirinya mengepal. Setelah menatap gagang pintu selama beberapa saat, ia pun meraihnya, namun segera berhenti, seolah tenaga dalam dirinya habis tersedot. Ia berdiri di sana tanpa bergerak, dan punggungnya gemetaran tiada henti. Karena ia terlihat sangat menderita, kumatikan amplifier, meletakkan basku lalu berdiri.

Ternyata suara berdengung itu bukan disebabkan oleh serangga. Setelah melewati anak tangga yang menuju lapangan, aku pun masuk ke ruang latihan. kucoba menggoyangkan kabinetnya dan sesuatu yang tersangkut di belakangnya tiba-tiba jatuh dengan suara *pak*. Ternyata itu adalah sampul depan dari album pertama Iron Maiden. Suara berdengung itu mungkin suara gemerisik dari halaman sampul depan tersebut yang disebabkan oleh resonansi gitar Mafuyu.

Sebenarnya aku sempat berpikir akan kehilangan sampul depan itu untuk selama-lamanya. Itu sebabnya aku sangat senang saat mendapatkannya kembali. Dengan senangnya, kutunjukkan sampul itu ke Mafuyu yang di dalamnya ada gambar zombie mengerikan — dan jelas saja, ia pun menyemprotkan pembasmi serangga tadi ke wajahku sambil berteriak dan menangis.



Catatan Penerjemah

  1. Pick up, adalah perangkat yang berfungsi sebagai transduser yang menangkap getaran mekanik dari senar dan mengubahnya menjadi sinyal listrik yang kemudian diteruskan ke pengeras suara.
  2. Ucapan Kagurazaka-senpai dan monolog Nao yang bersahutan ini adalah bagian dari lirik <Stand By Me>
Mundur ke Bab 7 Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Bab 9