Difference between revisions of "Sayonara Piano Sonata (Indonesia):Jilid 1 Bab 9"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
m (capek ngeditnya...)
Line 1: Line 1:
  +
<div align=justify><span style="font-family: Maiandra GD; font-size:110%">
== '''Ikan paus, Paganini, Petarung''' ==
 
  +
==Paus, Paganini, Pejuang==
"Kalau Ebisawa tidak suka main gitar, kenapa ia masih memainkannya?”
 
  +
"Kalau Ebisawa-san tidak suka bermain gitar, kenapa ia masih memainkannya?"
   
Chiaki menyambungkan pemutar musik miliknya dengan speaker kecil, terdengar alunan musik sarabande <English Suites>. Dia bertanya padaku sambil mengetuk lututnya dengan jari mengikuti alunan irama musik.
+
Chiaki menyambungkan pemutar musik miliknya dengan pengeras suara mini, terdengar alunan komposisi <Rangkaian Inggris> untuk iringan dansa ''sarabande''. Ia bertanya padaku sambil mengetuk lututnya dengan jari mengikuti irama komposisi itu.
   
"Dia mahir sekali bermain piano. Meskipun sekarang ia bermain gitar, tapi semua bagian yang ia mainkan itu bagian piano kan?
+
"Dia mahir sekali bermain piano. Bahkan sewaktu ia bermain gitar, semua bagian yang dimainkannya itu komposisi untuk piano, 'kan?"
   
"Mungkin dia belum tau tentang permainan gitar."
+
"Mungkin dia belum tahu banyak soal gitar."
   
Kagurazaka-senpai menyebar semua partiturnya ke lantai, dengan serius senpai menelitinya sambil menjawab pertanyaan Chiaki.
+
Kagurazaka-senpai menyebar banyak partitur ke lantai, dan dengan serius mengamatinya sambil menjawab pertanyaan Chiaki.
   
Sejak klub peneliti musik rakyat masih belum diakui, aktivitas klub ini seringkali dilakukan di atas atap. Meskipun aku bukan salah satu anggotanya, Senpai selalu saja mengajakku ke atas atap sehabis sekolah—aku curiga apa lama-lama nanti ia akan memaksaku masuk klub. Dan sekarang kami berkumpul di atas, termasuk Chiaki.
+
Karena Klub Riset Musik Rakyat masih belum resmi diakui, aktivitas klub ini sering dilakukan di atas atap. Meski aku bukan salah satu anggotanya, senpai selalu saja mengajakku ke atas atap sepulang sekolah — Aku curiga kalau secara perlahan ia berencana menjeratku untuk bergabung dalam klub. Karena ada rapat anggota klub, makanya Chiaki juga di sini.
   
"Jadi, apa pendapatmu setelah mendengar CD mafuyu ini?"
+
"Jadi, apa pendapatmu setelah mendengarkan CD mafuyu?"
   
Kemarin, mungkin sekitar 5 hari yang lalu sejak aku berlatih menurut intruksi senpai,
+
Kemarin, sekitar lima hari yang lalu sejak aku berlatih sesuai intruksi senpai, ia pernah bilang padaku.
Senpai pernah bilang padaku,
 
   
“Besok kau bawa semua CD dan partitur Mafuyu, karena kau hidup dengan seorang kritikus musik, pasti kau mempunyai koleksi tentang Mafuyu, kan?
+
"Besok tolong bawakan semua CD dan partitur yang Mafuyu mainkan. Karena kamu tinggal dengan seorang kritikus musik, pasti di rumahmu menyimpan seluruh koleksi karyanya, 'kan?"
   
Dirumahku pasti ada partitur dan CD-nya, yang jadi masalahnya itu untuk menemukan semuanya. Semalaman aku mencari partitur di perpustakaan Tetsurou yang berantakan itu, dan hasilnya aku hampir telat datang ke sekolah. Kelihatannya Senpai senang dengan partitur-partitur yang kubawa. Senpai juga membaca partitur sambil mendengarkan lantunan piano Mafuyu.
+
Partitur dan CD itu sudah pasti ada di rumahku, tapi yang jadi masalahnya adalah untuk mencari kesemuanya. Kuhabiskan waktu semalaman untuk mencari partiturnya di perpustakaan Tetsurou yang berantakan itu, dan alhasil, aku hampir telat datang ke sekolah. Senpai tampak senang sewaktu melihat partitur-partitur yang kubawa. Yang kutahu, senpai kini sedang mencocokkan partitur sambil mendengarkan permainan Mafuyu.
   
“Jadi permainan Ebisawa Mafuyu kebanyakan mengikuti permainan Bach; tapi tidak mungkin ia memainkan fugue di gitar—secara logika itu mustahil, kan?
+
"Rupanya permainan Ebisawa Mafuyu berkutat pada gubahan Bach; tapi tidak mungkin ia memainkan ''fugue'' dengan gitar secara logika itu mustahil, 'kan?"
   
"Mungkin saja?" Aku mengangkat bahu.
+
"Bisa jadi," aku mengangkat bahu.
   
Fugue berasal dari istilah Itali, yaitu ‘flee’. Gaya komposisi ini berawal di hari musik modern saat era Baroque, lalu gaya permainan ini disempurnakan oleh Bach. Gaya ini memanfaatkan berbagai suara yang masuk di waktu yang berbeda, suara-suara itu mengikuti melodi awal— karena itu, biasanya juga disebut ‘fleeing tune’.
+
''Fugue'' merupakan istilah dalam bahasa Italia yang berarti ''melarikan diri''. Gaya komposisi ini berkembang di awal era musik modern — tepatnya era Baroque yang kemudian disempurnakan oleh Bach. Gaya ini memanfaatkan berbagai suara yang masuk pada waktu yang berbeda dan saling berkejaran dengan melodi awal — karena itu, biasanya istilah itu juga disebut ''nada yang berlarian''.
   
Artinya, karena gitar biasanya hanya memainkan satu melodi saja, jadi terlalu sulit kalau Mafuyu bermain fugue.
+
Artinya, karena gitar biasanya hanya memainkan satu melodi saja, maka sangat sulit bagi Mafuyu jika ingin memainkan 'fugue'.
   
"Karena itu, kalau kau ingin menantangnya, kau harus melakukannya di fugue ya......"
+
"Nah, kalau kamu ingin menantangnya, kamu harus bisa memainkan pada bagian ''fugue''-nya ...."
   
"Begitu...... Eh? Apa katamu?"
+
"Begitu .... Eh? Apa Senpai bilang?"
   
Seketika tanganku berhenti memetik bass.
+
Seketika tanganku berhenti memetik bas.
   
"Jadi pertemuan hari ini untuk itu?"
+
"Jadi yang katanya ada rapat angota itu ternyata untuk ini?"
   
"Menurutmu memangnya untuk apa?" ucap Senpai dengan kaget. "Anak muda, Kupikir sekarang waktunya kau untuk sadar, perbedaan kemampuanmu dengan Ebisawa Mafuyu diibaratkan seperti semut putih dengan paus biru. Mustahil menang bagimu jika tidak memikirkan strategi."
+
"Memangnya kamu kira untuk apa?" ucap senpai kaget. "Shounen, Kupikir sekarang waktunya kamu untuk sadar, perbedaan kemampuanmu dengan Ebisawa Mafuyu diibaratkan seperti semut putih dengan paus biru. Mustahil menang bagimu jika tidak memikirkan strategi."
   
"Aku tau, tapi apa analogi-mu tidak bisa sedikit lembut?"
+
"Aku tahu, tapi apa tidak bisa kasih perumpamaan yang sedikit halus?"
   
 
"Bagaimana kalau apel dengan bumi?" sambung Chiaki.
 
"Bagaimana kalau apel dengan bumi?" sambung Chiaki.
Line 45: Line 45:
 
Itu lebih buruk!
 
Itu lebih buruk!
   
"Bagaimanapun juga, kau tidak mempunyai kesempatan jika melawannya di bach.” Lanjut kata senpai.
+
"Biar bagaimanapun, kamu tidak punya kesempatan jika melawannya dengan komposisi Bach," tandas senpai.
   
"Eh, tunggu, jadi aku harus bermain musik klasik?"
+
"Eh, tunggu, jadi aku harus memainkan musik klasik?"
   
Senpai menaikkan pandangannya dari partitur lalu menatapku dengan syok.
+
Senpai menengadahkan pandangannya dari partitur dan tampak lebih terkejut.
   
"Tentu saja? Memangnya kau ada rencana yang lebih bagus?"
+
"Memangnya apa lagi? Apa kamu punya rencana lain untuk 'memberi pelajaran' padanya?"
   
"...... Urm, ya......" sejujurnya, aku tidak pernah memikirkan hal ini
+
"... eng, ya ...." sejujurnya aku tidak pernah memikirkan hal ini. "Aku memang masih belum yakin, tapi kurasa jika sesuatu seperti aku memainkan semacam musik ''rock'' padanya, mungkin saja ia bisa sedikit kagum padaku?"
   
  +
"Kamu pikir, orang yang punya teknik tinggi dalam bermain gitar seperti dirinya bakal terguncang karena permainan yang mau kamu tampikan itu, hah? Ingat — aku yang susah kalau kamu sampai melupakan ini — aku ingin Ebisawa Mafuyu masuk ke Klub Riset Musik Rakyat. Yang berarti, aku menginginkan dirinya sebagai salah satu anggota ''band''."
“Entahlah ideku bagus atau tidak, tapi kenapa aku tidak memainkan musik rock agar dia bisa mendengarnya juga, mungkin saja dia bisa sedikit kagum padaku?
 
 
“Memangnya orang yang jago main gitar sepertinya mau lihat permainanmu di keadaan seperti ini? Ingat—Tidak bosan aku mengingatkanmu agar tidak lupa— Aku ingin Ebisawa Mafuyu masuk ke klub peneliti musik rakyat. Yang berarti, aku ingin dia sebagai salah satu anggota band.”
 
   
 
"Eh?"
 
"Eh?"
Line 63: Line 61:
 
Lalu?
 
Lalu?
   
"Jadi kita harus bisa memainkan yang Mafuyu mainkan?" Dia membalikkan partitur yang di lantai, Lanjut kata Chiaki, "Artinya, semua bagian Mafuyu harus kita ketahui."
+
"Jadi, nantinya kita harus bisa memainkan sebuah komposisi bersama dengan Ebisawa-san, 'kan" sambil membalikkan partitur yang di lantai, Chiaki lanjut berkata, "Itu berarti, kita harus memainkan komposisi yang Ebisawa-san tahu."
   
Kagurazaka-senpai menepuk kepala Chiaki dengan lembut. Begitu ya, jadi karena itu kita akan memakai fugue. Bagian yang Mafuyu sukai tapi tidak bisa ia mainkan sendiri.
+
Kagurazaka-senpai lalu mengelus kepala Chiaki dengan lembut. Begitu, jadi karena itu kita akan memakai ''fugue''. Bagian yang Mafuyu sukai, tapi tidak bisa ia mainkan sendiri.
   
Bassku sudah dimodifikasi agar sesuai dengan nada yang dikeluarkan gitar Mafuyu, yang berarti…… Tunggu? Jangan-jangan. eh? Jadi aku masuk ke klub termasuk dalam rencana nya juga? Jadi semua itu sudah dipikirkan oleh Senpai? Padahal aku sudah bilang kalau aku hanya menginginkan ruangan itu, dan bukan masuk ke klub ini.
+
Basku sudah dimodifikasi agar sesuai dengan timbre gitar Mafuyu, yang berarti .... Untuk inikah tujuannya? Tapi ..., eh? Jadi aku yang bergabung ke klub juga termasuk dalam rencananya? Jadi semua itu sudah dipikirkan oleh senpai? Padahal sudah jelas kukatakan kalau aku hanya menginginkan ruangan itu, dan bukan untuk bergabung ke dalam klub.
   
“Bagaimanapun juga, dia tidak akan langsung suka dengan permainan kita, bahkan jika kita secara hati-hati memilih salah satu fugue nya Bach……. Selain itu, jika kita berhasil menghasutnya dalam pertarungan ini, kemampuan anak muda ini di menit terakhir bisa saja tidak sesuai dengan keinginannya, dan mungkin langsung selesai begitu saja.” Senpai mengigit bibir bagian bawahnya sambil melempar partitur yang ia pegang. “Meskipun begitu, kita masih punya kesempatan jika anak muda ini ada di pihak kita dan latihan bertahun-tahun, tapi hal semacam ini butuh banyak waktu.
+
"Bagaimanapun juga, ia tidak akan langsung suka dengan permainan kita, bahkan jika kita sudah hati-hati memilih salah satu ''fugue'' dari Bach .... Selain itu, meski kita berhasil menyeretnya ke dalam pertarungan ini, keahlian Shounen tidak bisa mengimbangi gadis itu hingga saat-saat terakhir, bahkan mungkin bisa langsung selesai begitu saja," senpai mengigit bibir bagian bawahnya sambil melempar partitur yang ia pegang. "Meski begitu, kita masih punya kesempatan jika Shounen di pihakku dan menjalani latihan bertahun-tahun, tapi hal semacam itu butuh banyak waktu."
   
Aku tidak ingin latihan tambahan lagi! Rasanya seperti kehidupanku hanya dipenuhi dengan latihan.
+
Aku juga tidak ingin latihan yang semacam itu! Rasanya hidupku sudah tidak akan sama lagi jika menjalani latihan semacam itu.
   
"...... Hei, Nao. Katanya Ebisawa akan menghilang lagi ya di bulan Juni?"
+
"... hei, Nao. Bukankah Ebisawa-san pernah bilang kalau ia akan menghilang di bulan Juni?"
   
Setelah mendengar perkataan Chiaki, aku mengangkat kepalaku dan menatap langit, dan perlahan aku mengulang perkataannya itu. Waktu awal kali Mafuyu datang, ia bilang di depan kelas kalau dia murid pindahan. Setelah itu ia melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan, aku hampir melupakan hal ini.
+
Setelah mendengar perkataan Chiaki tadi, aku lalu menatap ke atas langit dan perlahan mulai mengingat kata-kata itu. Seingatku, Mafuyu mengatakan itu di hadapan seluruh penghuni kelas di hari ia baru pindah ke sekolah kami. Karena berbagai hal tidak menyenangkan yang ia lakukan setelahnya, aku jadi benar-benar lupa soal ucapannya tersebut.
   
  +
Kata-katanya itu — apa yang sebenarnya ingin ia sampaikan?
   
  +
Senpai lalu bertanya pada Chiaki, "Menghilang di bulan Juni? Apa setelah itu ada lagi yang dikatakannya?"
Kata-katanya itu—apa maksudnya?
 
   
Senpai tanya ke Chiaki, "Menghilang di bulan Juni? Apa dia mengatakan sesuatu lagi?" Chiaki menekan bibirnya bagian bawah dengan jari sambil berpikir sebelum ia menggerakkan kepalanya.
+
Chiaki menekan bibir bagian bawahnya dengan jari sambil berpikir sejenak sebelum menggelengkan kepala.
   
"Di bulan Juni aku akan pergi, jadi lupakanlah aku." Hanya itu yang ia katakan. Apa yang dia maksud? Apa dia akan pindah sekolah lagi? Atau dia pergi untuk bergabung ke sekolah musik?"
+
''Aku akan menghilang di bulan Juni, jadi kumohon, lupakan saja aku,'' itu saja yang dikatakannya. Apa maksudnya? Apa ia akan pindah sekolah lagi? Atau ia akan belajar di SMA yang berafiliasi dengan sekolah musik?"
   
"Ini buruk." Senpai melipat kedua tangannya lalu berkata, "Kalau kita bisa mengajaknya masuk klub, aku bisa memakai pesonaku untuk mengikatnya dan memaksa masuk klub. Bagaimanapun juga, semuanya akan jadi masalah kalau dia pergi duluan sebelum hal itu terjadi."
+
"Kalau begitu, gawat," senpai melipat kedua tangannya lalu lanjut berkata, "Kalau kita bisa mengajaknya bergabung ke klub, aku bisa memakai pesonaku untuk mengikatnya. Biarpun begitu, semua akan berantakan kalau ia keburu menghilang sebelum itu terjadi."
   
  +
"Senpai, Undang-Undang Kesusilaan itu ada. Senpai tahu sendiri, 'kan? Senpai tidak bisa seenaknya bertindak di luar batas kewajaran."
“Senpai, itu tindakan asusila, kau tidak bisa melakukan hal gila macam itu, kan?
 
   
 
"Jangan khawatir. Aku bisa membuatnya terpesona padaku tanpa melanggar tindakan asusila."
 
"Jangan khawatir. Aku bisa membuatnya terpesona padaku tanpa melanggar tindakan asusila."
   
Lalu apa maksud dari perilakumu yang penuh hasrat itu?
+
Lalu apa maksud dari perilaku penuh hasratnya tadi?
   
"Jadi...... anak muda, kalau kau tidak bisa menyelesaikannya kau harus mati demi kisah romantis dan revolusiku...... Oh!"
+
"Jadi ..., Shounen, kalau kamu tidak punya ketetapan hati untuk mati demi cinta dan revolusiku .... Oh!"
   
Tiba-tiba Senpai mematikan dicsman-nya.
+
Tiba-tiba Senpai mematikan ''dicsman''-nya.
   
"...... Ada apa?"
+
"... ada apa?"
   
"Ada Ebisawa Mafuyu."
+
"Ebisawa Mafuyu datang."
   
Aku melirik ke bawah melalui pagar, terlihat punggugnya dan rambut panjang berwarna merah marun, seketika ia langsung lenyap ke dalam kelas bangunan musik tua. Aku yakin Senpai tidak melihatnya, tapi darimana dia tau kalau Mafuyu ada? Apa dengan hawa binatang buas nya?
+
Aku melirik ke bawah melalui pagar dan melihat punggungnya. Dengan rambut panjangnya yang berwarna merah tua itu, seketika ia langsung lenyap ke dalam gedung musik lama. Aku yakin senpai tidak melihatnya, tapi dari mana ia tau kalau Mafuyu datang? Apa ia seekor hewan buas?
   
Perlahan bersama-sama kami merebahkan tubuh ke lantai dan dengan sabar menunggu. Beberapa detik kemudian, terdengar suara gitar. Eh? Lagu apa ini? Perasaan aku pernah mendengar lagu ini sebelumnya, tapi aku tidak bisa mengingatnya. Petunjuk yang kudapat adalah kalau dia memainkan gaya Liszt.
+
Perlahan bersama-sama kami merebahkan tubuh ke lantai dan dengan sabar menunggu. Beberapa detik kemudian, terdengar suara gitar. Eh? Komposisi apa ini? Rasanya aku pernah mendengar ini sebelumnya, tapi aku tidak bisa mengingatnya. Petunjuk yang kudapat adalah kalau ia memainkan gubahan Liszt.
   
 
"—Ini Paganini."
 
"—Ini Paganini."
   
  +
Ucap senpai di telingaku. Aku jadi ingat.
Kata Senpai yang juga mengatakannya tepat di telingaku,
 
ah itu ya, aku ingat..
 
   
Niccolò Paganini, dikenal sebagai setan biola, karena permainan teknik nya yang terlalu hebat. Dia juga cukup berbakat sebagai komposer, tapi karena tidak percaya diri, ia tidak pernah merilis hasil komposisi nya itu. Karena itu, semua hasil karyanya sudah hilang entah kemana.
+
Niccolò Paganini, seorang violinis yang dijuluki sang Iblis dikarenakan teknik permainannya yang begitu mumpuni. Ia juga cukup berbakat sebagai komposer, tapi karena tidak percaya diri, ia tidak pernah merilis komposisinya itu. Karenanya, semua karya-karyanya itu sudah hilang entah ke mana.
   
Permainannya adalah concerto dan capriccio— semua komposisi piano Franz Liszt berdasarkan capriccio nya paganini—mungkin ini adalah karya nya yang terakhir di musik modern.
+
konserto dan ''capriccio'' violinnya bersama dengan ''etude'' piano yang digubah Franz Liszt berdasarkan ''capriccio''-nya mungkin satu-satunya karya yang ditinggalkannya pada era musik modern.
   
Yang Mafuyu mainkan sekarang adalah komposisi dari Liszt.
+
Yang Mafuyu mainkan sekarang adalah ''etude'' gubahan Liszt.
   
Serasa seperti tulang di dalam tubuhku berderak sangat hebat jika aku mendengarnya lebih lama. Chiaki pun merasa jijik mendengarnya, permainannya penuh dengan amarah.
+
Serasa seperti tulang di dalam tubuhku akan retak oleh getaran seintens itu jika aku mendengarnya lebih lama. Chiaki pun merasa ngeri mendengarnya. Permainan yang penuh amarah.
   
"...... Begitu..... Paganini ya."
+
"... begitu ..., Paganini, ya."
   
Senpai bergumam lagi. Aku berbalik arah, dan melihat ia sedang mengobrak abrik CD yang tertumpuk dengan tampang serius. Dengan cepat tangan kirinya juga melihat-lihat partitur. Ada apa ini?
+
Lagi-lagi senpai bergumam. Aku berbalik arah, dan melihat ia sedang mencari-cari dalam tumpukan CD Mafuyu dengan tampang serius; tangan kirinya pun ikut dipakai memeriksa partitur. Ada apa ini?
   
Setelah Senpai menemukan CD dan partitur yang ia cari.
+
Akhirnya, senpai menemukan CD dan partitur yang ia cari.
   
  +
"Ketemu."
“Ketemu.”
 
   
"Untuk apa semua itu?"
+
"Semua itu mau dibuat apa?"
   
"Anak muda, apa aku boleh meminjam ini?"
+
"Shounen, apa aku boleh meminjam ini?"
   
"Ya, boleh sih......"
+
"Ya, boleh saja ...."
   
"Kalau begitu aku pulang terlebih dahulu, aku ingin menyusun sebuah lagu."
+
"Kalau begitu, aku pulang duluan, ya. Ada lagu yang ingin kugubah."
   
  +
"Maksudnya, lagu yang tadi?"
"Lagu itu?"
 
   
  +
"Yak, Shounen — Paganini. Kita akan lakukan persis seperti yang Paganini lakukan dulu. Kita bisa menang dengan ini."
"Yap, anak muda—Paganini. Kalau dengan ini kita bisa menang."
 
   
Terlihat sinaran energi timbul di muka Senpai, tapi aku masih saja bingung. Apa yang dia maksud? Semua yang ia bawa itu tidak semuanya paginini—
+
Wajah senpai dipenuhi oleh semacam energi, walau aku sendiri masih bingung. Maksudnya itu apa? Semua yang dibawanya tadi bukanlah gubahan Paganini—
   
"Tentu. Orang yang bisa mengajar Beethoven hanya Beethoven seorang, kan?"
+
"Itu sudah pasti. Orang yang bisa mengajari Beethoven hanyalah Beethoven seorang, 'kan?"
   
Sekejap Senpai mengedipkan matanya dengan manis sebelum turun ke bawah sambil membawa partitur dan CD. Seperti biasanya, ia selalu mengatakan yang orang lain tidak mengerti. Apa hal ini sama dengan paganini?
+
Sekejap Senpai mengedipkan matanya dengan manis sebelum turun ke bawah sambil membawa partitur dan CD. Seperti biasanya, ia selalu mengatakan yang orang lain tidak mengerti. ''Yang Paganini lakukan dulu''?
   
  +
Meski sekeras apa pun memikirkannya, aku masih saja tidak mengerti. Jadi kurebahkan basku ini di paha.
Aku masih saja tidak mengerti meski berapakalipun aku berusaha, karenanya aku menyandarkan bassku di paha.
 
   
"Senpai sepertinya senang sekali ya—"
+
"Senpai tampak senang sekali—"
   
Chiaki bergumam sendiri sambil menatap Senpai yang meninggalkan kami berdua. Ya, perempuan itu memang selalu terlihat senang kan.
+
Chiaki bergumam sendiri sambil menatap Senpai yang meninggalkan kami berdua. Yah, perempuan itu memang selalu terlihat senang, 'kan?
   
"Aku baru tau kalau dia sangat menyukaimu Nao."
+
"Aku tidak menyangka kalau senpai begitu menyukai Nao."
   
“Yang dia inginkan itu Mafuyu, aku hanyalah jembatan penghubung diantara keduanya.
+
"Yang diinginkannya itu Mafuyu, bukan aku. Aku ini hanya jembatan penghubung antara kedua orang itu."
   
 
Chiaki menyipitkan matanya lalu menatapku, sepertinya ia merasa tidak puas terhadap sesuatu.
 
Chiaki menyipitkan matanya lalu menatapku, sepertinya ia merasa tidak puas terhadap sesuatu.
   
"...... Apa?"
+
"... apa?"
   
"Mmm— tidak."
+
"Hmm— tidak apa-apa."
   
Tiba-tiba Chiaki berdiri lalu duduk tepat di belakangku, punggungnya bersandar di punggungku. Dengan sedikit terkejut aku memajukan dudukku, tetapi ia mengikutinya. Aku tida bisa bergerak lagi.
+
Tiba-tiba Chiaki berdiri lalu duduk tepat di belakangku, punggungnya bersandar di punggungku. Karena terkejut, aku sedikit memajukan posisi dudukku, tapi karena ia menyandarkan punggungnya kembali, aku jadi tidak bisa bergerak.
   
  +
[[Image:SP1 0107.JPG|250px|thumbnail]]
   
  +
"Senpai bilang kalau kita ini seorang pejuang."
[[File:Sayonara piano sonata bab 9.jpg | 600px]]
 
   
  +
Tiba-tiba terdengar suara Chiaki.
   
  +
"... pejuang?"
"Katanya, kita adalah seorang petarung."
 
   
  +
"Iya. Kamu belum pernah dengar? Klub Riset Musik Rakyat ini hanyalah sebuah garda untuk menipu Dunia. Sebenarnya, kita ini adalah pasukan revolusi."
Tiba-tiba terdengar suara Chiaki.
 
   
  +
"Tidak, sama sekali tidak," ''sebuah garda untuk menipu dunia''? Senpai bilang begitu? Ayolah!
"...... Petarung?"
 
   
  +
"... apalagi, ya? Senpai juga pernah bilang, Internasional Keenam atau Partai Garda Depan atau apalah itu."
"Ya. Apa kau tidak pernah mendengarnya? Klub peneliti musik rakyat ini hanya untuk menipu Dunia. Kita adalah pasukan revolusi.”
 
   
  +
Bukankah hal semacam itu bisa menyesatkan murid-murid mengenai pergerakan yang terjadi pada sebuah era? Lagi pula, apa maksudnya yang keenam? Memangnya yang kelima sudah ada?
"Tidak, tidak pernah." Pembela kebenaran untuk menipu dunia? Senpai bilang begitu? Ayolahh!
 
   
  +
"Aku tidak tahu mana di antara kata-katanya yang memang sebuah kebenaran dan mana yang hanya sebuah candaan."
"...... Apalagi ya? Dia juga pernah bilang, Internasional keenam atau pesta vanguard atau apalah gitu.”
 
Bukannya ini bisa menyesatkan murid ke era yang tidak diketahui? Lagipula apa maksudnya yang keenam? Memangnya yang kelima sudah ada? [TLnote: coba lihat [http://en.wikipedia.org/wiki/Forth_International Forth International]]
 
   
  +
"Bisa jadi semua perkataanya tadi itu ternyata benar, 'kan?" Chiaki tertawa, "Tapi bagaimana kalau memang hanya sebuah candaan? Tidak mungkin juga kamu bisa memahami kebenaran dari kata-kata candaan yang senpai buat. Ya, 'kan?"
"Aku tidak tau apa perkataannya benar atau hanyalah candaan."
 
   
  +
"Oh— kurasa bisa juga seperti itu."
"Mungkin perkataanya memang benar?" Chiaki tertawa, "Tapi kalau semua yang ia katakan hanyalah candaan? Tidak mungkin kan kau memahami kebenaran dari kata-kata candaan yang ia buat?"
 
   
  +
"Saat kompetisi musim panas lalu, ingat tidak, sewaktu aku cedera karena kesalahanku sendiri? Saat itu, dokter bilang kalau aku selamanya tidak bisa lagi untuk berlatih judo."
"Oh—aku duga kau akan berbicara seperti itu."
 
   
  +
"Lo, bukannya dokter bilang kalau itu hanya sebulan saja?"
“Aku pernah kasih tau tentang cederaku di kompetisi akhir musim panas? Setelah itu, kata dokter aku tidak boleh latihan Judo selamanya lagi.”
 
   
  +
"Hmm— aku bohong padamu. Waktu itu Nao sangat khawatir, karena itu aku tidak bisa mengatakan yang sebenarnya."
"Bukannya hanya tidak boleh selama sebulan?”
 
   
  +
Jadi semua perkataan dokter waktu itu juga bohong?! Aku merasa bersyukur sewaktu melihat dirinya yang baik-baik saja setelah mengalami cedera, tapi setelah kuingat lagi, rupanya saat itu aku memang bodoh sekali.
"Mmm—Aku bohong padamu. Waktu itu Nao sangat khawatir, karenannya aku tidak bisa mengatakan yang sebenarnya."
 
   
  +
"Aku benar-benar merasa depresi, tahu? Dari ekspresimu saja sudah bisa terbaca — kamu pasti berpikir kalau cederaku ini sangat serius. Aku tidak sanggup mengatakan yang sebenarnya karena hal tersebut sudah lama berlalu."
Jadi semua perkataan dokter waktu itu juga bohong? Melihatnya baik-baik saja setelah cedera waktu itu membuatku lega, tapi setelah aku mengingatnya lagi, saat itu aku memang bodoh sekali.
 
   
  +
"Aku ... tidak pernah menyangka kalau sampai seserius itu."
"Aku sangat depresi kan? Ekspresimu saat itu dapat kumengerti—kau pikir cederaku itu sangat serius. Aku tidak bisa bilang kalau itu karena kejadian beberapa waktu yang sangat lalu.”
 
   
  +
"Ya, sebenarnya memang seserius itu."
"Aku...... tidak pernah mengira kalau itu sangat serius."
 
   
  +
Chiaki lalu membenturkan belakang kepalanya ke kepalaku.
"Perilakumu seakan berkata seperti itu kok."
 
   
  +
"Seandainya aku tidak pernah bertemu Kagurazaka-senpai, mungkin selamanya aku akan merahasiakan ini darimu."
Chiaki memantulkan punggungnya ke punggungku.
 
   
“Seandainya aku tidak pernah bertemu Kagurazaka-senpai, mungkin selamanya aku akan merahasiakan ini darimu.” Dia berhenti dari judo karena sekarang ia bermain drum—apa ini yang ingin dia katakan? Apa sebenarnya Chiaki lemah lembut seperti ini?
+
Ia mampu berhenti dari judo karena sekarang ia bermain drum — apa itu yang sebenarnya mau ia katakan? Tapi apa Chiaki memang sepeka itu?
“Selain itu, aku sering kabur dari rumah saat larut malam, dan berkeliling sendirian di stasiun. Banyak orang menghampiriku mencari masalah. Karena aku sering dikira laki-laki— dan fakta kalau aku tidak bisa memakai kekuatanku karena cedera— aku jadi menemukan banyak masalah didalam diriku. Bagaimanapun juga, aku masih bisa melawannya satu atau tiga.”
 
Tidak harusnya kau melakukan hal semacam itu!
 
   
  +
"Dulu aku sering kabur dari rumah saat larut malam, berkeliling sendirian di sekitar stasiun. Banyak orang yang datang mau mencari gara-gara denganku. Karena aku sering dikira laki-laki — ditambah, aku tidak bisa menggunakan kekuatanku karena cedera — aku jadi sering melalui masa-masa sulit. Biarpun begitu, aku masih bisa meladeninya asal tidak lebih dari tiga orang."
“Aku dikejar mereka, karena itu aku lari ke basement gedung. Setelah itu aku tersadar kalau aku ada di live house dan tiba-tiba senpai menghampiriku. Dia keren sekali—dia membelikanku minuman, dan meminta tiket masuk pada mereka yang mengejarku.
 
   
  +
Justru yang benar itu jangan diladeni!
...... Apa itu keren?
 
   
  +
"Saat itu aku pernah dikejar, dan aku berlari hingga ke lantai dasar sebuah gedung. Setelah itu aku tersadar kalau aku sedang berada di kelab pertunjukan musik, dan tiba-tiba senpai menghadang mereka yang sedang mengejarku. Senpai sungguh keren — senpai pun membelikanku minuman dan menyuruh mereka untuk membayar tiket masuk.
"Ah, dia juga meminta tiket masuk padaku."
 
   
  +
... itu dibilang keren?
"Seperti yang kuduga."
 
   
  +
"Ah, tapi senpai juga menyuruhku untuk membayar tiket masuk."
"Karena saat itu aku tidak bawa uang, aku hanya bisa bayar dengan tubuhku ini."
 
Aku jadi ingin tsukkomi lalu memukul kepalanya, tapi semua itu berakhir hanya dipikiranku saja. “jadi, maksud kata ‘petarung’ itu apa?” istilahnya itu seolah-olah suara dengkuran di film-film. [TLnote: coba lihat [http://id.wikipedia.org/wiki/Manzai Manzai]]
 
   
  +
"Sudah kuduga."
“Senpai juga bilang, untuk melakukan sebuah revolusi setidaknya dia membutuhkan 3 orang lagi. Ketua, bendahara, lalu komandan atau pasukannya. Karena Nao sudah bergabung dengan klub ini, sekarang tinggal Ebisawa.”
 
   
"Tunggu, aku belum bergabung dengan klub ini, kan?"
+
"Karena saat itu aku tidak bawa uang, aku hanya bisa membayarnya dengan tubuhku ini."
Tiba-tiba, sandaran punggung Chiaki tidak kurasakan lagi. Aku jatuh mengenai lantai dan kepalaku membentur lantai cukup keras—rasanya sampai ke dalam mulutku.
 
   
  +
Rasanya saat ini juga aku ingin memukul kepalanya dengan kipas kertas seperti acara lawak di TV, tapi kuurungkan.
   
  +
"Jadi, maksudnya ''pejuang'' tadi itu apa?"
"Ugh......"
 
Setelah aku membuka mata, aku melihat Chiaki menatapku dari atas dan mengunci badanku. Karena syok, aku hanya bisa menelan ludah.
 
   
  +
Sebutan itu terdengar seperti istilah yang menggambarkan suara dengkuran dalam film-film.
"Tidak ada alasan lagi untukmu jika kau tidak bergabung klub, Lagipula kau sudah membeli bass, kan."
 
   
  +
"Yak, senpai pernah menjelaskan soal itu, untuk melakukan sebuah revolusi, setidaknya senpai membutuhkan tiga orang lagi. Ketua, bendahara dan semacam komandan pasukan. Dengan bergabungnya Nao, berarti tinggal Ebisawa-san saja."
"Itu kan karena—"
 
   
  +
"Tunggu, aku belum bilang setuju untuk bergabung, 'kan?"
Chiaki mengangkat kepalaku dengan kedua tangan kecilnya. Pergerakanku semakin tidak leluasa.
 
   
  +
Tiba-tiba sandaran punggung Chiaki tidak kurasakan lagi. Aku jatuh mengenai lantai dan kepalaku membentur dengan cukup keras — rasa sakitnya menyebar sampai ke rahang.
"...... Untuk Ebisawa?"
 
Untuk Ebisawa—itu sedikit berbeda dari kata yang ingin kukatakan, tapi aku mengangguk kepalaku tanpa sadar.
 
   
  +
"Uh ...."
“Kenapa? Kenapa kau melakukan semua ini untuknya? Kau tidak harus memaksa dirimu seperti ini,kan? Dan lagi, teknik permainanmu semakin baik karena latihan tanpa henti. Aku bahkan sampai terkejut, kau tau?
 
Aku tidak tau bagaimana jawabnya jika ia Tanya pertanyaan seperti itu lagi. “Ini semua demi ruanganku itu.”— jawaban seperti ini mungkin baik-baik saja.
 
Maksudku, semua yang kuinginkan adalah agar aku bisa mendengarkan CD di dalam ruangan itu, hanya itu. Dan mungkin ini cara yang paling simpel untuk mendapatkannya.
 
Jadi, apa ini demi reputasi music rock? Atau demi harga diriku sendiri? Entahlah yang mana, yang pasti sekarang aku harus menantang Ebisawa Mafuyu.
 
   
  +
Setelah aku membuka mata, kulihat wajah Chiaki dalam pandangan terbalik, menatapku dari dekat. Aku menelan ludah karena terkejut.
Aku berpikir sejenak. Dan Chiaki berdiri melepaskanku.
 
   
  +
"Tidak ada lagi alasan bagimu untuk menolak, tahu? Lagi pula kamu juga sudah membeli bas."
   
  +
"Soalnya itu—"
"Bagaimana caranya kau dan Ebisawa bisa saling bertemu?"
 
   
  +
Chiaki memegang kepalaku di kedua sisi dengan kedua tangannya. Aku tidak bisa lagi bergerak.
Chiaki kembali duduk dan bersandar di punggungku dan bertanya.
 
   
  +
"... apa karena Ebisawa-san?"
"Kenapa kita membicarakan ini?"
 
Susah untuk menjelaskannya, karena itu aku juga tidak punya keinginan untuk membicarakan hal ini.
 
   
  +
''Karena Ebisawa-san'' — itu sedikit berbeda dari yang hendak kukatakan, meski begitu, aku menganggukkan kepalaku tanpa sadar.
"Tadi aku sudah menceritakan pertemuanku dengan Senpai. Sekarang giliranmu dengan Ebisawa."
 
Sepertinya aku tidak bisa mengabaikan pertanyaannya Chiaki—Chiaki kembali membenturkan kepalanya ke kepalaku—Aku kembali mengingat kejadian saat itu. Lalu aku bercerita tentang toko yang penuh dengan sampah-sampah seperti akhir dunia, dan cara Mafuyu memainkan piano sonata.
 
   
  +
“Kenapa? Kenapa semua ini karena dirinya? Kamu tidak harus sampai memaksa diri demi dirinya, 'kan? Dan lagi, belakangan ini kamu sudah sering berlatih tanpa henti, teknik permainanmu juga semakin berkembang. Kamu tahu? Aku sendiri terkejut dengan dirimu yang sekarang."
Aku melupakan satu hal: sampah-sampah yang juga mengeluarkan suara seperti orkestra.
 
   
  +
Aku tidak tahu bagaimana menjawabnya jika ia menanyakan hal itu lagi padaku.
Dia mungkin tidak percaya dengan ceritaku ini—dan untuk beberapa alasan, lebih baik hal macam ini dirahasiakan, bahkan ke orang seperti Chiaki.
 
“Sepertinya tempat itu menarik. Kapan-kapan aku ingin ke tempat itu.”
 
“Tidak, tidak semenarik perkiraanmu.”
 
   
  +
"Semua itu kulakukan demi mendapatkan kembali ruanganku," jawaban itu mungkin terdengar seperti alasan yang dibuat-buat.
Tumpukan sampah yang sangat besar seperti bekas perang para tengkorak, dan dibiarkan membusuk dari waktu ke waktu—Diantara tumpukan sampah itu, berdiri tegak sebuah piano. Semua terasa sangat tenang seperti Dunia berhenti berputar hanya demi tempat itu— Mafuyu mungkin adalah satu-satunya orang yang bernafas di tempat itu.
 
   
  +
Soalnya, jika aku memakai alasan karena ingin mendengarkan CD-CD-ku dengan tenang sepulang sekolah, pasti akan muncul saran yang berupa cara -cara alternatif dalam mendengarkan CD-CD tersebut.
Aku kembali mengingat kejadian saat itu, dan juga alunan melodi piano yang dimainkan Mafuyu saat itu. Melodi yang terbentuk dari rangkaian arpeggio, seperti gelombang ombak yang bergerak secara perlahan. Debussy? Eh tunggu, apa prokofiev ya? Aku tidak bisa mengingat lagu yang dimainkannya saat itu.
 
Dan lagi, semua yang dimainkannya itu seolah tidak bisa disentuh olehku. Waktu itu Mafuyu bilang padaku, untuk menghapus semua ingatan tentang lagu yang dia mainkan.
 
   
  +
Kalau begitu, apa ini demi reputasi musik ''rock''? Atau demi harga diriku sendiri? Sehebat apa pun aku menjelaskan, semuanya tidak akan terasa benar. Biar bagaimanapun, aku tetap harus menantang dirinya.
Kalau begitu, mungkin lagu ini adalah kuncinya. Bagi Mafuyu, mungkin lagu ini adalah sesuatu yang ia rahasiakan.
 
   
  +
Untuk beberapa saat, aku memikirkan hal tersebut di otakku. Chiaki lalu melepaskan pegangannya dan membantuku mengangkat tubuh bagian atasku.
Tapi semua itu masih saja membuatku tidak mengerti tentang Mafuyu.
 
   
  +
"Bagaimana caranya kalian berdua bisa saling kenal?"
"Bagaimanapun......"
 
Terdengar suara Chiaki sesaat aku masih menghayal.
 
   
  +
Chiaki kembali duduk dan bersandar di punggungku lalu menanyakan hal tersebut.
Tanpa kusadari, Chiaki jongkok dan menatapku.
 
   
  +
"Kenapa kita malah membahas soal itu?"
"Kau sangat mengkhawatirkan Ebisawa ya?"
 
   
  +
Sulit untuk menjelaskan soal yang terjadi saat itu, itu sebabnya aku tidak punya keinginan membicarakan hal tersebut.
"Hmm...... mmm?" samar-samar kujawab, "Nah..... Apa? Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan."
 
  +
  +
"Tadi aku sudah bercerita tentang perkenalanku dengan senpai. Sekarang giliranmu."
  +
  +
Aku tidak mampu memikirkan alasan yang bagus untuk menolaknya — Chiaki pun kembali membenturkan kepalanya ke belakang kepalaku — membuatku mulai mengingat kejadian waktu itu. Aku pun bercerita tentang toko yang penuh dengan sampah layaknya akhir dunia, begitu pula tentang Mafuyu yang memainkan sonata piano.
  +
  +
Ada satu bagian yang tidak kuceritakan, yaitu bagian di mana rongsokan-rongsokan di sana mengeluarkan suara seperti orkestra.
  +
  +
Kemungkinan ia tidak akan percaya — dan untuk beberapa alasan, lebih baik hal tersebut tetap kurahasiakan, bahkan untuk orang seperti Chiaki.
  +
  +
"Tempat itu sepertinya menarik. Kapan-kapan aku mau ke sana, ah."
  +
  +
"Jangan, tempat itu tidak menarik sama sekali."
  +
  +
Tumpukan sampah yang sangat besar layaknya sisa-sisa tulang-belulang korban hasil perang itu dibiarkan membusuk dari waktu ke waktu — di antara tumpukan tersebut, berdiri sebuah piano. Semua terasa sunyi seolah gambaran akhir dunia terpapar di tempat itu — Mafuyu mungkin satu-satunya orang yang masih bisa hidup di tempat tersebut.
  +
  +
Aku mencoba untuk mengingatnya lagi, mengingat alunan melodi dari sonata piano yang dimainkan Mafuyu saat itu. Melodi yang terbentuk dari rangkaian ''arpeggio'', seperti gelombang di permukaan laut yang bergerak secara perlahan. Apa itu gubahan Debussy ..., eh, tunggu, apa mungkin Prokofiev, ya? Aku masih tidak bisa mengingat komposisi yang dimainkannya kala itu.
  +
  +
Ditambah, itu rasanya seperti sesuatu yang tidak bisa disentuh. Waktu itu Mafuyu bilang padaku kalau ia ingin agar aku melupakan komposisi yang dimainkannya itu.
  +
  +
Kalau begitu, komposisi tersebut pasti menyimpan sebuah cerita. Bagi Mafuyu, komposisi tersebut bisa mengarah pada suatu rahasia yang dipendamnya.
  +
  +
Dan aku pun tersadar kalau aku benar-benar tidak mengerti tentang Mafuyu.
  +
  +
"Intinya ...."
  +
  +
Suara Chiaki tiba-tiba terdengar dan membuyarkan lamunanku.
  +
  +
Tanpa kusadari, Chiaki sudah berjongkok di depanku sambil menatap mataku.
  +
  +
"Kamu begitu peduli terhadap Ebisawa, 'kan?"
  +
  +
"Hmm ..., hmm?" samar-samar kujawab, "Eh ..., apa? Kamu ini bicara apa?"
   
 
"Tidak usah pura-pura bodoh."
 
"Tidak usah pura-pura bodoh."
Chiaki tersenyum palsu, dan ia memukul dahiku. Setelah itu ia berdiri.
 
   
  +
Chiaki menyunggingkan senyum yang tampak dibuat-buat sambil menepuk dahiku. Setelahnya, ia pun berdiri.
“Baiklah, sepertinya sekarang aku harus pulang. Aku akan membantumu jika kau butuh bantuanku tentang latihan, yah meskipun menurutku kau tidak butuh bantuanku.”
 
  +
Chiaki berjalan ke dalam gedung tanpa menoleh ke arahku. Di atap sekarang hanya ada aku seorang dan ditemani oleh alunan melody yang dimainkan Mafuyu.
 
  +
"Baiklah, aku mau pulang dulu. Panggil saja aku jika kamu butuh teman latihan. Yah, tapi sepertinya itu tidak perlu."
  +
  +
Chiaki lalu berjalan masuk ke dalam gedung tanpa menoleh ke arahku. Kini tinggal aku sendiri di atas atap yang luas ini dengan ditemani oleh alunan melodi kesepian yang Mafuyu mainkan di gedung bawah.
  +
  +
Kenapa semua perempuan di sekitarku ini punya pribadi yang rumit? Kugelengkan kepala sembari tanganku kembali mengambil bas.
   
  +
Tiba-tiba aku teringat kejadian saat Mafuyu naik ke atap sini tempo hari.
Kenapa semua perempuan di sekelilingku seperti orang-orang kebingungan? Aku menggeleng kepalaku sambil tangan mengambil bass.
 
   
  +
Setelah semua yang kulalui hari ini, aku mulai kembali berlatih seusai menyetem basku.
Aku jadi ingat kejadian saat Mafuyu naik ke atap, kalau tidak salah saat aku selesai menyetem bass dan akan memulai latihan.
 
   
  +
<span style="font-size: 200%; border: "><center>♪</center></span>
   
Keesokan harinya, setelah dia datang ke kelas, Mafuyu menekanku dengan sebuah benda yang berwarna abu muda yang dikeluarkan dari tasnya. Dibungkus dengan rapih—apa ini?
+
Keesokan harinya, setelah ia datang ke kelas, Mafuyu menyerahkan sebuah benda persegi berwarna abu-abu yang dikeluarkan dari tasnya padaku. Benda itu dibungkus dengan rapi — apa ini?
   
"Ini......"
+
"Nih ...."
   
 
"Eh? Apa?"
 
"Eh? Apa?"
   
Dia memaksaku untuk memegang benda itu. Seketika aku langsung melihat segala sisi benda itu.
+
Dia menyodorkan benda itu ke tanganku. Kuperhatikan benda tersebut dari segala sisi.
   
"Benda itu, Karena......salahku. Aku membelikannya untukmu."
+
"Itu, itu untuk menebus ... kesalahanku. Aku membelikannya untukmu."
Sekarang aku jadi bingung. Mafuyu beli sesuatu untukku? Apakah ini mimpi?
 
   
  +
Sekarang aku jadi bingung. Mafuyu membelikanku sesuatu? Apa ini cuma gurauan?
"Tapi kau tidak boleh membukanya disni."
 
   
  +
"Tapi awas saja kalau kamu membukanya di sini!"
Aku mengangguk meskipun dalam pikiran merasa kebingungan. Bagaimanapun, orang-orang kelas yang tidak mendengar satu patah kata dariku mulai mengerumuniku—heboh seperti biasanya. Dan seorang lelaki mengambil benda itu dari tanganku.
 
   
  +
Aku mengangguk walau pikiranku sendiri masih kebingungan. Meski begitu, teman-teman sekelasku yang tidak mau mendengar penjelasan orang lain ini mulai mengerumuniku — heboh seperti biasanya. Dan salah seorang anak lelaki merebut benda itu dari tanganku.
"Apa ini? Hadiah dari tuan putri? Oi oi, ini beneran kan?"
 
   
  +
"Apa ini? Hadiah dari hime-sama? Oi, oi, yang benar, nih?"
"Sepertinya bukan CD. Nao, apa aku boleh membukanya?"
 
   
  +
"CD, ya? Nao, apa boleh kubuka?"
"Eh, ah, tunggu......"
 
   
  +
"Eh, ah, tunggu ...."
Bungkusan yang menutupi benda itu akhirnya terbuka sebelum aku dan Mafuyu menghentikannya. Isinya adalah CD. Dan di bagian cover CD itu terlihat zombie membawa kapak yang berlumuran darah di tangannya dengan muka seringai. Ini adalah CD "[http://en.wikipedia.org/wiki/Killers_%28Iron_Maiden_album%29 IRON MAIDEN Killers.]"
 
   
  +
Bungkusan yang menutupi benda itu pun dirobek sebelum aku dan Mafuyu sempat menghentikannya. Ternyata itu sebuah CD. Dan di bagian sampul CD itu terlihat ''zombie'' membawa kapak berlumuran darah di tangannya sambil berseringai. CD itu bertuliskan '''IRON MAIDEN - Killers'''.
"Kan sudah kubilang jangan dibuka!? Jangan menunjukkan benda itu padaku, menjijikan!"
 
   
  +
"Bukannya sudah kubilang kalau jangan dibuka?! Jangan perlihatkan benda itu padaku, menjijikan!"
Mafuyu berbalik dan terdengar seperti hampir suara tangisan darinya.
 
   
  +
Mafuyu berbalik dan terdengar seperti hampir menangis.
"Mafuyu mengataiku menjijikan. Rasanya satu-satunya alasanku untuk hidup menghilang."
 
   
  +
"Mafuyu lagi-lagi bilang kalau aku menjijikan. Satu-satunya alasanku untuk hidup telah sirna."
"Jangan khawatir, dia bukan mengataimu." " Tapi zombie yang mirip denganmu, kau tau?"
 
   
  +
"Jangan khawatir, dia bukan mengataimu." " Tapi ''zombie'' ini sedikit mirip denganmu, tahu?"
Teman kelasku mengatakan hal bodoh lagi. Dengan paksa aku mengambil CD itu dari mereka.
 
“Urm…… kau membelikanku CD ini untukku karena cover-nya?”
 
   
  +
Teman-teman sekelasku kembali mengatakan hal-hal bodoh. Kurebut kembali CD itu dari mereka.
Dulu aku pernah liat robekan cover CD di belakang lemari, kalau tidak salah saat aku membantu Mafuyu menyemprotkan kaleng insektisida. Wajah Mafuyu menghadapku lalu ia mengangguk, dan berbicara pelan, “Singkirkan itu dariku.”
 
   
  +
"Eng ..., kamu membelikanku CD ini hanya karena sampulnya?"
Lagipula itu Cuma cover kan, lalu apa masalahnya? Aku tak habis pikir dengan Mafuyu, orang macam apa yang merasa jijik karena gambar zombie di cover. Dan lagi, aku jadi membayangkan Mafuyu yang membalikkan semua CD saat di toko CD bagian heavymetal —semua cover di bagian heavy metal biasanya dipenuhi dengan gambar-gambar ekstrim dan seram— apalagi sambil mencari tempat album Iron Maiden. Aku tidak tau lagi apa yang harus kukatakan padanya.
 
   
  +
Aku sudah membuang sampul CD yang kutemukan di belakang kabinet kemarin gara-gara Mafuyu yang sudah menyemprotkan pembasmi serangga di benda itu. Mafuyu mengangguk sambil membelakangiku kemudian bergumam, "Buruan, singkirkan!"
Selain itu—
 
   
  +
Itu hanya sebuah sampul, kenapa ia sampai sebegitunya? Aku membayangkan tentang Mafuyu yang merasa jijik harena karena gambar ''zombie'', kemudian membayangkan ia ke toko musik lalu masuk ke bagian ''heavy metal'' dan membolak-balik CD-CD di sana — sampul CD-CD tersebut semuanya mengandung gambar yang ekstrim — dan dengan susah payah mencari CD Iron Maiden. Entah apa lagi yang harus kukatakan padanya.
"Apa?"
 
Mafuyu melirikku seakan tau aku ingin mengatakan sesuatu.
 
   
  +
Terlebih—
"Urm, Tidak...... Bukan apa-apa."
 
  +
  +
"Ada apa?"
  +
  +
Mafuyu melirik ke arahku seakan tahu jika ada yang mau kukatakan.
  +
  +
"Eng, tidak .... Bukan apa-apa."
   
 
"Katakan!"
 
"Katakan!"
   
" Mmmm… Mungkin kau kira aku banyak mau nya, apalagi setelah kau membelikan ini untukku. Tapi yang kau beli ini adalah album kedua. Cover yang hancur di ruangan itu adalah album pertamanya." Aku tidak bisa menyalahkannya, ya karena kedua album itu memiliki cover yang hampir sama. Setelah Mafuyu mendengar perkataanku, wajahnya berubah menjadi merah tomat. Ah sial.
+
"Hmm .... Mungkin aku kurang pantas mengatakan ini, apalagi setelah kamu membelikan ini untukku. Tapi yang kamu beli ini adalah album kedua. Sampul yang rusak di ruangan itu sebenarnya dari album pertama."
  +
  +
Aku tidak bisa menyalahkannya karena kedua album itu memiliki sampul yang hampir sama. Setelah mendengarnya, wajah Mafuyu langsung memerah. Ah, sial.
  +
  +
''*Brak*'' — Mafuyu membanting tangannya ke meja lalu berdiri.
  +
  +
"Biar kubeli sekarang."
  +
  +
"Jangan, pelajaran akan dimulai."
  +
  +
"Biarkan saja!"
  +
  +
"Kebetulan sampul album kedua milikku juga sudah jelek, jadi aku sungguh berterima kasih karena kamu sudah membelikanku CD ini."
  +
  +
Sewaktu aku mencoba membesarkan hati Mafuyu, bel sekolah pun berbunyi. Dan karena guru sudah datang ke kelas lebih awal dari biasanya, Mafuyu pun tidak jadi merealisasikan idenya tadi. Aku memang benar-benar tidak paham soal perempuan!
   
   
  +
<noinclude>
•Bang•—Mafuyu membanting tangannya ke meja lalu berdiri.
 
   
  +
===Catatan Penerjemah===
"Akan kubeli sekarang."
 
   
  +
<references/>
"Nah, pelajaran akan dimulai."
 
   
  +
{| border="1" cellpadding="5" cellspacing="0" style="margin: 1em 1em 1em 0; background: #f9f9f9; border: 1px #aaaaaa solid; padding: 0.2em; border-collapse: collapse;"
"Akan kubeli!"
 
  +
|-
“Punyaku yang ini sudah hancur, aku senang kau membelikanku album yang kedua ini.” Sesaat aku menghibur Mafuyu, bell sekolah pun berbunyi. Karena guru sudah datang ke kelas lebih awal dari biasanya, akhirnya Mafuyu tidak melanjutkan ide-nya itu. Aku benar-benar tidak mengerti tentang perempuan!
 
  +
| '''Mundur ke''' [[Sayonara Piano Sonata (Indonesia):Jilid 1 Bab 8|Bab 8]]
  +
| '''Kembali ke''' [[Sayonara Piano Sonata (Indonesia)|Halaman Utama]]
  +
| '''Lanjut ke''' [[Sayonara Piano Sonata (Indonesia):Jilid 1 Bab 10|Bab 10]]
  +
|-
  +
|}
  +
</noinclude>

Revision as of 07:10, 6 October 2016

Paus, Paganini, Pejuang

"Kalau Ebisawa-san tidak suka bermain gitar, kenapa ia masih memainkannya?"

Chiaki menyambungkan pemutar musik miliknya dengan pengeras suara mini, terdengar alunan komposisi <Rangkaian Inggris> untuk iringan dansa sarabande. Ia bertanya padaku sambil mengetuk lututnya dengan jari mengikuti irama komposisi itu.

"Dia mahir sekali bermain piano. Bahkan sewaktu ia bermain gitar, semua bagian yang dimainkannya itu komposisi untuk piano, 'kan?"

"Mungkin dia belum tahu banyak soal gitar."

Kagurazaka-senpai menyebar banyak partitur ke lantai, dan dengan serius mengamatinya sambil menjawab pertanyaan Chiaki.

Karena Klub Riset Musik Rakyat masih belum resmi diakui, aktivitas klub ini sering dilakukan di atas atap. Meski aku bukan salah satu anggotanya, senpai selalu saja mengajakku ke atas atap sepulang sekolah — Aku curiga kalau secara perlahan ia berencana menjeratku untuk bergabung dalam klub. Karena ada rapat anggota klub, makanya Chiaki juga di sini.

"Jadi, apa pendapatmu setelah mendengarkan CD mafuyu?"

Kemarin, sekitar lima hari yang lalu sejak aku berlatih sesuai intruksi senpai, ia pernah bilang padaku.

"Besok tolong bawakan semua CD dan partitur yang Mafuyu mainkan. Karena kamu tinggal dengan seorang kritikus musik, pasti di rumahmu menyimpan seluruh koleksi karyanya, 'kan?"

Partitur dan CD itu sudah pasti ada di rumahku, tapi yang jadi masalahnya adalah untuk mencari kesemuanya. Kuhabiskan waktu semalaman untuk mencari partiturnya di perpustakaan Tetsurou yang berantakan itu, dan alhasil, aku hampir telat datang ke sekolah. Senpai tampak senang sewaktu melihat partitur-partitur yang kubawa. Yang kutahu, senpai kini sedang mencocokkan partitur sambil mendengarkan permainan Mafuyu.

"Rupanya permainan Ebisawa Mafuyu berkutat pada gubahan Bach; tapi tidak mungkin ia memainkan fugue dengan gitar — secara logika itu mustahil, 'kan?"

"Bisa jadi," aku mengangkat bahu.

Fugue merupakan istilah dalam bahasa Italia yang berarti melarikan diri. Gaya komposisi ini berkembang di awal era musik modern — tepatnya era Baroque — yang kemudian disempurnakan oleh Bach. Gaya ini memanfaatkan berbagai suara yang masuk pada waktu yang berbeda dan saling berkejaran dengan melodi awal — karena itu, biasanya istilah itu juga disebut nada yang berlarian.

Artinya, karena gitar biasanya hanya memainkan satu melodi saja, maka sangat sulit bagi Mafuyu jika ingin memainkan 'fugue'.

"Nah, kalau kamu ingin menantangnya, kamu harus bisa memainkan pada bagian fugue-nya ...."

"Begitu .... Eh? Apa Senpai bilang?"

Seketika tanganku berhenti memetik bas.

"Jadi yang katanya ada rapat angota itu ternyata untuk ini?"

"Memangnya kamu kira untuk apa?" ucap senpai kaget. "Shounen, Kupikir sekarang waktunya kamu untuk sadar, perbedaan kemampuanmu dengan Ebisawa Mafuyu diibaratkan seperti semut putih dengan paus biru. Mustahil menang bagimu jika tidak memikirkan strategi."

"Aku tahu, tapi apa tidak bisa kasih perumpamaan yang sedikit halus?"

"Bagaimana kalau apel dengan bumi?" sambung Chiaki.

Itu lebih buruk!

"Biar bagaimanapun, kamu tidak punya kesempatan jika melawannya dengan komposisi Bach," tandas senpai.

"Eh, tunggu, jadi aku harus memainkan musik klasik?"

Senpai menengadahkan pandangannya dari partitur dan tampak lebih terkejut.

"Memangnya apa lagi? Apa kamu punya rencana lain untuk 'memberi pelajaran' padanya?"

"... eng, ya ...." sejujurnya aku tidak pernah memikirkan hal ini. "Aku memang masih belum yakin, tapi kurasa jika sesuatu seperti aku memainkan semacam musik rock padanya, mungkin saja ia bisa sedikit kagum padaku?"

"Kamu pikir, orang yang punya teknik tinggi dalam bermain gitar seperti dirinya bakal terguncang karena permainan yang mau kamu tampikan itu, hah? Ingat — aku yang susah kalau kamu sampai melupakan ini — aku ingin Ebisawa Mafuyu masuk ke Klub Riset Musik Rakyat. Yang berarti, aku menginginkan dirinya sebagai salah satu anggota band."

"Eh?"

Lalu?

"Jadi, nantinya kita harus bisa memainkan sebuah komposisi bersama dengan Ebisawa-san, 'kan" sambil membalikkan partitur yang di lantai, Chiaki lanjut berkata, "Itu berarti, kita harus memainkan komposisi yang Ebisawa-san tahu."

Kagurazaka-senpai lalu mengelus kepala Chiaki dengan lembut. Begitu, jadi karena itu kita akan memakai fugue. Bagian yang Mafuyu sukai, tapi tidak bisa ia mainkan sendiri.

Basku sudah dimodifikasi agar sesuai dengan timbre gitar Mafuyu, yang berarti .... Untuk inikah tujuannya? Tapi ..., eh? Jadi aku yang bergabung ke klub juga termasuk dalam rencananya? Jadi semua itu sudah dipikirkan oleh senpai? Padahal sudah jelas kukatakan kalau aku hanya menginginkan ruangan itu, dan bukan untuk bergabung ke dalam klub.

"Bagaimanapun juga, ia tidak akan langsung suka dengan permainan kita, bahkan jika kita sudah hati-hati memilih salah satu fugue dari Bach .... Selain itu, meski kita berhasil menyeretnya ke dalam pertarungan ini, keahlian Shounen tidak bisa mengimbangi gadis itu hingga saat-saat terakhir, bahkan mungkin bisa langsung selesai begitu saja," senpai mengigit bibir bagian bawahnya sambil melempar partitur yang ia pegang. "Meski begitu, kita masih punya kesempatan jika Shounen di pihakku dan menjalani latihan bertahun-tahun, tapi hal semacam itu butuh banyak waktu."

Aku juga tidak ingin latihan yang semacam itu! Rasanya hidupku sudah tidak akan sama lagi jika menjalani latihan semacam itu.

"... hei, Nao. Bukankah Ebisawa-san pernah bilang kalau ia akan menghilang di bulan Juni?"

Setelah mendengar perkataan Chiaki tadi, aku lalu menatap ke atas langit dan perlahan mulai mengingat kata-kata itu. Seingatku, Mafuyu mengatakan itu di hadapan seluruh penghuni kelas di hari ia baru pindah ke sekolah kami. Karena berbagai hal tidak menyenangkan yang ia lakukan setelahnya, aku jadi benar-benar lupa soal ucapannya tersebut.

Kata-katanya itu — apa yang sebenarnya ingin ia sampaikan?

Senpai lalu bertanya pada Chiaki, "Menghilang di bulan Juni? Apa setelah itu ada lagi yang dikatakannya?"

Chiaki menekan bibir bagian bawahnya dengan jari sambil berpikir sejenak sebelum menggelengkan kepala.

Aku akan menghilang di bulan Juni, jadi kumohon, lupakan saja aku, itu saja yang dikatakannya. Apa maksudnya? Apa ia akan pindah sekolah lagi? Atau ia akan belajar di SMA yang berafiliasi dengan sekolah musik?"

"Kalau begitu, gawat," senpai melipat kedua tangannya lalu lanjut berkata, "Kalau kita bisa mengajaknya bergabung ke klub, aku bisa memakai pesonaku untuk mengikatnya. Biarpun begitu, semua akan berantakan kalau ia keburu menghilang sebelum itu terjadi."

"Senpai, Undang-Undang Kesusilaan itu ada. Senpai tahu sendiri, 'kan? Senpai tidak bisa seenaknya bertindak di luar batas kewajaran."

"Jangan khawatir. Aku bisa membuatnya terpesona padaku tanpa melanggar tindakan asusila."

Lalu apa maksud dari perilaku penuh hasratnya tadi?

"Jadi ..., Shounen, kalau kamu tidak punya ketetapan hati untuk mati demi cinta dan revolusiku .... Oh!"

Tiba-tiba Senpai mematikan dicsman-nya.

"... ada apa?"

"Ebisawa Mafuyu datang."

Aku melirik ke bawah melalui pagar dan melihat punggungnya. Dengan rambut panjangnya yang berwarna merah tua itu, seketika ia langsung lenyap ke dalam gedung musik lama. Aku yakin senpai tidak melihatnya, tapi dari mana ia tau kalau Mafuyu datang? Apa ia seekor hewan buas?

Perlahan bersama-sama kami merebahkan tubuh ke lantai dan dengan sabar menunggu. Beberapa detik kemudian, terdengar suara gitar. Eh? Komposisi apa ini? Rasanya aku pernah mendengar ini sebelumnya, tapi aku tidak bisa mengingatnya. Petunjuk yang kudapat adalah kalau ia memainkan gubahan Liszt.

"—Ini Paganini."

Ucap senpai di telingaku. Aku jadi ingat.

Niccolò Paganini, seorang violinis yang dijuluki sang Iblis dikarenakan teknik permainannya yang begitu mumpuni. Ia juga cukup berbakat sebagai komposer, tapi karena tidak percaya diri, ia tidak pernah merilis komposisinya itu. Karenanya, semua karya-karyanya itu sudah hilang entah ke mana.

konserto dan capriccio violinnya — bersama dengan etude piano yang digubah Franz Liszt berdasarkan capriccio-nya — mungkin satu-satunya karya yang ditinggalkannya pada era musik modern.

Yang Mafuyu mainkan sekarang adalah etude gubahan Liszt.

Serasa seperti tulang di dalam tubuhku akan retak oleh getaran seintens itu jika aku mendengarnya lebih lama. Chiaki pun merasa ngeri mendengarnya. Permainan yang penuh amarah.

"... begitu ..., Paganini, ya."

Lagi-lagi senpai bergumam. Aku berbalik arah, dan melihat ia sedang mencari-cari dalam tumpukan CD Mafuyu dengan tampang serius; tangan kirinya pun ikut dipakai memeriksa partitur. Ada apa ini?

Akhirnya, senpai menemukan CD dan partitur yang ia cari.

"Ketemu."

"Semua itu mau dibuat apa?"

"Shounen, apa aku boleh meminjam ini?"

"Ya, boleh saja ...."

"Kalau begitu, aku pulang duluan, ya. Ada lagu yang ingin kugubah."

"Maksudnya, lagu yang tadi?"

"Yak, Shounen — Paganini. Kita akan lakukan persis seperti yang Paganini lakukan dulu. Kita bisa menang dengan ini."

Wajah senpai dipenuhi oleh semacam energi, walau aku sendiri masih bingung. Maksudnya itu apa? Semua yang dibawanya tadi bukanlah gubahan Paganini—

"Itu sudah pasti. Orang yang bisa mengajari Beethoven hanyalah Beethoven seorang, 'kan?"

Sekejap Senpai mengedipkan matanya dengan manis sebelum turun ke bawah sambil membawa partitur dan CD. Seperti biasanya, ia selalu mengatakan yang orang lain tidak mengerti. Yang Paganini lakukan dulu?

Meski sekeras apa pun memikirkannya, aku masih saja tidak mengerti. Jadi kurebahkan basku ini di paha.

"Senpai tampak senang sekali—"

Chiaki bergumam sendiri sambil menatap Senpai yang meninggalkan kami berdua. Yah, perempuan itu memang selalu terlihat senang, 'kan?

"Aku tidak menyangka kalau senpai begitu menyukai Nao."

"Yang diinginkannya itu Mafuyu, bukan aku. Aku ini hanya jembatan penghubung antara kedua orang itu."

Chiaki menyipitkan matanya lalu menatapku, sepertinya ia merasa tidak puas terhadap sesuatu.

"... apa?"

"Hmm— tidak apa-apa."

Tiba-tiba Chiaki berdiri lalu duduk tepat di belakangku, punggungnya bersandar di punggungku. Karena terkejut, aku sedikit memajukan posisi dudukku, tapi karena ia menyandarkan punggungnya kembali, aku jadi tidak bisa bergerak.

SP1 0107.JPG

"Senpai bilang kalau kita ini seorang pejuang."

Tiba-tiba terdengar suara Chiaki.

"... pejuang?"

"Iya. Kamu belum pernah dengar? Klub Riset Musik Rakyat ini hanyalah sebuah garda untuk menipu Dunia. Sebenarnya, kita ini adalah pasukan revolusi."

"Tidak, sama sekali tidak," sebuah garda untuk menipu dunia? Senpai bilang begitu? Ayolah!

"... apalagi, ya? Senpai juga pernah bilang, Internasional Keenam atau Partai Garda Depan atau apalah itu."

Bukankah hal semacam itu bisa menyesatkan murid-murid mengenai pergerakan yang terjadi pada sebuah era? Lagi pula, apa maksudnya yang keenam? Memangnya yang kelima sudah ada?

"Aku tidak tahu mana di antara kata-katanya yang memang sebuah kebenaran dan mana yang hanya sebuah candaan."

"Bisa jadi semua perkataanya tadi itu ternyata benar, 'kan?" Chiaki tertawa, "Tapi bagaimana kalau memang hanya sebuah candaan? Tidak mungkin juga kamu bisa memahami kebenaran dari kata-kata candaan yang senpai buat. Ya, 'kan?"

"Oh— kurasa bisa juga seperti itu."

"Saat kompetisi musim panas lalu, ingat tidak, sewaktu aku cedera karena kesalahanku sendiri? Saat itu, dokter bilang kalau aku selamanya tidak bisa lagi untuk berlatih judo."

"Lo, bukannya dokter bilang kalau itu hanya sebulan saja?"

"Hmm— aku bohong padamu. Waktu itu Nao sangat khawatir, karena itu aku tidak bisa mengatakan yang sebenarnya."

Jadi semua perkataan dokter waktu itu juga bohong?! Aku merasa bersyukur sewaktu melihat dirinya yang baik-baik saja setelah mengalami cedera, tapi setelah kuingat lagi, rupanya saat itu aku memang bodoh sekali.

"Aku benar-benar merasa depresi, tahu? Dari ekspresimu saja sudah bisa terbaca — kamu pasti berpikir kalau cederaku ini sangat serius. Aku tidak sanggup mengatakan yang sebenarnya karena hal tersebut sudah lama berlalu."

"Aku ... tidak pernah menyangka kalau sampai seserius itu."

"Ya, sebenarnya memang seserius itu."

Chiaki lalu membenturkan belakang kepalanya ke kepalaku.

"Seandainya aku tidak pernah bertemu Kagurazaka-senpai, mungkin selamanya aku akan merahasiakan ini darimu."

Ia mampu berhenti dari judo karena sekarang ia bermain drum — apa itu yang sebenarnya mau ia katakan? Tapi apa Chiaki memang sepeka itu?

"Dulu aku sering kabur dari rumah saat larut malam, berkeliling sendirian di sekitar stasiun. Banyak orang yang datang mau mencari gara-gara denganku. Karena aku sering dikira laki-laki — ditambah, aku tidak bisa menggunakan kekuatanku karena cedera — aku jadi sering melalui masa-masa sulit. Biarpun begitu, aku masih bisa meladeninya asal tidak lebih dari tiga orang."

Justru yang benar itu jangan diladeni!

"Saat itu aku pernah dikejar, dan aku berlari hingga ke lantai dasar sebuah gedung. Setelah itu aku tersadar kalau aku sedang berada di kelab pertunjukan musik, dan tiba-tiba senpai menghadang mereka yang sedang mengejarku. Senpai sungguh keren — senpai pun membelikanku minuman dan menyuruh mereka untuk membayar tiket masuk.

... itu dibilang keren?

"Ah, tapi senpai juga menyuruhku untuk membayar tiket masuk."

"Sudah kuduga."

"Karena saat itu aku tidak bawa uang, aku hanya bisa membayarnya dengan tubuhku ini."

Rasanya saat ini juga aku ingin memukul kepalanya dengan kipas kertas seperti acara lawak di TV, tapi kuurungkan.

"Jadi, maksudnya pejuang tadi itu apa?"

Sebutan itu terdengar seperti istilah yang menggambarkan suara dengkuran dalam film-film.

"Yak, senpai pernah menjelaskan soal itu, untuk melakukan sebuah revolusi, setidaknya senpai membutuhkan tiga orang lagi. Ketua, bendahara dan semacam komandan pasukan. Dengan bergabungnya Nao, berarti tinggal Ebisawa-san saja."

"Tunggu, aku belum bilang setuju untuk bergabung, 'kan?"

Tiba-tiba sandaran punggung Chiaki tidak kurasakan lagi. Aku jatuh mengenai lantai dan kepalaku membentur dengan cukup keras — rasa sakitnya menyebar sampai ke rahang.

"Uh ...."

Setelah aku membuka mata, kulihat wajah Chiaki dalam pandangan terbalik, menatapku dari dekat. Aku menelan ludah karena terkejut.

"Tidak ada lagi alasan bagimu untuk menolak, tahu? Lagi pula kamu juga sudah membeli bas."

"Soalnya itu—"

Chiaki memegang kepalaku di kedua sisi dengan kedua tangannya. Aku tidak bisa lagi bergerak.

"... apa karena Ebisawa-san?"

Karena Ebisawa-san — itu sedikit berbeda dari yang hendak kukatakan, meski begitu, aku menganggukkan kepalaku tanpa sadar.

“Kenapa? Kenapa semua ini karena dirinya? Kamu tidak harus sampai memaksa diri demi dirinya, 'kan? Dan lagi, belakangan ini kamu sudah sering berlatih tanpa henti, teknik permainanmu juga semakin berkembang. Kamu tahu? Aku sendiri terkejut dengan dirimu yang sekarang."

Aku tidak tahu bagaimana menjawabnya jika ia menanyakan hal itu lagi padaku.

"Semua itu kulakukan demi mendapatkan kembali ruanganku," jawaban itu mungkin terdengar seperti alasan yang dibuat-buat.

Soalnya, jika aku memakai alasan karena ingin mendengarkan CD-CD-ku dengan tenang sepulang sekolah, pasti akan muncul saran yang berupa cara -cara alternatif dalam mendengarkan CD-CD tersebut.

Kalau begitu, apa ini demi reputasi musik rock? Atau demi harga diriku sendiri? Sehebat apa pun aku menjelaskan, semuanya tidak akan terasa benar. Biar bagaimanapun, aku tetap harus menantang dirinya.

Untuk beberapa saat, aku memikirkan hal tersebut di otakku. Chiaki lalu melepaskan pegangannya dan membantuku mengangkat tubuh bagian atasku.

"Bagaimana caranya kalian berdua bisa saling kenal?"

Chiaki kembali duduk dan bersandar di punggungku lalu menanyakan hal tersebut.

"Kenapa kita malah membahas soal itu?"

Sulit untuk menjelaskan soal yang terjadi saat itu, itu sebabnya aku tidak punya keinginan membicarakan hal tersebut.

"Tadi aku sudah bercerita tentang perkenalanku dengan senpai. Sekarang giliranmu."

Aku tidak mampu memikirkan alasan yang bagus untuk menolaknya — Chiaki pun kembali membenturkan kepalanya ke belakang kepalaku — membuatku mulai mengingat kejadian waktu itu. Aku pun bercerita tentang toko yang penuh dengan sampah layaknya akhir dunia, begitu pula tentang Mafuyu yang memainkan sonata piano.

Ada satu bagian yang tidak kuceritakan, yaitu bagian di mana rongsokan-rongsokan di sana mengeluarkan suara seperti orkestra.

Kemungkinan ia tidak akan percaya — dan untuk beberapa alasan, lebih baik hal tersebut tetap kurahasiakan, bahkan untuk orang seperti Chiaki.

"Tempat itu sepertinya menarik. Kapan-kapan aku mau ke sana, ah."

"Jangan, tempat itu tidak menarik sama sekali."

Tumpukan sampah yang sangat besar layaknya sisa-sisa tulang-belulang korban hasil perang itu dibiarkan membusuk dari waktu ke waktu — di antara tumpukan tersebut, berdiri sebuah piano. Semua terasa sunyi seolah gambaran akhir dunia terpapar di tempat itu — Mafuyu mungkin satu-satunya orang yang masih bisa hidup di tempat tersebut.

Aku mencoba untuk mengingatnya lagi, mengingat alunan melodi dari sonata piano yang dimainkan Mafuyu saat itu. Melodi yang terbentuk dari rangkaian arpeggio, seperti gelombang di permukaan laut yang bergerak secara perlahan. Apa itu gubahan Debussy ..., eh, tunggu, apa mungkin Prokofiev, ya? Aku masih tidak bisa mengingat komposisi yang dimainkannya kala itu.

Ditambah, itu rasanya seperti sesuatu yang tidak bisa disentuh. Waktu itu Mafuyu bilang padaku kalau ia ingin agar aku melupakan komposisi yang dimainkannya itu.

Kalau begitu, komposisi tersebut pasti menyimpan sebuah cerita. Bagi Mafuyu, komposisi tersebut bisa mengarah pada suatu rahasia yang dipendamnya.

Dan aku pun tersadar kalau aku benar-benar tidak mengerti tentang Mafuyu.

"Intinya ...."

Suara Chiaki tiba-tiba terdengar dan membuyarkan lamunanku.

Tanpa kusadari, Chiaki sudah berjongkok di depanku sambil menatap mataku.

"Kamu begitu peduli terhadap Ebisawa, 'kan?"

"Hmm ..., hmm?" samar-samar kujawab, "Eh ..., apa? Kamu ini bicara apa?"

"Tidak usah pura-pura bodoh."

Chiaki menyunggingkan senyum yang tampak dibuat-buat sambil menepuk dahiku. Setelahnya, ia pun berdiri.

"Baiklah, aku mau pulang dulu. Panggil saja aku jika kamu butuh teman latihan. Yah, tapi sepertinya itu tidak perlu."

Chiaki lalu berjalan masuk ke dalam gedung tanpa menoleh ke arahku. Kini tinggal aku sendiri di atas atap yang luas ini dengan ditemani oleh alunan melodi kesepian yang Mafuyu mainkan di gedung bawah.

Kenapa semua perempuan di sekitarku ini punya pribadi yang rumit? Kugelengkan kepala sembari tanganku kembali mengambil bas.

Tiba-tiba aku teringat kejadian saat Mafuyu naik ke atap sini tempo hari.

Setelah semua yang kulalui hari ini, aku mulai kembali berlatih seusai menyetem basku.

Keesokan harinya, setelah ia datang ke kelas, Mafuyu menyerahkan sebuah benda persegi berwarna abu-abu yang dikeluarkan dari tasnya padaku. Benda itu dibungkus dengan rapi — apa ini?

"Nih ...."

"Eh? Apa?"

Dia menyodorkan benda itu ke tanganku. Kuperhatikan benda tersebut dari segala sisi.

"Itu, itu untuk menebus ... kesalahanku. Aku membelikannya untukmu."

Sekarang aku jadi bingung. Mafuyu membelikanku sesuatu? Apa ini cuma gurauan?

"Tapi awas saja kalau kamu membukanya di sini!"

Aku mengangguk walau pikiranku sendiri masih kebingungan. Meski begitu, teman-teman sekelasku yang tidak mau mendengar penjelasan orang lain ini mulai mengerumuniku — heboh seperti biasanya. Dan salah seorang anak lelaki merebut benda itu dari tanganku.

"Apa ini? Hadiah dari hime-sama? Oi, oi, yang benar, nih?"

"CD, ya? Nao, apa boleh kubuka?"

"Eh, ah, tunggu ...."

Bungkusan yang menutupi benda itu pun dirobek sebelum aku dan Mafuyu sempat menghentikannya. Ternyata itu sebuah CD. Dan di bagian sampul CD itu terlihat zombie membawa kapak berlumuran darah di tangannya sambil berseringai. CD itu bertuliskan IRON MAIDEN - Killers.

"Bukannya sudah kubilang kalau jangan dibuka?! Jangan perlihatkan benda itu padaku, menjijikan!"

Mafuyu berbalik dan terdengar seperti hampir menangis.

"Mafuyu lagi-lagi bilang kalau aku menjijikan. Satu-satunya alasanku untuk hidup telah sirna."

"Jangan khawatir, dia bukan mengataimu." " Tapi zombie ini sedikit mirip denganmu, tahu?"

Teman-teman sekelasku kembali mengatakan hal-hal bodoh. Kurebut kembali CD itu dari mereka.

"Eng ..., kamu membelikanku CD ini hanya karena sampulnya?"

Aku sudah membuang sampul CD yang kutemukan di belakang kabinet kemarin gara-gara Mafuyu yang sudah menyemprotkan pembasmi serangga di benda itu. Mafuyu mengangguk sambil membelakangiku kemudian bergumam, "Buruan, singkirkan!"

Itu hanya sebuah sampul, kenapa ia sampai sebegitunya? Aku membayangkan tentang Mafuyu yang merasa jijik harena karena gambar zombie, kemudian membayangkan ia ke toko musik lalu masuk ke bagian heavy metal dan membolak-balik CD-CD di sana — sampul CD-CD tersebut semuanya mengandung gambar yang ekstrim — dan dengan susah payah mencari CD Iron Maiden. Entah apa lagi yang harus kukatakan padanya.

Terlebih—

"Ada apa?"

Mafuyu melirik ke arahku seakan tahu jika ada yang mau kukatakan.

"Eng, tidak .... Bukan apa-apa."

"Katakan!"

"Hmm .... Mungkin aku kurang pantas mengatakan ini, apalagi setelah kamu membelikan ini untukku. Tapi yang kamu beli ini adalah album kedua. Sampul yang rusak di ruangan itu sebenarnya dari album pertama."

Aku tidak bisa menyalahkannya karena kedua album itu memiliki sampul yang hampir sama. Setelah mendengarnya, wajah Mafuyu langsung memerah. Ah, sial.

*Brak* — Mafuyu membanting tangannya ke meja lalu berdiri.

"Biar kubeli sekarang."

"Jangan, pelajaran akan dimulai."

"Biarkan saja!"

"Kebetulan sampul album kedua milikku juga sudah jelek, jadi aku sungguh berterima kasih karena kamu sudah membelikanku CD ini."

Sewaktu aku mencoba membesarkan hati Mafuyu, bel sekolah pun berbunyi. Dan karena guru sudah datang ke kelas lebih awal dari biasanya, Mafuyu pun tidak jadi merealisasikan idenya tadi. Aku memang benar-benar tidak paham soal perempuan!



Catatan Penerjemah


Mundur ke Bab 8 Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Bab 10