Difference between revisions of "Oregairu (Indonesia):Jilid 4 Bab 6"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
m
m
Line 95: Line 95:
 
Beberapa detik setelah dia mengucapkannya padaku, ponselku berbunyi.
 
Beberapa detik setelah dia mengucapkannya padaku, ponselku berbunyi.
   
Achievement unlocked: Alamat email Totsuka <ref> The original reference is to a line from the Pokemon games. The message “Getto da ze!” comes up whenever you catch a Pokemon. I changed it to a Steam reference because that fits better than translating the line to “Totsuka’s address was caught!” </ref>! (Tos dulu!)
+
Achievement unlocked: Alamat email Totsuka <ref> Referensi aslinya adalah kalimat dari game Pokemon. Kalimat “Getto da ze!” muncul setiap kali kamu menangkap Pokemon. Diubah menjadi referensi Steam karena lebih cocok daripada menerjemahkan kalimatnya menjadi “Alamat email Totsuka tertangkap!” </ref>! (Tos dulu!)
   
 
Pak, ini hebat sekali. Sekarang aku hanya perlu menyimpan nomornya, pikirku selagi aku membuka pesan yang masuk.
 
Pak, ini hebat sekali. Sekarang aku hanya perlu menyimpan nomornya, pikirku selagi aku membuka pesan yang masuk.

Revision as of 16:54, 27 December 2016

Bab 6: Karena Silap, Hikigaya Hachiman tidak Ada Pakaian Renang

6-1

Aku mendapat sebuah mimpi.

Tangan yang lembut dan mungil menggoyang tubuhku dengan teramat hati-hati. Lewat pandangan samar dari diriku yang sedang tertidur, aku dapat merasakan kehangatan tubuh pada kulitku. Suara yang manis memanggil namaku, terdengar sedikit gugup.

Dalam benakku, itu adalah mimpi yang sangat bahagia.

Tapi aku tahu itu hanyalah sebuah mimpi. Adikku biasanya tidak pernah membangunkanku, dan bahkan orangtuaku jauh lebih mungkin sudah meninggalkan rumah sebelum aku membuka kelopak mataku. Yang selalu membangunkanku dari mimpiku adalah alarm ponselku yang kejam dan tidak manusiawi.

Maka dari itu, hatiku dan tubuhku sama-sama menarik kesimpulan bahwa ini adalah sebuah mimpi.

“Hachiman, sudah pagi. Bangun…” kata suara itu berulang-ulang.

Karena tubuhku digoyang terus menerus, kelopak mataku akhirnya terbuka perlahan. Cahaya pagi itu menyilaukan. Totsuka menyeringai padaku dari balik cahaya tersebut, senyumannya agak takjub.

“Kamu akhirnya bangun… selamat pagi, Hachiman.”

Terdapat jeda yang panjang.

“Ya,” sahutku pada akhirnya.

Pemandangan ini terasa begitu tidak nyata sampai membuatku linglung. Cahaya matahari yang putih bersinar lewat jendela dan burung gereja serta burung sanma[1] berkicau di luar.

“Huh…”

Apa ini adegan pagi-setelah xxx tersebut?ǃ Apa aku sudah melewati yang di balik garis pembatas, garis yang tidak boleh dilewati tersebut?! [2]

Saat aku kelinglungan, Totsuka melepas sprei kasurnya dan mulai melipatnya.

“Kamu tidak akan sempat sarapan kalau kamu tidak bergegas.”

Saat aku menerima info lebih, aku mulai menangkap situasinya. Ya, ternyata aku datang mengikuti perkemahan. Dan di sini aku malah merenungkan kapan persisnya kami mulai hidup bersama.

Setelah aku bergeliat keluar dari kasurku, aku mengikuti tindakan Totsuka tadi dan melipat kasurku. “Mana yang lain?”

“Hayama‐kun dan Tobe‐kun pergi duluan. Kamu kelihatan masih belum mau bangun tadi, Hachiman…” Dia melihatku dengan mata yang agak menyalahkan.

Apa perasaan bersalah yang muncul ini…? Aku tidak pernah meminta maaf seperti seorang rakyat Jepang yang rendah hati karena telat datang ke sekolah atau ke tempat kerja atau semacamnya, tapi hanya sekali ini, aku bersikap seperti GEISHA HARA-KIRI GUNUNG FUJI[3]. Maksudku, kamu tidak bisa mengatakan ‘geisha’ tanpa mengatakan ‘gay’.

“Maaf…” Aku meminta maaf dengan terang-terangan, setelah tadi merenungkan dalam-dalam tindakanku.

Tapi Totsuka masih cemberut. “Tahu tidak, Hachiman, jadwalmu benar-benar kacau selama liburan musim panas.”

“Y‐ya. Er, kurasa.”

“Kamu tidak berolahraga atau semacamnya.”

“Ya, benar. Aku benar-benar tidak ada niat melakukannya. Karna cuacanya panas.”

“Bukankah itu tidak baik untuk tubuhmu? Kamu sebaiknya sedikit berol‐ oh, aku tahu. Ayo kita kapan-kapan main tenis,” saran Totsuka dengan ceria.

“Oh, kamu mau main, huh? Panggil aku kalau kamu mau melakukannya.” aku menuturkan kalimat standar yang selalu orang katakan saat mereka diajak melakukan sesuatu. Ketika kamu berada di pinggiran masyarakat, kurasa orang akan mengajakmu hanya supaya sopan.

Itu seperti, “Oh… jadi kita pergi?” Pak, aku benar-benar berharap mereka tidak melakukannya. Aku tidak perlu itu. Ketika mereka mengajakku, aku akhirnya akan membuat jawaban yang asal-asalan hanya supaya sopan juga.

Hanya sedikit pengetahuan umum: Orang yang mengatakan “panggil aku kalau kamu mau melakukannya” ketika mereka diajak melakukan sesuatu itu hampir tidak akan diajak lagi. Sumberː diriku.

Aku melihat ke arah Totsuka dengan tak sabar, menunggu hukum tersebut untuk bekerja.

“Oke, kamu yang bilangǃ Aku pasti akan memanggilmu!”

Tapi kali ini, kelihatannya aku aman. Jawaban Totsuka yang riang membuatku merasa tenang.

Aku tidak dapat menemukan alasan apapun untuk menolak mentah-mentah ajakan dari seorang lelaki. Maksudku, kalau aku mendapat telepon dari Zaimokuza dengan semacam ajakan, itu lain cerita. Tapi selain melakukan sesuatu untuk Komachi, aku tidak ada rencana lain. Jadwalku begitu kosongnya sampai aku akan menang telak kalau muncul sebuah perlombaan “Seberapa Banyak Waktu Senggang yang Kamu Miliki?”. Aku jarang diajak kemanapun, dan aku sudah pasti tidak pernah mengajak siapapun untuk jalan-jalan denganku selain saya, diriku dan aku.

Aku bersumpah tidak akan pernah mengajak siapapun untuk jalan-jalan denganku semenjak waktu SMP ketika Ooiso-kun menolakku lewat telepon mengatakan dia ada tugas di rumah, tapi ketika aku pergi ke pusat permainan sendirian, aku menemukannya dan Ninomiya-kun di tempat karaoke sebelah. Maksudku, kamu tahu bukan. Menolak orang lain juga menyakitkan. Itu caraku untuk bersikap baik, tahu.

“Baiklah, kalau begitu ayo kita makan dulu?” tanyaku.

“Tentu. Er, uh… aku tidak tahu alamat emailmu, Hachiman…”

Oh, iya. Hal itu terselip dari pikiranku karena aku hanya memakai ponselku sebagai penghabis waktu dan jam alarm, tapi Totsuka dan aku masih belum bertukar alamat email.

Jadi sekarang aku akhirnya bisa mendapatkan alamat email Totsuka, huh…? Dengan terjangan emosi, aku mengeluarkan ponselku dan segera membuka layar kontak.

“Huh?! H‐Hachiman, kenapa kamu menangis?!”

“Oh, tidak kenapa-kenapa. Cuma menguap saja.”

Kelihatannya aku menangis karena terharu.

“Oh, iya. Kamu baru saja bangun. Oke, beritahu aku alamatnya.”

“Ini.” Aku menunjukkannya alamatku.

“Er, uh…”

Totsuka memegang ponselku dengan ponselnya dan menekan hurufnya satu per satu, seakan dia tidak begitu mahir dengan mesin. Aku sedikit kuatir melihatnya menggugamkan hal-hal seperti, “Oh, huh? Apa ini benar? Seperti ini?” dari waktu ke waktu selagi dia terus menekan. Kalau dia salah menyimpan alamat emailku dan pesannya tidak sampai padaku, aku akan merasa sedih tiada akhir.

“Oke, selesai… kurasa. Aku akan mengirim pesan untuk mengetesnya,” kata Totsuka selagi dia sekali lagi mulai menekan ponselnya dengan kecepatan yang menyakitkannya lamban. Sementara itu, dia memiringkan kepalanya dan kemudian mengganguk sekali setelah dia memikirkannya sejenak. “Sudah kukirim.”

“Ohh, terima kasih.”

Beberapa detik setelah dia mengucapkannya padaku, ponselku berbunyi.

Achievement unlocked: Alamat email Totsuka [4]! (Tos dulu!)

Pak, ini hebat sekali. Sekarang aku hanya perlu menyimpan nomornya, pikirku selagi aku membuka pesan yang masuk.

Subjek: halo ini saika

Isi: hachiman, selamat pagi. ini pesan pertamaku. semoga kita menjadi teman yang lebih baik lagi mulai sekarang!

Segera setelah pandanganku jatuh pada untaian kata-kata tersebut, sesuatu yang hebat terjadi pada jantungku. Tanpa peringatan, aku mendadak terbatuk keras.

“Hkkkkk! Gaaaaaah!”

“Hachiman?! A-ada apa?! Apa kamu baik-baik saja?!” Totsuka mulai menepuk punggungku dengan panik.

Waah, meskipun tangannya begitu mungil, tangannya terasa begitu lembut dan hangat…

“A-aku sudah membaik…”

“Baguslah…”

Setelah aku akhirnya sembuh, Totsuka menatap ke arahku seakan dia belum cukup yakin dengan apa yang kukatakan. Untuk mengalihkannya, aku tersenyum padanya dengan ceria. “Oke, ayo kita sarapan sekarang.”

“Oh, oke.”

Aku mendorong punggung Totsuka untuk mendesaknya selagi aku berjalan bersamanya.

Aku cukup yakin dia sedang memikirkan tentang isi pesannya ketika dia memiringkan kepalanya tadi. Talenta berbahasa Totsuka begitu menabjubkan jika dia bisa mengubah pesan yang begitu sederhana itu penuh dengan keimutan. Seseorang beri dia medali.

Omong-omong, waktunya untuk menyimpan pesan ini untuk anak cucuku. Dan juga, waktunya untuk menetapkan nada panggilan khusus untuk setiap kali aku menerima pesan dari Totsuka serta membuat folder cuma-Totsuka-saja pula. Aku sebaiknya membuat backup-nya di komputerku untuk berjaga-jaga.

6-2

Tidak ada lagi tanda-tanda anak SD di ruang makan dalam rumah tamu tersebut. Hanya Hiratsuka-sensei dan orang-orang biasa yang hadir.

“Selamat pagi.”

“Mm. Pagi,” jawab Hiratsuka‐sensei selagi dia menaruh korannya dengan suara twack keras.

Pak, kamu tidak akan menemukan pemandangan seperti itu sekarang ini. Aku merasa rindu dengan zaman era Showa.[5]

Ketika Totsuka dan aku duduk pada sepasang kursi yang kosong, Yuigahama berada tepat di depan kami. “Oh, Hikki. Selamat pagi!”

“Mmm.”

Yuigahama menyapaku dengan ucapan “selamat pagi” yang umum. Entah kenapa, aku tahu “Yahallo” bukanlah sebuah sapaan pagi. Mungkin kamu mengucapkannya setelah lewat siang hari.

Yuigahama duduk di samping Yukinoshita, yang duduk di samping Komachi. Komachi juga menyapa kami, namun persis setelahnya dia berdiri dan bergegas ke tempat lain.

Kalau Yukinoshita, dia bertukar sapaan dengan Totsuka sebelum memalingkan matanya padaku. “Selamat pagi. Ternyata kamu bangun juga…”

“Hei, jangan melirik ke bawah seakan kamu merasa kecewa. Selamat pagi,” Aku menyahut dengan sapaan kaku. Aku mendapat kesan aku diperingkatkan lebih rendah dari sampah di matanya. Apa lagi yang baru?

Seseorang meletakkan nampan di depanku dengan suara clang.

“Haiii, maaf membuatmu menunggu. Ada satu untuk Totsuka-san juga!”

Kelihatannya Komachi pergi mengambilkan sarapan untuk kami. “Terima kasih.”

Aku berterima kasih padanya seperti yang orang lakukan di McDonald. Singkatnya, orang yang melayanimu berkata, “Ada yang bisa saya bantu?” dan kemudian “Apa mau ditambah kentang goreng?” dan kemudian akhirnya menyelesaikannya dengan sebuah ucapan “Terima kasih”. Terakhir penjelasannya malah menjadi panjang lebar.

“Te-terima kasih… oke, itadakimasu,” kata Totsuka.

Mengikutinya, aku menepuk tanganku bersama. Kami bukan sedang melakukan latihan atau semacamnya – hanya doa biasa sebelum makan. “Itadakimasu.”

Jujur saja sarapannya sangat mirip masakan rumah: nasi putih, sup miso, ikan goreng dan salad, telur dadar, natto, perasa rumput laut, bumbu, dan jeruk untuk penutup. Hidangan ini kurang lebih cocok dengan bayanganku akan sarapan umum hotel.

Bersantap dengan hening, aku segera menyadari bahwa ada kekurangan nasi putih. Aku menghitung bahwa natto dan perasa rumput laut saja butuh dua mangkuk nasi. Ditambah lagi, telur mentah membutuhkan satu mangkuk penuh dari cara mereka menyajikannya pada tempat penginapan tradisional, yang benar-benar menjengkelkan.

Saat aku melirik pada mangkuk nasiku yang hampir kosong, suara Komachi memanggilku. “Onii‐chan, kamu mau tambuh?”

“Ya, tolong.”

Aku menyerahkan mangkukku. Untuk beberapa alasan, Yuigahama yang menerimanya.

“A-Aku akan mengambilkannya untukmu!” Dia mulai mencedok nasi dari wadah kayu tersebut dengan semangat, bersenandung seakan dia merasa ini semua menyenangkaɲ. “Silahkan!”

Oh wow. Dia memberiku segunung nasi yang tidak akan terlihat aneh dalam dongeng rakyat Jepang[6]. Yah, terserahlah. Aku memang berpikir ingin tambuh, jadi aku tidak mengeluh. “Terima kasih…”

Dengan penuh khidmat, aku membiarkan mangkuk tersebut disodorkan pada tanganku dan aku mengangkatnya setinggi dahi untuk berdoa. Hanya setelahnya aku mulai makan untuk yang kedua kalinya.

Tapi (kejutan, kejutan!) kali ini nasinya lezat sekali.

Sekarang setelah semua orang menyantap sarapan mereka, aku menyelesaikan sarapanku dengan menyesap teh. Sama sepertiku, Totsuka memuji kokinya dan meraih teh dengan laju yang agak pelan dan santai.

Selagi kami tanpa kerjaan mengobrol mengenai hal-hal yang terjadi semalam dan apa yang akan terjadi hari ini, Hiratsuka‐sensei mulai melipat korannya. “Sekarang setelah selesai sarapan, ayo kita membahas rencana kita hari ini.”

Dia menegak semulut penuh teh dan melanjutkan.

“Murid SD itu bebas untuk siang ini. Uji keberanian dan api unggun dijadwalkan malam ini. Aku ingin kalian menyiapkannya.”

Aku menghela. “Api unggun, huh?” Aku mengernyitkan wajahku saat mendengar kata yang tidak mengenakkan tersebut.

“Ah, itu saat kamu melakukan tarian rakyat itu,” ujar Yuigahama seakan baru teringat sesuatu.

Saat dia mendengarnya, bohlam Komachi menyala dengan suara ping. “Ohh! Kamu melakukan tarian Bentora Bentora[7]!”

“Aku rasa, maksudmu Oklahoma Mixer[8]… tapi cuma suku kata terakhirnya yang terdengar sama,” kata Yukinoshita, tidak terlihat begitu terkejut maupun tersinggung atas kesalahan tersebut.

Semua hal Bentora Bentora itu – yah. Itu apa yang kamu lakukan ketika kamu berkomunikasi dengan orang luar angkasa tengah malam di taman – dengan kata lain, dengan alien. “Itu tidak begitu berbeda. Pasangan menarimu itu bisa dibilang alien.”

“Tidak bisakah kamu mengatakannya dengan cara yang lebih halus, Hachiman…?” tegur Totsuka.

Tapi dia salah. Ada alasankuǃ

“Nah, Aku pikir memang begitu adanya.” Aku menarik nafas dalam-dalam. “Awalnya bagus. Tapi sekitaran keempat kalinya, gadis itu bilang, ‘Kita tidak perlu benar-benar berpegangan tangan, tahu,” dan kemudian setelah itu semua gadis lain mengikutinya dan kamu akhirnya melakukan Tarian Oklahoma Udara…”

“Hikigaya, matamu busuk… yah, mata itu cocok untuk peran monsternya. Aku akan mengandalkanmu untuk persiapan uji keberaniannya.”

“Jadi apa itu berarti tugas kami menakut-nakuti anak-anak tersebut?”

Yah, itu termasuk ke dalam rencana aktivitas perkemahan sekolah ini. Namun, harus berada di hutan malam-malam itu jauuuh lebih menakutkan.

“Yep. Maksudku, jalurnya sudah ditetapkan dan kita punya satu set kostum-kostum monster yang siap pakai. Yah, kalian sebaiknya mencobanya dulu. Kalau begitu, ayo kita pergi sekarang dan aku akan menjelaskan bagaimana kita melakukan persiapannya.”

Hiratsuka‐sensei berdiri. Kami juga membereskan peralatan makan kami dan mengikutinya ke luar.

6-3

Catatan Translasi

<references>

  1. Nama inggrisnya Eurasian skylark.
  2. Judul novel Kyokai Senjou no Horizon, Horizon in the Middle of Nowhere atau secara harfiah Horizon on the Borderline (Ufuk di balik perbatasan)
  3. Geisha ini akan bunuh diri di gunung Fuji.
  4. Referensi aslinya adalah kalimat dari game Pokemon. Kalimat “Getto da ze!” muncul setiap kali kamu menangkap Pokemon. Diubah menjadi referensi Steam karena lebih cocok daripada menerjemahkan kalimatnya menjadi “Alamat email Totsuka tertangkap!”
  5. Era Showa adalah Era kaisar Hirohito yang memimpin dari 25 Desember 1926 sampai 7 Januari 1989.
  6. Dalam anime Manga Nippon Mukashi Banashi (Harfiah. ‘Manga Dongeng Rakyat Jepang’), karakternya sering terlihat memakan nasi yang benar-benar banyak.
  7. Referensi dari manga Urusei Yatsura, dimana mereka berdansa dan meneriakkan Bentora, Bentora, Space People untuk memanggil UFO. Cuplikan.
  8. Tarian di samping api unggun, biasanya berpasangan laki-laki dan perempuan. Diajari oleh Rev. Larry Eisenberg di Asilomar, California. Diberi nama Oklahoma Mixer oleh Henry "Buzz" Glass, karena versi sekarang dipelajari di kota Norman, Negara Bagian Oklahoma, AS.