Oregairu (Indonesia):Jilid 3 Bab 4

From Baka-Tsuki
Revision as of 16:18, 25 February 2015 by Irant Silvstar (talk | contribs)
Jump to navigation Jump to search

Bab 4: Hikigaya Komachi dengan Liciknya Membuat Rencananya

4-1

Minggu.

Cuacanya bagus, yang orang akan katakan suatu hari cerah yang langka selama musim penghujan. Hari ini adalah hari dimana aku seharusnya pergi keluar dengan Yukinoshita.

Waktunya tinggal sedikit lagi sampai persis jam sepuluh. Aku heran, apa aku datang terlalu awal? Kelihatannya seluruh keadaan ini benar-benar membuatku bingung. Tak kusangka Yukinoshita, dari semua orang, akan mengajakku jalan…

Apa yang harus kulakukan…? Mungkin aku seharusnya menolaknya saja… pikiranku sedang kacau balau pada saat itu. Aku yakin aku kehilangan naluri pengambilan keputusan biasaku berkat Yukinoshita mengatakan hal-hal yang tidak pernah bisa kubayangkan.

Selagi aku mencengkram kepalaku, menekan hasrat untuk meneriakkan rasa frustasiku, suatu suara memanggil di belakangku. “Maaf sudah membuatmu menunggu.”

Sebuah hembusan angin yang sejuk meniup selagi Yukinoshita dengan perlahan berjalan ke arahku. Dia sedang mengenakan sepotong kemeja tanpa lengan berwarna biru samar dengan kerah stand-up yang terlihat berkelas. Tidak biasanya bagi dia, rambut hitamnya diikat menjadi rambut poni, yang jatuh sampai pinggangnya dan melambai-lambai seperti sebuah selendang. Roknya, yang mencapai lututnya, menari-nari setiap kali dia berjalan.

“Tidak seperti aku sudah menunggu lama sekali,” gugamku.

“Begitukah? Bagus, kalau begitu. Sekarang ayo kita pergi.”

Yukinoshita mencantelkan tas rotannya selagi dia melirik-lirik ke sekeliling dengan gusar, seakan sedang berusaha untuk menemukan seseorang di sekeliling.

“Kalau kamu sedang mencari Komachi, dia pergi ke toko swalayan, jadi kamu perlu menunggu sejenak.”

“Begitu ya.” Yukinoshita terdiam untuk sejenak. “Namun, aku rasa aku harus meminta maaf untuk memintanya menemuiku pada hari libur…”

“Itu bukan masalah besar. Sungguhpun kamu dan aku pergi membeli hadiah ulang tahun untuk Yuigahama, aku terus terang ragu itu akan bagus. Ditambah lagi, Komachi senang untuk ikut datang, jadi itu baik-baik saja.”

“Ya, itu semua tidak ada masalah, tapi…”

Dan dengan itu, izinkan aku untuk menyingkap pengungkapan yang sangat jelas ini.

Ketika dia bilang “jalan denganku”, dia benar-benar hanya ingin pergi dan membeli hadiah untuk ulang tahun Yuigahama. Dan itu bukanlah diriku yang dia inginkan – itu Komachi.

Yah, itu adalah sebuah keputusan yang cerdas. Kami selalu mengandalkan Yuigahama untuk hal-hal seperti ini sampai sekarang, tapi kami tidak bisa benar-benar mengandalkannya kali ini ketika itu demi dirinyalah kami sedang melakukan ini. Dengan begitu keadaannya, satu-satunya orang yang bisa diharapkan Yukinoshita si antisosial adalah Komachi.

Selama dua menit penuh kami menunggu dengan hening, sampai Komachi akhirnya muncul.

Mungkin itu karena dia sadar dia sedang pergi jalan-jalan bersama Yukinoshita hari ini, tapi selera berpakaian Komachi sudah berubah menjadi lebih berkelas. Dia mengenakan sepotong rompi musim panas di atas blus setengah lengannya dan sepotong rok berlipat dengan kaus-kaki sepanjang lutut pada belahan bawahnya, sementara sepatu loafernya melengkapi tampilan nona berkelasnya. Tapi topi pengantar koran agak bodoh yang dikenakan pada kepalanya itu benar-benar membuat semacam kesan riang. Di tangannya, dia memegang sebuah botol plastik dengan teh hijau di dalamnya.

“Hai, Yukino-san! Selamat siang.”

“Maaf memanggilmu keluar pada hari liburmu,” Yukinoshita meminta maaf.

Komachi merespon dengan sebuah seringai lebar. “Tak masalah. Aku juga ingin membeli sebuah hadiah untuk Yui-san, dan ditambah lagi, aku menanti-nanti untuk menghabiskan hari ini keluar denganmu, Yukino-san.”

Mengenali gadis ini, dia benar-benar mencintai Yukinoshita dengan segenap hatinya, jadi aku tidak berpikir dia sedang berbohong. Aku rasa itu berarti Yukinoshita memikat para gadis berkepala angin[1]. Dia adalah orang yang paling populer dengan para gadis yang kukenal di samping Hayama, serius.

“Kereta api sudah hampir tiba, jadi ayo kita pergi,” kataku, mendesak mereka berdua.

Kami semua berjalan sampai ke palang tiket. Hari ini, tujuan kami adalah LaLaport Teluk Tokyo yang dicintai luas, sebuah tempat yang sering dipakai sebagai sebuah tempat berkencan jika rumor-rumornya dapat dipercaya. Dipenuhi oleh berbagai toko-toko dan didekorasi dengan cukup tempat untuk acara perfilman, tempat itu adalah yang terbaik dari yang terbaik ketika sedang membicarakan tempat-tempat rekreasi di perfektur ini.

Interior gerbong kereta api itu sendiri lumayan padat. Kami berpegangan pada pegangan gantung selama lima menit penuh selagi keretanya mengguncang-guncang dan menyentak-nyentakkan kami. Aku rasa, kalau hanya Yukinoshita dan aku saja, kami mungkin tidak akan mengatakan apa-apa. Tapi karena Komachi ada di sana hari ini, dia terus mengoceh-ngoceh pada Yukinoshita mengenai ini, itu dan lain-lain.

“Apa kamu sudah memutuskan apa yang akan kamu beli, Yukino-san?”

“…tidak, aku sudah mencari kesana kemari, tapi itu semua agak di luar pemahamanku,” kata Yukinoshita dengan sebuah helaan kecil.

Mungkin Yukinoshita sedang memikirkan tentang hadiah ulang tahun Yuigahama ketika dia membaca majalah tersebut di ruang klub. Sepertinya Yukinoshita dan Yuigahama tidak terlihat memiliki selera yang sama…

“Dan aku sendiri tidak pernah menerima hadiah dari seorang teman…” Yukinoshita mengaku, ekspresinya terlihat agak muram.

Ketika Komachi mendengar itu, dia terdiam, senyuman juga memudar dari wajahnya. Dia terlihat agak kesusahan memikirkan apa yang mesti dikatakan untuk itu.

Aku akhirnya memecahkan keheningan tersebut dengan bersenandung penuh minat. “Jadi kamu benar-benar seperti itu. Nah aku, di sisi lain, benar-benar mendapat hadiah.”

“Huh? Kamu tidak berbohong?”

Reaksi tercengang Yukinoshita agak terkesan sedikit tidak sopan padaku. “Tidak, aku tidak berbohong,” tegasku. “Tidak ada gunanya bagiku untuk mencoba pamer padamu setelah sekian lama.”

Yukinoshita mengangguk kagum untuk beberapa alasan. “Itu memang benar… Aku berbicara tanpa berpikir. Aku minta maaf. Aku tidak semestinya memperlakukanmu hanya dengan rasa curiga. Mulai sekarang, aku akan sepenuhnya mempercayai kesampahanmu .”

“Jika itu idemu untuk sebuah pujian, kamu salah besar.”

“Jadi, apa yang kamu terima? Aku sedang menanyakanmu untuk referensi.”

“Jagung…”

Itu membuat Yukinoshita yang melebarkan-matanya untuk berkedip beberapa kali. “Huh?” tanyanya sebagai responnya, seakan dia tidak mendengarku dengan baik.

“Ja-Jagung…”

“Ulangi lagi?”

“Yah, kamu tahu! Dia berasal dari keluarga petani! Izinkan aku untuk mengatakan bahwa jagung itu terasa menabjubkan! Ibunya merebusnya untukku, kamu tahu!”

“O-onii-chan. K-Kamu tidak perlu terlihat begitu berlinangan air mata…”

Aku tidak sedang menangis. Aku betul-betul tidak sedang menangis atau apapun yang mirip dengan itu. Lihat, hanya ada sedikit air yang keluar dari mataku. “Ya, itu adalah cerita dari liburan musim panas kelas empat SDku…”

“Onii-chan tiba-tiba mulai berbicara pada dirinya sendiri…” kata Komachi, memutar matanya.

Tapi Yukinoshita bersedia untuk mendengarkannya. Dia mengangguk, mendesakku untuk meneruskannya.

“Karena ibu kami itu teman atau apalah, Takatsu-kun datang ke rumah kami. Itu adalah yang pertama kalinya teman sekelasku pernah datang ke rumahku, jadi aku agak gembira. Ketika aku pergi ke depan pintu, Takatsu-kun sedang duduk di atas sepeda gunungnya, dan selagi dia berpindah ke gigi lima, dia menyerahkan itu padaku yang dibungkus dengan kertas koran..

“‘Hari ini hari ulang tahunmu, bukan? Mari, ibuku memberitahuku untuk memberikan ini padamu.’

“‘Te-Terima kasih…’

“Dia tidak mengatakan apapun. Kemudian aku berkata, ‘Kamu mau masuk ke dalam?’”

“‘Huh? Ohhh, um. Aku janji pegi main ke tempat Shin-chan.’

“‘Oh, oke…’

“APA-? DIA TIDAK MENGAJAKKU? Aku agak sedang berada di ambang air mata pada saat itu, karena aku pikir aku begitu akrab dengan Shin-chan. Takatsu-kun berkata ‘Sampai jumpa lagi’ dan mulai mengayuh pergi menaiki sepeda gunungnya. Setelah aku melihat dia pergi, aku membuka bungkusannya dan di dalamnya terdapat jagung segar, masih dibasahi oleh embun pagi. Ketika aku menyadari hal itu, setetes air mata jatuh, dan kemudian setetes lagi…”

Yukinoshita menghela sedikit di penghujung cerita. “Jadi pada akhirnya, kamu tidak pernah menerima hadiah dari seorang teman.”

“…astaga, kamu benar! Aku dan Takatsu-kun bukanlah teman!”

Aku sedang menyadari kebenarannya tujuh tahun setelah kejadian tersebut. Jika demikian, aku ragu kalau Shin-chan itu temanku juga.

Kelihatannya teriakan penuh kepedihanku mencapai Yukinoshita, karena dia memiliki tampang melamun di wajahnya. “Tapi memang, itu ada terjadi ketika orangtua pergi keluar…” gugamnya. “Aku benar-benar berharap para orangtua berhenti meninggalkan anak-anaknya untuk bertindak sesukanya selagi mereka berbincang-bincang dengan satu sama lain.”

“Ya, hal semacam itu ada terjadi. Kelompok anak dan tempat penitipan anak tentu berat… Aku bahkan tidak akrab dengan anak-anak yang satu angkatan denganku, jangankan yang lain, kamu tahu? Aku selalu membaca sebuah buku sendirian… namun, hasilnya setelah menimang untung rugi itu bagus karena aku menemukan setumpuk buku-buku bagus.”

“Aku juga ada kenangan membaca buku sepanjang waktu… namun, aku merasa senang karena aku selalu suka membaca dan menulis.”

“Wow woooooow! Sungguh cuaca yang indah di luar!” Komachi tiba-tiba mulai melihat ke luar jendela, memecahkan suasana yang menyuramkan dan menyesakkan itu.

Langit biru terbentang tanpa henti, menandakan awal dari musim panas.

Hari ini akan menjadi hari yang panas, kelihatannya.


× × ×


Catatan Translasi

<references>

  1. Memang ada artinya, coba cek google/kbbi