Oregairu (Indonesia):Jilid 3 Bab 5

From Baka-Tsuki
Revision as of 03:55, 30 March 2015 by Irant Silvstar (talk | contribs)
Jump to navigation Jump to search

Bab 5: Masih Sendiri dalam Hutan Rimba, Zaimokuza Yoshiteru Meratap

5-1

Hari Senin. Dalam bahasa Prancis, kamu akan menyebutnya Lundi. Itu dieja L-U-N-D-I. Itu anehnya terdengar mesum, jadi aku tidak akan benar-benar menyebutnya hari yang bahagia dari semua hari dalam seminggu, lebih seperti hari itu hanya akan membuatmu menghela dan berpikir, “Jangan satu minggu sekolah lagi…” Keinginanku untuk mengambil satu hari cuti dari sekolah sekitar sama besarnya dengan keinginanku untuk mengambil satu hari cuti dari kehidupan itu sendiri, tapi itu tidak seperti akan ada orang yang mau menuliskan catatan untukku atau membawakanku selebaran kelas. Itu pasti akan membuat angka kehadiranmu meningkat.

Memikirkan bahwa aku bahkan ingin mengambil satu hari cuti dari sekolah, yang harus kamu bayar dari kantongmu sendiri untuk menghadirinya, itu terlihat masuk akal aku akan mengambil cuti kerja berhari-hari tanpa dibayar. Sebenarnya, tidak, aku tidak mau membuat masalah untuk mereka-mereka disana karena lalai, jadi aku lebih baik membuat keputusan untuk tidak bekerja dari awal.

Meski begitu, bagaimana riajuu-riajuu itu mengatakan hal-hal seperti “Oh men, sekolah itu beeeegitu membosankan! Haha! Aku dengan sengaja meninggalkan buku cetakku saat liburan musim panas dengan tanpa sengaja!” ketika mereka begitu mencintai sekolah? Mereka datang setiap hari. Mungkin mengatakan sesuatu yang tidak benar-benar kamu maksudkan itu adalah apa yang disebut menjadi seorang riajuu itu. Dengan kata lain, berbohong merupakan jalan untuk menjadi seorang riajuu.

Mengarungi jalanku melewati semua keributan dan ocehan-ocehan di sekelilingku, aku berjalan ke dalam ruang kelas, tepat waktu untuk homeroom pagi.

Ada sejumlah koloni yang didirikan di dalam ruang kelas. Ada satu kamp yang terdiri dari riajuu laki-laki dan perempuan dan kamp kedua yang tersusun dari gadis-gadis riajuu yang ingin menjadi teman dengan semua orang. Ada juga para jock yang masuk dalam klub tapi tidak benar-benar bermain dalam olahraga apapun, para otaku, para gadis yang berpikir dunia ini berputar mengelilingi mereka. para gadis pendiam yang tidak membuat keributan apapun. Kemudian disana ada sejumlah kecil para penyendiri. Dan di antara para penyendiri ini ada sejumlah tipe, dan… aku sedang terbawa suasana.

Meeskipun aku baru saja memasuki ruang kelas, semua orang sedang sibuk dalam ocehan mereka dan tidak ada seorangpun yang benar-benar memperhatikanku. Sebenarnya, untuk mengatakan mereka tidak memperhatikanku itu merupakan cara yang agak salah untuk mengatakannya. Akan lebih benar untuk mengatakan mereka hanya tidak peduli.

Menyelip-nyelip jalanku mengelilingi sejumlah pulau yang terletak di dalam kelas, aku berjalan menuju tempat dudukku. Tepat di sebelahku adalah kamp riajuu – dan grup otaku.

Setiap kali mereka dalam sebuah kelompok, orang-orang itu akan mengoceh pada satu sama lain, tapi setiap kali mereka datang ke kelas terlalu awal, mereka akan berkata, “Rekanku masih belum disini…” selagi mereka memain-mainkan ponsel mereka dengan risih dan menjentikkan rambut dari mata mereka, sambil sepanjang waktu melemparkan pandangan-pandangan menyamping ke arah pintu dengan cara yang agak manis untuk ditonton.

Karena kesadaran mereka dengan pertemanan mereka sendiri itu apa yang bisa kamu duga dari otaku, mereka tidak benar-benar berbicara dengan orang di luar lingkaran pertemanan mereka. Mereka tidak akan pernah berbaur dengan grup lain atas kehendak mereka sendiri. Ketika kamu memikirkannya, itu cukup diskriminatif dan terpisahkan dari yang lain.

Singkatnya, kamu mungkin tidak memikirkannya, tapi para penyendiri itu filantropis besar. Tidak mencintai apapun berarti kamu mencintai segalanya dengan sama rata. Sial, hanya menghitung waktu saja sebelum mereka mulai memanggilku Ibu Hikigaya.

Hal pertama yang kulakukan setelah aku duduk di tempat dudukku adalah melamun. Menatap samar pada tanganku, pasti ada pemikiran tidak berguna seperti “Oh ya, kukuku sudah semakin panjang” atau “Hei, Aku sudah selangkah lebih dekat menuju kematian” yang menumpuk satu demi satu. Aku memiliki keyakinan penuh dalam fakta aku sedang membuang-buang waktuku.

Sungguh kemampuan yang tidak berguna…


× × ×


5-2

Kelas berakhir entah kapan selagi aku sedang mengerahkan kemampuan-kemampuan tak bergunaku yang tak terhitung banyaknya, dan sekarang sekolah sudah berakhir untuk hari ini. Aku jamin aku sudah mendorong diriku sampai pada batasanku dan membangunkan kemampuan Standku[1].

Aku tidak membuang-buang waktu untuk bersiap-siap pulang dan berdiri dari tempat dudukku. Seperti biasa, aku tidak mengucapkan satu patah katapun pada gadis yang duduk di sampingku. Alasan kurikulum bahasa Inggris di Jepang itu tidak begitu bagus pastilah karena mereka membuatmu berbicara dalam pasangan di kelas.

Ketika aku pergi ke Klub Servis, Yuigahama sudah ada di sana, telah keluar dari ruang kelas sebelum aku. Meski kubilang begitu, itu tidak seperti dia ada di dalam atau apa – dia sedang berdiri di luar pintu, menarik dan menghembuskan nafas dengan berat.

“…apa yang sedang kamu lakukan di sini?” tanyaku.

“Yikes!” dia kaget. “Oh, H-Hikki. Aku sedang, um, k'mu tahu? Menciumi bunga mawarnya atau semacamnya…”

YahariLoveCom v3-159.jpg

Yuigahama memalingkan matanya dengan rasa tidak enak.

“…”

“…”

Keheningan berkuasa di antara kami.

Kami membungkukkan kepala kami, tidak bertemu mata satu sama lain. Melakukan itu membuat pintu ruangan klub yang terbuka sedikit masuk ke dalam jarak pandangku. Ketika aku melirik ke dalam, Yukinoshita sedang berada di tempat biasanya membaca sebuah buku seperti yang selalu dilakukannya.

Entah kenapa, kelihatannya Yuigahama berakhir ragu-ragu untuk masuk ke dalam.

Dan bukan tanpa alasan. Dia sudah tidak ada di sana selama satu minggu penuh.

Entahkah itu sekolah ataupun kerja, jika kamu tiba-tiba libur sehari, kamu tidak tahu ekspresi apa yang dipasang saat kamu muncul di lain waktu. Jika aku cuti kerja karena beberapa dorongan buruk, aku akan merasa tidak enak dengan itu sampai aku tidak ingin pergi lagi – itu terjadi padaku tiga kali penuh. Tunggu, jika kita memasukkan saat-saat yang aku tidak pergi satu kalipun, akan menjadi lima kali, kurasa.

Itulah mengapa aku terlampau mengerti perasaan Yuigahama.

“Ayo, kita pergi.”

Jadi aku setengah-menyeret dia ke dalam. Pintunya terdorong dengan suara derak keras yang disengaja, untuk menarik perhatian.

Seakan jengkel dengan suara keras itu, Yukinoshita mendongakkan kepalanya dengan tajam.

“Yuigahama-san…”

“H-hai, Yukinon…” Yuigahama menjawab dengan nada riang yang tidak alamiah, sambil mengangkat tangannya dengan lemah.

Sebagai balasannya, pandangan Yukinoshita langsung berpaling kembali ke bukunya seakan tidak ada masalah sama sekali. “Jangan membuang-buang waktu di sana selamanya – cepat masuk ke dalam. Aktivitas klub sedang dimulai.”

Gadis yang di-sebutkan itu sedang tertunduk ke bawah, mungkin dalam upaya untuk menyembunyikan wajahnya. Tapi bahkan dari kejauhan, kamu bisa melihat wajahnya merona merah terang. Juga, dari cara dia berbicara, aku harus bertanya-tanya apa dia itu seorang ibu yang sedang menegur anak-anaknyanya setelah mereka kabur dari rumah atau semacamnya…

“O-oke…” Yuigahama menjawab selagi dia menarik tempat duduk biasanya di samping tempat duduk Yukinoshita. Tapi ketika dia menarik tempat duduknya, jarak di antara mereka melebar, dan di sana sudah ada cukup tempat untuk memasukkan satu orang lagi di antara mereka.

Kalau aku, aku mengambil posisi biasaku di sudut yang tepat berlawanan dari Yukinoshita.

Yuigahama, yang akan biasanya bermain-main dengan ponselnya, duduk dengan agak ragu-ragu, kedua tangannya terkepal menjadi kepalan di atas lututnya. Yukinoshita berusaha untuk tidak bertingkah sadar dengan keberadaan Yuigahama, tapi dia terlampau berlebihan dan malah menjadi terlalu sadar sampai-sampai dia tidak membuat gerakan sekecil apapun semenjak Yuigahama duduk.

Itu bukan keheningan yang nyaman, dan menyantaikan, melainkan sebuah keheningan yang dipenuhi dengan ketegangan. Kesan yang ditimbulkannya itu suatu perasaan yang begitu mengerikan sampai akan membuat kulitmu merinding. Bahkan sebuah batuk kecil akan bergema ke sekeliling ruangannya, dan sepanjang waktu tangan jam pada jam dindingnya terus berdetak pergi, mengukirkan setiap detik dengan lamban dan dengan hati-hati.

Tidak ada orang yang membuka mulut mereka. Tapi setiap kali ada indikasi bahwa seseorang akan membuat sebuah percakapan, telinga kami ditegangkan untuk memperhatikan, tidak dapat mengabaikan tanda tersebut. Setiap kali seseorang menghela, kami akan segera melirik ke arah mereka dari sudut mata kami.

Keheningan ini benar-benar berlarut-larut, pikirku… tapi setiap kali aku melihat ke arah arlojiku, bahkan belum tiga menit berlalu. Apa-apaan? Apa ini Ruang Waktu Hiperbolik[2]? Bahkan gravitasi dan tekanan udaranya kelihatannya sudah semakin memberat.

Aku melirik ke arah detakan jarum jam dindingnya, dan baru saja saat aku tahu pasti jarum jamnya sudah membuat satu putaran penuh, suatu suara lemah berdering.

“Yuigahama-san.”

Yukinoshita menutup buku yang sedang dibacanya sampai barusan tadi dengan suara snap dan, setelah dia selesai menghirup begitu dalamnya sampai bahunya bergetar, dia menghembus dengan pelan.

Ketika dia berpaling dengan malu-malu untuk menghadap Yuigahama, mulutnya terbuka seakan dia ada sesuatu yang mau dikatakan. Tapi tidak ada suara yang keluar. Yuigahama sudah memalingkan seluruh badannya untuk menghadap Yukinoshita, tapi dia tertunduk ke lantai, mata mereka gagal untuk bertemu.

“Er, uh… Y-Yukinon, kamu ada sesuatu untuk dibicarakan mengenai kamu… dan Hikki, benar?”

“Ya, aku ingin memberitahumu mengenai apa yang kami lakukan setelah i-”

Yuigahama memotong, menyela apa yang sedang dikatakan Yukinoshita. “N-nah, kalau kamu khawatir mengenaiku, tidak perlu. Maksudku, tentu, aku terkejut dan, yah, agak kaget dan semacamnya… tapi kamu benar-benar tidak perlu repot-repot denganku sama sekali, kamu tahu? Lebih seperti itu sebuah hal yang bagus jadi aku seharusnya merayakannya dan mendoakanmu semua yang terbaik – sesuatu seperti itu…”

“K-kamu sangat tanggap… Aku ingin membuat perayaan yang bagus, kamu tahu. Dan juga karena, yah, aku begitu berterima kasih denganmu.”

“T-Tidak muuuuungkin… Aku tidak melakukan apapun yang patut diberi rasa terima kasih… tidak ada sama sekali.”

“Begitu mirip denganmu untuk tidak sadar dengan kebaikanmu sendiri. Meski demikian, aku merasa berterima kasih… dan lagi pula, kamu tidak membuat perayaan untuk seseorang karena apa yang mereka lakukan. Aku melakukannya hanya karena aku ingin melakukannya saja.”

“…O-oke.”

Sesuatu memberitahuku mereka tidak sedang membicarakan mengenai hal yang sama…

Mereka hanya mengutarakan frasa-frasa pilihan pada satu sama lain dan di dalam hati mengisi titik-titiknya atas kehendak mereka sendiri. Yui sedang mengelak masalahnya dengan kata-kata dan tingkah samar-samarnya, sementara Yukinoshita berbicara dengan tingkah yang sangat membuat kesan dia sedang menyembunyikan rasa malunya. Kalimat-kalimat dalam percakapan mereka hampir tidak nyambung sama sekali, dan itu hanya dari konteks sajalah mereka menyusunnya bersama-sama.

Yukinoshita, yang sekarang akhirnya menyuarakan perasaan berterima kasih yang biasanya tidak dapat disampaikannya, terlihat merona karena kecanggungannya. Sementara itu, setiap kali Yuigahama melihat ke arah ekspresi Yukinoshita, wajahnya sendiri mengelap lagi dan lagi, dan untuk menyembunyikan itu dia kadang-kadang membentuk sebuah senyuman dengan sia-sia. Matanya sudah menyempit dan sudah semakin bergejolak setiap detik yang berlalu.

“Itulah mengapa… itu-” Yukinoshita jatuh diam sedikit setelah dia berhasil mengatakan sesuatu.

Suatu jangka waktu pendek berlalu, dimana kami memandang wajah satu sama lain dengan bisu dalam jangka waktu tersebut. Seuah ekspresi mengamati bertemu dengan amarah bertemu dengan rasa gugup. Sepuluh detik bahkan belum berlalu jika aku menghitung waktunya, tapi itu sudah cukup lama untuk menurunkan suatu keheningan berat sebelum seseorang membuka mulut mereka lagi. Kami bertiga melihat ke arah tiga tempat berbeda selagi sebuah suasana berat menetap di sini.

“Um, kamu tahu…” Yuigahama membuka mulutnya seakan dia sudah membulatkan tekadnya mengenai sesuatu.

Itulah pada saat hal tersebut terjadi. Dor dor! Suatu suara mengetuk yang tidak sabaran menggema ke sekeliling ruangan. Yukinoshita melepaskan bukunya dan memanggil ke arah pintu.

“Masuk.”

Tapi tidak ada respon dari balik pintu tersebut. Satu-satunya hal yang kami dengar adalah suara desah mengerikan, yang tercampur dengan nafas berat.

Yukinoshita dan aku bertukar pandangan. Kemudian Yukinoshita mengangguk singkat. Entah kenapa, kelihatannya itu adalah pekerjaanku untuk melihat apa yang terjadi. Selama sesaat di sna aku berpikir, Lakukan itu sendiri… tapi aku akan merasa canggung membuat seorang gadis melihat sumber suara nafas mengerikan itu.

Setiap aku melangkah selangkah menuju pintu, suara nafas misterius itu juga mendekat. Di dalam ruangan hening ini, suara hanya diizinkan dari dua sumber saja: langkah kakiku dan nafas itu.

Setelah aku mencapai pintu itu, aku menelan ludah. Pemikiran bertemu dengan seorang alien setelah aku memisahkan kayu tunggal di antara kami itu memenuhiku dengan rasa ngeri dan rasa gugup.

Aku meletakkan tanganku pada pintunya dan membukanya, penuh dengan rasa takut.


× × ×


5-3

Segera setelah pintunya terbuka, suatu bayangan hitam besar jatuh di hadapanku, menutupi jarak di antara kami.

“Oho! Hachiemoooon!”

“Zaimokuza, huh… oh, dan berhenti memanggilku dengan nama itu.”

Pemilik bayangan itu adalah Zaimokuza Yoshiteru. Badannya dibalut dengan mantel hitam meskipun sedang pertengahan Juni, dan selagi dia terengah-engah dengan berat karena panas, dia mencengkram bahuku dengan erat.

“Hachiemon, dengarkan aku! Mereka begitu jahat denganku!” lanjut Zaimokuza, tidak mengindahkan kata-kataku sama sekali.

Lontong anak ini.

Dia menjengkelkanku, jadi aku memutuskan untuk menepisnya dengan tegas. “Maaf, Zaimokuza. Klub Servis ini untuk kami bertiga. Benar, Gian [3]?”

“Aku tidak begitu yakin mengapa kamu melihat ke arahku…” Yukinoshita menatapiku dengan tidak ramah, tapi aku akan membiarkannya untuk sekarang.

“Hei, tunggu, Hachiman. Sekarang ini bukan saatnya untuk main-main. Jika ini tidak menarik bagimu, Hachiemon, aku akan membawanya ke ninja Hattori-kun, jadi dengarkan aku.”

“Aku baru saja diberitahu aku sedang main-main oleh orang yang paling suka main-main…”

Itu mengejutkan bagiku.

“Sekaranglah kesempatanku!”

Melihat sebuah celah untuk melewatiku, Zaimokuza menyelip ke dalam ruangan. Dia masuk dengan mulus – dia melakukan bagian meluncur itu dengan bodohnya baik. Tapi seluruh mantelnya menjadi kotor.

“Hmph, tidak ada tanda-tanda musuh, huh… kelihatannya penyusupanku ini sukses,” kata Zaimokuza selagi dia membuat pertunjukkan memeriksa sekelilingnya. Kemudian, seakan dia segera lupa dengan settingan agen rahasia tersembunyi itu, dia menarik kursi di dekatnya dan duduk di atasnya seperti biasa. Jika kamu akan membuat-buat hal-hal sampah itu, jangan setengah-setengah… “Sekarang kalau begitu, tuan-tuan dan nona-nona. Aku membutuhkan kalian hari ini dengan suatu masalah di sini.”

“Aku benar-benar tidak ingin mendengarnya…”

Kami bertiga dengan serentak membuat wajah masam. Yukinoshita langsung kembali membaca seakan dia semuak itu untuk mendengarnya. Dia benar-benar cepat untuk berpindah haluan.

Tapi Zaimokuza menyeringai lebar dan mengangkat tangannya, memotong kata-kataku. Semua hal yang dilakukannya menjengkelkanku. “Nah nah, dengarkan keseluruhan ceritanya. Ingat bagaimana aku bilang hari itu aku ingin menjadi seorang penulis skenario game?”

Oh, sekarang setelah dia mengatakannya, dia memang mengatakan sesuatu seperti itu.

“Bukankah kamu itu tertarik dengan novel ringan atau semacamnya…?” Yuigahama memiringkan kepalanya.

“Erk… yah. Ceritanya panjang, tapi aku berhenti menjadi pengarang novel ringan karena pendapatannya tidak stabil. Aku pikir aku lebih baik menjadi pegawai penuh biasa saja..”

“Itu bukan cerita panjang… kamu menyelesaikannya dalam dua kalimat. Aku benar-benar tidak perduli, jadi berhenti melihat ke arahku ketika kamu berbicara.”

Dia kelihatannya masih tidak mampu berbicara dengan para gadis seperti biasa. Sudah cukup lama sekarang, Zaimokuza telah hanya melihat ke arahku selagi dia berbicara.

Suasana di dalam ruangan itu sudah mereda. Sebenarnya, kamu mungkin bilang keberadaannya itu membuat sekelilingnya merasa tidak enak, dipikir-pikir lagi. Di tengah-tengah gelombang kelesuan tiba-tiba yang menyeliputi ruangan ini, hanya Zaimokuza yang penuh dengan energi.

Dia terbatuk. “Jadi mengenai penulis skenario game itu yang sedang kubicarakan…”

“Kalau kamu hanya punya setting dan garis besar cerita saja, aku tidak mau melihatnya.”

“Ohohoho, sama sekali bukan. Mereka yang ingin menghanguskan ambisiku sudah muncul. Aku sangat curiga mereka itu cemburu dengan talentaku…”

“Apa…?”

Aku merasa geram. Tidak, kamu bisa terus terang mengatakan aku merasa berang.

Anak ini sedang berbicara dari pantatnya, mengatakan dia ada talenta… Aku rasa aku akan meninjunya sampai pingsan.

“Hachiman, apa kamu tahu tentang Klub UG?”

“Huh? Yu-Gi? Apa itu Yu-Gi-Oh?” Aku mengulangi akronim itu karena terdengar begitu asing di telingaku.

Yukinoshita, yang sedang membaca bukunya, membolak selembar halaman saat dia menjawab pertanyaannya. “Itu sebuah klub baru yang dibentuk tahun ini. Itu kependekan dari United Gamers, meskipun aku dengar tujuannya adalah untuk menelaah semua bentuk hiburan[4].”

“Oh, jadi dengan kata lain itu adalah sebuah klub bagi orang yang suka game dan hal-hal semacamnya.”

“Benar. Di dalam sekolah kita tidak ada klub bagi orang yang memiliki hobi yang sama, jadi itu semua digabung menjadi satu klub. Pokoknya menyebut itu sebuah klub hobi lebih mudah dimengerti.”

Jadi mereka juga ada sesuatu seperti itu di sekolah kami, huh…

“Jadi apa yang Klub UG ini lakukan?” tanya Yuigahama dengan ragu-ragu, memberi penekanan pada bagian UG itu.

Sekali lagi, Zaimokuza menemukan celahnya. “Oh… a-ahem. Semalam, kami sedang bermain di arcade. Dan tidak seperti di sekolah, aku pikir aku bisa berbicara lumayan terang-terangan pada arcade itu, jadi aku memberitahu rekan game berkelahiku bahwa menulis sebuah skenario game itu adalah impianku.”

Mengatakan itu adalah suatu impian merupakan cara yang bagus untuk mengatakannya, tapi itu benar-benar hanyalah suatu angan-angan… itu pastilah sulit bagi mereka yang harus mendengarkannya juga.

“Semua orang yang ada di sana memuja-muja ambisi besarku. Lakukan yang terbaik-! Persis seperti yang bisa kalian duga dari sang pendekar ulung-! Dia bisa dengan kalem melakukan semua hal yang tidak bisa kami lakukan! Aku terpesona! Aku mengagumimu! dan seterusnya. Itu adalah luapan penuh pujian.”

Lihatlah, kamu. Tidak ada orang yang mengatakan itu dengan wajah datar. Kamu sedang diperlakukan seperti sebuah lelucon. Tidak seperti aku bisa mengatakan satupun dari itu. Selagi aku mengingat situasi di sini dan melihat ke arah ekspresi Zaimokuza yang agak berseri-seri, aku menyadari diriku sedang bimbang.

“Naaamun! Ada satu orang di antara mereka yang berkata itu ti-ti-ti-tidak mungkin dan bahwa aku se-sedang bermimpi! Aku adalah orang dewasa, jadi dalam situasi itu aku berkata, ‘Ka-kamu benar.’”

Tidak keren, mister Zaimokuza [5]. Tidak keren. Zaimokuza mendesah berat, seakan ingatan akan itu saja membuat amarahnya mendidih. Setelah menarik botol plastik dua liter dari tas sekolahnya dan meneggaknya untuk meredakan tenggorokan keringnya, dia membuka mulutnya lagi.

“Aku bukanlah orang dewasa yang akan mundur setelah mendengar sesuatu seperti itu!”

“Apa kamu orang dewasa atau bukan? Pilih salah satu…” gugam Yukinoshita dengan jijik.

Itu memakan waktu sejenak bagi Zaimokuza yang mengernyit untuk melawan tampang takut yang terpampang di wajahnya setelah mendengar itu. Kemudian dia meneruskan. “Dan jadi, setelah orang itu pergi, aku membakar-bakarnya dengan keras di ruang obrolan Arcanabro Chiba. Oho, aku tidak ada keraguan bahwa dia pastilah memerah dengan amarah sekarang ini.”

“Woooooow…” kataku. “Kamu begitu keji sampai aku tidak bisa berpaling… Aku agak terkesan.”

“Hmph, kemudian entah bagaimana ternyata orang itu pergi ke sekolah yang sama denganku. Pagi ini ketika aku membuka obrolannya, mereka telah memutuskan untuk menyelesaikan perselisihannya dengan sebuah game. Semua orang menyemangatinya… hei, apa kamu rasa mereka mungkin membenciku?”

“Mana kutahu… yah, jika kamu menyelesaikan persoalannya dengan sebuah game, bukankah itu cara yang cukup aman untuk menanganinya? Memutuskan persoalannya dengan tindakan?”

“Hahahaha! Itu nasihat yang sia-sia.” Zaimokuza berhenti sejenak. “Orang itu jauh lebih kuat dariku dalam game berkelahi.”

“Huh? Bukankah kamu super hebat dengan itu?”

“Itu, yah, aku pasti tidak akan dikalahkan oleh manusia biasa. Tapi ada banyak yang di atas diriku. Hachiman, apa kamu tidak tahu? Di antara pemain game berkelahi kelas atas, ada orang-orang yang dijuluki sebagai pro.”

“Pro… Itu benar-benar terjadi?”

“Memang. Semakin dalam kamu memasukinya, semakin banyak keburukan yang kamu temui – itulah game berkelahi. Kemampuan orang itu masih belum sampai ke level seorang pro, tapi dia tentu lebih kuat dariku,” kata Zaimokuza dengan berat.

Yukinoshita menutup bukunya dengan suara snap. “Aku kurang lebih mengerti sekarang. Singkatnya, kamu ingin meminta kami untuk membantu menang dalam game berkelahi atau hal-hal lain semacam itu.”

“Nai!” cemooh Zaimokuza. “Hachiman, kamu tolol! Kamu mengolok game berkelahi, preman?! Kamu akan dapat apa yang pantas ente terima. Kamu tidak tahu apa-apa tentang game berkelahi.”

Tata bahasanya sudah menjadi begitu kacau balau sampai aku tidak mengerti apa yang dia katakan lagi, tpi setidaknya fakta bahwa dia marah itu tersampaikan. Aku harap fakta bahwa aku menjadi lebih jengkel daripada dia itu dapat tersampaikan padanya juga. Jangan katakan itu semua padaku. Katakan pada Yukinoshita, sialan.

Yukinoshita sedang melihat ke arah Zaimokuza dengan cara yang sama seperti melihat sampah. Yuigahama berkata, “Yikes,” dengan rasa jijik yang tidak kecil.

“Sesungguhnya, aku ingin menang dengan begitu mutlaknya sampai aku tidak perlu memainkannya sama sekali. Jadi keluarkan alat-alat rahasia itu, Hachiemon.”

“Kadang-kadang, aku benar-benar heran apa aku bahkan bisa menahan semua omong kosongmu itu…”

Ketika kamu mengatakan omong kosong, kamu sendiri tidak pernah keberatan dengan itu, tapi itu benar-benar menjengkelkan mereka-mereka yang harus mendengarkanmu…

Zaimokuza sedang tertawa dengan semua “teeheehee”nya seperti seorang anak manis. Menekan hasratku untuk menghantamnya dengan sebuah kursi, aku menatap ke samping pada Yukinoshita. Dapat diduga, Yukinoshita menggelengkan kepalanya dengan kuat-kuat.

Yah, tidak mengejutkan.

“Maaf, tapi tidak,” kataku pada Zaimokuza. “Kali ini itu jelas-jelas salahmu. Selama kamu tidak dipukuli, kamu mungkin lebih baik menahannya dan menanganinya.”

Itu tidak seperti Klub Servis bisa menyelamatkan setiap orang. Kami tidak memiliki sebuah mesin serba guna yang mengabulkan keinginan, kami juga bukan robot yang diprogram untuk membantu orang. Kami hanyalah menolong orang dengan usaha kami sendiri. Dengan begitu keadaannya, kami tidak ada niat untuk mengulurkan pertolongan pada seseorang yang menerima apa yang pantas diterimanya

Terlihat keras, tapi aku hanya mengatakannya seperti apa adanya.

Zaimokuza terdiam selama sejenak. Dia mungkin sedang merenungkan tindakannya sendiri.

“Hachiman,” dia memanggil namaku dengan suatu suara yang terdengar seakan dia sudah berpikir keras.

Apa? Aku menjawabnya dengan mataku, yang kemudian Zaimokuza membuat helaan berat. Bofuu. Huh, ada apa dengan helaan itu barusan? Sungguh suara yang aneh.

“Bofuu, kamu sudah berubah, Hachiman. Dirimu yang lalu akan lebih berapi-api.” Dia berhenti sejenak. “Dari samping, wajahmu selalu terlihat seperti bilah sebuah pisau, bergetar seperti getaran sebuah tali busur [6]..”

“Berhenti berbicara dengan sebuah suara falsetto. Wajahku tidak terlihat seperti itu… apa yang sedang coba kamu katakan?” tanyaku sebagai balasannya.

Zaimokuza mengangkat bahunya dan mendengus. “Ohh, hmm, tidak apa-apa. Kamu lebih baik terus tertawa dan terkekeh dengan para gadis. Toh, ini adalah sebuah kisah yang tidak dapat kamu pahami. Aku melakukan segalanya supaya kamu bisa tertidur di dalam kehidupan sehari-harimu yang palsu. Aku tidak perlu tentara yang telah lupa bagaimana bertempur.”

“Uh, tunggu, aku tidak ingat tertawa atau terkekeh. Tidak seperti aku ada seorang pacar. Oh, tapi Totsuka tertawa dan terkekeh-”

“Diam, bocah!” Kata-kataku dipotong oleh sebuah teguran tegas, yang keluar dari mulut dewa serigala.[7]

Setelah suara itu selesai menggema mengelilingi ruangan yang tenang itu, suatu keheningan sementara muncul. Selama waktu sejenak itu, aku rasa aku mendengar seseorang diam-diam berkata, “…huh? Kamu tidak ada pacar? …er, uhh. Apa?”

“Baiklah, Hachiman. Aku akan menyerah padamu di sini. Itu menyakitkanku bahwa aku tidak bisa lagi sering mengunjungi arcadenya. Jika begitu, ketika kamu dan Tuan Totsuka datang ke arcade, kamu akan dalam masalah karena aku tidak bisa lagi memandumu berkeliling.”

Oh! A-Aku akhirnya memahaminya! Aku akan dalam masalah! Aku harus entah bagaimana membuat Zaimokuza menang!

…adalah apa yang tidak sedang kupikirkan.

“Nah, Aku tidak benar-benar memerlukanmu untuk memanduku berkeliling… maaf untuk mengatakan ini, tapi kamu menghalangi kami.”

“Dufuu.” Zaimokuza membuat tawa aneh. Segera setelah dia melakukan itu, dua gadis itu bergeser bahkan lebih jauh lagi darinya. Sebelum mereka menyadarinya, jarak antara Yuigahama dan Yukinoshita sudah menutup.

…huh, Aku selalu berpikir bahwa keberadaaan Zaimokuza itu sebagai penghancur suasana dan pembuat masalah, tapi dia benar-benar seperti itu dalam setiap artian frasa tersebut. Dia bisa menghancurkan suasana bagus, tapi dia juga sepenuhnya menghancurkan suasana buruk.

Tidak seperti dia bermaksud melakukan semua itu, tapi itu adalah sesuatu yang patut kuucapkan terima kasih, mempertimbangkan keadaan Klub Servis sekarang ini.

Pada saat ini, akan agak tidak sopan untuk menolaknya…

Seakan dengan intuisinya merasakan bahwa hatiku sedang goyah, Zaimokuza berpaling padaku dengan seringaian sombong lebar di wajahnya. “Kubilang, Klub Servis ini konyol. Servis macam apa itu jika mereka bahkan tidak bisa menolong satu orang di depan mereka? Apa kalian bahkan bisa menolong siapa-siapa? Jangan hanya mengucapkan kata-kata manis – tunjukkan lewat tindakan kalian!”

“Ugh, Zaimokuza, kamu tolol…”

Puncak musim panas sudah hampir tiba, tapi sebuah hawa dingin mendadak menjalari sumsumku.

“…apa itu yang kamu katakan? Kalau begitu aku akan menunjukkanmu bukti akan apa yang bisa kami lakukan.” Yukinoshita melemparkan tatapan dingin pada Zaimokuza. Aku mendengar suara takut lemah.

Lihat, lihatlah. Itulah hasil tawa dan kekehanmu itu. Kenyataannya itu cukup mengerikan.


× × ×


5-4

Seperti Klub Servis, ruangan klub UG berada di dalam bangunan khusus - hanya saja ada di lantai yang berbeda.

Ruangan kami terletak di lantai empat, sementara ruangan mereka berada di lantai dua. Ruangan klub mereka mempunyai tipe ruangan yang sama seperti salah satu ruangan kecil yang dipakai sebagai ruangan persiapan lab.

Ruangan klubnya masih baru, seperti yang ditandai oleh kertas

Catatan Translasi

<references>

  1. Stand itu kemampuan khusus dalam Jojo Bizzare Adventure.
  2. Dragon Ball (Hyperbolic Room Chamber)
  3. Referensi pada Gian dari Doraemon, yang sering melarang Nobita ikut bermain dengan berkata, “Permainan ini hanya untuk kami bertiga.”
  4. Nama klubnya sebenarnya Yuugi, yang berarti segala bentuk permainan, termasuk permainan kartu dan papan permainan
  5. Hachiman sedang bertingkah sarkastik
  6. Referensi pada lirik lagu endng Princess Mononoke
  7. Referensi lain pada Princess Mononoke. Diambil dari adegan dimana Moro, sang dewa serigala, memberitahu Ashitaka untuk menjauh dari hutan.