Oregairu (Indonesia):Jilid 3 Bab 4
Bab 4: Hikigaya Komachi dengan Liciknya Membuat Rencananya
4-1
Minggu.
Cuacanya bagus, yang orang akan katakan suatu hari cerah yang langka selama musim penghujan. Hari ini adalah hari dimana aku seharusnya pergi keluar dengan Yukinoshita.
Waktunya tinggal sedikit lagi sampai persis jam sepuluh. Aku heran, apa aku datang terlalu awal? Kelihatannya seluruh keadaan ini benar-benar membuatku bingung. Tak kusangka Yukinoshita, dari semua orang, akan mengajakku jalan…
Apa yang harus kulakukan…? Mungkin aku seharusnya menolaknya saja… pikiranku sedang kacau balau pada saat itu. Aku yakin aku kehilangan naluri pengambilan keputusan biasaku berkat Yukinoshita mengatakan hal-hal yang tidak pernah bisa kubayangkan.
Selagi aku mencengkram kepalaku, menekan hasrat untuk meneriakkan rasa frustasiku, suatu suara memanggil di belakangku. “Maaf sudah membuatmu menunggu.”
Sebuah hembusan angin yang sejuk meniup selagi Yukinoshita dengan perlahan berjalan ke arahku. Dia sedang mengenakan sepotong kemeja tanpa lengan berwarna biru samar dengan kerah stand-up yang terlihat berkelas. Tidak biasanya bagi dia, rambut hitamnya diikat menjadi rambut poni, yang jatuh sampai pinggangnya dan melambai-lambai seperti sebuah selendang. Roknya, yang mencapai lututnya, menari-nari setiap kali dia berjalan.
“Tidak seperti aku sudah menunggu lama sekali,” gugamku.
“Begitukah? Bagus, kalau begitu. Sekarang ayo kita pergi.”
Yukinoshita mencantelkan tas rotannya selagi dia melirik-lirik ke sekeliling dengan gusar, seakan sedang berusaha untuk menemukan seseorang di sekeliling.
“Kalau kamu sedang mencari Komachi, dia pergi ke toko swalayan, jadi kamu perlu menunggu sejenak.”
“Begitu ya.” Yukinoshita terdiam untuk sejenak. “Namun, aku rasa aku harus meminta maaf untuk memintanya menemuiku pada hari libur…”
“Itu bukan masalah besar. Sungguhpun kamu dan aku pergi membeli hadiah ulang tahun untuk Yuigahama, aku terus terang ragu itu akan bagus. Ditambah lagi, Komachi senang untuk ikut datang, jadi itu baik-baik saja.”
“Ya, itu semua tidak ada masalah, tapi…”
Dan dengan itu, izinkan aku untuk menyingkap pengungkapan yang sangat jelas ini.
Ketika dia bilang “jalan denganku”, dia benar-benar hanya ingin pergi dan membeli hadiah untuk ulang tahun Yuigahama. Dan itu bukanlah diriku yang dia inginkan – itu Komachi.
Yah, itu adalah sebuah keputusan yang cerdas. Kami selalu mengandalkan Yuigahama untuk hal-hal seperti ini sampai sekarang, tapi kami tidak bisa benar-benar mengandalkannya kali ini ketika itu demi dirinyalah kami sedang melakukan ini. Dengan begitu keadaannya, satu-satunya orang yang bisa diharapkan Yukinoshita si antisosial adalah Komachi.
Selama dua menit penuh kami menunggu dengan hening, sampai Komachi akhirnya muncul.
Mungkin itu karena dia sadar dia sedang pergi jalan-jalan bersama Yukinoshita hari ini, tapi selera berpakaian Komachi sudah berubah menjadi lebih berkelas. Dia mengenakan sepotong rompi musim panas di atas blus setengah lengannya dan sepotong rok berlipat dengan kaus-kaki sepanjang lutut pada belahan bawahnya, sementara sepatu loafernya melengkapi tampilan nona berkelasnya. Tapi topi pengantar koran agak bodoh yang dikenakan pada kepalanya itu benar-benar membuat semacam kesan riang. Di tangannya, dia memegang sebuah botol plastik dengan teh hijau di dalamnya.
“Hai, Yukino-san! Selamat siang.”
“Maaf memanggilmu keluar pada hari liburmu,” Yukinoshita meminta maaf.
Komachi merespon dengan sebuah seringai lebar. “Tak masalah. Aku juga ingin membeli sebuah hadiah untuk Yui-san, dan ditambah lagi, aku menanti-nanti untuk menghabiskan hari ini keluar denganmu, Yukino-san.”
Mengenali gadis ini, dia benar-benar mencintai Yukinoshita dengan segenap hatinya, jadi aku tidak berpikir dia sedang berbohong. Aku rasa itu berarti Yukinoshita memikat para gadis berkepala angin[1]. Dia adalah orang yang paling populer dengan para gadis yang kukenal di samping Hayama, serius.
“Kereta api sudah hampir tiba, jadi ayo kita pergi,” kataku, mendesak mereka berdua.
Kami semua berjalan sampai ke palang tiket. Hari ini, tujuan kami adalah LaLaport Teluk Tokyo yang dicintai luas, sebuah tempat yang sering dipakai sebagai sebuah tempat berkencan jika rumor-rumornya dapat dipercaya. Dipenuhi oleh berbagai toko-toko dan didekorasi dengan cukup tempat untuk acara perfilman, tempat itu adalah yang terbaik dari yang terbaik ketika sedang membicarakan tempat-tempat rekreasi di perfektur ini.
Interior gerbong kereta api itu sendiri lumayan padat. Kami berpegangan pada pegangan gantung selama lima menit penuh selagi keretanya mengguncang-guncang dan menyentak-nyentakkan kami. Aku rasa, kalau hanya Yukinoshita dan aku saja, kami mungkin tidak akan mengatakan apa-apa. Tapi karena Komachi ada di sana hari ini, dia terus mengoceh-ngoceh pada Yukinoshita mengenai ini, itu dan lain-lain.
“Apa kamu sudah memutuskan apa yang akan kamu beli, Yukino-san?”
“…tidak, aku sudah mencari kesana kemari, tapi itu semua agak di luar pemahamanku,” kata Yukinoshita dengan sebuah helaan kecil.
Mungkin Yukinoshita sedang memikirkan tentang hadiah ulang tahun Yuigahama ketika dia membaca majalah tersebut di ruang klub. Sepertinya Yukinoshita dan Yuigahama tidak terlihat memiliki selera yang sama…
“Dan aku sendiri tidak pernah menerima hadiah dari seorang teman…” Yukinoshita mengaku, ekspresinya terlihat agak muram.
Ketika Komachi mendengar itu, dia terdiam, senyuman juga memudar dari wajahnya. Dia terlihat agak kesusahan memikirkan apa yang mesti dikatakan untuk itu.
Aku akhirnya memecahkan keheningan tersebut dengan bersenandung penuh minat. “Jadi kamu benar-benar seperti itu. Nah aku, di sisi lain, benar-benar mendapat hadiah.”
“Huh? Kamu tidak berbohong?”
Reaksi tercengang Yukinoshita agak terkesan sedikit tidak sopan padaku. “Tidak, aku tidak berbohong,” tegasku. “Tidak ada gunanya bagiku untuk mencoba pamer padamu setelah sekian lama.”
Yukinoshita mengangguk kagum untuk beberapa alasan. “Itu memang benar… Aku berbicara tanpa berpikir. Aku minta maaf. Aku tidak semestinya memperlakukanmu hanya dengan rasa curiga. Mulai sekarang, aku akan sepenuhnya mempercayai kesampahanmu .”
“Jika itu idemu untuk sebuah pujian, kamu salah besar.”
“Jadi, apa yang kamu terima? Aku sedang menanyakanmu untuk referensi.”
“Jagung…”
Itu membuat Yukinoshita yang melebarkan-matanya untuk berkedip beberapa kali. “Huh?” tanyanya sebagai responnya, seakan dia tidak mendengarku dengan baik.
“Ja-Jagung…”
“Ulangi lagi?”
“Yah, kamu tahu! Dia berasal dari keluarga petani! Izinkan aku untuk mengatakan bahwa jagung itu terasa menabjubkan! Ibunya merebusnya untukku, kamu tahu!”
“O-onii-chan. K-Kamu tidak perlu terlihat begitu berlinangan air mata…”
Aku tidak sedang menangis. Aku betul-betul tidak sedang menangis atau apapun yang mirip dengan itu. Lihat, hanya ada sedikit air yang keluar dari mataku. “Ya, itu adalah cerita dari liburan musim panas kelas empat SDku…”
“Onii-chan tiba-tiba mulai berbicara pada dirinya sendiri…” kata Komachi, memutar matanya.
Tapi Yukinoshita bersedia untuk mendengarkannya. Dia mengangguk, mendesakku untuk meneruskannya.
“Karena ibu kami itu teman atau apalah, Takatsu-kun datang ke rumah kami. Itu adalah yang pertama kalinya teman sekelasku pernah datang ke rumahku, jadi aku agak gembira. Ketika aku pergi ke depan pintu, Takatsu-kun sedang duduk di atas sepeda gunungnya, dan selagi dia berpindah ke gigi lima, dia menyerahkan itu padaku yang dibungkus dengan kertas koran..
“‘Hari ini hari ulang tahunmu, bukan? Mari, ibuku memberitahuku untuk memberikan ini padamu.’
“‘Te-Terima kasih…’
“Dia tidak mengatakan apapun. Kemudian aku berkata, ‘Kamu mau masuk ke dalam?’”
“‘Huh? Ohhh, um. Aku janji pergi main ke tempat Shin-chan.’
“‘Oh, oke…’
“APA-? DIA TIDAK MENGAJAKKU? Aku agak sedang berada di ambang air mata pada saat itu, karena aku pikir aku begitu akrab dengan Shin-chan. Takatsu-kun berkata ‘Sampai jumpa lagi’ dan mulai mengayuh pergi menaiki sepeda gunungnya. Setelah aku melihat dia pergi, aku membuka bungkusannya dan di dalamnya terdapat jagung segar, masih dibasahi oleh embun pagi. Ketika aku menyadari hal itu, setetes air mata jatuh, dan kemudian setetes lagi…”
Yukinoshita menghela sedikit di penghujung cerita. “Jadi pada akhirnya, kamu tidak pernah menerima hadiah dari seorang teman.”
“…astaga, kamu benar! Aku dan Takatsu-kun bukanlah teman!”
Aku sedang menyadari kebenarannya tujuh tahun setelah kejadian tersebut. Jika demikian, aku ragu kalau Shin-chan itu temanku juga.
Kelihatannya teriakan penuh kepedihanku mencapai Yukinoshita, karena dia memiliki tampang melamun di wajahnya. “Tapi memang, itu ada terjadi ketika orangtua pergi keluar…” gugamnya. “Aku benar-benar berharap para orangtua berhenti meninggalkan anak-anaknya untuk bertindak sesukanya selagi mereka berbincang-bincang dengan satu sama lain.”
“Ya, hal semacam itu ada terjadi. Kelompok anak dan tempat penitipan anak tentu terasa berat… Aku bahkan tidak akrab dengan anak-anak yang satu angkatan denganku, jangankan yang lain, kamu tahu? Aku selalu membaca sebuah buku sendirian… namun, hasilnya setelah menimang untung rugi itu bagus karena aku menemukan setumpuk buku-buku bagus.”
“Aku juga ada kenangan membaca buku sepanjang waktu… namun, aku merasa senang karena aku selalu suka membaca dan menulis.”
“Wow woooooow! Sungguh cuaca yang indah di luar!” Komachi tiba-tiba mulai melihat ke luar jendela, memecahkan suasana yang menyuramkan dan menyesakkan itu.
Langit biru terbentang tanpa henti, menandakan awal dari musim panas.
Hari ini akan menjadi hari yang panas, kelihatannya.
4-2
Ketika kamu berjalan sedikit dari stasiun Minami-Funabashi, ada sebuah IKEA di sebelah tangan kirimu. Di samping menjadi sebuah toko perabot yang fantastis , toko itu juga salah satu tempat populer untuk jalan-jalan. Dahulu kala, tempat-tempat rekreasi di sekitar sini dipakai untuk membentuk sebuah labirin raksasa yang panjang dan lebar , dan setelah itu tempatnya menjadi sebuah bangunan ski dalam ruang. Bangunan lamanya, tentu saja, tidak lagi ada. Aku dapat merasakan betapa banyaknya waktu telah berlalu. Sebelum aku menyadarinya, aku sudah tumbuh dewasa.
Semua slogan “ski tanpa proteksi” benar-benar membangkitkan kembali kenangan-kenangan. Sekarang ini ketika aku mendengar kata “tanpa proteksi”, Aku hanya bisa terpikir akan kondom. Aku dapat merasakan betapa banyaknya waktu telah berlalu. Sebelum aku menyadarinya, aku sudah tumbuh dewasa…
Setelah kami selesai menyebrangi jembatan penyebrangannya, pintu masuk ke supermarket perbelanjaan terhubung padanya. Selagi dia melirik ke arah papan petunjuk arah di lingkungan bangunan itu, Yukinoshita melipat lengannya sambil berpikir. “Aku terkejut… tempat ini cukup besar .”
“Yap,” kata Komachi. “Mari kita lihat, kita lebih baik memisahkan zona-zonanya dan memperkecilnya pada apa yang kita inginkan.”
Tempat ini mungkin saja berada persis di samping lingkunganku, tapi itu adalah pusat perbelanjaan yang terbaik[2]. Aku tidak akan bisa memberitahumu ukuran tepatnya, tapi mungkin akan memakan satu hari penuh hanya untuk berjalan dari satu ujung ke ujung yang lain jika kamu bersantai-santai berjalannya. Kelihatannya, jika kami akan menghabiskan waktu disini, kami harus memetakan arah tujuan kami dengan saksama.
“Benar, kita harus memasukkan efisiensi ke dalam pertimbangan ketika kita mengelilingi tempat ini. Oke, aku akan pergi ke sekitar sini.” Aku menunjuk ke arah kanan papan penunjuk arahnya.
Yukinoshita merespon dengan menunjuk ke arah kiri. “Memang. Kalau begitu aku akan pergi ke arah sebaliknya..”
Baaaaaik, itu seharusnya akan membagi pekerjaannya menjadi dua. Semua yang kuperlukan sekarang adalah menetapkan tempat Komachi, dan efisiensi kami akan sempurna.
“Baik, kamu pergi turun ke arah sana, Koma-”
“Berhenti di situ,” kata Komachi dengan suara lantunan selagi dia menyentak jari telunjukku, yang menunjuk ke arah papan penunjuk arahnya.
“Apa-apaan…? Lontong sate, kamu menyakiti jariku…”
Komachi melihatku mengutuk dengan begitu pelan dan membuat helaan besar, sambil mengangkat bahu. Dia membuat semua reaksi “Men, orang ini benar-benar tidak mengerti”, persis seperti orang Amerika. Sial, tingkah itu langsung begitu menjengkelkanku.
Kelihatannya aku bukan satu-satunya orang yang tercengang dengan tingkah itu, karena Yukinoshita memiringkan kepalanya selagi dia melirik ke arah Komachi. “Apa ada semacam masalah?”
“Kalian berdua harus berhenti segera mengambil pilihan penyendiri, onii-chan, Yukino-san. Karena kita semua datang jauh-jauh kemari sebagai satu kelompok, kenapa tidak melihat-lihat bersama? Dengan begitu kita bisa bertukar saran, yang bisa membantu.”
“Tapi aku ragu kita bisa selesai mengelilinginya…”
“Bukan masalah besar! Menurut pendapat pakarku, kita seharusnya tidak ada masalah jika kita berfokus pada tempat ini dan memikirkan minat Yui-san,” kata Komachi selagi dia mengambil sebuah brosur yang terletak di bawah papan penunjuk arah dan membukanya.
Tempat yang ditunjuk Komachi berada di pusat lantai satu. Disana terjejer nama-nama seperti “Love Craft”, yang merangkak dengan penuh cinta[3], dan “Lisa Lisa”, yang merupakan semacam nama yang bisa mengajarimu bagaimana menggunakan Ripple. [4] Seluruh tempat itu mungkin dipenuhi dengan toko-toko yang menyetok prooduk-produk yang ditujukan pada gadis muda.
“Baik, ayo kita pergi ke sana?” kataku, yang kemudian Yukinoshita mengangguk seakan dia juga tidak ada keberatan khusus apapun.
Dan dengan itu, kami pergi.
Zona femininya berada dua atau tiga blok di depan. Sekelompok toko dengan nama merek berbeda-beda menjual berbagai barang yang ditujukan pada laki-laki dan pada kedua jenis kelamin terjejer pada jalan ke sana. Ada begitu banyak barang yang berbeda sampai aku tidak bisa tidak mengaguminya – kamu benar-benar tidak bisa melihatnya semua dalam sekali pandang. Aku memimpin jalannya ke sana, tapi karena aku biasanya tiak datang ke jenis supermarket besat semacam ini, aku sepenuhnya tidak ada keyakinan mengenai kemana kami akan pergi.
Untuk sekali ini aku memiliki suatu hal yang sama dengan Yukinoshita, yang memaling-malingkan kepalanya dengan perhatiannya teralih-alihkan, melihat ke arah sana-sini. Paling tidak dia tidak terlihat bosan. Kadang-kadang, dia berhenti di tempat dan menatapi produk-produk yang terpajang. Tapi persis saat seorang pelayan toko mendekatinya, dia merasakan keberadaannya dan melesat pergi.
…ah, Aku mengerti benar apa yang dirasakannya. Aku benar-benar berharap mereka berhenti berbicara padamu ketika kamu sedang memilih-milih pakaian. Pelayan toko pakaian patut menguasai kemampuan merasakan aura “jangan bicara padaku” yang dipancarkan dari para penyendiri. Jika mereka melakukan itu, aku jamin penjualan mereka mungkin meningkat.
Selagi semua ini sedang terjadi, kami sampai ke persimpangan jalannya, dimana seseorang bisa berpindah ke blok lain ke kiri maupun ke kanan. Ditambah lagi, aku bisa melihat setiap jalannya memiliki tangga eskalator yang bergerak ke atas.
Mengingat kembali papan penunjuk arah tersebut, aku berpaling ke arah Komachi selagi aku menunjuk ke arah kanan. “Komachi, apa kita jalan terus saja dari sini?”
Tapi ketika aku berpaling ke belakang, Komachi tidak ada di sana.
“H-huh?”
Komachi tidak bisa terlihat dimanapun tidak peduli betapa banyaknya aku melihat ke sekeliling. Malah, untuk apa yang bisa kulihat, hanyalah sebuah boneka plushie panda aneh dengan mata keji dan cakar tajam, disertai taring yang berkilau di bawah cahaya. Yukinoshita sedang menarik pipinya dengan tampan sepenuhnya datar di wajahnya.
Itu adalah karakter populer dari Tokyo Disneyland, Pan-san si Panda. “Pan-san’s Bamboo Hunt” merupakan atraksi yang sedemikian populernya sampai itu biasa untuk menunggu dua atau tiga jam untuk itu.[5]
Tokyo Disneyland, sebuah atraksi turis yang tidak perlu perkenalan. Sebesar-besarnya tempat itu menjadi kebanggaan Chiba, tempat itu sebuah eksistensi funky yang berbau keaiban, melihat bagaimana tempat itu harus menyebutnya Tokyo Disneyland meskipun tempat itu ada di Chiba. Itu terletak di Maihama, tapi tampaknya alasan asli untuk itu adalah karena Maihama mirip sekali dengan Pantai Miami. Dan itulah pelajaran Perfektur Chibamu untuk hari ini.
“Yukinoshita,” Aku memanggil pada dirinya.
Yukinoshita dengan buru-buru meletakkan benda yang sedang dimainkannya sampai sekarang pada raknya dan menjentikkan rambutnya dengan kalem. “Apa?” tuntutnya dengan matanya saja.
Er, um… tidak seperti aku sedang akan mengatakan sesuatu yang khusus… Aku paham dari semua insiden kucing semalam bahwa, ketika dihadapkan dengan tingkah Yukinoshita, respon yang benar adalah untuk tidak mengungkitnya.
“Kamu ada lihat Komachi, tidak? Kelihatannya dia berkeliaran ke suatu tempat.”
“Aku tidak melihatnya, dipikir-pikir lagi… kenapa tidak kamu telepon dia?”
“Oke.”
Aku segera mencoba menelepon Komachi. Segera setelah aku melakukan itu, musik aneh yang tidak bisa kumengerti ini berdering sekali lagi. Jadi, um, mengapa ponsel gadis ini bernyanyi?
Pangggilannya terhubung dengan baik, tapi Komachi tidak ada disana untuk menjawab. Setelah mendengar layanan penjawabnya, aku menyerah dan mengakhiri panggilannya.
“Dia tidak mengangkat…”
Sementara aku sedang menelepon, barang Yukinoshita telah menumpuk. Dia sedang memegang tas plastik yang begitu terang dan mencolok bersama dengan tas rotannya. Jadi dia pergi membelinya, huh…
Mungkin menyadari bahwa aku sedang meliriknya dengan tampang jijik samar, Yukinoshita berpura-pura tidak menyadariku selagi dia menjejalkan barang belanjaannya ke dalam tasnya. “Aku heran apa sesuatu menarik minat Komachi-san…” katanya dengan acuh tak acuh. “Memang, ada produk-produk tertentu yang akan dibeli seseorang tanpa berpikir panjang.”
“Begitu mirip kamu, kalau begitu.” Pandanganku menuju ke tasnya.
Yukinoshita mendadak terbatuk. “Omong-omomg. Karena Komachi-san sadar akan tujuan akhir kita, kita sebaiknya bertemu di sana. Tidak ada gunanya membuang-buang waktu di sini.”
“Ya, kurasa…”
Setelah aku mengirimkan pesan teks pada Komachi yang berisikan, “Telepon aku, tolol. AKu akan pergi duluan,” Aku memutuskan untuk pergi.
“…jaaaaadi, kita belok tepat di sini dan jalan lurus ke depan, hmm?” tanyaku, memastikan dengan suara keras karena aku sudah tahu kemana kita pergi.
Yukinoshita menatap dengan kosong sebagai jawabannya “Bukankah kiri?”
Jawaban yang benar adalah kanan.
Catatan Translasi
<references>
- ↑ Memang ada artinya, coba cek google/kbbi
- ↑ pièce de résistance
- ↑ Crawling with Love. Referensi pada judul LN : Haiyore! Nyaruko-san
- ↑ “Love Craft” adalah referensi pada penulis cerita horor Howard Phillips Lovecraft, dan bagian merangkak dengan penuh cinta adalah referensi pada Haiyore! Nyaruko-san (harfiah. ‘Nyaruko-san: Crawling with Love’), yang merupakan seri LN penuh dengn referensi dari H.P. Lovecraft. Lisa Lisa adalah karakter dari JoJo’s Bizarre Adventure. Dia mengajari para protagonisnya cara menggunakan Ripple, yang merupakan sumber kekuatan utama di Bagian Kedua manganya.
- ↑ Referensi pada Pooh's Hunny Hunt.