Seirei Tsukai no Blade Dance:Jilid1 Bab6

From Baka-Tsuki
Revision as of 11:28, 24 August 2012 by SATRIA (talk | contribs)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Bab 6: Tarian Pedang di Tengah malam[edit]

Bagian 1[edit]

-Masih jam 2 pagi. Waktu ketika para siswa Akademi masih tertidur lelap dan Roh dalam Hutan mulai beraktivitas.

Di batu pijakan yang disinari oleh rembulan, Kamito tengah berjalan disamping Claire.

“Suasananya sangat berbeda, Akademi di malam hari.”

“Tentu saja, malam hari adalah waktu bagi para Roh.”

Claire tetap berjalan lurus dan menjawab seperlunya. Langkah tegas kaki mereka terdengar jelas.

Sejak beberapa saat yang lalu, Claire tidak bicara banyak. Ia mungkin merasa tegang tentang duel melawan para Ksatria.

“Dimana kita mau berduel nanti?”

Pertarungan pribadi seharusnya dilarang didalam lingkungan Akademi menurut aturan Akademi. Apa ada lokasi khusus untuk duel diluar sana?

“Ada disana---“

Claire mendadak berhenti.

Di depan lokasi yang ia tunjuk, terdapat lingkaran batu raksasa.

Tanahnya sedikit bersinar dengan warna putih kebiruan.

“Itu kan........<Gerbang Astral>?”

“Yup, Gerbang yang menghubungkan dunia ini dengan Astral Zero. Alasan mengapa Akademi dibangun di tempat terpencil ini.”

“.......Begitu.”

Kamito terkejut karena ada ‘Gerbang’ didalam wilayah Akademi. Lingkaran batu itu mungkin reruntuhan peradaban kuno, yang digunakan sebagai seni tak diketahui. Mungkin fungsinya untuk menstabilkan Gerbang yang tak stabil.

“Bukannya berbahaya? Ada Roh yang tak bisa dikendalikan oleh manusia berkeliaran didalam Astral Zero.”

“Begini, ’Gerbang’ itu terhubung ke area aman yang hanya berisi Roh level rendah. Kalau tidak, pihak Akademi nggak akan membiarkannya begitu saja kan?”

Claire bergumam bodoh, dan melangkah ke tengah tengah lingkaran batu.

Ia melafalkan mantra untuk membuka Gerbang dalam bahasa Roh dan cahaya biru di tanah semakin meningkat kecerahannya.

“Ayolah, kamu juga harus kesini!”

Dituntun oleh Claire, Kamito dengan panik melompat ke bagian atas formasi cahaya.

Di saat itulah, bidang pandangnya terisi oleh kilatan putih.

Ia merasa kalau seluruh tubuhnya diserang oleh perasaan kaku. Dan kemudian---

......

--Setelah membuka matanya, pemandangan dunia lain mulai menyebar.

Terdapat hutan gelap dan dalam dengan pohon melingkar yang menjulang tinggi.

Bersinar dengan cemerlang di langit adalah bulan merah-seperti darah.

Terdapat kabut berwarna biru pucat yang tersebar di wilayah sekeliling.

Astral Zero – dunia seberang yang menjadi tempat tinggal para Roh.

“Kalau disini, tak seorangpun akan mengusik kita. Bahkan meski kita terluka, nggak akan serius, jadi tempat ini sering digunakan oleh para siswa Akademi ketika berduel.”

Dalam situasi kalau hal itu terjadi, tubuh fisik manusia yang memiliki kekuatan spiritual akan diperlakukan sama seperti Roh, ini berarti hampir tak ada luka fisik yang terjadi.

Namun tetap saja, ini tidak betul-betul aman. Sakit tetap bisa dirasakan; sebagai ganti tubuh fisik tak menerima luka, pikiran akan menerima dampak yang sebanding.

Jatuh kedalam kondisi tak sadarkan diri masih hal yang bagus, namun kalau kalau menerima serangan fisik serius, seseorang akan menerima kerusakan ingatan dan kehancuran pikiran parah, ada juga kemungkinan tak akan sadarkan diri.

“—Api, membaralah!”

Claire melafalkan mantra Roh dan bola api mungil tercipta di telapak tangannya, sedikit menerangi jalur sempit di tengah-tengah hutan.

“Ayo pergi, Kamito.”

Claire dengan lembut menyibakkan rambut kuncir duanya dan mulai berjalan.

“Apa kita punya kesempatan menang?”

“Itu tergantung kemampuan kita.......Jujur saja, mungkin akan sangat sulit.”

“Apa iya?”

Kamito cukup terkejut. Bagi Kontraktor Roh selevel Claire, sungguh tak terduga kalau kata-kata itu meluncur dari mulutnya.

“Abaikan dua yang lainnya, Ellis sangatlah kuat. Posisinya sebagai Ketua Ksatria bukan hanya untuk tontonan. Selain itu, Scarlet masih lelah usai pertarungan tadi pagi dengan <Roh Tersegel>. Kemampuan Rinslet itu – yah, setidaknya aku mengakuinya, tapi kerja tim mereka adalah tantangan terburuk bagi kita.”

“......Analisa pertarunganmu cukup kalem juga, nggak kusangka. Kukira kamu tiba yang impulsif.”

“Kamu, memangnya kamu anggap aku ini apa?”

“Cewek kasar yang suka menyabetkan cambuk – Ouw!”

*Pashii* – cambuk diayunkan cepat ke arah punggung Kamito.

........Setelah berjalan sejenak, terdapat lukisan teater raksasa di dalam hutan.

Itu adalah sesuatu ketika Astral Zero dan manusia masih bersatu – Era yang terjadi pada zaman dahulu kala.

Gerbang batu yang retak menyapa keduanya. Sepertinya ini adalah lokasi untuk duel.

“Strateginya, kamu, Kontraktor Roh Pedang, menjadi penyerang utama. Aku dan Rinslet akan menjadi pendukungmu.”

“Kenapa aku dapat bagian yang berbahaya? Bukannya ini duelmu?”

“Apa! Mau protes? Oke, kalau kamu maunya begitu, aku akan mengizinkanmu memilih. Penyerang utama atau batubara. Nah, mau yang mana?”

“Oke oke, aku akan jadi penyerang utama.”

“Keputusan yang tepat.”

Claire mengangguk dengan wajah puas.

“Ngomong-ngomong, kamu bisa mengendalikan ‘Roh Pedang’ terkontrak itu kan?”

“Hn....ah, mungkin saja.”

“.........mungkin saja? Apa maksudmu?”

Mata Claire terangkat tanda bahaya. Kamito menjawab dengan panik.

“Anu, begini, bukankah gawat kalau dia dipanggil tanpa persiapan dan lepas kendali? Karena itu, aku belum memanggilnya sekalipun sejak kutangkap tadi pagi.”

Penjelasan yang cukup masuk akal – menurutnya. Sebenarnya, penjelasan itu baru setengahnya.

Kenyataannya adalah, menjalin kontrak dengan Roh lain sama saja mengkhianati dia.

Ia merasa kalau dia adalah pecundang dengan menggunakan Roh Terkontrak baru.

“Kamu berhasil menjalin kontrak hanya dengan sekali percobaan, karena itu nggak mungkin akan lepas kendali tapi – yah, itu adalah Roh Tersegel yang sudah kuno dan nggak akan lucu kalau hal hal buruk terjadi.”

Namun, Claire sepertinya menyetujui alasannya.

“Untuk sementara waktu, cobalah lepaskan Senjata Elementalmu. Kamu bisa melakukannya kan?”

“A.....ahhh......iya....”

Melepaskan Senjata Elemental bukan sesuatu yang bisa dilakukan semua orang tapi—

Nggak bisa cari alasan lagi. Yah, apa boleh buat

Kamito menutup matanya dan memusatkan kesadarannya pada ‘Simbol Roh’ yang tertempa di tangan kanannya.

Ratu Baja Berkepala Dingin, pedang suci yang melenyapkan kejahatan—

Ia melafalkan mantra pemanggilan Roh dan simbol dua pedang bersilangan memancarkan cahaya.

Jalur dengan Roh Terkontrak normalnya akan langsung terhubung – Namun,

Apa?

.....Terasa aneh. Ia tak bisa merasakan keberadaan Roh tersegel tangguh itu.

Bukan – Ia bisa mendeteksi kehadirannya tapi rasanya ada roda gigi yang tidak tersambung.

Sekarang terbentuklah Pedang Baja dan jadilah kekuatan di tanganku!

Di saat itulah, partikel cahaya kecil berkumpul di telapak tangan Kamito.

Namun, yang muncul ternyata adalah---

“........”

Satu pedang pendek.

Lebih tepatnya, pedang itu begitu pendeknya hingga terlihat seperti pisau.

.............................

Ketenangan yang tak mengenakkan muncul.

“........Itukah Senjata Elemental dari Roh Pedang?”

Claire mengucapkannya dengan wajah shock.

Perwujudan dari Roh Tersegel tangguh yang sudah membelah tubuh Scarlet menjadi dua---

.......Jujur saja, nampak begitu payah.

“Ja....jangan menilai dari penampilannya. Siapa tahu ini memang punya kekuatan khusus.”

“I-iya.......Mungkin saja itu benar.”

Claire mengangguk saja meski wajahnya masih menunjukkan ketidakpercayaan.

Kamito mencoba menebas sebuah pohon besar untuk mengetes.

*Bekk!* Pedang pendek itu patah dan lenyap begitu saja.

“.........”

“.......Ahh, gimana bilangnya ya, mungkin gara-gara itu.”

Kamito diserang pelototan tajam Claire dan dengan tenang membuka mulutnya.

“Jujur saja, ini pertamakalinya aku menggunakan Roh Terkontrak dalam tiga tahun. Aku belum bisa mengembalikan persepsiku.”

“......Hah?”

Claire membuka mulutnya dengan blank karena pengakuan mengejutkan itu.

“Kamu bohong kan......bukannya kamu menjinakkan Roh Pedang itu dengan mudah?”

“Waktu itu karena aku mati-matian berusaha menolongmu. Jujur saja, aku sendiri nggak paham kenapa bisa menyelesaikan kontrak itu.”

Tak peduli seberapa kuatnya Roh yang dikontrak seseorang, tak ada artinya kalau orang itu tak bisa mengendalikan kekuatannya. Saat Kontraktor Roh tak berpengalaman menjalin kontrak dengan Roh diluar kemampuannya, sering terjadi kalau kekuatan Roh itu tak bisa dikeluarkan.

.......Namun, pada kasusku, sepertinya ada yang sedikit berbeda

Kamito menatap tangan kirinya, yang terbungkus sarung tangan kulit.

Mungkin, didalam alam bawah sadarku, aku terus memikirkan dia'

--Sehingga, ia tak dapat menghubungkan jalur dengan Roh yang baru.

“Ap...ap....apa apaan ini........”

Ia mendengar kemarahan kecil. Usai mengangkat kepalanya, Claire memegang cambuk kulitnya erat-erat, yang digunakan untuk melatih binatang, dengan bahu yang gemetaran.

“Nggak, maksudku, kemampuan bertarungku masih kecil......”

“Apa maksudmu! Aku mengandalkan kemampuanmu!”

*Pishiii! Pishiii! Pishiii!*

“Ow.....Tunggu, stop!”

Cambukan bertubi tubi diarahkan pada Kamito yang mencoba untuk kabur.

Kemudian, disana---

“Apa yang sedang kamu lakukan, Claire Rogue?”

Dari seberang pohon gelap raksasa, sebuah suara terdengar.

Claire menghentikan cambukannya dan dengan cemberut menoleh.

Yang muncul adalah Rinslet dan si gadis maid Carol.

“Kamu terlambat, Rinslet!”

“Aah, seorang Nyonya perlu waktu untuk berdandan dulu.”

Rinslet dengan anggun menyibakkan rambut pirang platinanya.

“...? Apa, kenapa Carol ada disini juga?”

“Tentu saja, sebagai suporter Nyonya.”

Usai Kamito mendengar itu, ia melihat Carol mengeluarkan bendera entah darimana dan mulai mengibar ibarkannya.

“Ngomong-ngomong, kenapa kamu malah menganiaya Kazehaya Kamito?”

Rinslet meletakkan jari telunjuknya di dagunya dengan wajah bertanya tanya.

Namun – Sebelum Claire menjawab, Carol sudah menyela lebih dulu.

“Nyonya, itu bukan sesuatu yang boleh dilakukan.”

“Apa maksudmu?”

“Tadi terlihat seperti bentuk cinta yang tidak biasa. Dalam cara unik, mirip permainan mesum.”

“Ehh! Apa itu benar, kalian berdua!?”

“Bu...bu...bukan itu! Ap....apa yang kamu katakan, maid bodoh!”

Wajah Claire memerah sambil menolaknya setengah mati.

.......Tak ada bedanya, dia tak ingin menerima cambukan lagi. Karena itu sakit.

.......Kenapa aku sudah capek sebelum duel?

Kamito mulai berpikir serius tentang kesemrawutan hidupnya. Pada saat inilah.

“----Kelompokmu sepertinya sudah hadir semuanya, Kelas Raven.”

Suara dingin muncul dari arah atas.

“.....!?”

Mereka berempat menoleh ke arah datangnya suara secara bersamaan.

Disana, diatas dinding teater rapuh terdapat—

Sesosok Ksatria wanita gagah dengan rambut birunya mengayun lembut tersapu oleh angin.

Disampingnya, dua Ksatria wanita, juga mengenakan armor yang sama, tengah berdiri.

Kamito mendengar namanya dari Claire. Yang berambut pendek namanya Rakka. Yang berambut kepang namanya Reishia.

“----Ellis Fahrengart! Sudah berapa lama kamu berada disini?”

“Ngomong-ngomong, kamu nggak akan sengaja datang lebih dulu supaya bisa muncul keren di waktu yang tepat kan?”

“Ap....Ng-nggak mungkin aku melakukan itu! Aku baru sampai disini!”

Usai Kamito menyatakan itu dengan mata setengah terbuka, Ellis tampak kebingungan dan nyaris jatuh dari posisinya berdiri.

.......Entah kenapa, sebagai Ketua Ksatria, posenya barusan nampak menyedihkan.

Ellis melotot tajam pada Kamito dan yang lainnya, kemudian mencabut pedang di pinggangnya.

“Mari, Kelas Raven. Mari selesaikan duel ini sebelum subuh!”

Pada saat itulah, pancaran api raksasa menyinari panggung teater.

Sesuatu yang disinari oleh pancaran itu adalah---

“Itu kan........”

Elang raksasa mengembangkan sayapnya dan tampil gagah di malam yang merah.

“Biar kuperkenalkan padamu, Kazehaya Kamito. Inilah Roh Terkontrakku – Roh Elemen Angin ‘Simorgh’!”

Dengan teriakan seperti angin - Elang raksasa itu diselimuti oleh lapisan udara.


Bagian 2[edit]

Disaat ultimatum untuk duel sudah diumumkan.

Roh Elang mengepakkan sayapnya, maju menyerbu ke arah targetnya di tanah, dimana mereka berempat berada.

Auman keras yang seolah merusak telinga. Batu pijakan pecah berkeping keping, sejumlah besar tanah dan pasir berputar dengan cepat.

Angin yang kuat, masih diperkuat dengan kekuatan ledakan, menyerang Kamito dan tubuhnya terlempar.

“.......Gahaa!!”

Tubuhnya terlempar ke dinding. Dengan hantaman yang bisa meremukkan tulangnya, ia berhenti bernafas untuk sesaat.

Bahkan kalau seseorang menerima serangan Roh dalam wujud aslinya, tubuh fisik tak akan terluka. Namun, kerusakan fisik dari dampak serangan dan pecahan puing berbeda. Batu-batu kecil yang berputar bagai pusaran menyerbu seluruh tubuh Kamito. Sambil menutupi dahinya dengan kecua tangannya, Kamito menggigit lidahnya.

.....Kekuatan yang kelewat dahsyat! Kalau kena secara langsung, habislah aku

Roh Angin itu........Simorgh.

Menganalisa kekuatan penghancurnya, mungkin sudah melebihi Scarlet milik Claire.

Oh ya, mana Claire?

Ia berdiri dan mengamati sekelilingnya, dua rekannya tengah di posisi mereka masing-masing.

Claire menyediakan pertahanan dari serangan jarak menengah. Rinslet menyediakan dukungan belakang dengan serangan jarak jauh.

Carol sedang......mengibarkan bendera diluar teater tempatnya kabur tadi.

Angin penghancur yang berputar dengan dahsyat mendadak berhenti. Pada jeda itulah, Kamito mulai berlari.

“Masih belum, Kamito!”

“....!?”

Di saat yang sama Claire berteriak, auman Roh Angin kembali membahana---

Dari lubang besar kosong di permukaan tanah, Burung Roh raksasa mengepakkan sayapnya---

“Apa yang kamu lakukan! Lekas gunakan Senjata Elementalmu!”

“Hn, biarpun kamu bilang begitu----“

Pada saat itulah, hembusan angin yang membawa massa berat bergerak cepat di tanah sambil terus menyerbu maju.

Batu pijakan terpotong dalam garis lurus. Kamito dengan cepat melompat minggir.

Sambil bergumul di tanah, ia dengan cepat melafalkan mantra pemanggilan Roh di bibirnya.

Simbol Roh sedikit bersinar tapi seperti sebelumnya jalur dengan Roh Terkontrak tak bisa tersambung.

......Masih belum bisa, ya?

Ia menyerah, pada saat itulah---Pedang kecil cemerlang terstruktur di telapak tangannya.

Sama seperti Senjata Elemental menggelikan sebelumnya, tapi lebih baik daripada tidak ada apa-apa.

“Kamu mencoba kabur, Kazehaya Kamito!? Sepertinya aku sudah salah menilaimu!”

Ellis, dengan kuncir kudanya berayun, menyerbu ke arah tanah.

“Ahh! Aku hanya perlu bertarung, kan!?”

Kamito mempersiapkan pedang kecilnya dan menyerbu ke arah Ellis. Yang pertama menyerang menang. Kalau ia mengalahkan Kontraktor Rohnya dulu, maka Roh Terkontraknya secara otomatis akan menghilang.

“Kamito, dibelakangmu!”

Suara Claire muncul dari belakangnya – Kamito lekas melompat ke samping.

Sayap dari Roh Angin Sihir menerjang tempat Kamito berdiri barusan.

“.......Cepat amat!”

Diantara kelima Roh Elemental Utama, satu-satunya yang mengklaim memiliki kecepatan terbaik adalah Roh beratribut angin. Dan saat ini Ellis sedang mengendalikannya.

Roh Angin Sihir, menari di langit malam, membalik seperti busur – dan meluncur turun.

Kamito melompat lagi. Roh Angin Sihir yang menerjang tanah menghembuskan banyak tanah dan pasir – dan mendadak bertransformasi menjadi pedang pedang tak terhitung jumlahnya yang menebas lengan Kamito.

“....Ugh...!”

Rasa sakit menyerbu lengan kanannya. Sebetulnya, lengannya sama sekali tidak terluka – Namun rasa sakitnya seperti merasuk kedalam kesadarannya.

---Yah, nggak kuduga akan berubah jadi pedang angin dalam waktu secepat itu

Kamito terpana dalam pikirannya. Kompetensi Ellis sebagai Kontraktor Roh memang tak lagi bisa diragukan.

“Kamito, aku melindungimu!”

Di waktu yang sama dengan suara itu, kobaran api menyala nyala di langit malam merah.

Claire menggunakan Senjata Elemental Claire – ‘Kobaran Api’.

Tebasan api menghancurkan semua pedang angin membentuk busur dalam sekejap.

“Takkan kubiarkan kamu ikut campur pertarungan Ketua kami!”

Ksatria berambut kepang, Reishia, menyerbu Claire.

Senjata Elemental di tangannya adalah pedang es transparan – Tampaknya dia juga Kontraktor Roh es seperti Rinslet.

Namun, peringkat Rohnya benar benar bukan tandingan Fenrir milik Rinslet. Sepertinya dia punya kompetensi untuk melepaskan Roh Terkontraknya sebagai Senjata Elemental namun masih belum selevel Rinslet.

Dia bukan tandingan Claire – Kamito menyimpulkan itu dan melempar pandangannya pada Ellis, yang tiba-tiba sudah berada di depannya.

Pada saat itulah, disertai suara hantaman keras terus menerus, tanah di hadapannya benar-benar hancur berkeping keping.

“....”

“Hmph, cobalah kalau bisa melawan Senjata Elementalku – ‘Penghancur Batu’!”

Gadis berambut pendek Rakka, berteriak dengan nada bersemangat.

Senjata Elementalnya berbentuk martil besar dengan gagang panjang. Namun tampak mudah diayunkan oleh lengan kecil gadis itu.

Kamito melompat dan bergerak mundur, mencari jarak diantara mereka. Rakka sepertinya lebih bersemangat ketimbang Reishia.

Sambil menjaga jarak, ia mengejar Ellis,yang berada di wilayah pandangannya---

Ellis memanfaatkan serangan Rakka dan sudah bergerak lebih dulu.

Memang Ketua Ksatria, keahlian memimpin Ellis sangat tinggi.

Pertama menggunakan serangan Roh Angin untuk meluncurkan serangan kejutan guna memicu kekacauan di medan tempur. Selanjutnya menyerang Claire di pertahanan tengah dengan Reishia dan Kamito yang berada di garis terdepan dengan Rakka. Ketika dua pemain sudah tertahan, Ellis dengan kekuatan tempur tertinggi akan menyerang Rinslet di garis belakang. Strategi yang sangat brilian.

.....Sebelum menyerbu Ellis, aku harus bereskan gadis ini dulu

Kamito melangkah maju dan melancarkan tebasan. Kilatan pedang perak sedikit melukai tangan Rakka.

Karena serangan dari Senjata Elemental, darah tak akan mengucur – tapi rasa sakitnya masih bisa dirasakan.

“Pria ini.......!”

Wajah Rakka memerah marah. Ia mengincar bagian atas kepala Kamito dan mengayunkan martil Pemecah Batunya.

Terjadi gemuruh besar. Tanah disekitarnya hancur dan puing puingnya berserakan. Pasti itu adalah Roh dengan atribut Tanah. Sudah diduga, daya penghancurnya besar namun karena ayunannya lambat, sangat mudah untuk mengelak.

“Cih, kamu ceroboh!”

Gadis ini juga sepertinya belum menguasai Senjata Elementalnya. Atau mungkin, peringkat Roh Terkontraknya lebih rendah dibanding kompetensinya yang besar – Roh yang seharusnya dia gunakan justru memanipulasinya.

“Jangan kabur! Bertarunglah dengan jantan, Kontraktor Roh laki-laki!”

“Ini bukan berarti aku sekedar kabur. Dalam pertarungan kelompok, kamu harus lebih memperhatikan wilayah sekitarmu.”

“Apa!?”

“Pemburu yang lapar sedang mengincar targetnya.”

Di saat itulah, panah es tiba-tiba meluncur dan menusuk dada gadis itu.

Rakka terlempar dan jatuh memantul mantul di tanah.

Senjata Elementalnya, ’Pemecah Batu’, berubah menjadi partikel cahaya dan lenyap.

“Fuu, tembakan bagus!”

Kamito menoleh ke arah suara itu berasal.

Di dinding terluar teater, terdapat penampilan Rinslet yang menyibakkan rambut platinanya.

“.....Kenapa kamu, yang hanya sebagai pendukung belakang, berdiri di tempat keren begitu?”

“Ah, sudah alami bagiku untuk berada di tempat yang lebih hebat daripada Claire!”

“An....anjing bodoh itu....! Kamu hanya bisa menembak dari kejauhan saja kan?”

Claire berteriak seperti anak kecil kelaparan.

“Fuu, sebagai Nyonya besar dari keluarga terhormat Laurensfrost, aku nggak akan puas kalau nggak berada di tempat terhebat dalam Tarian Pedang.”

“Itulah Nyonya!”

Carol dengan bangga terus mengibar ibarkan benderanya.

“Hmm, kalian cukup hebat juga, kelas Raven.”

--Pada saat itulah, di belakang tercipta pusaran angin yang besar.

Mengembangkan sayapnya, Roh Angin Sihir mengaum dan terbang mengincar Rinslet.

“Sasaran bagus! Taring Es Pembeku, serang ’Panah Pembeku’!”

Rinslet dengan cepat menembakkan panah esnya.

Roh Angin Sihir dengan cepat bertransformasi menjadi pedang angin tak terhitung jumlahnya dan menyerbu ke arah Rinslet.

“Kyaaaa!!!”

“Rinslet!!!”

Di depan Claire, yang berniat menuju ke arahnya, si gadis berkepang memblokir jalannya.

Ia dengan cepat memasuki jarak cambuk yang Claire kehilangan fokusnya dan tertebas dengan pedang esnya. Usai masuk ke jarak serangnya, pedang es lebih unggul. Claire perlahan lahan terus tertekan mundur.

“Kenapa kamu! Beraninya kamu melakukan itu pada Rakka!”

“Kuu---Kamito, lekas kejar Ellis!”

“Ahhh!”

Claire memberi perintah karena menyadari kalau Ellis semakin tak terhentikan.

Ellis berlari sepanjang tangga teater. Ia berniat untuk menghabisi Rinslet.

Kamito mengincar kaki Ellis dan melempar pedang pendeknya. Ia menyadari kalau gadis ini berbahaya – Ellis melompat ke samping dan sampai di tempat duduk penonton.

Pada sasarannya, suara berfrekuensi tinggi mendadak muncul. Senjata Elemental Pedang pendek itu menabrak dinding dan hancur berkeping keping.

“Hmm, Senjata Elemental yang sangat rapuh.”

Sambil Ellis mengatakan itu, ia memanggil Roh Angin ke tangannya.

Dan kemudian----

Angin jahat, tembuslah jantung musuhku, jadilah tombak angin sihir dan terwujudlah di tanganku!

Tak lama setelah melafalkan mantra berbahasa Roh itu – angin bertiup sangat kencang dan di tangannya muncul sebuah tombak yang sangat panjang.

Itu adalah Tombak Panjang Upacara dan pola pola kecil tertempa sepanjang gagangnya.

Ujungnya, disinari oleh cahaya merah bulan, terbungkus hembusan angin tajam dan sedikit mengeluarkan suara angin.

Rambut kuncir kudanya, yang sedikit mencapai pinggangnya, berayun dengan cepat tersapu oleh tiupan angin kencang.

Ellis memutar mutar tombaknya di satu tangan dan menatap Kamito dengan ekspresi dingin.

“Inilah Senjata Elementalku, ’Tombak Elang’.”

Kamito----

“Cantik sekali......”

Tanpa ragu, mengeluarkan ucapan itu.

“Hah, ternyata kamu paham – keindahan dari ‘Tombak Elang’ ini.”

Memamerkan Tombaknya yang hebat itu, Ellis melebarkan pipinya, terlihat senang.

“Bego, maksudku kamu! Jangan buat aku mengulanginya lagi, malu!”

“Ap......aku...?”

Wajah Ellis merona kemerahan dan nampak salah tingkah.

“Hei, ka....kamu hanya mau mengejekku kan? Kazehaya Kamito?”

“Nggak, aku hanya merasa terpesona.”

“Te.....Terpesona.......Ah......”

Wajah Ellis semakin memerah........seolah ingin mengusir pikiran jahat dalam kepalanya, ia menggeleng dengan cepat.

“Uhh.....lelucon nggak bermutu itu......sudah kuduga, kamu hanya mau mengejekku kan?”

“Nggak, kamu memang can-----Owaaaaa!!!”

Mengamuk, Ellis melemparkan tombaknya dengan wajah masih merah.

Namun karena konsentrasinya masih lemah, serangannya mudah dihindari.

Namun, ketika ujung tombak nyaris mengenai punggungnya, di saat itulah.

Pisau-pisau angin meluncur dan menebas seluruh tubuhnya.

Ugh.....!

Karena rasa sakit tak terduga, Kamito kebingungan dalam kepalanya.

--Senjata Elemental itu bisa melepaskan pisau-pisau angin ya?

Sambil menahan rasa sakit di seluruh tubuhnya, Kamito melompat ke belakang dalam satu tolakan.

Tombak sihir itu bisa menciptakan pisau angin, jadi tak ada artinya mengelak dengan jarak setipis kertas.

Namun, Ellis melompat lagi dan melepaskan hujan serangan seperti kesetanan.

“Apa kamu mencoba kabur.......dasar pria nggak tahu diri! Akan kuubah kamu jadi tiramisu!”

“Apa? Apa membuat kue juga keahlianmu? Kamu ini gadis cemberut yang manis.”

“A....aku baru-baru ini saja latihan bikin kue. Demi pangeran tampan yang akan aku nikahi kelak----Eh, kenapa kamu membuatku mengatakan itu!? Dan siapa yang gadis cemberut yang manis?”

Ellis menebas dinding teater sekuat tenaganya dalam satu serangan dan puing-puing berserakan kemana-mana.

........Cewek ini, dia betul-betul kuat

Memang begitulah seseorang, yang bertindak sebagai Ketua Ksatria Sylphid di tanah para Kontraktor Roh ini.

Tarian pedangnya sangat indah seperti Kagura, dimana Rohnya sangat menikmatinya.

Luka di tangannya terasa sakit.

Ia paham kalau inderanya perlahan semakin tajam.

Tarian Pedang yang serius membuat darahnya serasa mendidih.

Tubuhnya mengingat kembali sensasi dari tiga tahun silam.

Namun, bukan yang seperti ini

Menyebalkan karena kakinya tak bergerak sesuai perintahnya. Kemampuan nalurinya dalam membaca serangan musuh juga sudah mundur.

Aku---

“Kamu, jangan kabur!”

Melepaskan rasa haus darah dan kemarahan bertubi-tubi, Ellis datang menyerbu.

Itu bukan tikaman yang fatal, namun dihujamkan sekuat tenaganya untuk memutuskan hasil dari pertandingan ini.

Namun, kesempatan yang fatal tercipta.

“Taring Es Pembeku, serang ’Panah Pembeku’!”

Rinslet, yang telah pulih dan menunggu kesempatan untuk menembak, meluncurkan panah esnya tanpa menunda nunda.

Secara terus menerus----

“Menarilah, Api merah membara yang mengundang kehancuran – ‘Kobaran Neraka’!”

Usai Claire membereskan Reishia, ia melepaskan Senjata Elemental atribut apinya.

“......”

Ellis membuka kedua matanya dengan terkejut.

Waktunya sungguh sempurna. Pelepasan Taring Es dan Kobaran Api menyerbu lurus pada target mereka – Ellis.

*Pariiinnn!!!*

Namun, kedua serangan ini bertabrakan di udara.

“.....Hah!?”

Wajah Kamito menjadi masam.

Ellis, di hadapannya, juga masih berdiri dengan wajah bengong.

“Hey, Rinslet! Kenapa kamu menghalangiku!?”

“Ap....apa? harusnya kamu yang minggir dari jalanku!”

Pada saat itulah, mereka berdua mulai bertengkar lagi.

“M.....mereka berdua......”

Kamito lupa kalau mereka masih di tengah-tengah duel dan hanya bisa mendesah.

......Mereka punya kekuatan, tapi kerjasama tim mereka berantakan tak karuan

“---Bodoh sekali. Perpecahan dalam kelompok!”

Ellis Fahrengart mengangkat Senjata Elementalnya sekali lagi.

Angin kuat disertai halilintar yang belum pernah terlihat sebelumnya, berkumpul dengan cepat.

“Su....sudah mengejekku dengan menyebutku cantik, akan kubuat kamu menyesal-----“

Sudah tak bisa lari lagi. Kamito berdoa untuk takdirnya dalam hati, pada saat itulah----

“Tunggu, Ellis! Ada yang tidak beres-----“

“Apa? Sekarang kamu mau minta ampun?”

Berhenti di tengah jalan – Ellis menutup mulutnya.

Sepertinya dia sendiri juga sudah sadar.

“Apa, kehadiran ini kan..........”

Suasana di wilayah tersebut terasa begitu berat. Sensasi ini, seperti rasa dingin di punggung ,adalah—


Apa?

Apa ini?

Claire dan Rinslet sepertinya sudah menyadarinya juga. Mereka melihat ke langit malam yang suram dan memiringkan kepala mereka dalam keraguan.

Tiba-tiba, suara bagai halilintar terdengar.

Dan kemudian – dari robekan di langit, muncullah---


Bagian 3[edit]

Itu adalah – rahang raksasa, mengapung di udara.

Tak memiliki kepala, tubuh, maupun ekor. Hanya rahang dengan barisan gigi yang membuat suara gemeretak.

“Itu.......jangan-jangan.......Roh Sihir?”

Penampilan tiba-tiba Roh sihir itu membuat Kamito merinding dan ketakutan.

Roh Sihir – sesuatu dengan kemampuan sihir tingkat tinggi yang sangat berbeda dari manusia, sehingga, ia adalah Roh beringas yang takkan pernah bisa dijinakkan oleh Kontraktor Roh manapun.

“Roh Sihir, kenapa bisa ada di tempat seperti ini?”

Pada saat itulah---

Vo.....Ruoooooonnn....!!!!!

Auman Roh Sihir yang serasa memecahkan telinga itu membuat para gadis merunduk.

Terasa intimidasi menekan darinya. Kekuatan spiritual yang terasa di kulitnya bisa dibandingkan dengan Roh Sihir Kelas Manusia.

Lebih jauh lagi—

Apa dia...sedang mengamuk?

Kamito menjatuhkan suaranya dan dengan hati-hati menganalisa Roh di langit.

Roh Sihir memang beringas, namun sangat tidak mungkin ia mengamuk tanpa alasan apapun.

.....Apa yang terjadi?

Berpikir keras dalam kepalanya – Kamito mengingat sesuatu.

Mengingatkannya, sebelum duel – Roh Air dalam perangkat Roh di kamar Claire mendadak lepas kendali.

Fenomena yang sukar dibayangkan tapi kalau Roh Air mengamuk pada waktu itu, sangat alami kalau Claire juga tak bisa mengendalikannya.......Apa ada hubungannya dengan fenomena ini?

Selain itu—

Claire bilang kalau Roh kuat jarang sekali muncul sepanjang area ini

Kalau ada kemunculan Roh kuat secara kebetulan—itu sangat tidak alami.

Apa-apaan

Rahang yang mengapung di langit menggilas banyak pohon dalam hutan dan menghancurkan reruntuhan kuno berkeping keping. Pecahan-pecahan batu yang hancur berjatuhan dari langit.

“Claire Rogue, lebih baik kita hentikan duel ini dan bekerjasama.”

“......Aku paham.”

Claire dengan patuh mengangguk pada kata kata Ellis.

Semua orang di tempat ini sadar betul betapa berbahayanya Roh Sihir itu.

Bukan berarti dia dipanggil dalam bentuk murni yang sama seperti Roh Terkontrak.

Kalau tergigit oleh gigi-gigi itu, tubuh manusia dan objek lainnya tak ubahnya selembar kertas.

“Kita mengungsi dulu. Aku akan jaga dari belakang, kalian bawa dua yang pingsan itu.”

Ellis mempersiapkan Tombak Elang dan dengan cekatan turun ke pusat reruntuhan kuno.

“Tidak, aku saja yang jaga bagian belakang. Itu bukan sesuatu yang bisa ditangani oleh Roh Terkontrak bagaimanapun caranya.”

Cara melawan Roh dan melawan Kontraktor Roh manusia sangatlah berbeda. Tentu saja, ini bukan berarti gadis-gadis itu tak paham cara melawan Roh namun—tetap saja dia adalah lawan yang terlalu berbahaya untuk dilawan Ellis seorang diri.

“Berhenti melucu! Kamu bisa apa, kamu bahkan nggak bisa menggunakan Roh Terkontrakmu!”

“Itu....”

Kamito menggerutu dengan kesal. Memang, itu bukanlah sesuatu yang bisa dia lawan dengan Senjata Elementalnya yang tak bisa diandalkan.

“Bicaranya nanti saja! Serahkan ini pada Ellis, kita harus lari!”

Rinslet bersiul dan Fenrir, dalam wujud Serigala Putih, datang sambil memanggul Reishia dan Rakka yang pingsan. Carol juga datang sambil berlari.

“Claire, kenapa kamu hanya melamun saja!?”

Rinslet menarik lengan baju Claire.

--Claire tengah menunduk seperti sedang memikirkan sesuatu dan ia tiba-tiba mengangkat kepalanya.

“Ellis, biar aku yang jaga belakang.”

“Apa?”

Ellis membuka lebar matanya. Claire mencambukkan cambuk kulitnya dan memanggil Roh Terkontraknya, si Kucing Neraka.

“....”

Pupil merah Claire terpaku pada sosok Roh Sihir yang mengamuk seperti badai besar.

......Seolah ia terpesona pada kehadirannya.

Menanggapi penampilan Claire—Kamito sadar dan memahami sesuatu.

Cewek ini—jangan-jangan dia....

Claire sangat terobsesi untuk mendapatkan Roh yang kuat.

Demi mengetahui kebenaran tentang kakaknya, Rubia Eilstein, ia membutuhkan kekuatan.

Sehingga, ia nekat membuat kontrak dengan Roh Tersegel yang berbahaya.

“Kamu, jangan bilang kalau—Kamu berniat menjadikan makhluk itu Roh Terkontrakmu!”

“.....”

Claire tak menjawab. Ia hanya menatap bisu ke arah Roh Sihir di angkasa.

“Kamu sudah gila! Itu adalah Roh Sihir, apalagi dia dalam kondisi mengamuk!”

Kamito berteriak, Claire mengayunkan rambut kuncir duanya dan akhirnya menoleh.

“.....Hanya kesempatan sekali seumur hidup.”

Ia menggigit bibirnya dan bergumam dengan ekspresi seolah ia sudah berpikir masak masak.

“Sejak awal sangat tak mungkin bisa menemui Roh selevel itu didalam Hutan Roh. Selain itu, bukan berarti nggak ada Kontraktor Roh yang belum pernah menjalin kontrak dengan Roh Sihir sebelumnya.”

“Maksudmu Greyworth? Dia itu Penyihir!”

“Aku juga mungkin punya kualitas sebagai Penyihir.”

“Berhentilah berbuat bodoh, kamu bisa mati!”

Kamito merebut tangan Claire, yang bisa pergi melesat kapan saja.

Claire melotot tajam ke arah mata Kamito.

“Jangan halangi aku. Alasanku menginginkan Roh kuat, sudah kukatakan tadi, bukan?”

“Ahh, aku paham. Tapi percuma saja. Kemampuanmu tak mungkin bisa melakukannya.”

“....Diam! Lepaskan! Orang lemah macam kamu kabur saja!”

Claire mengguncang lengan Kamito dan berteriak.

Didalam pupil merahnya, menatap pada Kamito, sedikit kebencian muncul.

“Padahal sudah mencuri Roh Tersegelku! Tapi kamu hanya bisa menggunakan Senjata Elemental yang sia-sia, apa hakmu mengatakan semua hal itu padaku!”

“Itu....”

Kamito terlihat sangat terpukul. Wajar kalau Claire marah padanya. Meski sudah menjalin kontrak dengan Roh yang tangguh, ia tak bisa menggunakan kekuatannya dengan sempurna.

“Apa?......kamu sudah kehabisan kata-kata?”

Claire dengan tegas membuang pandangannya.

“Akan kutangani ini sendiri. Kalian semua kabur saja!”

“Claire Rogue, kamu—“

“Ellis mencoba untuk melindungi kita semua. Aku nggak sudi memikirkannya, tapi kalau aku—“

Claire sudah kehabisan kata-kata.

Dan kemudian—

“.....Scarlet!”

Ia memanggil partnernya, nama Roh Apinya dan berlari ke arah Roh Sihir yang terus memangsa hutan.

“Claire!”

Kamito mengulurkan tangannya dalam kebingungan.

Pada saat itulah, Roh Sihir itu mengaum.

Gelombang kejut menerpa. Pohon-pohon di sekitarnya bertumbangan.

“Angin, berkahi kami perlindungan dewa—‘Dinding Angin’!”

Dengan tangkas, Ellis melafalkan mantra Roh dan melindungi semua orang di belakangnya.

Sial, Claire--

Sambil bertahan dari puing yang menerpanya, Kamito mengikuti Claire dengan matanya.

Claire sedang—menari di udara.

Ia menaiki angin seperti percikan api yang beterbangan di udara.

Di tangannya adalah Roh Apinya yang dilepaskan dalam bentuk Senjata Elemental—‘Lidah Api’, yang ia sedang genggam.

Bara Api merah membara menebas kegelapan malam hari.

Roh Sihir membuka rahang raksasanya dan membuat suara gemeretak keras seperti gigi-gigi yang digerakkan dengan cepat.

.....Nggak bagus, dia terlalu ceroboh!

Gadis itu, Claire Rogue, yang Kamito ketahui adalah Kontraktor Roh berbakat, memiliki daya pikir tenang dan kehebatan membuat strategi—setidaknya dalam duel.

Namun, Claire telah kehilangan pikirannya saat ini.

Perasaannya pada kakaknya, Rubia Elstein, membuat ia kehilangan akal sehatnya.

Kemarahannya pada kakaknya, yang telah mengkhianatinya. Namun, rasa sayangnya yang besar—menimbulkan konflik luar biasa dalam dirinya dan memberinya keberanian tak terduga.

“Sungguh kuat! Jadilah milikku!”

Cambuk Api menari dengan elegan. Rambut merah kuncir duanya menari di langit malam.

Cambuk Api menari dengan elegan. Rambut merah kuncir duanya menari di langit malam.

Itulah—Kontraktor Roh, Tarian Pedang Claire Rogue.

“.....”

Sangat indah—pikir Kamito.

Meski di saat yang sulit ini—Kamito, untuk sesaat, terpesona oleh performanya dan melupakan segalanya.

......Sama seperti waktu itu.

Waktu ketika dia melawan Roh Pedang yang mengamuk itu seorang diri.

Kamito dengan tenang meremas tinjunya dan menoleh. Kemudian—

“Ellis, Rinslet, kuserahkan sisanya pada kalian berdua!”

“Wha....apa kamu bodoh?!”, ”Dasar idiot!”

Mereka berdua berteriak di waktu yang sama. Kupingnya terasa sakit.

“Aah, aku ini memang bodoh. Benar-benar bodoh!”

Kalau Greyworth ada disini, ia pasti akan mengejek Kamito habis-habisan.

Untuk mengambil kembali hal penting yang hilang darinya, ia sudah hidup dengan mata tak bernyawa selama tiga tahun ini.

Namun, ia dengan nekat harus mempertaruhkan nyawanya untuk hal semacam ini.

Namun—

“Aku adalah Roh Terkontraknya!”

Karena itulah—

“Jadi, hm, aku harus membantunya, mengembalikan gadis kucing api itu!”

“Tunggu, Kazehaya Kamito!”

Kamito menyibakkan tangan Ellis yang mencoba mencegahnya dan mulai berlari kencang.

Api merah membara tengah menari dengan Roh Sihir dalam Tarian Pedang.

Akan sangat buruk kalau gadis bangsawan itu lenyap—Kamito tak ingin melihatnya mati.

Bagaimanapun, dia hanyalah gadis yang normal.

Penuh ego dan bertemperamen tinggi.

Menaruh sikap luar yang kuat, mudah kesepian.........namun baik hati.

Menyukai makanan kaleng dan novel percintaan.

Ooooo-...ooonnnnn!!!!!

Roh Sihir mengaum keras keras.

Ia melepaskan gelombang kejut yang menghembuskan hutan dan Claire jatuh terjerembab ke tanah.

“—Claire!”


Bagian 4[edit]

“Ah.....ah.....ah....”

Claire, usai terlempar ke tanah, mulai ketakutan.

Roh Sihir yang beringas itu membuat suara berdecit dengan rahangnya.

Seolah olah—dia sedang tertawa.

Claire mencoba untuk kabur namun kakinya bergetar hebat dan tak mau digerakkan.

Begitu menakutkan. Ketika ia bertarung, sensasinya masih tak terasa. Namun di saat ini—

“Ka....kamu tidak menyeramkan. Karena itu jadilah Roh Terkontrakku!”

Roh Sihir, mengapung di udara, tak punya alasan sama sekali untuk menanggapi omong kosong itu—dia justru tertawa dengan keras.

Tubuh Claire bergetar hebat dan secara spontan, ia menutup matanya. Hanya sebaris gigi tak akan menggigit satu sama lain. Terhadap benda tak familiar seperti itu, rasa takut secara insting merasuki seluruh tubuhnya.

--Pada saat itulah, Lidah Api di genggaman Claire mendadak lenyap.

Bukan karena dia membatalkan pelepasan Senjata Elementalnya. Scarlet melawan kehendak Claire dan memilih untuk kembali ke wujud Kucing Nerakanya.

“Scarlet, kenapa...??”

Claire bergumam dalam suara samar-samar.

Apakah dia akhirnya akan diabaikan oleh Roh Terkontraknya sendiri—

Namun, si Kucing Neraka, terbalut oleh api kemudian menendang tanah dan terbang menjauh.

“....!”

Pada saat itulah, Claire akhirnya mulai menyadari. Scarlet—

“Tidaaaakkkkk!!! Scarlet!!!”

Teriakan Claire menggema.

Scarlet tak berhenti. Dia mengeluarkan taring panjangnya dan menyerbu ke arah Roh Sihir.

Memang Api panas membara yang bahkan dapat melelehkan baja. Namun,hal itu sama sekali tidak efektif melawan Roh Sihir.

Dalam sekejap, gigi-gigi Roh Sihir tanpa ampun menggigit dan menghancurkan tubuh Scarlet.

Dia berteriak dalam penyesalan. Roh Api, yang tergigit dan hancur, lenyap di udara seperti pusaran air.

“......Ah.....Scar.....let.....”

Claire, seolah kekuatan telah meninggalkan tubuhnya, hanya bisa menjatuhkan lututnya diatas tanah.

Mengikuti alasan, ia paham kalau ia seharusnya segera kabur.

Itu adalah kesempatan terakhir yang Scarlet berikan kepadanya.

Disamping itu, kakinya masih bergetar dengan hebat. Dia bahkan tak bisa berdiri.

Rasa penyesalan mendalam serasa membius seluruh tubuh Claire.

Gara gara aku—Scarlet--

Di sudut matanya, dimana Kucing Neraka lenyap, air matanya tumpah.

....Aku sungguh bodoh. Padahal Kamito sudah berusaha menghentikanku!

--Sudah tahu tak bisa menang, tapi aku tetap nekat!

Ia menyalahkan dan menyalahkan dirinya sendiri.

Roh Terkontraknya, yang sama pentingnya seperti keluarganya, juga telah lenyap.

Selagi Roh Sihir membuat suara berisik ke segala arah, ia perlahan turun.

Gerigi sinis yang telah merobek Scarlet berkeping keping itu—

“Tidak......”

Air mata mengalir di pipinya. Suara kaku muncul dari kedalaman tenggorokannya.

“Tolong aku..........tolong aku.........kakak...........”

Ia menutup matanya dalam keputusasaan, dan pada saat itulah,

“Claire!”

Ia mendengar suara Kamito.


Bagian 5[edit]

“Oooooooooo!!!!!!”

Sambil mengeluarkan teriakan perangnya, Kamito menyerbu ke arah Roh Sihir.

Simbol Roh, yang tertempa di tangan kanannya, mengeluarkan cahaya putih kebiruan.

Ratu baja berkepala dingin, pedang suci yang menghancurkan kejahatan!
Sekarang terbentuklah Pedang Baja dan jadilah kekuatan di tanganku!

Sambil berlari di tanah berlumpur, ia melafalkan mantra pemanggilan.

Di telapak tangannya, partikel cahaya tercipta dan bertransformasi menjadi bentuk pedang.

Namun, ini saja masih tidak cukup. Melawan Roh Sihir yang melenyapkan Roh selevel Scarlet dalam sekali serangan, pedang pendek itu tak ada apa-apanya.

--Kumohon, pinjamkan aku kekuatanmu, Roh keras kepala!

--Aku tahu, kekuatanmu memang seperti itu!

Luka di tangan kirinya mulai terasa sakit lagi.

Lagi-lagi, jalan terbuka dengan Roh Terkontrak tertutup—

Namun, tanpa menggubrisnya, Kamito terus menuangkan kekuatan dewa kedalam simbol Roh di tangan kanannya.

Memberikan rasa tak mengenakkan. Rasa sakit seperti terbakar mengalir sepanjang sistem saraf lengan kirinya.

--Maaf Restia. Yang aku butuhkan saat ini bukanlah kamu

Iya—yang ia butuhkan bukanlah masa lalu.

Namun kekuatan yang bisa menyelamatkan Claire saat ini dan disini juga.

Dari simbol Roh di tangan kirinya, kilatan kilatan cahaya meledak-ledak.

Sensasi dari tiga tahun lalu itu kembali muncul dalam benaknya.

Kapanpun ia menendang tanah untuk mempercepat larinya, sensasi di seluruh tubuhnya semakin tajam.

Sampai sampai gerakan Roh Sihir itu terlihat seperti gerak lambat.

Ingatlah kembali—perasaan itu!

Sensasi dari Tarian Pedang—dimana ia menari bersama dengan partnernya, Roh Gelap.

Aku adalah--

Kamito menendang tanah dan melompat tinggi tinggi.

Aku adalah Penari Pedang Terkuat – Ren Ashbell

Pada saat itulah, kilatan cerah dan menyilaukan tercipta di telapak tangannya.

Dari simbol Roh di tangan kanannya, kekuatan dewa dalam jumlah besar mengalir dengan deras.

Jalan menuju Roh Pedang Tersegel itu akhirnya terbuka.

Tak lama kemudian, di tangan Kamito; ia memegang pedang yang tak umum digunakan orang.

Pedang yang terlalu besar untuk digunakan seseorang—Pedang Pembasmi Iblis.

Dan kemudian—

“Lenyaplah, rahang keparat!”

Ayunan Pedang luar biasa itu menghantam tubuh Roh Sihir dan menghancurkannya hingga berkeping keping.


Bagian 6[edit]

Hujan yang turun mulai membasahi punggung Claire.

Rambut merah kuncir duanya menetes air dan menempel erat ke tubuhnya.

“Claire......”

Kamito mencoba memanggilnya dari punggungnya, yang masih merunduk di tanah.

“Hmmm.........baguslah kamu selamat.......”

“.......bagus....apanya.........”

Claire bergumam dalam suara gemetaran.

“Sc....Scarlet....ku.....”

Ia menoleh dan dari pupil mata merahnya, tetes-tetes air mengalir.

“Kamu—“

“Kamu terlambat, bodoh! Padahal kamu adalah Roh Terkontrakku!”

“Ahh, maafkan aku.....”

Kamito dengan bingung membuang tatapannya.

“Kenapa?”

“Eh?”

“Kamu memiliki kekuatan sebesar itu tapi kenapa sejak awal—“

Claire perlahan memegang kerah seragam Kamito—

“.....”

Ia dengan lemah melepaskan pegangannya.

“.........bukan. Itu karena aku lemah.”

Ia mengeluarkan suara tanda kekalahan.

“Karena aku lemah, aku gagal menolong Scarlet. Karena aku lemah, aku—“

--Dia tak mampu menghentikan kakaknya.

“Seandainya aku punya.......aku punya kekuatan.......”

Sambil diguyur air hujan, Claire mengulangi kalimat itu dengan ekspresi semendung langit.

“Oi, jangan begitu terus!”

Kamito meraih bahu Claire.

.....Eh?

Tubuh Kamito mendadak terhuyung.

Bidang pandangnya gelap......kesadarannya mendadak dibawa pergi entah kemana.

Sepertinya serangan dari Senjata Elemental sebelumnya telah menguras habis kekuatan spiritualnya.

Sial, benar-benar Roh yang..........menghabiskan tenaga

Sambil mengutuk dalam kepalanya, Kamito kehilangan kesadarannya.


Back to Bab 5 Return to Halaman Utama Forward to Bab 7