Toaru Majutsu no Index ~ Bahasa Indonesia:Volume15 Chapter4

From Baka-Tsuki
Revision as of 13:51, 16 March 2013 by Undesco (talk | contribs)
Jump to navigation Jump to search

Chapter 4: Perbedaan Setipis Kertas antara Menghina Diri Sendiri dan Rasa Bangga. Enemy_Level5.

Part 1

Pada akhirnya, dia menghanyutkan abu mayat tersebut di sungai.

Hamazura Shiage tidak sanggup membuang abu tersebut ke mesin pengolah sampah dapur otomatis. Dia tahu bahwa tindakannya hanya memuaskan dirinya sendiri dan melakukannya membuat lingkungan tercemar, namun dia tetap menahan diri dari pikiran untuk membuang apa yang tadinya adalah manusia ke tempat sampah dapur.

(...Aku menyedihkan.)

Dia telah berpisah dari Takitsubo dan sekarang sedang berbicara pada dirinya sendiri sambil menelusuri jalan di pinggir sungai.

(Aku tidak bersimpati pada orang di kantung tidur itu, aku cuma takut bahwa akulah yang berikutnya ada di sana. Aku hanya melakukannya karena aku tidak ingin dibuang seperti itu ketika aku mati.)

“Sialan...”

Dia menahan dorongan untuk menanyakan dirinya sendiri apakah dia benar-benar harus kembali ke ITEM dan mulai berjalan kembali ke arah mereka.

Saat itulah seseorang memanggilnya.

Hamazura tidak menghiraukan orang tersebut dan mulai melanjutkan jalannya, tapi orang itu memegang pundaknya dari belakang.

Sebelum dia sempat berbalik, sebuah pukulan mendarat.

Dia menerima pukulan di belakang kepalanya dan jatuh ke tanah yang kotor.

Dia mendengar suara tawa dan menoleh. Dia melihat tiga anak laki-laki yang tidak pernah dilihatnya sebelumnya. Salah satu dari mereka memegang tongkat golf. Dialah yang telah memukul Hamazura barusan.

(...!? Perampok?)

Delapan puluh persen populasi Academy City terdiri dari pelajar. Pada jam-jam tertentu, asrama siswa nyaris kosong sepenuhnya. Ada beberapa grup pelajar berandalan bersenjata yang bekerja sebagai perampok dan menggunakan saat-saat seperti itu demi keuntungan mereka.

“Aku benar. Aku pernah melihat orang ini sebelumnya. Dia dari Skill-Out Distrik 7, ‘kan?”

“Bukannya mereka sudah musnah?”

“Siapa peduli? Kita akan membuatnya babak belur di sini.”

Dengan perkataan itu, mereka semua tertawa. Tendangan demi tendangan meluncur ke arah Hamazura dari segala arah sebelum dia sempat mengatakan apapun. Mereka semua hanya tertawa.

“Kau tahu, Skill-Out? Sampai beberapa waktu lalu, hidup kami sulit.”

“Pemimpin kalian...Komaba, ya ‘kan? Dia benar-benar menyusahkan. Dia membuat kami tidak bisa melakukan pekerjaan kami dengan baik.”

“Untuk membayarnya, kami akan membuat wajahmu begitu rusak hingga mereka hanya bisa mengidentifikasikanmu sebagai ‘Pemuda A’. Mengerti?”

Hamazura ingin mengatakan bahwa itu bukanlah salahnya, tapi sebuah tendangan mendarat di bagian samping perutnya. Dia kesulitan bernapas dan tidak bisa mengatakan apapun.

(Si...al...an...)

Wajah tak dikenal di dalam kantung tidur kembali ke pikirannya. Dia tidak bisa menghilangkan pemandangan lelaki itu dibakar di tungku elektrik dan abunya hanyut di sungai dari pikirannya. Fakta bahwa dia juga bisa dimusnahkan seperti itu dan remehnya kehidupan seorang Level 0 mengisi kepalanya.

Kemudian sebuah pipa logam kira-kira setebal jempol yang digunakan sebagai pipa gas propana berguling di tanah yang kotor tersebut.

Hamazura Shiage tidak ragu-ragu.

“!!”

Dia menggenggam pipa berbentuk L tersebut dan mengayunkannya ke samping dengan penuh tenaga.

Pipa itu mengenai lutut si berengsek dengan tongkat golf dan Hamazura merasakan tulangnya retak. Si idiot itu tumbang ke tanah sambil berteriak dan Hamazura berdiri dibasahi darah seolah-olah untuk menggantikan perannya. Hamazura mengayunkan pipa itu ke bawah lagi untuk mendaratkan satu pukulan lagi.

Kedua berandalan lain meneriakkan sesuatu, tapi Hamazura tidak menghiraukan mereka.

Dia mengayunkan pipa itu ke bawah sekali lagi ke orang yang tumbang tersebut dan teriakan-teriakan yang manis memasuki telinganya.

Salah satu berandalan mengeluarkan sebuah palu dari tasnya ketika mendengar itu.

Hamazura merasa mungkin dia benar-benar berada dalam masalah. Pipa metal itu cukup destruktif, tapi masih sulit untuk menumbangkan seseorang dalam satu pukulan. Jika ini berubah menjadi pertarungan tinju berkepanjangan, mungkin saja mereka berhasil mengalahkan satu sama lain.

Namun dia masih tidak merasa ingin menghentikan tangannya yang menyerang.

Tekstur kain sintetis dari kantung tidur warna hitam tersebut secara mengejutkan terasa segar di telapak tangannya.

Kemudian...

“Di sini, Hamazura!!”

Di saat yang sama dengan teriakan itu, leher anak yang memegang palu bengkok ke samping dengan suara retak. Sebelum Hamazura menyadari bahwa anak itu telah terkena sesuatu seperti batu bata, seseorang telah mengenggam lengannya.

“Ayo, dasar idiot! Ayo pergi dari sini!!”

Hamazura merasakan kelesuan yang aneh selagi dibawa berlari dengan lengan yang ditarik.

Setelah dibawa cukup jauh, dia akhirnya menyadari milik siapa suara itu.

“Itu...Hanzou?”

Dia adalah seorang pemuda yang dulunya adalah anggota Skill-Out bersama Hamazura dan sering beraksi bersama Hamazura. Hamazura memikirkan aktivitas-aktivitas yang dilakukannya ketika menjadi Skill-Out dan menyimpulkan bahawa Hanzou pasti sedang berpikir untuk mencuri ATM lain jika dia berkeliaran di daerah ini.

Hanzou berkata dengan suara yang benar-benar terkejut, “Dasar idiot! Apa kau sudah lupa aturan di jalanan? Kalau kau memikirkan siapa yang menang dan siapa yang kalah, kau akan mati. Kalau kau peduli pada nyawamu, kau harus membuang pikiran selalu ingin menang!”

Kedua pemuda tersebut melihat ke belakang untuk memastikan bahwa tidak ada yang mengejar mereka dan berhenti berlari.

Hamazura menengok wajah Hanzou dengan ekspresi kebingungan di wajahnya.

“Kenapa kau menyelamatkanku? Aku menghancurkan Skill-Out lalu kabur dari hukumanku.”

“Itu bukanlah hal yang patut kaukatakan,” jawab Hanzou dengan nada tidak tertarik. “Kau perlu menyadari bahwa kami tidak menyimpan dendam padamu. Kami tidak berpikir bahwa itu adalah salahmu. Tidak peduli siapapun yang menjadi pemimpin saat itu, Skill-Out tetap akan hancur.”

“...”

“Skill-Out bukanlah jalan yang cukup enak hingga membuatku tidak ingin melepas masa lalu. Yah, kuakui itu cukup menyenangkan sampai bagian di mana aku memoles rencananya, kau mendapatkan bantuan, dan Komaba memimpin serangannya.”

“Yeah,” jawab Hamazura dengan nada emosi. “Kau benar. Itu adalah kehidupan yang jelek, tapi menyenangkan.”

“...Apa yang akan kaulakukan sekarang?”

“Aku tidak tahu. Aku punya firasat bahwa semuanya akan sama saja di mana pun aku berada. Walaupun aku ke Skill-Out, rasanya tidak akan sama seperti yang dulu. Aku rasa tidak ada artinya kembali ke sana.”

Hamazura menembakkan kata-kata tersebut dan mulai membalikkan diri dari Hanzou.

Hanzou mengeluarkan sesuatu dari kantungnya dan melemparkannya pada Hamazura.

“Ambil itu. Dari apa yang terjadi di sana tadi, kurasa kau tidak punya apa-apa yang bisa disebut senjata.”

Benda itu adalah sebuah pistol yang gagangnya hanya sampai setengah telapak tangannya ketika dipegang.

“...Ini pistol perempuan.”

“Ada masalah? Senjata yang sedikit sulit digunakan itu sempurna. Kalau pistol itu begitu nyaman dipegang di tangan, kau hanya akan menumpahkan darah yang tidak perlu.”

Hamazura memutar pistol di tangannya dan memasukkannya ke dalam lengan baju.

Kali ini dia meninggalkan lorong tersebut tanpa menoleh kembali pada Hanzou.

Tugas berikutnya untuk ITEM kemungkinan besar sedang menunggunya.



Part 2

Part 2

Part 2

Part 2

Part 2

Part 2

Part 2

Part 2

Part 2

Di Antara Baris 4

Previous Chapter 3 Return to Main Page Forward to Chapter 5